Anda di halaman 1dari 40

2

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan.
Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang
biasa digunakan adalah minyak kelapa sawit, jagung, kedelai, bunga matahari, dan
lain-lain. Berdasarkan kegunaannya, minyak nabati terbagi menjadi dua golongan.
Pertama, minyak nabati yang dapat digunakan dalam industri makanan (edible
oils) dan dikenal dengan nama minyak goreng meliputi minyak kelapa, minyak
kelapa sawit, minyak kedelai, dan sebagainya. Kedua, minyak yang digunakan
dalam indutri non makanan (non edible oils) misalnya minyak kayu putih, dan
minyak jarak. Minyak goreng adalah hasil akhir (refined oils) dari sebuah proses
pemurnian minyak nabati (golongan yang bias dimakan) dan terdiri dari beragam
jenis senyawa trigliserida.
Minyak dan lemak memegang peranan penting dalam menjaga kesehatan
tubuh manusia. Sebagaimana diketahui, lemak memberikan energi kepada tubuh
sebanyak 9 kalori tiap gram lemak. Minyak nabati pada umumnya merupakan
sumber asam lemak esensial, misalnya asam lemak oleat, linoleat, dan
arachidonat. Dimana asam-asam lemak esensial ini dapat mencegah timbulnya
gejala arthero sclerosis, karena penyempitan pembuluh-pembuluh darah yang
disebabkan oleh tertumpuknya kolesterol pada pembuluh-pembuluh darah
tersebut.

1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang makalah diatas terdapat rumusan masalah dalam
makalah ini yaitu :
1 Apa saja karakteristik minyak nabati tersebut ?
Mengetahui Tahapan dalam proses pengolahan minyak nabati ?
3

Mengetahui Tahapan dalam proses pemurnian


minyak nabati ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan
informasi mengenai proses kilang minyak nabati dan aplikasi dalam proses
penggunaanya.

1.4 Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah menggunakan
metode, deskriptif, kualitatif, melalui studi pustaka yakni dengan menggunakan
buku-buku dan internet sebagai sumber kajian yang dibahas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Minyak Nabati
Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan yang
digunakan dalam makanan dan memasak., di mana minyak mempunyai arti yang
sangat luas, yaitu senyawa berbentuk cairan pekat pada suhu ruangan dan tidak
larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter
(C2H5OC2H5), Kloroform(CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan
minyak dapat larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan
minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut.
Minyak adalah istilah umum untuk semua cairan organik yang tidak larut
atau bercampur dalam air (hidrofobik) tetapi larut dalam pelarut organik.. Minyak
tumbuhan dan hewan semuanya merupakan lipid. Dari sudut pandang kimia,
minyak kelompok ini sama saja dengan lemak. Minyak dibedakan dari lemak
berdasarkan sifat fisiknya pada suhu ruang, yaitu minyak berwujud cair
sedangkan lemak berwujud padat. Penyusunnya bermacam-macam, tetapi yang
banyak dimanfaatkan orang hanya yang tersusun dari dua golongan saja:
Gliserida dan atau asam lemak, yang mencakup minyak makanan (minyak masak
atau minyak sayur serta minyak ikan), bahan baku industri sabun, bahan
campuran minyak pelumas, dan bahan baku biodiesel. Golongan ini biasanya
berwujud padat atau cair pada suhu ruang tetapi tidak mudah menguap.
Terpena dan terpenoid, yang dikenal sebagai minyak atsiri, atau minyak
eteris, atau minyak esensial (bukan asam lemak esensial) dan merupakan bahan
dasar wangi-wangian (parfum) dan minyak gosok. Golongan ini praktis semuanya
berasal dari tumbuhan atau nabati dan dianggap memiliki khasiat penyembuhan
("aromaterapi"). Kelompok minyak ini memiliki aroma yang kuat karena sifatnya
yang mudah menguap pada suhu ruang.

2.2 Komposisi Minyak Yang Berasal Dari Nabati


Selain mengandung minyak atau lemak sebagai komponen utama, juga
mengandung senyawa- senyawa lain bukan minyak seperti gum, resin, lendir,
asam-asam lemak bebas (FFA), fosfatida, protein, dan senyawa-senyawa sterol
yang disebut Fitosterol (suatu jenis senyawa sterol yang terdapat dalam tumbuhtumbuhan, namun berbeda dengan Cholesterol). Minyak Kelapa mengandung pula
Vitamin E (tocopherol), sedang minyak kelapa sawit mengandung tocopherol dan
-carotene yang berwarna merah. Komposisi atau jenis asam lemak dan sifat
fisiko-kimia tiap jenis minyak berbeda-beda.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan sumber, iklim, keadaan tempat tumbuh
dan pengolahan. Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya
mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu lipid komplek
(lesithin, cephalin, fosfatida dan glikolipid) serta sterol berada dalam keadaan
bebas atau terikat dengan asam lemak, pigmen yang larut dalam lemak dan
hidrokarbon. Semua komponen tersebut akan mempengaruhi warna dan flavor
produk, serta berperan dalam proses ketengikan. Fosfolipid dalam minyak yang
berasal dari biji- bijian biasanya mengandung sejumlah fosfatida, yaitu lesithin
dan cephalin. Dalam minyak jagung dan kedelai, jumlah fosfatida sekitar 2 3 %,
dan dalam proses pemurniannya, senyawa ini dapat dipisahkan.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Penamaan lemak dan Minyak
Lemak dan minyak sering kali diberi nama derivat asam-asam lemaknya,
yaitu dengan cara menggantikan akhiran-at pada asam lemak dengan akhiran-in,
misalnya tristearat dari gliserol diberi nama tristearin dan tripalmitat dari gliserol
diberi nama tripalmitin, kemudian lemak dan minyak juga diberi nama dengan
cara yang biasa dipakai untuk penamaan suatu ester, misalnya triestearat dari
gliserol disebut gliseril tristearat serta tripalmitat dari gliserol disebut gliseril
tripalmitat.

3.2 Pembentukan Lemak dan Minyak


Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida dari gliserol. Dalam
pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul
gliserol dan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak tersebut
berbeda-beda), yang membentuk satu molekul trigliserida dan satu molekul air.
Berikut gambar reaksi pembentukan trigliserida.

Gambar 1.Reaksi pembentukan trigliserida


Dimana bila R1=R2=R3, maka trigliserida yang terbentuk disebut trigliserida
sederhana (simple triglyceride), sedangkan bila R1, R2, dan R3 berbeda, maka
disebut trigliserida campuran (mixed triglyceride).

3.3 Sumber Minyak Nabati

Minyak Sawit
Pohon Kelapa Sawit terdiri dari dua spesies Arecaceae atau famili palma yang

digunakan untuk pertanian komersil dalam pengeluaran minyak kelapa sawit.


Kelapa sawit memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya dimana
kelapa sawit dibagi menjadi Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura merupakan sawit
yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur
mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besarbesar dan kandungan
minyak pertandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang
namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera
adalah persilangan antara induk Dura dan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul
sebab melengkapi kekurangan masingmasing induk dengan sifat cangkang buah
tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul persentase
daging perbuahnya dapat mencapai 90% dan kandungan minyak pertandannya
dapat mencapai 28%.
Minyak kelapa sawit dan inti minyak kelapa sawit merupakan susunan dari
fatty acids, esterified, serta glycerol yang masih banyak lemaknya. Didalam
keduanya tinggi serta penuh akan fatty acids, antara 50% dan 80% dari masing
masingnya. Minyak kelapa sawit mempunyai 16 nama carbon yang penuh asam
lemak palmitic acid berdasarkan dalam minyak kelapa minyak kelapa sawit
sebagian besar berisikan lauric acid. Minyak kelapa sawit sebagian besarnya
tumbuh berasal alamiah untuk tocotrienol, bagian dari vitamin E. Minyak kelapa
sawit didalamnya banyak mengandung vitamin K dan magnesium.

Tabel 3.1 Kadar Asam Lemak Dalam Minyak Sawit

Tabel 3.2 Kadar Asam Lemak Dalam Minyak Inti Sawit

Minyak Kelapa
Buah kelapa berbentuk bulat panjang dengan ukuran kurang lebih sebesar

kepala manusia. Buah terdiri dari sabut (ekskarp dan mesokarp), tempurung
(endokarp), daging buah (endosperm) dan air buah. Tebal sabut kelapa kurang
lebih 5 cm dan tebal daging buah 1 cm atau lebih. Bunga betina tanaman kelapa
akan dibuahi 18 25 hari setelah bunga berkambang dan buah akan menjadi
masak (ripe) setelah 12 bulan.
Daging buah kelapa yang sudah masak dapat dapat dijadikan kopra dan
bahan makanan, daging buah merupakan sumber protein yang penting dan mudah
dicerna. Komposisi kimia daging buah kelapa ditentukan oleh umur buah.
Semakin tua umur buah maka kandungan lemaknya makin tinggi. Daging buah
kelapa dapat diolah menjadi santan (juice extract) santan kelapa ini dapat
dijadikan bahan pengganti susu atau dijadikan minyak. Kandungan gula santan
daging buah kelapa kurang dari 1 persen, karena itu santan kelapa tidak dapat
dijadikan alkohol. Selain dari pada itu telah dapat diisolasi komponen raffinosa,
sukrosa, fruktosa, galaktosa, dan glukaosa dari daging buah kelapa. Air buah
kelapa dapat dipergunakan sebagai bahan minuman segar, bahan pembuat cuka,
dan oleh sebagian penduduk desa juga dipergunakan sebagai pencegah penyakit
demam dan kencing batu

Metode umum pembuatan kopra terdiri atas 3 cara, yaitu pengeringan


dengan sinar matahari (sun drying), pengeringan dengan bara atau pengasapan di
atas api (smoke curing or drying over an open fire) dan pengeringan dengan
pemanasan secara tidak langsung (indirect drying). Dalam prakteknya ketiga cara
di atas sering dikombinasikan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan ke dalam
minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling besar jika
dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Berdasarkan tingkat ketidak
jenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan Iod (iodine value), maka minyak
kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan non drying oils, karena bilangan iod
minyak tersebut berkisar antara 7,5 10,5. Asam lemak jenuh minyak kelapa
kurang lebih 90 persen. Minyak kelapa mengandung 84 persen trigliserida dengan
tiga molekul asam lemak jenuh, 12 persen trigliserida dengan dua asam lemak
jenuh dan 4 persen trigliserida dengan satu asam lemak jenuh.

Minyak Wijen
Minyak wijen mengandung zat tidak tersabunkan dalam jumlah relative

tinggi. Tetapi kandungan tertinggi adalah sterol dan zat-zat yang tidak dapat
dipisahkan dengan pemurnian, sedangkan kadar bahan non minyak lainnya
relative rendah. Minyak wijen mengandung kurang lebih 0,3-0,5 persen
sesameoline, fenol berikatan 1-4 yang dikenal sebagai sesamol, dan sesamin
sekitar 0,5-0,1 persen. Minyak wijen juga mengandung asam-asam lemak, yaitu
oleat dan linoleat, palmitat dan stearate

Tabel 3.3 Komposisi Minyak Wijen


Minyak wijen bersifat larut dalam alkohol dan dapat bercampur dengan eter,
petroleum benzene dan CS2, tetapi tidak larut dalam eter. Setelah dimurnikan,

minyak berwarna kuning pucat dan tidak menimbulkan gejala kabut pada suhu
0oC. Minyak wijen bersifat sinergis terhadap phrethrum yang merupakan sifat
khas dari minyak wijen.

Minyak Kedelai
Kandungan minyak dan komposisi asam lemak dalam kedelai dipengaruhi

oleh varietas dan keadaan iklim tempat tumbuh. Lemak kasar terdiri dari
trigliserida sebesar 90-95 persen, sedangkan sisanya adalah fosfatida, asam lemak
bebas, sterol dan tokoferol. Minyak kedelai mempunyai kadar asam lemak jenuh
sekitar 15% sehingga sangat baik sebagai pengganti lemak dan minyak yang
memiliki kadar asam lemak jenuh yang tinggi seperti mentega dan lemak babi.
Hal ini berarti minyak kedelai sama seperti minyak nabati lainnya yang bebas
kolestrol, seperti yang ditunjukkan dalam komposisi dari minyak kedelai dibawah
ini.

Tabel 3.4 Komposisi Minyak Kedelai


Minyak kedelai juga digunakan pada pabrik lilin, sabun, varnish, lacquers,
cat, semir, insektisida dan desinfektans. Bungkil kedelai mengandung 40-48
persen protein dan merupakan bahan makanan ternak yang bernilai gizi tinggi,
juga digunakan untuk membuat lem, plastik, larutan yang berbusa, rabuk dan serat
tekstil sintesis. Bila minyak kedelai akan digunakan di bidang nonpangan, maka
tidak perlu seluruh tahap pemurnian dilakukan. Misalnya untuk pembuatan sabun

hanya perlu proses pemucatan dan deodorisasi, agar warna dan bau minyak
kedelai tidak mencemari warna dan bau sabun yang dihasilkan

3.4 Klasifikasi Bahan Baku

Berdasarkan Sumber Minyak Nabati


1. Biji-bijian palawija
Contohnya: minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen, kedelai,
2.

dan bunga matahari.


Kulit buah tanaman tahunan
Contohnya: minyak zaitun dan kelapa sawit.

3. Biji-bijian dari tanaman tahunan


Contohnya: kelapa, cokelat, inti sawit, babassu, cohune, dan sebagainya.

Berdasarkan Sifat Mudah Mengering


1. Minyak tidak mengering
Contohnya: minyak zaitun, kelapa, inti zaitun, kacang tanah, almond
2. Minyak setengah mengering
Contohnya: minyak dari biji kapas, kapok, jagung, gandum, biji bunga
matahari, croton, dan urgen.
3. Minyak mengering
Contohnya: minyak kacang kedelai, safflower, argemone, hemp, walnut,
biji poppy, biji karet, perilla, tung, linseed, dan candle nut.

Berdasarkan Sifat Fisiknya


1.

Lemak (berwujud padat)


Contohnya : Lemak biji cokelat, inti sawit, cohune, babassu, tengkawang,
nutmeg butter, mowwah butter dan shea butter

2.

Minyak (berwujud cair)


a. Tidak mengering (non drying oil)
Minyak zaitun, kelapa, inti zaitun, kacang tanah, almond, inti alpukat, inti
plum, jarak rape dan mustard.
b. Setengah mengering (semi drying oil)
Minyak dari biji kapas, kapok, jagung, gandum, biji bunga matahari,
eroton dan urgen.

10

c. Mengering (drying oil)


Minyak kacang kedelai, safflower, argemone, walnut, biji poppy

3.5 Karakteristik Minyak Nabati

Sifat Fisik
a. Warna, dimana biasanya kuning kepucatan
b. Dapat menghasilkan bau tidak enak yang mirip dengan bau ikan yang sudah
basi, yang disebabkan oleh interaksi trimetilamineoksida dengan

ikatan

rangkap dari lemak tidak jenuh.


c. Kelarutan dimana kelarutan di pengaruhi oleh nilai polaritas dari masingmasing minyak nabati.
d. Titik cair dimana dalam keadaan suhu kamar. minyak berada pada fase cair
sedangkan lemak berada pada suhu yang lebih tinggi dibanding dengan suhu
kamar supaya berbentuk fase cair. Karena lemak dalam suhu kamar
berbentuk padat.
e. Titik didih dari asam lemak akan semakin meningkat dengan bertambahnya
rantai karbon asam lemak tersebut.
f. Titik lunak di mana ditentukan dengan penggunaan tabung kapiler yang diisi
dengan minyak
g. Sliping point di mana cara penetapannya yaitu dengan mempergunakan
suatu silinder kuningan yang kecil, yang diisi dengan leak padat, kemudian
disimpan dalam bak yang tertutup dan dihubungkan dengan termometer.
h. Sort melting point yaitu temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari
minyak atau lemak.
i. Bobot jenis dimana ditentukan oleh temperatur kamar
j. Indeks bias adalah derajat penyimpangan yang dilewatkan pada suatu
medium yang cerah. Ini digunakan untuk pengujian kemurniaan minyak.
k. Titik asap, titik nyala, titik api di mana titik asap adalah temperatur pada
saat minyak atau lemak menghasilkan asap pada pemanasan,, titik nyala
adalah temperatur pada saat campuran uap dari minyak dengan udara mulai
terbakar. Sedangkan titik api adalah temperatur pada saat dihasilkan
pembakaran yang terus menerus..

Sifat Kimia
a. Hidrolisa

11

Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan berubah menjadi asam
lemak bebas dan gliserol. Hal ini dapat merusak minyak karena
terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak yang mengakibatkan
ketengikan.
b. Oksidasi
Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen
dengan lemak atau minyak, hal ini akan menyebabkan bau tengik pada
lemak atau minyak.
c. Esterifikasi
Proses esterifikasi bertujuan untuk asam-asam lemak bebas dari
trigliserida,menjadi bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan
melalui reaksi kimia yang disebut interifikasi atau penukaran ester yang
didasarkan pada prinsip transesterifikasi Fiedel-Craft.

Gambar 2. Reaksi transesterifikasi Fiedel-Craft


d. Penyabunan
Reaksi ini dilakukan dengan penambahan sejumlah larutan basa kepada
trigliserida. Bila penyabunan telah lengkap,lapisan air yang mengandung
gliserol dipisahkan dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan.

Gambar 3. Reaksi Penyabunan dengan basa


e. Pembuatan Keton
Keton dihasilkan melalui penguraian dengan cara hidrolisa ester.

12

Gambar 4. Reaksi pembentukan keton

3.6 Proses Pengolahan Minyak Nabati

Rendering
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan
yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang
tinggi.Pada semua cara rendering,penggunaan panas adalah sesuatu yang
spesifik,yang bertujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan
dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh
minyak atau lemak yang terkandung didalamnya. Menurut pengerjaannya
rendering dibagi dengan dua cara,yaitu :
a. Wet Rendering
Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air
selama berlangsungnya proses tersebut.Cara ini dikerjakan pada ketel yang
terbuka atau tertutup dengan menggunakan temperatur yang tinggi serta
tekanan 40 sampai 60 pound tekanan uap (40-60psi).Penggunaan temperatur
rendah pada wet rendering dilakukan jika diinginkan flavor netral dari
minyak atau lemak.Bahan yang akan diekstraksi ditempatkan pada ketel
yang diperlengkapi dengan alat pangaduk,kemudian air ditambahkan dan
campuran dipanaskan perlahan-lahan sampai suhu 50C sambil diaduk.
Minyak yang terekstraksi akan naik keatas akan naik keatas dan kemudian
dipisahkan. Proses wet rendering dengan menggunakan temperatur rendah
kurang

begitu

popular,

sedangkan

proses

wet

rendering

dengan

mempergunakan temperatur yang tinggi disertai dengan tekanan uap air


bertujuan untuk menghasilkan minyak atau lemak dalam jumlah yang besar.
Peralatan yang digunakan adalah autoclave atau digester.

13

Gambar 5. Proses wet rendering


b. Dry Rendering
Dry rendering adalah proses rendering tanpa penambahan air selama proses
berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan
dilengkapi dengan steam jacket serta alat pengaduk (agitator). Bahan yang
diperkirakan mengandung minyak atau lemak dimasukkan kedalam ketel
tanpa penambahan air. Bahan tadi dipanaskan sambil diaduk. Pemanasan
dilakukan pada suhu 220F sampai 230F (105C-110C). Ampas bahan
yang telah diambil minyaknya akan diendapkan pada dasar ketel. Minyak
atau lemak yang dihasilkan dipisahkan dari ampas yang telah mengendap
dan pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel.

Pengepresan Mekanik (mechanical expression)


Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak,

terutama untuk bahan bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk
memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30-70%). Pada
pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau
lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup
pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan serta tempering atau pemasakan.
Dua cara umum dalam pengepresan mekanis,yaitu:
a. Pengepresan Hidraulik (Hydraulic Pressing)
Pada cara hydraulic pressing,bahan di press dengan tekanan sekitar 2000
pound/inch2 (140,6 kg/cm = 136 atm). Banyaknya minyak atau lemak yang
dapat diekstraksi tergantung pada lamanya pengepresan,tekanan yang
dipergunakan, serta kandungan minyak dalam bahan asal. Sedangkan
banyaknya minyak yang tersisa pada bungkil bervariasi antara 4 sampai 6
persen, tergantung dari lamanya bungkil ditekan dibawah tekanan hidrolik.

14

Gambar 6. hydraulic press


Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses pemisahan minyak dengan cara
pengepresan mekanis dapat dilihat pada gambar.

Gambar 7. Skema cara memperoleh minyak dengan pengepresan


b. Pengepresan Berulir (Expeller Pressing)
Cara expeller pressing memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri
dari proses pemasakan atau tempering. Proses pemasakan berlangsung pada
temperatur 240F (115,5C) dengan tekanan sekitar 15-20 ton/inch2. Kadar
air minyak atau lemak yang dihasilkan berkisar sekitar 2,5-3,5 persen,
sedangkan bungkil yang dihasilkan masih mengandung minyak antara 4-5
persen.

15

Gambar 8. expeller pressing


Cara lain dalam mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga
mengandung minyak atau lemak adalah gabungan dari proses wet rendering
dengan pengepresan secara mekanik atau dengan sentrifugasi.

Ekstraksi Dengan Pelarut (Solvent extraction)


Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam

pelarut minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak
yang rendah yaitu sekitar 1 persen atau lebih rendah. Mutu minyak kasar yang
dihasilkan cenderung menyerupai hasil dari expeller pressing ,karena sebagian
fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi. Pelarut minyak atau lemak yang biasa
digunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum eter,
gasoline carbon disulfide, karbon tetra klorida, benzene dan n-heksan. Perlu
diperhatikan bahwa jumlah pelarut menguap atau hilang tidak boleh lebih dari 5
persen. Bila lebih, seluruh sistem solvent extraction perlu diteliti lagi.
Salah satu contoh solvent extraction ini adalah metode sokletasi, yaitu
ekstraksi dengan pelarut organik yang dilakukan secara berulang ulang dan
menjaga jumlah pelarut relatif konstan dengan menggunakan alat soklet.

16

3.7 Proses Pemurnian Minyak Nabati


Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan
rasa serta aroma yang tidak sedap, menghilangkan warna yang tidak menarik dan
memperpanjang massa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan
sebagai bahan mentah dalam industri. Pada umumnya minyak untuk bahan
pangan dimurnikan melalui tahap proses sebagai berikut :
a. Pemisahan bahan berupa suspensi dan dispersi koloid dengan cara penguapan,
degumming, dan pencucian dengan asam.
b. Pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasi.
c. Dekolorisasi dengan proses pemucatan
d. Deodorisasi
e. Pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan cara pendinginan (chilling)
Disamping itu kadang-kadang dilakukan penambahan flavor dan zat warna
sehingga didapatkan minyak dengan rasa dan aroma yang enak serta warna yang
menarik. Kotoran yang terdapat dalam minyak terdiri dari 3 golongan yaitu:
a. Kotoran yang tidak larut dalam minyak (fat insoluble) dan terdispersi dalam
minyak.Kotoran yang terdiri dari biji atau partikel jaringan, lendir dan getah,
serat-serat yang berasal dari kulit- kulit, abu atau mineral yang terdiri dari Fe,
Cu, Mg,dan Ca, serta air dalam jumlah kecil. Kotoran ini dapat dipisahkan
dengan beberapa cara mekanis, yaitu dengan pengendapan, penyaringan dan
sentrifugasi.
b. Kotoran yang berbentuk suspensi koloid dalam minyak. Kotoran ini terdiri dari
fosfolipid, karbohidrat, senyawa yang mengandung nitrogen, dan senyawa
kompleks lainnya. Kotoran ini dapat dihilangkan dengan uap panas, elektrolisa
disusul dengan perlakuan mekanik seperti pengendapan, sentrifugasi, atau
penyaringan dengan menggunakan adsorben
c. Kotoran yang terlarut dalam minyak (fat soluble compound). Kotoran yang
termasuk dalam golongan ini terdiri dari asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon
mono dan digliserida yang dihasilkan dari hidrolisa trigliserida, zat warna yang
terdiri dari karotenoid, klorofil. Zat warna lainnya yang dihasilkan dari proses
oksidasi dan dekomposisi minyak yang terdiri dari keton, aldehid, resin serta
zat lain yang belum dapat diidentifikasi.
17

Selain kotoran tersebut, beberapa jenis minyak mengandung senyawa


beracun, misalnya seperti minyak biji kapas mengandung gossipol, dan mustard
oil mengandung ester dari asam thiosianat dan etil alkohol. Dalam proses
pemurnian dilakukan perlakuan pendahuluan. Tujuan Perlakuan pendahuluan
adalah sebagai berikut:
a. Menghilangkan kotoran dan memperbaiki stabilitas minyak dengan
mengurangi jumlah ion logam terutama besi dan tembaga. Pada proses
deodorisasi, pertambahan jumlah asam pada minyak akibat perlakuan
pendahuluan

lebih

kecil

dibandingkan

dengan

tanpa

perlakuan

pendahuluan.
b.

Proses pemisahan gum dilakukan terhadap minyak untuk tujuan tertentu


misalnya minyak biji lin yang digunakan untuk pembuatan lak (lacquer).

c.

Untuk memudahkan proses pemurnian selanjutnya, dan mengurangi


minyak yang hilang selama proses pemurnian, terutama pada proses
netralisasi.

Tahapan-Tahapan Pemurnian
1. Pemisahan Gum (De-Gumming)
Pemisahan gum merupakan proses pemisahan getah atau lendir-lendir yang
terdiri dariphospatida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin. Tujuan utama
dari degumming adalah untuk membuang gum yang tidak diinginkan yang akan
mengganggu pada proses berikutnya. Komponen utama dalam gum yang harus
dibuang adalah phospatida. Kandungan phospatida dibuang karena akan
mengakibatkan bau dan warna yang tidak diinginkan serta memperpendek umur
minyak. Pembentukan emulsi phospatida merupakan penyebab utama terjadinya
ketidakstabilan oksidasi dari minyak.
Biasanya proses ini dilakukan dengan cara dehidratasi gum atau kotoran
agar bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian disusul dengan
proses pemusingan (sentrifugasi). Caranya ialah dengan mengalirkan uap air
panas kedalam minyak disusul dengan pengaliran air dan selanjutnya di
sentrifugasi sehingga bagian lendir terpisah dari air. Pada waktu proses
sentrifugasi berlangsung, ditambahkan bahan kimia yang dapat menyerap air,
misalnya asam mineral pekat atau garam dapur (NaCl). Suhu minyak pada waktu

18

proses sentrifugasi berkisar antara 32-50oC, dan pada suhu tersebut kekentalan
minyak akan berkurang, sehingga gum mudah terpisah dari minyak. Proses
pemisahan gum (de-gumming) perlu dilakukan sebelum proses netralisasi,
dengan alasan:
a. Sabun yang terbentuk dari hasil reaksi antara asam lemak bebas
dengankaustik soda pada proses netralisasi akan menyerap gum (getah dan
lendir) sehingga proses pemisahan sabun (soap stock) dari minyak.
b. Netralisasi minyak yang mengandung gum akan menambah partikel emulsi
pada minyak, sehingga mengurangi rendemen trigliseida.
2. Netralisasi
Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas (ALB)
dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa
atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock) dengan tujuan
memurnikan minyak. Pemisahan asam lemak bebas juga dapat dilakukan dengan
cara penyulingan yang dikenal dengan istilah de-asidifikasi. Proses Netralisasi
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Netralisasi dengan Kaustik Soda (NaOH)

Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam skala industri,


karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya.
Selain itu penggunaan kaustik soda membantu dalam mengurangi zat warna dan
kotoran yang berupa getah dan lendir dalam minyak. Reaksi antara asam lemak
bebas dengan NaOH adalah sebagai berikut:

Gambar 9. Reaksi Penyabunan


Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan
kotoranseperti phospatida dan protein dengan cara membentuk emulsi sabun atau
emulsi

yang

terbentuk

dapat

dipisahkan

dari

minyak

dengan

cara
19

sentrifuce.Dengan cara hidrasi dan dibantu dengan proses pemisahan sabun secara
mekanis

maka

netralisasi

dengan

menggunakan

kaustik

soda

dapat

menghilangkan phospatida, protein, resin , dan suspensi dalam minyak yang tidak
dapat dihilangkan dengan proses pemisahan gum. Komponen minor dalam
minyak berupa sterol, khlorofil, vitamin E, dan karotenoid hanya sebagian kecil
dapat dikurangi dengan netralisasi. Netralisasi menggunakan kaustik soda akan
menyabunkan sejumlah kecil trigliserida. Molekul mono dan digliserida lebih
mudah bereaksi dengan persenyawaan alkali. Reaksi penyabunan mono dan
digliserida dalam minyak terjadi sebagai berikut :

Gambar 10. Reaksi penyabunan mono dan digliserida dalam minyak


Efisiensi netralisasi dinyatakan dalam refining factor, yaitu perbandingan
antara kehilangan total karena netralisasi dan jumlah asam lemak bebas dalam
lemak kasar. Sebagai contoh ialah netralisasi minyak kasar yang mengandung 3
persen asam lemak bebas, menghasilkan minyak netral dengan rendemen sebesar
94 persen, maka akan mengalami kehilangan total (total loss) sebesar (100-94)
persen = 6 persen.
Pemakaian larutan kaustik soda dengan konsentrasi terlalu tinggi akan
bereaksi sebagian dengan trigliserida sehingga mengurangi rendemen minyak dan
menambah jumlah sabun yang terbentuk. Oleh karena itu harus dipilih konsentrasi
dan jumlah kaustik soda yang tepat untuk menyabunkan asam lemak dalam
minyak. Dengan demikian penyabunan trigliserida dan terbentuknya emulsi dalam

20

minyak dapat dikurangi, sehingga dihasilkan minyak netral dengan rendemen


yang lebih besar dan mutu minyak yang lebih baik.
b. Netralisasi dengan Natrium Karbonat (Na2CO3)
Keuntungan menggunakan persenyawaan karbonat adalah trigliserida tidak
ikut tersabunkan, sehingga nilai refining factor dapat diperkecil. Suatu kelemahan
dari pemakaian senyawa ini adalah karena sabun yang terbentuk sukar dipisahkan.
Hal ini disebabkan karena gas CO2 yang dibebaskan dari karbonat akan
menimbulkan busa dalam minyak. Netralisasi menggunakan natrium karbonat
biasanya disusul dengan pencucian menggunakan kaustik soda encer, sehingga
memperbaiki mutu terutama warna minyak. Hal ini akan mengurangi jumlah
adsorben yang dibutuhkan pada proses pemucatan.
Pada umumnya netralisasi minyak menggunakan natrium karbonat
dilakukan di bawah suhu 500 C, sehingga seluruh asam lemak bebas yang
bereaksi dengan natrium karbonat akan membentuk sabun dan asam karbonat,
dengan reaksi sebagai berikut :

Gambar 11. Netralisasi minyak menggunakan natrium karbonat


Pada pemanasan asam karbonat yang terbentuk akan terurai menjadi gas
CO2 dan H2O. Gas CO2 yang dibebaskan akan membentuk busa dalam sabun
yang terbentuk dan mengapung partikel sabun di atas permukaan minyak. Gas
tersebut dapat dihilangkan dengan cara mengalirkan uap panas atau dengan cara
menurunkan tekanan udara di atas permukaan minyak dengan pompa vakum.
Minyak yang akan dinetralkan , dipanaskan pada suhu 35-400C dengan tekanan
lebih rendah dari atmosfir. Selanjutnya ditambahkan larutan natrium karbonat,
kemudian diaduk selama 10-15 menit dengan kecepatan pengadukan 65-75 rpm.
Kemudian kecepatan pengadukan dikurangi 15-20 rpm dan tekanan vakum
diperkecil selama 20-30 menit. Dengan cara tersebut gas CO2 yang terbentuk
akan menguap dan asam lemak bebas yang tinggal dalam minyak kurang lebih

21

sebesar 0,05 persen. Sabun yang terbentuk dapat diendapkan dengan


menambahkan garam, misalnya natrium sulfat atau natrium silikat, atau
mencucinya dengan air panas. Setelah dipisahkan dari minyak selanjutnya
dilakukan proses pemucatan.

Gambar 12. Penampang untuk netralisasi dan pemucatan minyak


Minyak dalam sabun yang telah mengendap dapat dipisahkan dengan cara
menyaring menggunakan filter press. Asam lemak bebas yang telah membentuk
sabun (soap stock) dapat diperoleh kembali jika sabun tersebut direaksikan
dengan asam mineral.
Keuntungan netralisasi menggunakan natrium karbonat adalah sabun yang
terbentuk bersifat pekat dan dapat dipakai langsung untuk pembuatan sabun
bermutu baik. Minyak yang dihasilkan mutunya lebih baik, terutama setelah
mengalami proses deodorisasi. Di samping itu trigliserida tidak ikut tersabunkan
sehingga rendemen minyak netral yang dihasilkan lebih besar.
Kelemahannya adalah karena cara tersebut sukar dilaksanakan dalam
praktek, dan di samping itu untuk minyak semi drying oil seperti minyak kedelai,
sabun yang terbentuk sukar disaring karena adanya busa yang disebabkan oleh gas
CO2.
c. Netralisasi minyak dalam bentuk miscella

22

Cara netralisasi ini digunakan pada minyak yang diekstrak dengan


menggunakan pelarut menguap (solvent extraction). Hasil ekstraksi merupakan
campuran antara pelarut dan minyak disebut miscella.Asam lemak bebas dalam
miscella dapat dinetralkan dengan menggunakan kaustik soda atau natrium
karbonat. Penambahan bahan kimia tersebut ke dalam miscella yang mengalir
dalam ketel ekstraksi, dilakukan pada suhu yang sesuai dengan titik didih pelarut.
Sabun yang terbentuk dapat dipisahkan dengan cara menambahkan garam,
sedangkan minyak netral dapat dipisahkan dari pelarut dengan cara penguapan.
d. Netralisasi dengan etanol amin dan amonia
Etanol amin dan amonia dapat digunakan untuk netralisasi asam lemak
bebas. Pada proses ini asam lemak bebas dapat dinetralkan tanpa menyabunkan
trigliserida, sedangkan amonia yang digunakan dapat diperoleh kembali dari soap
stock dengan cara penyulingan dalam ruangan vakum.
3. Pemisahan Asam (de-ecidification) dengan cara penyulingan
Proses pemisahan asam dengan cara penyulingan adalah proses penguapan
asam lemak bebas, langsung dari minyak tanpa mereaksikan dengan larutan basa,
sehingga asam lemak yang terpisah tetap utuh. Minyak kasar yang akan disuling
terlebih dahulu dipanaskan dalam alat penukar kalor (heat exchanger).
Selanjutnya minyak tersebut dialirkan secara kontinu ke dalam alat penyulingan
dengan letak horizontal.
Di

sepanjang

dasar

ketel

terdapat

pipa-pipa

berlubang

tempat

menginjeksikan uap air ke dalam minyak yang sudah dipanaskan pada suhu
kurang lebih 2400C. Kadang-kadang ke dalam ketel disemprotkan superheated
steam bersama air, yang akan berubah menjadi uap air panas pada tekanan rendah
(kurang lebih 25 mmHg), sehingga asam lemak bebas menguap bersama-sama
dengan uap panas tersebut. Hasil sulingan berupa campuran uap air dan asam
lemak bebas untuk menghindari kerusakan minyak selama proses penyulingan
karena suhu yang terlalu tinggi, maka asam lemak bebas yang tertinggal dalam
minyak dengan kadar lebih rendah dari 1 persen harus dinetralkan dengan
menggunakan persenyawaan basa. Minyak kasar dengan kadar asam lemak bebas

23

yang tinggi umumnya mengandung fraksi mono dan digliserida yang terbentuk
dari hasil hidrolisa sebagian molekul trigliserida
Pada umumnya kadar asam lemak bebas dalam minyak setelah penyulingan
kira-kira 0,1-0,2 persen, sedangkan hasil kondensasi masih mengandung kira-kira
5 persen trigliserida. Jadi penggunaan uap pada proses penyulingan akan
membawa sejumlah kecil fraksi trigliserida. Pemisahan asam lemak bebas dengan
cara penyulingan digunakan untuk menetralkan minyak kasar yang mengandung
kadar asam lemak bebas relatif tinggi, sedangkan minyak kasar yang mengandung
asam lemak bebas lebih kecil dari 8 persen, lebih baik dinetralkan dengan
menggunakan persenyawaan basa.
4. Pemisahan Asam dengan menggunakan pelarut organik
Perbedaan kelarutan antara asam lemak bebas dan trigliserida dalam pelarut
organik digunakan sebagai dasar pemisahan asam lemak bebas dari minyak.
Pelarut yang paling baik digunakan untuk memisahkan asam lemak bebas adalah
furfural dan propane. Piridine merupakan pelarut minyak dan jika ditambahkan air
dalam jumlah kecil, maka trigliserida akan terpisah. Trigliserida tidak larut dalam
piridine, sedangkan asam lemak bebas tetap larut sempurna. Minyak dapat
dipisahkan dari pelarut dengan cara dekantasi, sedangkan pelarut dipisahkan dari
asam lemak bebas dengan cara penyulingan. Dengan menggunakan alkohol
sebagai pelarut, maka kelarutan trigliserida dalam alkohol akan bertambah besar
dengan bertambahnya kadar asam lemak bebas, sehingga pemisahan antara asam
lemak bebas dari trigliserida lebih sukar dilakukan.
5. Pemucatan (Bleaching)
Pemucatan (bleaching) adalah suatu tahap proses pemurnian untuk
menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini
dilakukan dengan cara fisika yang menggunakan berbagai absorben, seperti tanah
serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay) dan arang aktifatau dapat juga
menggunakan bahan kimia. Selain warna, pemucatan juga berperan mengurangi
komponen minor lainnya seperti aroma, senyawa bersulfur dan logam-logam
berat. Selain itu, pemucatan juga dapat mengurangi produk hasil oksidasi lemak
seperti peroksida, aldehida dan keton. Pada proses pemucatan hanya sedikit

24

komponen yang dihilangkan. Biasanya pemucatan dilakukan setelah proses


pemurnian alkali. Proses pemucatan dapat diklasifikasikan menjadi dua
kelompok yaitu sebagai berikut:
a. Pemucatan Secara Fisika
Pemucatan Minyak dengan Adsorben, dimana adsorben yang digunakan
untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah pemucat (bleaching earth) dan arang
(bleaching carbon). Zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan
adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum dan resin) serta hasil degradasi
minyak, misalnya peroksida. Pemucatan minyak menggunakan adsorben
umumnya dilakukan dalam ketel yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang
akan dipucatkan dipanaskan pada suhu sekitar 105oC, selama 1jam.
Penambahan adsorben dilakukan pada saat minyak mencapai suhu 70-80oC,
dan jumlah adsorben kurang lebih sebanyak 1,0-1,5 persen dari berat minyak.
Selanjutnya minyak dipisahkan dari adsorben dengan cara penyaringan
menggunakan kain tebal atau dengan cara pengepresan dengan filter press.
Minyak yang hilang karena proses tersebut kurang lebih 0,2-0,5 persen dari berat
minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan. Adsorben yang biasa
digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari bleaching clay, arang dan arang
aktif.
Bleaching Clay (bleaching earth), di mana bleaching clay pertama kali
ditemukan pada abad ke-19 di Inggris dan Amerika. Dalam perdagangan
bleaching clay mempunyai nama dan komposisi kimia yang berbeda. Sebagai
contoh ialah bleaching clay yang berasal dari Rusia, Kanada dan Jepang dikenal
dengan nama gluchower kaolin. Bahan pemucat ini merupakan sejenis tanah liat
dengan komposisi utama terdiri dari SiO2, Al2O3, air terikat serta ion kalsium,
magnesium oksida dan besi oksida. Perbandingan komposisi antara dua jenis
Bleaching Clay dapat dilihat pada tabel 3.5
Komponen
Kimia (%)
SiO2

Jenis adsorben
Landau raw clay
59,0

Florida clay 8
56,5

Al2O3

22,9

11,6

Fe2O3

3,4

3,3

25

CaO

0,9

3,1

MgO

1,2

6,3

Tabel 3.5 Komposisi kimia adsorben landau raw clay dan florida clay
Jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak
tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak dan sampai berapa jauh
warna tersebut akan dihilangkan. Daya pemucat bleaching clay disebabkan karena
ion Al3+ pada permukaan partikel adsorben, yang dapat mengadsorbsi partikel zat
warna. Daya pemucat tersebut tergantung dari perbandingan komponen SiO 2 dan
Al2O3 dalam bleaching clay. Adsorben yang terlalu kering menyebabkan daya
kombinasinya dengan air telah hilang, sehingga mengurangi daya penyerapan
terhadap zat warna
Aktivitas adsorben dengan asam mineral (HCl atau H2SO4) akan
mempertinggi daya pemucat karena asam mineral tersebut larut atau bereaksi
dengan komponen berupa tar, garam Ca dan Mg yang menutupi pori-pori
adsorben. Disamping itu asam mineral melarutkan Al 2O3 sehingga dapat
menaikkan perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 dari (2-3) : 1 menjadi (5-6) : 1.
Daya penyerapan terhadap warna akan lebih efektif jika adsorben tersebut
mempunyai bobot jenis yang rendah, kadar air tinggi, ukuran partikel halus dan
pH adsorben mendekati netral. Pemakaian asam mineral untuk mengaktifkan
adsorben bleaching clay menimbulkan bau lapuk pada minyak, tetapi bau lapuk
tersebut akan hilang pada proses deodorisasi. Disamping itu activated clay yang
bersifat asam akan menaikkan kadar asam lemak bebas dalam minyak dan
mengurangi daya tahan kain saring yang digunakan untuk memisahkan minyak
dari adsorben.
Arang (Bleaching Carbon) di mana arang merupakan bahan padat yang
berpori-pori dan pada umunya diperoleh dari hasil pembakaran kayu atau bahan
yang mengandung unsur karbon. Umumnya arang mempunyai daya adsorbsi yang
rendah terhadap zat warna dan daya adsorbsi tersebut dapat diperbesar dengan
cara mengaktifkan arang menggunakan uap atau bahan kimia. Komposisi kimia
arang kayu keras dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Komponen (%)

Kering Udara

Kering Oven
26

Air
9,9
Bahan menguap
8,1
9,0
Abu
2,0
2,2
fixed carbon
80,0
88,8
Tabel 3.6 Komposisi Kimia Arang Kayu Keras
Sumber lain dari arang berasal dari bahan nabati atau hewani antara lain
serbuk gergaji, ampas tebu, tempurung, tongkol jagung, dan tulang. Pada
umumnya pengarangan dilakukan pada suhu 300-500 C. Suhu pengarangan pada
ruangan tanpa udara dilakukan pada suhu 600-700 C. Pada proses pengarangan
akan terjadi penguapan air disusul dengan pelepasan gas CO2 dan selanjutnya
terjadi

peristiwa

eksotermis

yang

merupakan

tahap

permulaan

proses

pengarangan. Pengarangan dianggap sempurna jika asap tidak terbentuk lagi, dan
arang yang bermutu baik adalah arang yang mengandung kadar karbon tinggi.
Arang Aktif (Aktivated Carbon) bertujuan untuk memperbesar luas
permukaan

arang

dengan

membuka

pori-pori

yang

tertutup,

sehingga

memperbesar kapasitas adsorbsi terhadap zat warna. Pori-pori dalam arang


biasanya diisi oleh tar, hidrokarbon dan zat-zat organik lainnya yang terdiri dari
fixed carbon,abu,air, persenyawaan yang mengandung nitrogen dan sulfur. Bahan
kimia yang dapat digunakan sebagai pengaktif adalah HNO 3, H3PO4, sianida,
Ca(OH)2, CaCl2, Ca3(PO4)2, NaOH, Na2SO4, SO2, ZnCl2, Na2CO3, dan uap air pada
suhu tinggi. Unsur-unsur kimia dari persenyawaan yang ditambahkan akan
meresap ke dalam arang dan membuka permukaan yang mula-mula tertutup oleh
komponen kimia sehingga luas permukaan yang aktif bertambah besar.
Persenyawaan hidrokarbon yang menutupi pori-pori yang dapat dihilangkan
dengan cara oksidasi menggunakan oksidator lemah sperti CO 2 yang disertai
dengan air. Dengan cara tersebut atom karbon tidak mengalami proses oksidasi.
Mutu arang aktif yang diperoleh tergantung dari luas permukaan partikel,
ukuran partikel, volume dan luas penampang kapiler, sifat kimia permukaan
arang, sifat arang secara alamiah, jenis bahan pengaktif yang digunakan dan kadar
air.
Mekanisme Adsorbsi Zat Warna oleh Arang Adsorbsi adalah suatu
peristiwa fisik padat permukaan suatu bahan, yang tergantung dari specifik
affinity antara adsorben dan zat yang diadsorbsi. Daya adsorbsi arang aktif

27

disebabkan karena arang mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, dan adsorbsi
akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara permukaan arang
dan zat yang diserap.Berdasarkan adanya perbedaan energi potensial, maka jenis
adsorbsi terdiri dari adsorbsi listrik, adsorbsi mekanis, adsorbsi kimia dan adsorbsi
termis. Sifat adsorbsi tersebut masing-masing disebabkan karena perbedaan
muatan listrik, perbedaan tegangan permukaan, perbedaan potensial sifat kimia
dan perbedaan potensial karena panas. Efisiensi adsorbsi oleh arang tergantung
dari perbedaan muatan listrik antara arang dan zat atau ion yang diserap. Bahan
yang mempunyai muatan listrik positif akan diserap lebih efektif oleh arang dalam
larutan yang bersifat basa dan sebaliknya, sedangkan penyerapan terhadap bahan
non-elektrolit tidak dipengaruhi oleh keasaman atau sifat kebasaan arang sebagai
adsorben.
b. Pemucatan minyak dengan bahan kimia
Cara pemucatan ini banyak digunakan terhadap minyak untuk tujuan bahan
pangan (edible fat), karena pemucatan secara kimia lebih baik dibandingkan
dengan menggunakan adsorben. Keuntungan penggunaan bahan kimia sebagai
bahan pemucat adalah karena hilangnya sebagian minyak yang dapat dihindarkan
dan zat warna diubah menjadi zat tidak berwarna, yang tetap tinggal dalam
minyak. Kerugiannya ialah karena kemungkinan terjadi reaksi antara bahan kimia
dan trigliserida, sehingga menurunkan flavor minyak. Pemucatan dengan bahan
kimia pada umumnya dibagi atas dua macam reaksi pemucatan, yaitu:
Pemucatan dengan cara oksidasi
Oksidasi terhadap zat warna akan mengurangi kerusakan trigliserida, akan
tetapi asam lemak tidak jenuh cenderung membentuk peroksida atau drying oil
karena proses oksidasi dan polimerisasi. Bahan kimia yang digunakan sebagai
bahan pemucat adalah persenyawaan peroksida dikromat, ozon, klorin dan
klorin dioksida. Pemucatan dengan peroksida di mana konsentrasi larutan
peroksida yang digunakan biasanya 30-40 persen dan jika konsentrasi
peroksida lebih tinggi, maka minyak cendrung akan mengalami kerusakan
karena proses oksidasi. Minyak yang dipucatkan dengan peroksida tidak perlu
disarinng. Perosida baik digunakan untuk memucatkan minyak kacang tanah,
minyak wijen, rape oil dan minyak ikan. Hidrogen peroksida dapat bereaksi
dengan ion logam, sehingga wadah yang digunakan pada proses pemucatan
28

harus dilapisi dengan email, aluminium, atau stainless steel. Jenis peroksida
yang sering digunakan ialah natrium peroksida, kalsium peroksida atau benzoil
peroksida.

Pemucatan dengan dikromat dan asam


Bahan kimia yang digunakan ialah natrium atau kalium dikromat dalam asam
mineral (an-organik). Reaksi antara dikromat dan asam akan membebaskan
oksigen. Oksigen bebas bereaksi dengan asam klorida (HCl) akan
menghasilkan klor (Cl2) yang berfungsi sebagai bahan pemucat. Setelah
pereaksi ditambahkan, selanjutnya diaduk. Zat warna akan mengendap setelah
pengadukan dihentikan. Pada umumnya warna ungu dalam minyak tidak dapat
hilang, sehingga cara pemucatan dikromat banyak digunakan terhadap minyak
untuk tujuan pembuatan sabun. Tangki pemucat yang terbuat dari logam harus
diberi pelapis anti karat, karena pereaksi tersebut dapat menimbulkan karat
pada logam.

Pemucatan dengan pemanasan


Pemanasan minyak dalam ruangan vakum pada suhu relatif tinggi, mempunyai
pengaruh pemucatan. Cara ini kurang efektif terhadap minyak yang
mengandung pigmen klorofil. Sebelum dilakukan pemanasan, sebaiknya
minyak terlebih dahulu dibebaskan dari ion logam terutama ion besi, sabun,
(soap stock) dan hasil-hasil oksidasi seperti peroksida, karena pemanasan
terhadap bahan-bahan tersebut merupakan katalisator dalam proses oksidasi.

Pemucatan dengan cara reduksi


Pemucatan dengan cara reduksi kurang efektif karena warna yang hilang dapat
timbul kembali jika minyak tersebut terkena udara. Bahan kimia yang dapat
mereduksi zat warna terdiri dari garam-garam natrium bisulfit atau natrium
hidrosulfit yang dikenal dengan nama blankite. Pemakaian zat pereduksi ini
biasanya dicampur dengan bahan kimia lain dengan perbandingan tertentu.
Sebagai contoh ialah penggunaan campuran larutan natrium bisulfit 1,0 - 1,5 %
dan larutan asam sulfat. Cara pemucatan ini umumnya dilakukan terhadap
minyak yang digunakan untuk pembuatan sabun.

29

6. Deodorisasi
Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan
untuk menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak.
Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam
tekanan atmosfir atau keadaan vakum. Proses deodorisasi perlu dilakukan
terhadap minyak yang akan digunakan untuk bahan pangan. Beberapa jenis
minyak yang baru diekstrak mengandung flavor yang baik untuk tujuan bahan
pangan, sehingga tidak memerlukan proses deodorisasi, misalnya lemak susu,
lemak babi, lemak coklat, dan minyak olive. Senyawa yang menimbulkan flavor
dalam minyak terdiri dari dua golongan, yaitu :
a. Flavor Alamiah (natural flavor)
Flavor tersebut secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak
dan ikut terekstrak pada proses pemisahan minyak dengan cara pengepresan,
rendering atau dengan ekstraksi menggunakan pelarut menguap. Senyawa
tersebut terdiri dari hidrokarbon tidak jenuh, pigmen karotenoid, terpene, sterol
dan tokoferol
b. Flavor yang Dihasilkan dari Kerusakan Minyak
Kerusakan tersebut terjadi selama pengolahan, penyimpanan, pengangkutan,
adanya kotoran dalam minyak dan pada proses pemurnian. Senyawa yang
terbentuk merupakan hasil degradasi trigliserida dalam minyak, yang
menghasilkan asam lemak bebas, aldehida dan keton, dikarbonil, alkohol dan
sebagainya. Bau tengik dan rasa getir mulai dapat dirasakan jika komponen
tersebut terdapat dalam minyak dengan jumlah lebih dari 0,1 persen dari berat
minyak.

Cara Deodorisasi
Proses deodorisasi dilakukan dalam tabung baja yang tertutup dan dipasang

vertikal. Proses deodorisasi dilakukan dengan cara memompakan minyak ke


dalam ketel deodorisasi. Kemudian minyak tersebut dipanaskan pada suhu 200250oC pada tekanan 1 atmosfer (gauge) dan selanjutnya pada tekanan rendah
(lebih kurang 10 mmHg) sambil dialiri dengan uap panas selama 4-6 jam untuk
mengangkut senyawa yang dapat menguap. Jika masih ada uap air yang tertinggal

30

dalam minyak setelah pengaliran uap selesai, maka minyak tersebut perlu
divakumkan pada tekanan yang turun lebih rendah.
Pada suhu yang lebih tinggi, komponen yang menimbulkan bau dalam
minyak akan lebih mudah menguap, sehingga komponen tersebut diangkut dari
minyak bersama-sama uap panas. Penurunan tekanan selama proses deodorisasi
akan mengurangi jumlah uap yang digunakan dan mencegah hidrolisa minyak
oleh uap air. Setelah proses deodorisasi sempurna, minyak harus cepat
didinginkan dengan mengalirkan air dingin melalui pipa pendingin sehingga suhu
minyak turun menjadi lebih kurang 84oC dan selanjutnya ketel dibuka dan
minyak dikeluarkan dari ketel. Asam lemak bebas yang dapat menguap dan
peroksida akan berkurang dan jumlah yang tertinggal lebih kurang 0,015 0,030
persen. Fraksi tidak tersabunkan yang terdiri dari klorofil, vitamin E, hidrokarbon
(terutama sequalene dan sterol) akan berkurang sebanyak kira-kira 60 persen dari
jumlah fraksi tidak tersabunkan.
Kerusakan minyak yang telah mengalami proses deodorisasi dapat
disebakan oleh proses oksidasi, hidrolisa, mikroba, dan ion logam seperti Cu, Mg,
Zn yang merupakan katalisator dalam proses oksidasi minyak. Logam tersebut
dapat membentuk persenyawaan kompleks dengan hasil oksidasi asam lemak dan
berubah menjadi radikal bebas, dengan reaksi sebagai berikut:

Gambar 13. Persenyawaan Kompleks Dengan Hasil Oksidasi Asam Lemak


Dengan menambahkan metal inactivator seperti asam sitrat, asam tartarat
dan asam fosfat, maka akan terbentuk kompleks dengan ion logam, sehingga
logam tidak dapat aktif dalam proses pembentukan radikal bebas.
31

Gambar 14. Proses pembentukan radikal bebas


7. Hidrogenasi
Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalan
menambahkan hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga akan
mengurangi ketidakjenuhan minyak atau lemak, dan membuat lemak bersifat
plastis. Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari
rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Adanya penambahan hidrogen
pada ikatan rangkap minyak dan lemak akan mengakibatkan kenaikan titik
cair. Juga dengan hilangnya ikatan rangkap, akan menjadikan minyak atau lemak
tersebut tahan terhadap proses oksidasi. Proses hidrogenasi dilakukan dengan
menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Hidrogenasi


Hidrogenasi asam-asam lemak dalam trigliserida tidak merupakan suatu

fungsi dari letak asam lemak tersebut. Persentase berat dari asam lemak dalam dua
posisi tidak berubah selama hidrogenasi. Persentase berat asam lemak pada dua
posisi sedikit berubah, jika dilakukan proses hidrogenasi berlebih yang bertujuan
untuk mengeliminir asam linoleat dan mereduksi asam linoleat hingga berkurang
25 persen dari jumlah semula.
Asam lemak tidak jenuh yang terpenting dari minyak makan adalah asam
oleat, asam linoleat, dan asam linolenat. Proses hidrogenasi mengubah asam
lemak linolenat menjadi asam linoneat, serta asam linoleat diubah menjadi asam
oleat. Sebelum asam oleat tesebut diubah menjadi asam stearat, asam oleat
cenderung akan membentuk asam isooleat, tetapi pada kondisi hidrogenasi yang
sesuai, terbentuknya asam isooleat dapat dihindarkan.

32

Biasanya pada pembuatan mentega putih dengan cara hidrogenasi ini, asam
yang terdapat pada minyak sebagai sisa dari proses pengolahan sebelumnya, akan
dihidrogenasi terlebih dahulu. Pemisahan dan pembentukan asam isooleat akan
dibantu dengan pemanasan pada suhu tinggi, konsentrasi katalisator yang tinggi
serta pengadukan dan penggunaan tekanan yang rendah. Kecepatan reaksi
tergantung pada sifat alamiah substansi yang dihidrogenasi, sifat dan konsentrasi
katalis, konsentrasi hidrogen, suhu, tekanan, dan frekuensi pengadukan.Pada
pembuatan mentega putih, kondisi dipilih sedemikian rupa sehingga akan
menghasilkan asam stearat dengan jumlah maksimum dan asam isooleat
berjumlah minimum. Katalisator yang Digunakan pada Proses Hidrogenasi
Nikel merupakan katalis yang sering digunakan dalam proses hidrogenasi
daripada katalis yang lain (palladium, platina, copper chromite). Hal ini karena
nikel lebih ekonomis dan lebih efisien daripada logam lainnya. Nikel juga
mengandung sejumlah kecil Al dan Cu yang berfungsi sebagai promoter alam
proses hidrogenasi minyak.
8. Inter-Esterifikasi
Interesterifikasi dapat digambarkan sebagai pertukaran gugusan antara dua
buah ester dimana hal ini hanya dapat terjadi apabila terdapat katalis. Katalis yang
sering digunakan untuk reaksi ini adalah logam natrium atau kalium dalam bentuk
metoksilat atau etoksilat. Dalam reaksi ini ion logam natrium atau kalium akan
menyebabkan terbentuknya ion enolat yang selanjutnya diikuti dengan pertukaran
gugus alkil. Interesterifikasi banyak digunakan oleh industri untuk menggantikan
proses hidrogenasi dalam menurunkan asam lemak trans.
9. Winterisasi
Winterisasi adalah proses pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik cair
tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah. Winterisasi merupakan bentuk dari
fraksinasi atau pemindahan materi padat pada suhu yang diatur. Hal ini termasuk
pemindahan jumlah kecil dari materi terkristalisasi dari minyak yang dapat
dimakan dengan filtrasi untuk mencegah cairan fraksi mengeruh pada suhu
pendinginan.
Minyak didinginkan secara perlahan pada suhu sekitar 6oC selama 24 jam.
Pendinginan dihentikan dan minyak atau campuran kristal didiamkan selama 6-8
33

jam. Kemudian minyak disaring sehingga akan menghasilkan 75-80% minyak dan
produk stearine yang akan digunukan untuk shortening pada industri. Setelah
menjalani proses winterisasi, produk yang diperoleh adalah bentuk lemak baru
yang terdiri dari trigliserida yang komposisinya lebih seragam dari pada campuran
yang diperoleh dengan jalan mencampur lemak asalnya. Proses tersebut
memerlukan lemak netral anhidrat dengan kandungan peroksida minimum.
Tujuan Proses Winterisasi dilakukan dengan tujuan supaya pada saat
minyak disimpan pada suhu rendah tidak mengalami pembekuan.Winterisasi
merupakan pemisahan thermomechanical proses dimana komponen trigliserida
dari lemak dan minyak dikristalkan dari bentuk cairnya.

BAB IV
PERHITUNGAN

Kadar Minyak atau Lemak dalam tekstil cara soxhlet


34

Kadar lemak/ minyak dalam bahan tekstil adalah perbandingan antara berat
minyak/lemak dalam bahan tekstil dengan berat kering mutlak bahan tekstil yang
telah dihilangkan minyak/lemak. Prinsipnya minyak/lemak dalam contoh uji
diekstrak dengan zat pelarut minyak/lemak dengan menggunakan alat
pengekstraksi Soxhlet.

Bilangan Asam (BA)


Bilangan asam adalah bilangan yang menunjukkan berapa miligram KOH

(alkali) yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas didalam lemak.
Bilangan asam dilakukan untuk menentukan banyaknya asam lemak bebas dalam
minyak/lemak. Metoda yang dilakukan adalah penetralan asam dengan alkali.
Prinsipnya dengan melarutkan lemak/minyak dalam eter alkohol. Cara penetralan
dengan titrasi alkalimetri yaitu dititar dengan alkali.
Reaksi : RCOOH

As. Lemak

KOH

RCOOK + H2O

alkali encer

sabun

Bilangan Ester (BE)


Bilangan ester adalah bilangan yang menyatakan berapa miligram KOH

yang diperlukan untuk menyabunkan ester yang ada dalam 1 gram minyak/lemak.
Tujuannya yaitu untuk menghitung gliserol yang teresterkan. Metoda yang
dilakukan yaitu hidrolisa lemak dan penyabunan asam lemak dengan alkali. Cara
penetapannya dengan cara titrasi asidimetri (penitarnya asam) setelah proses
penyabunan sempurna.
Reaksi : R(COO)2C3H5 + KOH
Lemak

RCOOK + C3H5(OH)3
sabun

gliserol

Bilangan Penyabunan (BP)

Bilangan Penyabunan adalah banyaknya alkali yang dibutuhkan untuk


menyabunkan sejumlah contoh minyak. Bilangan penyabunan dinyatakan dalam
jumlah milligram kalium hidroksida yang dibutuhkan buat untuk menyabunkan 1
gram minyak. Besarnya bilangan penyabunan ini bergantung sama berat molekul
minyak. Minyak dengan bobot molekul rendah akan mempunyai bilangan
penyabunan yang lebih tinggi daripada minyak yang bobot molekulnya tinggi.

35

Reaksi : R(COO)3C3H5 + 3 KOH

3 RCOOK + C3H(OH)3

Lemak

sabun

gliserol

Bilangan Iodium (BI)

Bilangan iodium adalah bilangan yang menunjukkan berapa miligram halogen


(dinyatakan sebagai iodium) yang dapat diikat oleh 100 miligram minyak/lemak.
Jadi BI merupakan ukuran bagi banyaknya ikatan rangkap (tidak jenuh) dalam
minyak/lemak karena halogenida akan diadisi pada ikatan rangkap tersebut.
Tujuannya untuk menentukan berapa banyaknya ikatan rangkap dalam rantai
hidrokarbon pada minyak/lemak. Metoda yang digunakan yaitu adisi ikatan
rangkap dalam hidrokarbon dengan halogen. Penetapannya dilakukan dengan cara
titrasi yodometri (dititar dengan tio sulfat) setelah proses adisi selesai.
DIKETAHUI :
Standar nilai pada Minyak Nabati
Minyak Nabati

BA

BI

BP

Castor

0.13 0.8

86.6 88.3

175 183

Kelapa

2.5 10

8.4 8.8

200 205

Jagung

12

113 125

187 193

Sawit

10

53

200 205

Zaitun

0.3 1.6

86 90

185 194

88 98

186 194

9.8

103 117

186 194

0.3 1.2

122 134

189 193.5

Kacang
Wijen
Kedelai

Data Percobaan dan Perhitungan


1. Analisa Minyak Nabati dalam Bahan Tekstil Cara Soxhlet
Berat kain awal

= 3,8050 g

Berat kain akhir

= 3,0533 g

36

Berat labu lemak awal

= 102,7692 g

Berat labu lemak akhir

= 103,6469 g

*Note: Di ambil dari hasil uji analisa laboratorium dengan menggunakan


alat pengekstraksi Soxhlet.
Perhitungan untuk bahan = berat bahan awal berat bahan akhir x 100%
Berat Bahan Awal
= (3,8050 3,0533 x 100%)
3,8050
= 19,75 %
Perhitungan untuk lemak (A) = berat labu akhir berat labu awal
= 103,6469 102,7692
= 0,8777 g
Lemak

= A x 100% / berat bahan awal


= 19,91 %

Rata-rata kadar minyak

= 19,75 + 19,91
2
= 19,83 %

2. Penetapan Bilangan Asam (BA)


Percobaan

0,8

N alkohol KOH

0,100

0,1000

BE Alkohol KOH

0
56,1

56,1

Bobot contoh lemak

1,133

1,0110

Ml titrasi (ml)

(g)

Bilangan asam

ml titrasi x N Alkohol KOH x BE Alkohol KOH


Bobot contoh Lemak

Bilangan asam 1

(1 x 0,1000 x 56,1)
1,1336

37

=
Bilangan asam 2

4,9488 g

(0,8 x 0,1000 x 56,1)


1,0110

4,4391 g

4,4988 + 4,4391
2

4,4689 g

BA rata-rata

3. Penetapan Bilangan Ester (BE)


Percobaan

7,3

9,2

N HCl

0,500

0,5000

BE Alkohol KOH

0
56,1

56,1

Bobot contoh lemak (g)

1,133

1,0110

Ml blanko (ml)

6
10,3

10,3

Ml titrasi (ml)

Bilangan ester = (ml blanko ml titrasi) x N HCl x BE Alkohol KOH


Bobot Contoh Lemak
Bilangan ester 1

= (10,3 7,3) x 0,5000 x 56,1


1,1336
=

84,15
1,1336

= 74,2325 g

BAB V
PENUTUP

38

5.1 KESIMPULAN

Karakteristik Pada Minyak Nabati terdiri dari 2 sifat yaitu sifat fisik dan
sifa kimia

Proses Pengolahan Pada Minyak Nabati terdiri dari


1. Rendering
2. Pengepresan Mekanik (mechanical expression)
3. Ekstraksi Dengan Pelarut (Solvent extraction)

Proses Pemurnian Pada Minyak Nabati terdiri dari


a. Pemisahan bahan berupa suspensi dan dispersi koloid dengan cara
b.
c.
d.
e.

penguapan, degumming, dan pencucian dengan asam.


Pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasi.
Dekolorisasi dengan proses pemucatan
Deodorisasi
Pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan cara pendinginan (chilling)

5.2 SARAN
Sebagai generasi muda hendaknya kita memiliki pengetahuan yang luas
dengan banyak membaca sumber kajian baik jurnal maupun sumber lainya dan
giat dalam melakukan sejumlah penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
http://dynamic-expansion.blogspot.com/2013/07/pengolahan-minyak-lemak.html
(Diakses 20 APRIL 2015)

39

http://industryoleochemical.blogspot.com/2012/04/proses-pemurnian-minyaknabati.html (Diakses 19 APRIL 2015)


http://resdyfaizal.blogspot.com/2012/01/analisa-lemak-atau-minyak.html(Diakses
19 APRIL 2015)
https://sekotheng.wordpress.com/2009/08/14/proses-pemurnian-minyak-nabatisecara-fisika-dalam-industri/ (Diakses 20 APRIL 2015)
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.

40

Anda mungkin juga menyukai