Anda di halaman 1dari 14

ABSTRAK

Seorang penderita wanita, usia 44 tahun, suku Gorontalo, bangsa


Indonesia, agama Islam, pekerjaan Ibu rumah tangga, alamat Karombasan
Lingkungan IV, datang berobat di Poliklinik Mata RSU Prof. dr. R. D. Kandou
pada tanggal 5 Februari 2014 dengan keluhan utama penglihatan kabur.
Penglihatan kabur dialami penderita sejak 2 tahun yang lalu pada kedua
mata. Penglihatan kabur ini dialami secara perlahan-lahan, tanpa menimbulkan
rasa sakit yang hebat. Apabila penderita menyipitkan mata, penglihatan menjadi
lebih jelas, bila terlalu lama memaksakan untuk membaca, mata sering terasa
perih dan mengeluarkan air mata, mata terasa berat dan kadang-kadang sakit
kepala tapi tidak hebat. Jika membaca dalam jarak dekat maka penglihatan
penderita menjadi lebih jelas. Apabila melihat sesuatu akan terlihat dua bayangan,
Penderita sebelumnya sudah memakai kacamata.
Pada pemeriksaan subjektif dengan Snellen card didapatkan visus untuk
oculus dekstra: 6/ 10, pinhole 6/ 7,5 dan setelah dikoreksi dengan lensa C 0,75 axis
90

add S + 1,50 menjadi 6/ 6, sedangkan visus untuk oculus sinistra 6/

10

dan

setelah dikoreksi dengan lensa S 0,75 add S + 1,50 menjadi 6/ 6. PD: 64/ 62 mm.
Diagnosis pada penderita ini adalah OD : Astigmatisma miopikus simpleks
+ Presbiopia dan OS : Miopia + Presbiopia. Terapi yang dianjurkan adalah
pemakaian kacamata bifokus OD : lensa C 0,75 axis 90 0 add S + 1,50 dan OS :
lensa S 0,75 add S + 1,50 dan juga roborantia. Prognosis penderita ini adalah ad
bonam.

PENDAHULUAN
Astigmatisma adalah suatu keadaan dimana sinar sejajar yang datang dari
jarak yang tak terhingga masuk ke dalam mata dalam keadaan tidak berakomodasi
dan tidak dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada seluruh bidang pembiasan
sehingga fokus pada retina tidak pada satu titik1,2,3,4,6,7.
Astigmatisma regular adalah permukaan kornea ataupun lensa memiliki
kelengkungan yang tidak sferis dan terdapat dua bidang ekstrim, yaitu meridian
dengan daya bias maksimal dan minimal yang saling tegak lurus letaknya, jadi ada
meridian yang vertikal dan ada meridian yang horizontal yang mempunyai
kemampuan berbeda dalam membiaskan sinar-sinar sejajar 1,3,7. Astigmatisma
irreguler adalah permukaan kornea yang membiaskan sinar tidak teratur dan tidak
terdapat dua meridian ekstrim yang saling tegak lurus yang membiaskannya 1,3,7.
Penyebab dari astigmatisma adalah kelainan kornea (90%), yaitu
perubahan lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau pemanjangan
diameter anterior posterior bola mata, kelainan ini dapat merupakan kelainan
kongenital, akibat kecelakaan, peradangan kornea atau akibat operasi, selain itu
dapat pula disebabkan oleh karena kelainan pada lensa, seperti kekeruhan lensa,
biasanya oleh karena katarak insipien atau imatur2,4,7,.
Mata astigmatisma miopikus simpleks yang sering disebut mata silindris
adalah keadaan dimana sinar yang masuk ke dalam mata tidak dipusatkan pada
satu titik akan tetapi tersebar3,7. Astigmatisma miopikus simpleks sering
diakibatkan permukaan kornea yang tidak teratur4,7,8. Mata normal mempunyai
permukaan kornea yang licin kelengkungan yang sama pada setiap bagiannya 1,2,,3.
Pada mata dengan astigmatisma miopikus simpleks maka permukaan kornea
menyimpang dari normal dan kelengkungan kornea lebih berat pada satu
bidang3,7. Akibat astigmatisma miopikus simpleks dapat dibandingkan dengan
melihat pada cermin yang tidak rata3,4,7.
Daya akomodasi mata tidak dapat mengkompensasi kelainan astigmatisma
karena pada akomodasi, lengkung lensa mata berubah sama kuatnya di semua
bidang, dengan kata lain, kedua bidang memerlukan koreksi derajat akomodasi

yang berbeda, sehingga tidak dapat dikoreksi pada saat bersamaan tanpa dibantu
kacamata. Oleh sebab itu pada penderita miopik astigmatisma bila tidak dibantu
kacamata penglihatannya tidak pernah jelas3,4,7,9.
Kita dapat mengangap mata yang astigmatisma mempunyai sistem lensa
yang terdiri atas dua lensa silinder dengan kekuatan yang berbeda yang diletakan
saling tegak lurus, karena itu cara untuk koreksi astigmatisma miopikus simpleks
biasanya ialah cara trial and error untuk menemukan lensa sferis yang cocok
untuk mengoreksi pembiasan pada salah satu bidang, setelah itu lensa silinder
tambah digunakan untuk mengoreksi kelainan pada bidang yang lain2,3,7,9.
Gejala utama astigmatisma miopikus simpleks adalah penglihatan kabur,
selain itu penderita mengeluh adanya sakit kepala, kelelahan atau rasa tegang pada
mata, rasa tidak nyaman pada mata atau iritasi3,4,7.
Pada astigmatisma irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan
sinar yang tidak teratur pada permukaan kornea, maka koreksi dilakukan dengan
menggunakan lensa kontak7,9. Dengan memakai lensa kontak ini, maka
permukaan depan kornea tertutup rata dan diisi oleh film air mata. Kadang-kadang
perlu dilakukan pencangkokan kornea, keratoplasti untuk menghilangkan jaringan
parut yang mengakibatkan gangguan penglihatan9,10,11,12,13.
Miopia (nearsightendness) merupakan suatu keadaan refraksi mata dimana
sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga dalam keadaan mata istirahat,
dibiaskan di depan retina sehingga pada retina didapatkan lingkaran difus dan
bayangan kabur. Cahaya yang datang dari jarak yang lebih dekat mungkin
dibiaskan tepat di retina tanpa akomodasi.1,2,3
Berdasarkan penyebabnya, miopia dapat dibedakan atas :1,3,4
1. Miopia aksialis
Jarak sumbu anterior posterior terlalu panjang. Jarak normal adalah 23mm,
sedangkan pada miopia 3D = 24mm, 10D = 27mm. Dapat merupakan kelainan
kongenital (makroftalmus), akuisita (membaca terlalu dekat, muka yang
lebar), juga ada faktor herediter.
2. Miopia pembiasan

Penyebabnya dapat terletak pada:


a. Kornea

kongenital

(keratokonus,

keratoglobus)

dan

akuisita

(keratektasia/kornea menonjol ke depan).


b. Lensa : luksasi/subluksasi lensa, atau pada katarak imatur dimana lensa
menjadi cembung akibat masuknya humor akuos.
c. Cairan mata : kadar gula pada humor akuos meninggi sehingga daya
biasnya meninggi (pada penderita diabetes mellitus).
Miopia dapat terjadi sementara akibat :5
1. Gula darah yang tiba-tiba meninggi (diabetes).
2. Pengobatan (misalnya : sulfonamid dan asetazolamid).
3. Perubahan lensa karena usia (sklerosis nuklear) dengan meningkatnya indeks
refraksi nukleus lensa.
4. Cedera benturan pada mata.
Berdasarkan derajat beratnya miopia dibagi atas :5
1. Miopia ringan (1 3 dioptri)
2. Miopia sedang (3 6 dioptri)
3. Miopia tinggi (> 6 dioptri)
Secara klinis, miopia dapat dibedakan atas :1,5
1. Miopia simpleks, miopia stasioner, miopia fisiologik
Timbul pada usia muda kemudian berhenti, dapat juga naik sedikit pada
waktu atau segera setelah pubertas, atau dapat naik sedikit sampai umur 20
tahun. Tidak disertai kelainan patologik fundus namun dapat disertai kelainan
fundus yang ringan. Berat kelainan refraktifnya kurang dari -5 D atau -6 D.
2. Miopia progresif
Dapat ditemukan pada semua umur dan mulai sejak lahir, dimana
kelainan mencapai puncak pada waktu remaja, bertambah terus sampai umur
25 tahun atau lebih. Kelainan refraktifnya melebihi 6 D.

3. Miopia patologik, miopia degeneratif, miopia maligna


Miopia progresif yang lebih ekstrim. Terjadi peningkatan beratnya
miopia dalam waktu yang relatif pendek. Disertai kelainan degenerasi di
koroid dan bagian lain dari mata. Dalam hal ini miopia dapat dianggap sebagai
penyakit.
Presbiopia merupakan keadaan berkurangnya daya akomodasi pada usia
lanjut, pada keadaan normal cahaya tidak berhigga akan terfokus pada retina,
demikian pula bila benda jauh didekatnya, maka dengan adanya daya
akomodasi benda dapat difokuskan pada retina. Dengan berakomodasi, maka
benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi
adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi
otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat. Kakuatan
akomodasi akan meningkat sesuai kebutuhan, makin dekat benda makin kuat
mata harus berakomodasi (mencembung).2,3
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat kelemahan
otot akomodasi dan lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya
akibat sklerosis lensa. Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien
berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu
berupa mata lelah, berair dan sering terasa pedas.3
Berikut ini akan dilaporkan suatu laporan kasus seorang pasien dengan
Astigmatisma Miopikus Simpleks Oculi Dekstra, Miopia Oculi Sinistra dan
Presbiopoia Oculi Dekstra et Sinistra.

LAPORAN KASUS

Seorang penderita wanita, usia 44 tahun, suku Gorontalo, bangsa


Indonesia, agama Islam, pekerjaan Ibu rumah tangga, alamat Karombasan
Lingkungan IV, datang berobat di Poliklinik Mata RSU Prof. dr. R. D. Kandou
pada tanggal 5 Februari 2014 dengan keluhan utama penglihatan kabur.

Anamnesis
Penglihatan kabur dialami penderita sejak 2 tahun yang lalu pada kedua
mata. Penglihatan kabur ini dialami secara perlahan-lahan, tanpa menimbulkan
rasa sakit yang hebat. Apabila penderita menyipitkan mata, penglihatan menjadi
lebih jelas, bila terlalu lama memaksakan untuk membaca, mata sering terasa
perih dan mengeluarkan air mata, mata terasa berat dan kadang-kadang sakit
kepala tapi tidak hebat. Jika membaca dalam jarak dekat maka penglihatan
penderita menjadi lebih jelas. Apabila melihat sesuatu akan terlihat dua bayangan,
Penderita sebelumnya sudah memakai kacamata.
Riwayat trauma pada mata disangkal penderita. Riwayat penyakit mata
lainnya disangkal penderita. Riwayat penyakit dahulu seperti sakit gula, sakit
darah tinggi, sakit jantung dan sakit paru-paru, sakit ginjal sebelumnya tidak ada.
Riwayat alergi obat tidak ada. Dalam keluarga hanya penderita yang sakit seperti
ini.

Pemeriksaan Fisik
Status generalis : keadaan umum cukup, kesadaran kompos mentis, tekanan
darah

120

80

mmHg, nadi 76 x/ menit, pernapasan 20 x/ menit,

suhu badan 36,6 oC. Jantung dan paru-paru tidak ditemukan


kelainan, perut datar dan lemas, nyeri tekan tidak ada, hati dan
limpa tidak teraba, ekstremitas tidak ada kelainan.

Status psikiatri : sikap penderita kooperatif, ekspresi wajar dan respon yang
ditunjukkan baik.
Status neurologi : motorik dan sensibilitas baik, refleks fisiologis positif normal,
refleks patologik tidak ada.
Pemeriksaan Khusus (Status Oftalmikus)
Pemeriksaan Objektif:
a. Inspeksi umum:
Oculus

dekstra

(OD)

dan

oculus

sinistra

(OS)

tidak

ditemukan

pembengkakan, lakrimasi , benjolan tidak ada.


b. Inspeksi khusus:
Oculi dekstra dan oculi sinistra apparatus lakrimalis tidak ada kelainan,
sklera tidak ada kelainan, konjungtiva jernih, ulkus dan sikatriks tidak ada,
refleks pupil ada, lensa jernih.
c. Palpasi:
Oculi dekstra dan oculi senistra nyeri tekan dan benjolan tidak ada, tekanan
intraocular dengan tonometer, tekanan intraocular oculi dekstra: 14,6 mmHg
dan tekanan intraocular oculi sinistra: 12,2 mmHg.

Pemeriksaan subjektif:
Dengan Snellen card didapatkan visus untuk oculus dekstra: 6/ 10, pinhole 6/
7,5

dan setelah dikoreksi dengan lensa C 0,75 axis 90 0 add S + 1,50 menjadi 6/ 6,

sedangkan visus untuk oculus sinistra 6/ 10 dan setelah dikoreksi dengan lensa S
0,75 add S + 1,50 menjadi 6/ 6. PD: 64/ 62 mm.

Resume
Seorang penderita wanita, usia 44 tahun datang berobat di Poliklinik Mata
dengan keluhan utama penglihatan kabur sejak 2 tahun yang lalu, yang terjadi
secara perlahan-lahan disertai dengan gejala mata cepat lelah, keluar air mata,
mata terasa berat dan sakit kepala yang tidak hebat yang kadang-kadang timbul.
Melihat dua bayangan pada satu benda . Riwayat trauma, hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, paru-paru, ginjal tidak ada. Pemeriksaan fisik: status
generalis dalam batas normal. Status oftalmikus OD visus 6/

, pinhole 6/

10

dikoreksi dengan lensa C 0,75 axis 900 add S + 1,50 menjadi 6/ 6. OS visus 6/
dikoreksi dengan lensa S 0,75 add S + 1,50 menjadi 6/ 6. PD:
konjungtiva jernih, lakrikamsi .
Diagnosis
OD : Astigmatisma miopikus simpleks + Presbiopia
OS : Miopia + Presbiopia
Penanganan
Pemakaian kaca mata dengan ukuran:
OD : C 0,75 axis 900 add S + 1,50
OS : lensa S 0,75 add S + 1,50
Prognosis
ad bonam

64

62

7,5
10

mm,

DISKUSI

Diagnosis miopia OS dan astigmatisma miopikus simpleks OD ditegakkan


berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik2,3,4,7.
Pada anamnesis didapatkan keluhan berupa penglihatan kabur jika
penderita membaca atau melihat sesuatu pada jarak jauh, hal ini sesuai dengan
kepustakaan dimana pada penderita dengan mata miopia penglihatan kabur untuk
melihat jauh, sedangkan untuk melihat dekat akan lebih jelas 2,3. Selain itu pada
anamnesis juga didapatkan mata kabur dan disertai dengan lekas lelah pada mata,
mata terasa berat dan kadang-kadang sakit kepala tetapi tidak hebat. Hal ini sesuai
dengan kepustakaan, dimana pada suatu astigmatisma memberikan gejala mata
kabur disertai gejala-gejala cepat lelah, sakit kepala, rasa tegang atau rasa tidak
nyaman pada mata3,4,7.
Pada pemeriksaan subyektif menggunakan Snellen card dengan cara cobacoba (trial and error) didapatkan visus awal untuk oculus dekstra: 6/ 10, pinhole 6/
7,5

dan setelah dikoreksi dengan lensa C 0,75 axis 900 add S + 1,50 menjadi 6/ 6,

sedangkan visus untuk oculus sinistra 6/ 10 dan setelah dikoreksi dengan lensa

0,75 add S + 1,50 menjadi 6/ 6. Dari hasil pemeriksaan ini dapat ditarik
kesimpulan mata kanan penderita mengalami kelainan berupa astigmatisma
miopikus simpleks3,7,9, sedangkan pada mata kiri penderita mengalami kelainan
berupa miopia, dan juga ditemukan presbiopia1,3,5.
Penanganan pada penderita miopia yaitu dengan pemakaian lensa sferis
negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan yang maksimal 1,3,4, pada
pasien ini setelah dikoreksi dengan lensa sferis 0,75 visusnya menjadi 6/ 6.
Penanganan astigmatisma miopikus simpleks yaitu dengan pemakaian lensa
silinder, lensa kontak dan kadang-kadang diperlukan pencangkokan kornea atau
dilakukan keratoplasti3,9,10,11,12,13. Pada penderita ini setelah penglihatannya
dikoreksi visusnya menjadi 6/ 6. Hal ini menunjukkan bahwa dengan koreksi

tersebut mata penderita sudah dapat melihat dengan baik, oleh karena itu pada
penderita ini dianjurkan untuk memakai kacamata dengan ukuran OD: C 0,75
axis 900 dan OS: S 0,75. Selain itu penderita dianjurkan untuk kontrol di
Poliklinik Mata secara rutin dan teratur minimal 6 bulan sekali, penerangan harus
cukup bila penderita membaca dan makan makanan bergizi3,7.
Prognosis penderita ini baik, karena ketajaman penglihatan penderita pada
mata kanan dapat dikoreksi dengan lensa silinder atau lensa kontak, sedangkan
pada mata kiri dapat dikoreksi dengan lensa sferis negatif. Ketajaman penglihatan
penderita pada mata kanan bila tidak dapat dikoreksi dengan silinder atau dengan
lensa kontak maka dapat dilakukan operasi keratoplasti9,10,11,12,13. Pada penderita
ini prognosisnya baik karena dengan penggunaan lensa, visus penderita dapat
dikoreksi sampai 6/ 6.

10

KESIMPULAN
1. Diagnosis astigmatisma miopikus simpleks dan miopia serta presbiopia
pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
2. Gejala utama astigmatisma miopikus simpleks adalah mata kabur yang
disertai keluhan mata cepat lelah, sakit kepala yang tidak berat, rasa tidak
nyaman pada mata.
3. Gejala utama miopia adalah penglihatan kabur untuk melihat jauh,
sedangkan untuk melihat dekat akan lebih jelas.
4. Gejala utama presbiopia adalah mata lelah, berair, dan sering terasa pedas
setelah membaca.
5. Koreksi astigmatisma miopikus simpleks yaitu dengan lensa silinder, lensa
kontak atau pencangkokan kornea.
6. Koreksi untuk miopia yaitu dengan menggunakan lensa sferis negatif.
7. Koreksi untuk presbiopia yaitu dengan menggunakan lensa sferis positif.
8. Penanganan preventif pada penderita ini adalah dengan kontrol teratur di
Poliklinik Mata, membaca ditempat yang terang dan makan makanan yang
bergizi.
9. Prognosis penderita ini adalah baik.

11

KEPUSTAKAAN

1. Riordan P. Optics and Refraction. In: Vaughan D, Asbury T, Riordan P,


editors. General Ophtalmology 15th ed. Canada: Prentice Hall International
Inc; 2000. p. 355 69.
2. Wijana N. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke 6. Jakarta: Abadi Tegal; 1993:
hal. 256 8.
3. Ilyas S. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi. Dalam: Penuntun Ilmu
Penyakit Mata edisi ke 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. hal: 1 19.
4. The Merck Manual illustrated [monograph on CD-ROM]. Napier R, Stone
W. Merck & Co., Inc., producers, 17th ed. Whitehouse Station, N.J.; 1999.
5. Fredrick DR. Myopia. British Medical Journal [serial online] 2002 May 18
[cited 2005 July 21]. 324 :1195 1199 Available from: URL: HYPERLINK
http://bmj.bmjjournals.com/cgi/content/full/324/7347/1195.htm
6. Guyton AC, Hall JE. Sifat Optik Mata. Dalam : Setiawan I, editor bahasa
Indonesia. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1997. hal: 779 94.
7.

Astigmatisma. [cited 2005 July 21]. Available from: URL: HYPERLINK


http://www.hendrickhealth.org.htm

12

8. Fan DSP, Rao SK, Cheung EYY, et al. Astigmatism in Chinese preschool
children: prevalence, change, and effect on refractive development. British
Journal of Ophthalmology [serial online] 2004 November [cited 2005 July
21]. 88: 938 941 Available from: URL: HYPERLINK
http://bjo.bmjjournals.com/cgi/content/full/88/7/938.htm
9. Alpins N. A re-analysis of astigmatism correction. British Journal of
Ophthalmology [serial online] 2002 [cited 2005 July 21]. 86: 832. Available
from: URL: HYPERLINK http://bjo.bmjjournals.com/cgi/content/full/832.htm
10. Morlet N, Minassian D, Dart J. Astigmatism and the analysis of its surgical
correction. British Journal of Ophthalmology [serial online] 2002 [cited 2005
July 21]. 86:1458-1459. Available from: URL: HYPERLINK
http://bjo.bmjjournals.com/cgi/content/full/85/9/1127.htm
11. Astigmatism and the analysis of its surgical correction. British Journal of
Ophthalmology [serial online] 2001 September [cited 2005 July 21]. 85: 1127
1138. Available from: URL: HYPERLINK
http://bjo.bmjjournals.com/cgi/content/full/85/9/1127.htm
12. Condon PI, Mulhern M, Fulcher T, et al. Laser intrastromal keratomileusis
for high myopia and myopic astigmatism. British Journal of Ophthalmology
[serial online] 1997 March [cited 2005 July 21]. 81:199-206 Available from:
URL: HYPERLINK http://bjo.bmjjournals.com/cgi/content/full/81/3/199.htm
13. Kaye S, Batterbury M, Fisher A. Refractive, keratometric, and topographic
determination of astigmatic axis after penetrating keratoplasty. British
Journal of Ophthalmology [serial online] 2001 June [cited 2005 July 21]. 85:
761

Available

from:

URL:

http://bjo.bmjjournals.com/cgi/content/full/761.htm

13

HYPERLINK

14

Anda mungkin juga menyukai