Anda di halaman 1dari 9

KHITAN DALAM SYARIAT ISLAM

CIRCUMCISION = KHITAN = SUNAT :


memotong kulit yg menutupi glans penis (pd laki2),
memotong clitoris (pd perempuan)
Ada beberapa pendapat tentang hukum khitan :
1. Sunnah bagi laki-laki maupun perempuan
HR.Bukhari & Muslim dr Abu Hurairah :
:
Ada lima hal yg termasuk fitrah (keutamaan dlm agama),
yaitu : khitan, mencukur rambut kemaluan,
mencukur/merapikan kumis, memotong kuku,
mencabut bulu ketiak.
HR Baihaqi dr Abdullah bin Abbas :
Khitan itu sunnah bagi laki-laki dan keutamaan bagi
perempuan
Pendapat ini menurut : > Madzhab Hanafi & Maliki
> sebagian madzhab Syafii & Hambali

2. Wajib bagi laki-laki dan perempuan (Madzhab SyafiI &


Hambali)
didasarkan pd Firman Allah dlm QS. An-Nahl (123), agar
Nabi Muhammad mengikuti ajaran agama Nabi Ibrahim :

Kemudian AKU (Allah) wahyukan kepadamu (Muhammad)
agar mengikuti ajaran/Agama Ibrahim yang dimuliakan
Diantara ajaran nabi Ibrahim adalah Khitan
berdasar hadits riwayat Bukhari, Muslim & Ahmad dr Abu
Hurairah:

Nabi Ibrahim melaksanakan khitan ketika berumur 80
tahun dengan menggunakan kapak
HR. Ibnu Majah dr Ibu Aisyah & Abdullah bin Umar :

Apabila dua jenis khitan bertemu, maka telah wajib mandi
3. Wajib bagi laki-laki dan sunnah bagi perempuan

Tujuan khitan :
Membersihkan/menghilangkan potensi tertinggalnya
najis di praeputium
Kegunaan khitan :
Menyempurnakan kesucian dalam beribadah
Waktu khitan :
Pada saat / sebelum baligh
Disunnatkan pada saat bayi umur 7 hari (seperti perilaku
Nabi mengkhitan cucunya Hasan dan Husain, bersamaan
dengan aqiqah)
Dianjurkan pada umur 7 10 tahun (pada saat mulai
diperintahkan belajar & mengerjakan shalat)
Khitan pd perempuan :
Didasarkan pd pernyataan Nabi kepada seorang
perempuan yg biasa mengkhitan agar menyedikitkan
potongan/sayatan
Hanya dianjurkan pd saat masih bayi

Khitan dalam aspek medik :


Ada indikasi medik tertentu yg mengharuskan khitan :
- adanya obstruksi preputium
- potensi keganasan tumor
- anomali anatomis
- dll.
Qaidah Ushuliyah :

Sesuatu yg menyempurnakan pelaksanaan kewajiban,
maka hukumnya wajib pula

EUTANASIA DLM PANDANGAN ISLAM


Disebut QATL AR-RAHMAH ; TAISIR AL-MAUT :
Tindakan memudahkan kematian seseorang dg sengaja
tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dg tujuan
meringankan penderitaan, baik dg cara positif maupun
negatif.
Eutanasia positif (taisir al-maut al-faal)
Tindakan memudahkan kematian yg dilakukan secara
sengaja dg mempergunakan bahan (obat) dan/atau
peralatan (instrumen).
Tindakan ini hukumnya haram, termasuk pembunuhan &
merup. dosa besar
Contoh kasus :
Pasien yg menderita kanker ganas dg rasa sakit luar
biasa (sampai pingsan), dg prognosa infausta, disuntik dg
obat sedatif/hypnotik dosis tinggi.

Meski didasari rasa kasih sayang dan bertujuan untuk


meringankan penderitaan, eutanasia positif terlarang
dilakukan. Karena manusia tidak dapat menyamai kasih
sayang Allah (Dzat yg menciptakannya).
Tugas manusia berikhtiyar maksimal (dg pengobatan),
kematian harus diserahkan kepada Penciptanya.
Meminta eutanasia juga dilarang, karena sama dengan
membunuh diri sendiri
QS. An-Nisaa (29) :

Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri,
sesungguhnya Allah maha Penyayang kepadamu.
Demikian pula terlarang :
Menyuruh melakukan
Memenuhi permintaan
Eutanasia positif
Membantu melakukan
Merekomendasi

Eutanasia negatif (taysir al-maut al-munfail) :


Menghentikan / tidak memberikan pengobatan untuk
mengakhiri kehidupan penderita
Contoh kasus :
Penderita sakit yg kritis, sudah koma, kerusakan otak yg
tidak ada harapan sembuh, atau penyakit lain dg
prognosa infausta. Jika pengobatan dihentikan berakibat
kematian (mencegah perpanjangan penderitaan).
Penghentian pengobatan harus didasarkan pd keyakinan
dokter sesuai dg Sunnatullah (hukum Allah thd alam
semesta), bahwa pengobatan itu tidak ada gunanya /
sia-sia.
Beberapa pendapat ttg hukum berobat :
1. Mubah (menurut mayoritas Ulama)
2. Sunnah
3. Wajib (pendapat paling minoritas)

Hukum Mubah : untuk penyakit yg ringan, tidak


parah/fatal.
sebagian sahabat & Tabiin tidak berobat ketika sakit,
atau lebih memilih sakit dan bersabar.
Hukum Sunnah : karena Nabi biasa berobat dan
menganjurkan berobat kepada para sahabat.
Hukum wajib : apabila penyakitnya parah, dan pengobatan
dapat berpengaruh serta memberi harapan sembuh.
Bila kondisi penyakit sangat parah, dg prognosa infausta
(tidak ada harapan sembuh), maka melanjutkan
pengobatan menjadi tidak wajib dan tidak dianjurkan,
Dlm kondisi ini, keputusan untuk tidak melanjutkan
pengobatan berarti meninggalkan sesuatu yang tidak wajib
dan tidah sunnah shg tidak dikenai sanksi.
Namun ada satu syarat : izin dari keluarga penderita.

Contoh kasus :
Penderita yg mengalami koma karena kerusakan batang
otak, hidupnya hanya tergantung pd respirator dan/atau
alat pacu jantung. Bila respirator dilepas, pasti
meninggal. Kondisi ini disebut brain death dan ada yg
menganggap sudah mati.
Penghentian pengobatan dlm kasus ini, dg mencabut
respirator atau alat pacu jantung, termasuk eutanasi
pasif, yg tidak dilarang
Melakukan tindakan pengobatan yg nyata tidak
bermanfaat, berarti tabdzir (melakukan kesia-siaan).
Lebih-lebih bila ada kebutuhan lain yg lebih mendesak,
misal ada pasien lain dg kondisi yg masih ada harapan
sembuh memerlukan alat tsb.
Ada 2 ketentuan eutanasia negatif :
Bila masih ada kemungkinan tindakan pengobatan,
maka penghentian pengobatan terlarang/haram.
Bila tidak ada kemungkinan/harapan sembuh,
penghentian pengobatan tidak dilarang.

Anda mungkin juga menyukai