PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kejadian kecelakaan lalu lintas selalu meningkat setiap tahunnnya.
Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu penyebab utama terbanyak
terjadinya trauma organ pada manusia tergantung letak mana yang mengalami
benturan. Trauma yang terjadi dapat meliputi kepala, leher, thorak (dada), perut
(abdomen), dan ekstremitas (bagian tangan dan kaki). Cedera kepala atau
cedera kepala merupakan salah satu jenis cedera yang banyak terjadi pada
trauma kecelakaan lalu lintas, baik cedera kepala ringan, sedang, maupun berat.
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak,
dan otak. Cedera kepala bisa di golongkan kepada cedera kepala ringan,
sedang, dan berat. Resiko utama dari pasien yang mengalami cedera kepala
adalah adanya kerusakan pada otak akibat pembengkakan otak akibat respon
dari cedera, yang dapat menyebabkan tekanan pada
intra-kranial. Syok
hipovolemik juga dapat terjadi akibat penderita banyak kehilangan darah akibat
jaringan yang rusak. Hal ini juga merupakan salah satu yang membahayakan
nyawa pasien.
Syok hipovolemik adalah suatu keadaan dimana tubuh kekurangan volume
cairan, sehingga menyebabkan jantung untuk memompa tidak maksimal dan
menyebabkan penurunan perfusi jaringan sistemik, dan kerusakan sel, yang
dapat megancam nyawa pasien.
Adanya cedera bagan kepala, perdarahan bagian kepala, atau saluran
pernafasan menyebabkan sumbatan jalan nafas pasien, baik berupa darah
maupun cairan lain, hal ini menyebabkan jalan nafas pasien terganggu,
sehingga pasien menjadi sulit bernafas dan menyebabkan gagal nafas.
Penanganan yang cepat dan tepat dapat meyelamatkan nyawa pasien.
Penanganan utama dari pasien kegawat daruratan ini meliputi Airway,
Breathing, Circulation, dan Disability klien.
B. Ruang Lingkup
Makalah ini merupakan hasil pengkajian dari Tn.A.P di Instalasi Gawat
Darurat (IGD) RSUP Fatmawati yang mengalami kecelakaan lalu lintas dengan
diagnosa medik Syok Hipovolemik, Cedera Kepala Berat, Fraktur Mandibula.
Makalah ini menyajikan tentang data hasil pengkajian pada Tn.A.P, analisa
data, masalah keperawatan, diagnosa keperawatan dan tindakan keperawatan
yang dilakukan pada Tn. A.P selama di rawat di IRD RSUP Fatmawati.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran
penatalaksanaan asuhan keperawatan darurat pada pasien Tn.A.P yang
mengalami Syok Hipovolemik, Cedera Kepala Berat, Fraktur Mandibula
di IGD RSUP Fatmawati Jakarta Selatan.
2. Tujuan Khusus
rencana
tindakan
BAB 2
KAJIAN TEORI
A. TRAUMA
1. Definisi
Trauma dapat didefinisikan sebagai cedera pada tubuh akibat
pemajanan akut tubuh ke suatu bentuk energi atau akibat ketiadaan suatu
bahan esensial misalnya oksigen dan panas (Shechy, 1989). Walaupun
jaringan memiliki elastisitas untuk menyerap energi, namun apabila
kemampuan terlampaui maka akan terjadi cedera. Cedera dapat terbatas
pada satu organ atau sistem, misalnya fraktur paha, atau mengenai banyak
sistem, misalnya pada kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan
kecelakaan pada kepala, dada, perut, dan tulang.
Tidak seperti penyakit progressif, trauma adalah suatu kejadian
akut. Dalam beberapa detik, kondisi pasien trauma dapat bergeser dari
keseimbangan relatif menjadi stress fisiologis yang berat. Derajat stress
bergantung pada faktor-faktor misalnya keparahan cedera yang dialami,
efektivitas usaha resusitasi, usia, dan patofisiologis yang sudah ada
sebelumnya (Richardson & Rodriguaz, 1987).
2. Mekanisme trauma
a. Direct (langsung)
b. Akselerasi
c. Deselerasi
d. Kompresi
Lateral
3. Penyebab trauma
a. Trauma Tumpul
Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain adalah
batu, besi, sepatu, tinju, lantai, jalan dan lain-lain. Adapun definisi dari
benda tumpul itu sendiri adalah :
senjata yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak
dan yang lain orang bergerak ke arah objek atau alat yang tidak
bergerak. Dalam bidang medikolegal kadang-kadang hal ini perlu
dijelaskan, walaupun terkadang sulit dipastikan. Luka karena kererasan
tumpul dapat berbentuk salah satu atau kombinasi dari luka memar,
luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.
Luka Akibat Trauma Tumpul
Abrasi :
adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika
hanya epidermis saja yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah
kulit (dermis) atau lebih dalam lagi sampai ke jaringan lunak
bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis
pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah
dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua
tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah
dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan
5
Laserasi
Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya
runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan
jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit
dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya
terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih rata
dari benda tersebut yang mengalami indentasi.
Kontusi/rupture
Kontisio/memar, terjadi karena tekanan yang besar dalam
waktu yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada
pembuluh darah kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada
jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Pada orang dengan
kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih mudah terlihat
dari nyeri tekan yang ditimbulkannya.
Fraktur
Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur
pada bedah hanya memiliki sedikit makna pada ilmu forensik.
Pada bedah, fraktur dibagi menjadi fraktur sederhana dan komplit
atau terbuka.
Kompresi
Kompresi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan efek lokal maupun sistemik yaitu asfiksia traumatik
sehingga dapat terjadi kematiaan akibat tidak terjadi pertukaran
udara.
lain:
A : Airway with c-spine control
B : Breathing and ventilation
C : Circulation with haemorrage control
D : Disability (neurologic evaluation)
E : Exposure and Environment
10
Lihat keadaan torak pasien, ada atau tidak sianosis, dan kalau
pasien sadar maka pasien mampu berbicara dalam satu kalimat
panjang. Keadaan dada pasien yang mengembung apalagi tidak
simetris
mungkin
disebabkan
pneuomotorak
atau
pleura
Mouth to mouth
Mouth to mask
Bag to mask (Ambu bag).
Non-rebreathing mask. Pemberian oksigen melalui nonrebreathing mask inilah pilihan utama pada pasien cyanosis.
11
trauma
adalah
shock
hemoragik.
Jadi
dalam
12
\\\\
D: Disability
Pada tahap ini dokter diharapkan menilai keadaan neurologic
pasien. Status neurologic yang dinilai melalui GCS (Glasgow
Coma Scale) dan keadaan pupil serta kecepatannya.
2) Resusitasi
Resusitasi seringkali mulai dilaksanakan selama evaluasi primer
dan mencakup tindakan terhadap kondisi-kondisi yang mengancam
keselamatan jiwa. Pasien dapat memerlukan intubasi endotrakeal,
pemberian oksigen, terapi cairan intravena, dan kontrol terhadap
hemoragi. Kondisi-kondisi yang mengancam keselamatan jiwa,
misalnya tension, pneumotoraks terbuka, hemotoraks masif, dan
tamponade
jantung,
diatasi
dengan
cepat
kecuali
adanya
(ECG),
berbagai
uji
laboratorium,
dan
13
menggunakan
sabuk
pengaman.
Bagaimanapun
akan
selama
KKB
atau
jatuh
dapat
Pelvis
Ekstremitas
Angiogram
Tomografi Komputer
Dugaan Cedera
Pneumotoraks
Hemothoraks
Fraktur iga
Kontusio pulmonal
Cedera trakeobronkial
Cedera pembuluh besar
Fraktur
Fraktur
Cedera pembuluh besar
Cedera ginjal
Cedera vascular pelvis
Cedera vascular ekstremitas
Dera abdomen
Cedera retroperitoneal
Cedera ginja
Fraktur pelvic
14
Serangkaian gastrografin
GI bagian atas
Skan hepar/limpa radioNuklida
Pielogram intravena
Uretrogram Retrograd
Sistogram retrograde
bawah.
Hipovolemia yang tidak dapat dijelaskan pada korban trauma
multiple
Trauma abdomen penetrasi (jika eksplorasi tidak dikasikan)
15
Kontraindikasi :
Prosedur :
1-2 cm.
Coba mengespirasi cairan peritoneal.
Infus normal salin atau Ringer laktat dengan bantuan gaya
gravitasi.
Ubah posisi pasien dari satu sisi kesisi yang (kecuali jika ada
kontraindikasi)
Beriakan cairan mengalir kembali kekantung dengan bantuan
gaya gravitasi.
Kirim spesimen ke laboratorium.
Hasil-hasil positif :
17
Epidural hematoma
Epidural hematom
adalah salah satu jenis
perdarahan intracranial
yang paling sering
terjadi karena fraktur
tulang tengkorak. Otak
di tutupi olek tulang
tengkorak yang kaku
dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai
pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak,
menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula
interna.. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala
kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak
mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari
pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh
darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam
ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal
18
dapat
menyebabkan
torakotomi,
sedangkan
selang
dada
untuk
20
Akibat
nyeri
meningkatkan
resiko
terhadap
positif intermiten
(PTPI). Suksionendotrakeal
dan
21
ARDS
Infiltrate setempat
Perubahan-perubahan gambaran
radiografi dapat segera terlihat
3) Kontusio Pulmonal
Kontusio Pulmonal adalah memar pada parenkim paru,
seringkali akibat trauma tumpul. Gangguan ini dapat tidak
terdiagnosa pada foto dada awal: bagaimanapun adanya fraktur iga
atau iga melayang harus mengarah pada dugaan kemungkinan
adanya kontusio pulmonal.
Kontusio pulmonal
terjadi
bila
perlambatan
cepat
22
4) Cedera Trakeobronkial
Cedera pada trakea atau bronki dapat disebabkan oleh
trauma tumpul atau penetrasi dan seringkali disertai dengan
kerusakan pada esophagus dan vascular. Cedera trakeobronkial
yang parah mempunyai angka kematian yang tinggi, bagaimanapun
dengan bertambah baiknya perawatan dan transportasi pra-rumah
sakit akhir-akhir ini, maka makin banyak pasien ini yang bertahan
hidup.
Cedera jalan udara seringkali tidak tersamar. Tandatandanya termasuk dispnea (ada kalanya satu-satunya tanda),
hemoptisis, batuk, dan emfisema subkutan. Perbaikan operasi
dengan ventilasi mekanis pascaoperasi melalui selang endotrakeal
atau trakeostomi akan diperlukan.
Asuhan keperawatan melibatkan pengkajian terhadap
oksigenisasi dan pertukaran gas, disertai dengan perawatan
pulmonal yang tepat. Pneumonia adalah komplikasi jangka pendek,
sedangkan stenosis trakeal dapat terjadi kemudian.
d. Cedera Pada Jantung
1) Kontusio Miokardial
Memar pada miokardium kebanyakan disebabkan oleh
benturan dada pada batang stir atau dashboard selama KKB.
Gejala-gejala kontusio jantung bervariasi dari tidak ada gejala
(umum) sampai pada gagal jantung kongestif yang berat dan syok
kardiogenik. Setelah trauma, keluhan-keluhan tentang nyeri dada
harus dievaluasi dengan cermat.
Secara histology, kontusio jantung mirip dengan infark
miokardial. Diagnosa bias sulit ditegakkan. Untuk menegakkannya
dilakukan
serangkaian
pemeriksaan
EKG
dan
serangkaian
2) Cedera penetrasi
Cedera penetrasi pada jantung mengakibatkan kematian
korban prarumah sakit sekitar 60% sampai 90% dari kasus. Pada
10% sisanya, hemoragi dan syok adalah yang umum terlihat. Luka
tikam kecil yang mengenai ventrikel ada kalanya menutup sendiri
karena tebalnya muskulatur ventrikuler.
Setelah operasi perbaikan, kateter arteri pulmonal (SwanGanz)
dan
selang
arterial
dipasang
unutk
memudahkan
25
ini
mengharuskan
adanya
tindakan
pembedahan
dan
fisiologi
mempunyai
hubungan
yang
dekat.
kasus-kasus
ini
pankreotikoduodenektomi,
pada
prosedur
radiografi
dan
pembedahan
untuk
tempat,
sedangkan
dengan
hemostasis
inkomplit
ditangani
tanpa
tindakan
operasi,
dengan
observasi
28
terjadi namun dapat saja terjadi infeksi karena kateter urine atau
sepsis akibat ekstravasasi urine.
2) Fraktur Pelvik
Fraktur pelvik yang kompleks berkaitan dengan mortalitas
yang tinggi. Hemoragi sekunder adalah penyebab yang paling
sering dari kematian dini, sedangkan sepsis menyebabkan
penundaan mortalitas. Angiogram seringkali diperlukan untuk
menemukan letak dan menyumbat sumber perdarahan.
Perhatian utama dari perawat unit perawatan kritis adalah
untuk
mencegah
syok
hemoragi.
Transfusi
multipel
dan
30
tekanan
yang
menembus
pembuluh.
Metode
ini
31
Motorik
6. Mengikuti perintah
5. Melokalisir nyeri
4. Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang)
3. Fleksi abnormal (dekortikasi)
2. Ekstensi abnormal (deserebrasi)
1. tidak ada respon (flasid)
Keadaan koma apabila diterjemahkan ke GCS adalah :
Tidak membuka mata : Eye =1
Tidak dapat berkata-kata : Verbal =2 atau 1
Tidak dapat mengikut perintah : Motorik = 5
Maka koma adalah GCS 8 atau kurang.
Tingkatan GCS
1. GCS Ringan (GCS=14-15)
Penderita tersebut sadar namun dapat mengalami amnesia
berkaitan dengan cedera yang dialaminya. Dapat disertai riwayat
hilangnya kesadaran yang singkat namun sulit untuk dibuktikan
terutama bila dibawah pengaruh alcohol atau obat-obatan
2. GCS Sedang (GCS=9-13)
Penderita masih mampu menuruti perintah sederhana namun
biasanya tampak bingung atau mengantuk dan dapat desertai
deficit neurologis fokal seperti hemiparesis. Sebanyak 10-20% dari
penderita cedera otak sedang mengalami pemburukan dan jatuh
dalam koma.
3. GCS Berat (GCS 3-8)
Penderita dengan cedera kepala berat tidak mampu melakukan
perintah sederhana walaupun status kardiopulmonalnya telah
stabil.
2) Tanda lateralisasi
Tanda lateralisasi disebabkan karena adanya suatu proses pada satu
sisi otak, seperti misalnya perdarahan intra-kranial.
Pupil
32
Kedua pupil mata harus diperiksa. Biasanya sama lebar (3mm) dan
reaksi sama cepat apabila salah satu lebih lebar (lebih dan 1mm),
maka keadaan ini disebut sebagai anisokoria.
Motorik
Dilakukan perangsangan pada kedua lengan dan tungkai, apabila
salah satu lengan atau dan tungkai kurang atau sama sekali tidak
bereaksi maka disebut sebagai adanya tanda lateralisasi
3) Tanda-tanda peningkatan tekanan intra-kranial (TIK)
a. Pusing dan muntah proyektil
b. Nyeri kepala hebat
c. Tekanan darah sistolik meninggi
d. Nadi melambat (bradikardia)
e. Tanda-tanda peninggian tekanan intra-kranial tidak mudah
untuk dikenali, namun apabila ditemukan maka harus sangat
waspada.
4) Pengelolaan cedera kepala
Pada setiap cedera kepala harus selalu diwaspadai adanya fraktur
sevikal.
Airway dan Breathing
Gangguan airway dan breathing sangat berbahaya pada trauma
kapitis karena akan dapat menimbulkan hipoksia atau hiperkarbia
yang kemudian akan menyebabkan kerusakan otak skunder. Bila
koma harus dipasang jalan nafas definitive, karena reflex menelan
dan reflex batuk kemungkinan sudah tidak ada sehingga ada
bahaya obstruksi jalan nafas. Oksigen selalu diberikan dan bila
pernafasan meragukan lebih baik memulai ventilasi tambahan.
Circulation
Gangguan Circulation (syok) akan menyebabkan gangguan perfusi
darah keotak yang akan menyebabkan kerusakan otak sekunder.
Dengan demikian syok trauma kapitis harus dilakukan penanganan
dengan agresif.
Disability
Selalu dilakukan penilaian GCS, pupil dan tanda lateralisasi yang
lain. Penurunan kesadaran dalam bentuk penurunan GCS lebih dan
1 (2 atau lebih) menandakan perlunya konsultasi bedah syaraf
33
34
2) Tension pneumothorax
Penyebab tersering dari tension pneumothorax adalah komplikasi
penggunaan fentilasi mekanik (Ventilator) dengan fentilasi tekanan
positif
pada
penderita
yang
ada
kerusakan
pada
pleura
35
36
b. Circulation
Kebanyakan trauma abdomen tidak dapat dilakukan tindakan apaapa pada fase pra-RS namun terhadap syok yang menyertainya
perlu penanganan yang agresif
c. Disability
Tidak jarang trauma abdomen disertai dengan trauma kapitis.
Selalu periksa tingkat kesadaran (dengan GCS)
dan adanya
D. INTERVENSI
No
Diagnosa
1.
Risiko bersihan
jalan nafas tidak
efektif b.d
perdarahan
Tujuan
dan Kriteria Hasil
Tujuan:
Selama 1 x 24 jam
Bersihan jalan nafas
efektif
Intervensi
Mandiri:
1) Auskultasi bunyi nafas,
perhatikan apakah ada
bunyi nafas abnormal
38
sekunder fraktur
mandibula
2.
Kriteria hasil:
- Pernafasan regular,
dalam dan kecepatan
nafas teratur
- Pengembangan dada
kanan dan kiri simetris
- Batuk efektif, refleks
menelan baik
- Tanda dan gejala
obstruksi pernafasan
tidak ada: stridor (-),
wheezing (-), ronkhi
(-).
- Suara nafas vesikuler
kanan dan kiri
Tujuan :
Selama 1 x 24 jam Pola
nafas efektif
Kriteria hasil:
- Pernafasan regular,
dalam dan kecepata
teratur
- Pengembangan dada
kanan dan kiri teratur
- Tanda dan gejala
obstruksi pernafasan
tidak ada: stridor (-),
sesak nafas (-),
wheezing (-).
- Suara nafas vesikuler
kanan dan kiri
- Trakea midline
- Hasil AGD dalam
batas normal
2) Monitor pernafasan,
perhatikan rasio inspirasi
maupun ekspirasi
3) Berikan posisi datar
4) Lakukan suction
Kolaborasi:
1) Intubasi dengan ETT
(Endo-Trakeal Tube) no.
7.5
2) Berikan premedikasi
ventilator fentanyl 1
amp
3) Pemeriksaan laboratorium
AGD (Analisa Gas Darah).
Mandiri
1) Observasi frekuensi,
kecepatan, kedalaman, dan
irama pernafasan tiap 2
jam
2) Observasi penggunaan otot
bantu pernafasan tiap 2
jam
3) Perhatikan pengembangan
dada simetris atau tidak
tiap 2 jam
4) Auskultasi bunyi nafas,
perhatikan bila ada ronkhi,
wheezing dan creckles
5) Lakukan sution bila perlu
Kolaborasi
1) Intubasi dengan ETT
2) Gunakan Ventilator
PSIMV 12 bpm, FiO2
80%, PSV 5, PEEP 5.
3) Pemeriksaan laboratorium
AGD (Analisa Gas Darah).
4) Pertahankan OPA (OroPharingeal Airway)
Risiko tinggi
Tujuan:
Mandiri
gangguan
Selama 1 x 24 jam Perfusi 1) Kaji dan pantau TTV, catat
perfusi jaringan jaringan serebral adekuat
kekuatan nadi tiap jam
serebral b.d
Kriteria hasil:
2) Evaluasi status neurologis
perdarahan
- Tidak tampak tandatiap 2 jam
daerah serebral
tanda peningkatan
3) Kaji tingkat kesadaran dan
sekunder trauma
tekanan intracranial,
GCS tiap jam
langsung.
seperti: muntah
4) Observasi tanda
proyektil, papil edema,
perdarahan
39
5) Monitor tanda-tanda
peningkatan tekanan
intracranial tiap jam
Kolaborasi
1) Monitor hasil AGD
40
3. Ventrikel
Fibrilasi/ Ventrikel
Takikardia
4
Berikan DC Shock
Manual Bifsik (120200 J).
Monofasik (360 J).
Ulangi CPR 5 siklus
5. Cek nadi
6.
1. Lanjutkan CPR, selama
defribilator di charge. Berikan
DC Shock.:
Manual Biphasik: Sama
dengan dosis pertama/
lebih tinggi
Monophasik: 360 J
2. Ulangi CPR segera setelah
DC Shock.
Jika jalur iv tersedia, berikan:
Epinephrin 1 mg iv, ulaangi
setiap 3-5 menit
Atau berikan vasopressin 40
U iv untuk menggantikan
epinephrin
2. Cek nadi
9. Asistole/PEA
12
Jika Asistole, lihat box 10
Jika ada aktivitas listik,
chek nadi. Jika tidak ada
nadi, lihat box 10.
Jika ada nadi, lakukan
postresusitation care.
13.
Lihat
box 4
7. Cek nadi
8.
1. Lanjutkan CPR, selama defribilator di
charge. Berikan DC Shock.:
Manual Biphasik: Sama dengan dosis
pertama/ lebih tinggi
Monophasik: 360 J
2. Ulangi CPR segera setelah DC
Shock.
Berikan antiaritmia, berikan selama
dilakukan RJP (sebelum dan sesudah
dc shock), amiodarone (300 mg iv,
kemudian jika perlu tambahkan 150
mg iv 1 kali) atau lidocaine (1-1,5
mg/kgbb dosis pertama, dosis
selanjutnya: 0,5-0,75 mg/kgbb iv)
maks 3 dosis
42
3. Kotak 6 dan 7
Obat-obatan pada alogaritma VF/VT tanpa nadi diberikan setelah 1 atau 2 kali
defribilasi dan RJP dilakukan. Tetapi pilihan pertama yaitu vasopressor yaitu
adrenalin 1 mg diberikan setiap 3-5 menit sekali atau vasopressor dapat
diberikan sebagai pengganti adrenalin atau sebagai pbat kedua. Vasopressor
diberikan dengan dosis tunggal 40 unit. Setelah obat diberikan, RJP dilakukan
selama 5 siklus atau 2 menit, kemudian pastikan irama lalu defribilasi
dilakukan dengan energy yang sama seperti energy sebelumnya.
4. Kotak 8
Jika setelah dilakukan 2 atau 3 defribilasi dan RJP, serta vasopressor teah
diberikan dan irama belum berubah. Maka antiartimia seperti amiodaron dapat
diperimbangkan untuk diberikan, dengan dosis awal amiodaron 300 mg
diencerkan dalam 20-30 ml cairan dextrose 5% atau Nacl 0,9% diikuti cairan
pembilas dextrose 5% atau Nacl 0,9% sebanyak 20 ml, amiodaron dapat
diulang dengan dosis 150 mg per iv/io. Pemberiannya dapat diulang 5-10 menit
dengan sosis 0,5-0,75 mg/kg jika VF/VT tanpa nadi menetap, dosis maksimal 3
mg/kg.
Pemberian obat-obatan pada saat RJP diberikan tanpa harus menghentikan
RJP, yaitu diberikan segera setelah pengecekan irama dilakukan dan dapat
diberikan sebelum dan sesudah defribilasi.
Pengecekan irama harus dilakukan dalam waktu sangat singkat, dan
pengecekan nadi hanya dilakukan jika terjadi perubahan irama, dan irama
tersebut teratur (QRS jelas, teratur dan sempit). Jika terdapat keraguan
mengenai keadaan nadi (teraba/tidak) lakukan RJP. Jika penederita kembali
pada sirkulasi spontan (nadi teraba) segera mulai penatalaksanaan pada pasca
resusitasi. Apabila irama menjadi asistole atau PEA lihat alogaritma selanjutnya
(kotak 9 dan 10).
Penjelasan Alogaritma Asistole dan Pulseless Electrical Activity (PEA)
1. Kotak 9
Di monitor menunjukan irama asistole atau PEA.
43
2. Kotak 10
RJP dilakukan selama 5 siklus diikuti dengan pemasangan alat bantu nafas
devinitif dan pemasangan intravena, tanpa menghentikan tindakan RJP. Setelah
alat bantu jalan nafa terpasang, RJP dilakukan tanpa harus menghentikan
kompresi dada untuk pemberian ventilasi. RJP dilakukan dengan cara
melakukan kompresi dada dengan kecepatan 100 kali/menit dan ventilasi 8-10
kali/menit.
Vasopressor seperti adrenalin atau vasopressin diberikan segera setelah
intravena dipasang. Adrenalin diberikan dengan dosis 1 mg setiap 3-5 menit.
Vasopressin dapat diberikan sebagai pengganti adrenalin atau sebagai obat
kedua setelah adrenalin, dengan dosis tunggal 40 unit. Waktu yang tepat untuk
pemberian obat adalah segera setelah dilakukan pengecekan nadi, setelah
pemberian obat kemudian RJP dilakukan selama 2 menit, kemudian
pengecekan nadi dilakukan kembali.
Pengecekan nadi dilakukan kembali untuk memastikan terjadi adanua
perubahan irama. Jika irama tidak berubah maka RJP dilakukan dilanjutkan
kembali seperti pada kotak 10, jika irama berubah yang membutuhkan tindakan
defribilasi lihat alogaritma pada kotak 4 dan jika irama berubah menjadi irama
yang teratur, nadi teraba, identifikasi irama EKG tersebut dan lakukan
penatalaksanaan sesuai irama yang tampak atau lakukan penatalaksanaan pasca
resusitasi.
44
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
I. DATA UMUM
Inisial klien
Umur
Alamat
Pekerjaan
Agama
Suku bangsa
Status perkawinan
Pendidikan terakhir
Tanggal masuk
Tanggal pengkajian
: Tn. T.P
: 18 th
: Jl.Harsono Rt.08/07 Ragunan, Pasar minggu
Jakarta Selatan
: Pelajar
: Islam
: Betawi, Indonesia
: Belum Menikah
: SMP
: 17 Mei 2012
: 17 Mei 2012
45
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d masuknya benda asing (darah),
perdarahan sekunder fraktur mandibula, risiko lidah menutupi jalan
nafas.
b) Pola nafas tidak efektif b.d penurunan tingkat kesadaran, trauma,
kerusakan neurologis sekunder peningkatan tekanan intracranial.
c) Penurunan perfusi jaringan perifer b.d berkurangnya volume darah
sekunder perdarahan.
3. Intervensi keperawatan
No
Diagnosa
1.
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif b.d
perdarahan
sekunder fraktur
mandibula
2.
Tujuan
dan Kriteria Hasil
Tujuan:
Bersihan jalan nafas
efektif
Kriteria hasil:
- Pernafasan regular,
dalam dan kecepatan
nafas teratur
- Pengembangan dada
kanan dan kiri simetris
- Batuk efektif, refleks
menelan baik
- Tanda dan gejala
obstruksi pernafasan
tidak ada: stridor (-),
wheezing (-), ronkhi
(-).
- Suara nafas vesikuler
kanan dan kiri
- Lakukan
Tujuan :
Selama 1 x 24 jam Pola
nafas efektif
Kriteria hasil:
- Pernafasan regular,
dalam dan kecepata
teratur
Intervensi
Mandiri:
1) Auskultasi bunyi nafas,
perhatikan apakah ada
bunyi nafas abnormal
2) Monitor pernafasan,
perhatikan rasio inspirasi
maupun ekspirasi
3) Berikan posisi datar
4) Lakukan suction
5) Lakukan jaw trust
6) Jaga agar pagar tempat
tidur terpasang dengan
aman
7) Gunakan teknik Log Role,
ketika memiringkan
8) mobilisasi area leher dan
tulang belakang
Kolaborasi:
1) Pasang collar neck
2) Berikan 02 nasal 4L/menit
3) Pemeriksaan labortaorium
AGD (Analisa Gas Darah).
4) Pemasangan OroPharingeal Airway (OPA
Mandiri
1) Observasi frekuensi,
kecepatan, kedalaman, dan
irama pernafasan tiap 2
jam
2) Observasi penggunaan otot
bantu pernafasan tiap 2
46
neurologis
sekunder
peningkatan
tekanan
intracranial.
3.
Gangguan
perfusi jaringan
perifer b.d
berkurangnya
volume darah
sekunder
perdarahan.
Pengembangan dada
kanan dan kiri teratur
Tanda dan gejala
obstruksi pernafasan
tidak ada: stridor (-),
sesak nafas (-),
wheezing (-).
Suara nafas vesikuler
kanan dan kiri
Trakea midline
Hasil AGD dalam
batas normal
Tujuan:
Perfusi jaringan adekuat
Kriteria Hasil:
- Akral hangat
- Tanda-tanda vital
dalam batas normal
- Pengisian kapiler <2
detik
- Urine output 1
cc/KgBB/jam
- Analisa gas darah
dalam batas normal
jam
3) Perhatikan pengembangan
dada simetris atau tidak
tiap 2 jam
4) Auskultasi bunyi nafas,
perhatikan bila ada ronkhi,
wheezing dan creckles
5) Lakukan sution bila perlu
Kolaborasi
1) Intubasi dengan ETT
2) Gunakan Ventilator
PSIMV 12 bpm, FiO2
80%, PSV 5, PEEP 5.
3) Pemeriksaan laboratorium
AGD (Analisa Gas Darah).
4) Pertahankan OPA (OroPharingeal Airway)
Mandiri
1) Observasi penurunan
kesadaran yang tiba-tiba
2) Kaji adanya pucat (akral
dingin)
3) Observasi tanda-tanda
vital
4) Kaji kekuatan nadi perifer
5) Kaji tanda-tanda dehidrasi
6) Observasi intake dan
output cairan
7) Lakukan balut tekan pada
area perdarahan
8) Observasi tanda-tanda
iskemia ekstremitas tibatiba, misalnya penurunan
suhu, peningktan nyeri
Kolaborasi
1) Pemeriksaan laboratorium
(darah lengkap, kimia
darah, hemostase darah)
2) Pemberian RL (Ringer
Laktat) resusitasi 500 cc
3) Lakukan pemeriksaan
Rontgen kepala, dada, dan
CT-Scan kepala.
4) Perekaman
Elektrokardiografi
5) Pemberian obat-obatan
47
Dx.2
SOAP
S: (-)
O:
- Gurgling (-)
- Stridor (-)
- Ronchi (-/-)
- Wheezing (-/-)
- RR: 12x/menit dalam, irama
reguler
- Penggunaan otot bantu nafas (+)
- Nafas cuping hidung (+)
- Pengembangan dada, teringgal
dada sebelah kanan
- Terpasang collar neck
- Bed side rell terpasang
A: Bersihan Jalan nafas efektif
P: Lanjutkan intervensi
Mandiri:
- Auskultasi bunyi nafas,
perhatikan apakah ada bunyi
nafas abnormal
- Monitor pernafasan, perhatikan
rasio inspirasi maupun ekspirasi
- Berikan posisi datar
- Lakukan suction
- Lakukan jaw trust
Kolaborasi:
- Berikan 02 nasal 4L/menit
- Intubasi ETT
Mandiri
S: (-)
1) Mengobservasi frekuensi,
O:
kecepatan, kedalaman, dan
- RR: 12 x/menit
irama pernafasan tiap 2 jam
- Gurgling (-)
2) Mengobservasi penggunaan
- Stridor (-)
otot bantu pernafasan tiap 2
- Ronchi (-/-)
jam
- Wheezing (-/-)
3) Memperhatikan
- Penggunaan otot bantu nafas (+)
pengembangan dada simetris
- Nafas cuping hidung (+)
atau tidak tiap 2 jam
- Pengembangan dada, teringgal
4) Mengauskultasi bunyi nafas,
dada sebelah kanan
perhatikan bila ada ronkhi,
- Hasil lab AGD
wheezing dan creckles
- pH : 7.392 (normal)
Kolaborasi
- PCO2 : 30.7 (rendah)
1) Mempersiapkan Intubasi
- PO2 : 205.1 (tinggi)
dengan ETT dan pengggunaan
- HCO3 : 18.3 (rendah)
ventilator
- O2 saturasi : 99.4 (normal)
48
Dx.3
CT-Scan kepala.
5) Melakukan perekaman
Elektrokardiografi
6) Pemberian obat-obatan
II.
50
(+).
Telinga: Normal, serumen kering, kebersihan baik
Leher: Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
gallop (-).
Paru: pengembangan dada tidak simetris otot bantu nafas (+),
51
52
NILAI NORMAL
HASIL
17/5/2012
17/5/2012
13.2-17.3 g/dL
33-45 %
5.0-10.0 ribu/uL
150-440 ribu/uL
4.40-5.90 uta/uL
07:46
13.5
43
21.4
346
4.67
12:43
7.7
25
7.9
183
2.73
80-100 fl
26.0-34.0 pg
32.0-36.0 g/dL
11.5-14.5 %
92.4
28.9
31.3
13.2
90.8
28.3
31.2
13.3
27.4-39.3 detik
11.3-14.7 detik
212-433 mg/ml
< 300 ng/mL
29.2
32.5
17.6
14.6
1.27
34.2
32.5
17.6
14.6
1.27
123
252.0
600
70-140
108
0.6-1.5 mg/dl
20-40 mg/dl
6,6 8,7
3,5 5,2
1.0
19
0,7
11
0-34 U/I
0-40 U/I
75
47
34
17
135-147 mmol/l
3.10-5.10 mmol/l
95-108 mmol/l
139
4.80
108
O/ Rh (+)
7.370-7.440
35.0-45.0 mmHg
83.0-108.0 mmHg
21.0-28.0 mmol/L
95-99.0%%
7.392
30.7
205.1
18.3
99.4
7.373
39.2
98.1
26.7
98.7
53
BE (Base Excess)
Total CO2
-2.5-2.5 mmol/L
19.0-24.0 mmol/L
-5.4
19.2
-2.3
20.0
dibedakan
Fissure serebri
tak
menyempit.
Tak
tampak
perdarahan
supragerminal
Tak tampak hematom epidural/ subdural atau perdarahan
intraparenkimal
Sistem ventrikel baik. Tak tampak pergeseran struktur midline
Poros dan cervikum tak tampak menyempit
Tulang tampak fraktur kompresi, fraktur dengan fragmen multiple
dinding anterior-posterior sinus frontalis dan dinding posterior
sinus frontal dekstra. Fraktur dinding lateral sinus ethmoid
trilateral, fraktur multiple ethmoid dekstra. Dinding posterolateral
sinus spinoid sinistra, fraktur dinding anterior sinus maksilaris
bilateral
Perselubungan di sinus maksilaris, ethmoidalis, spinodalis, dan
frontalis bilateral.
KESAN
sisterna quadrigerminal
Edema serebri
Fraktur kompressi frontalis, fraktur dengan fragmen multiple
dinding anterior-posterior sinus frontal dextra, dinding anterior
sinus frontal dekstra, frktur dinding lateral sinus ethmoid bilateral,
fraktur multiple sphenoid dextra. Dinding posteriolateral sinus
ethmoid sinistra. Fraktur dinding anterior sinus maksilaris bilateral
dan os-nasal.
Subilateral hematom di frontalis parietal
54
bilateral
2) Rontgen thorax
Kesan:
Corakan paru normal
Tidak ada fraktur iga
Ukuran jantung dalam batas normal
f. Terapi Medis
Tindakan
Intubasi ETT dan gunakan ventilator PSIMV 12 bpm, FiO2 80%,
PSV 5, PEEP 5.
Oral
Paracetamol 3 x 1 tab
Ferrous 2 x 1 tab
Parenteral
Ceftriaxone 2 x 2 gr (IV)
Levoflxacin 1 x 500 mg (IV)
Ozid/Omeprazole 2 x 1
Neulin/ citicholine 2 x 500 mg
Ranitidine 3 x 1 amp (IV)
Dexamethasone 4 x 50 mg
Sucralfat 4 x 15 cc
Vitamin C 3 x 1 amp (IV)
Ketorolak 3 x 30 mg (IV)
Tetagam (IM)
Fentanyl 1 amp (IV)
No
1
56
59
10
61
11
Luka terkontaminasi, yaitu: luka yang lebih dari 6 jam tidak ditan
gan
Luka kurang dari 6 jam namun terpapar banyak kontaminasi
luka kurang dari 6 jam namun timbul karena kekuatan yang cukup besar
(misalnya lukatembak atau terjepit mesin)
Penderita tidak memiliki riwayat imunisasi tetanus yang jelas ata
u tidak mendapat booster selama 5 tahun atau lebih
Epinephrine 1 mg (iv)
Epinefrin (juga dikenal sebagai adrenalin) merupakan hormon dan
neurotransmitter.
Cara kerja:
Meningkatkan laju jantung, kontraksi pembuluh darah,
melebarkan saluran udara dan berpartisipasi dalam respon fightor-flight dari sistem saraf simpatik .
Adrenalin (Epinefrin) mempunyai efek meningkatkan tekanan
darah melalui aktivasi adrenoseptor - 1 jantung yang terjadi
setelah pelepasan atau pemberian adrenalin (Epinefrin)
berhubungan dengan kerja kronotropik positif dan inotropik
positif atas jantung. Dengan demikian adrenalin (Epinefrin) juga
mempunyai efek kronotropik positif (meningkatkan kecepatan
denyut jantung) dan inotropik positif (memperkuat kontraksi
myokardium) sehingga cardiac out put (curah jantung)
meningkat. Adrenalin (Epinefrin) juga berefek pada timbulnya
vasokontriksi karena stimulasi adrenoseptor- pada otot polos
dinding pembuluh darah perifer. Kedua hal tersebut berakibat
tekanan darah meningkat. Efek adrenalin (Epinefrin) terutama
pada arteriola kecil dan sfingter prekapiler sehingga tahanan
perifer meningkat.
Pada saluran nafas adrenalin (Epinefrin) mempunyai efek
bronkodilatasi melalui stimulasi adrenoseptor - 2 pada otot
polos bronkhus.
Indikasi:
Acute Bronchospasme
Anaphylaxis
Angiodema
Atsma
Brokhospasme profilaksia
Cardiac Arest
Cardiopulmonarry Resusitation
Glaucoma
62
12
Cordarone 150 mg
Kandungan
Amiodarone HCI.
Cara Kerja Obat:
Amiodarone adalah obat anti-arrhythmic kelas III yang
mempengaruhi irama detak jantung. Amiodarone digunakan untuk
membantu menjaga jantung berdetak dengan normal pada orang
yang memiliki gangguan irama jantung tertentu pada bilik
jantungnya (bilik jantung yang lebih kecil yang membiarkan darah
mengalir keluar jantung).
Indikasi
Ggn ritme atrium (perubahan fibrilasi atau fluter). Ggn ritme
nodal. Ggn ritme ventrikel (takikardi ventrikel, kontraksi
permatur, fibrilasi ventrikel) Ggn ritma yang berhubungan dengan
sindroma Wolf-Parkinson-White.
Kontra Indikasi
Sinus badikardi, blok SA, blok AV, sick sinus sindroma, hamil,
laktasi, hipotensi atrial berat, kolaps KV, insufisiensi jantung
akut, intoleransi terhadap yodium. Distiroidisme.
Efek Samping
Mikrodeposit
kornea,
fotosensitisasi,
dan
pigmentasi,
hipotiroidisme, hipertiroidisme, pneumopati interstisial difus
reversibel.
63
III.
ANALISA DATA
No
Data subjektif
1 Penolong
mengatakan: Klien
dibawa ke RS
setelah kecelakaan
sepeda motor + 1
jam yang lalu, klien
mengendarai sepeda
motor tanpa helm,
klien ditemukan
tidak sadar di dalam
got dan mekanisme
kejadian tidak
diketahui karena
tidak ada saksi.
Penolong
mengatakan: Klien
dibawa ke RS
setelah kecelakaan
sepeda motor + 1
jam yang lalu, klien
mengendarai sepeda
motor tanpa helm,
klien ditemukan
tidak sadar di dalam
got dan mekanisme
Data objektif
- Kesadaran stupor
- GCS: 5 E:2, M:2, V:1
- Wajah kemerahan
- Akral hangat
- TD: 102/63 mmHg
- N: 97x/menit
- S: 36.70C
HASIL CT-SCAN KEPALA:
- Perdarahan supraethmoiddi fissure
intrahemisfer posterior
dan sisterna
quadrigerminal
- Edema serebri
- Fraktur kompressi
frontalis, fraktur dengan
fragmen multiple dinding
anterior-posterior sinus
frontal dextra, dinding
anterior sinus frontal
dekstra, frktur dinding
lateral sinus ethmoid
bilateral, fraktur multiple
sphenoid dextra. Dinding
posteriolateral sinus
ethmoid sinistra. Fraktur
dinding anterior sinus
maksilaris bilateral dan
os-nasal.
- Subilateral hematom di
frontalis parietal
- Hematosinus di sinus
maksilaris, ethmoidalism
dan frontalis bilateral
- Luka laserasi dalam diatas
bibir
- Luka laserasi dalam di are
frontalis
- Pus (-)
- Edema (+)
- Lasersi dangkal di area
kaki, tangan dan dada
Masalah
Risiko tinggi
gangguan perfusi
jaringan serebral b.d
perdarahan daerah
serebral sekunder
trauma langsung.
Kerusakan intergritas
kulit b.d trauma
mekanik
64
kejadian tidak
diketahui karena
tidak ada saksi.
Klien langsung
dibawa ke Rumah
sakit tanpa ditangani
di tempat kejadian.
3
(-)
(-)
IV.
Risiko tinggi
penambahan cedera
b.d menurunnya
kesadaran, terapi,
proses ambulasi
V.
INTERVENSI
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
65
Risiko tinggi
gangguan
perfusi jaringan
serebral b.d
perdarahan
daerah serebral
sekunder trauma
langsung.
Kerusakan
integritas kulit
b.d trauma
mekanik
Risiko tinggi
penambahan
cedera b.d
menurunnya
kesadaran,
terapi, proses
ambulasi
Mandiri
1) Kaji dan pantau TTV, catat
kekuatan nadi tiap jam.
2) Evaluasi status neurologis
tiap 2 jam.
3) Kaji tingkat kesadaran dan
GCS tiap jam.
4) Observasi tanda
perdarahan
5) Monitor tanda-tanda
peningkatan tekanan
intracranial tiap jam
Kolaborasi
1) Monitor hasil AGD
Mandiri
1) Kaji tanda-tanda
kerusakan kulit
2) Gunakan teknik septic dan
aseptic untuk perawatan
luka
3) Cegah infeksi yang dapat
memperlambat
penyembuhan luka
4) Jaga kebersihan diri klien
5) Lakukan perawatan luka 1
x sehari
Kolaborasi
1) Pemeriksaan laboratorium
(terutama Hb,Ht,Leukosit)
2) Penjahitan/ hecting luka
Tujuan :
Mandiri
Klien tidak mengalami
1) Kaji status neurologis
cedera
2) Kaji tanda-tanda
Kriteria hasil:
peningkatan tekanan
- Suhu normal
intracranial
- Klien bebas / tidak ada 3) Kaji status pernafasan
penambahan cidera
4) Kaji kulit dan membrane
- Tanda vital dalam
mukosa
batas normal
5) Lakukan tindakan
pengamanan lingkungan
untuk mencegah cidera
66
VI.
Tanggal Dx
Intervensi
17/5/2012 3 Mandiri
1) Mengkaji dan pantau
TTV, catat kekuatan
nadi tiap jam
2) Mengevaluasi status
neurologis tiap 2 jam
3) Mengkaji tingkat
kesadaran dan GCS tiap
jam
4) Mengobservasi tanda
perdarahan
5) Monitor tanda-tanda
peningkatan tekanan
intracranial
Kolaborasi
1) Memonitor hasil AGD
SOAP
S : (-)
O:
- TD: 101/59 mmHg
- N: 99 x /menit
- S: 36.30C
- P: dengan ventilator
- Refleks +/+
- Kesadaran Stupor
- GCS: 5, E: 1, M:3, V:1
- Masih terdapat perdarahan
pada luka diatas bibir dan
dahi sebelah kanan
- Muntah proyektil (-)
- Papil edema (-)
- Nyeri kepala tidak dapat
dinilai
A: perfusi jaringan serebral
tidak adekuat
P: lanjutkan intervensi:
Mandiri
- Observasi penurunan
kesadaran yang tiba-tiba
- Kaji adanya pucat (akral
dingin)
- Observasi tanda-tanda vital
- Kaji kekuatan nadi perifer
- Kaji tanda-tanda dehidrasi
- Observasi intake dan output
cairan
- Observasi tanda-tanda
iskemia ekstremitas tibatiba, misalnya penurunan
suhu, peningkatan nyeri
Kolaborasi
- Pemeriksaan laboratorium
(darah lengkap, kimia
darah, hemostase darah)
- Pemberian RL 500 cc/24
jam 20 tpm
- Perekaman
Elektrokardiografi
- Pemberian obat-obatan
17/5/2012
S: (-)
O:
- Luka sobek di atas bibir
dan dahi
Mandiri
1) Mengkaji tanda-tanda
kerusakan kulit
2) Menggunakan teknik
68
17/5/2012
Mandiri
1) Mengkaji status
neurologis
2) Mengkaji tanda-tanda
peningkatan tekanan
intracranial
3) Mengkaji status
pernafasan
4) Mengkaji kulit dan
membrane mukosa
5) Melakukan tindakan
pengamanan lingkungan
untuk mencegah cidera
6) Melaporkan segera
adanya penurunan
tekanan darah,
takikardia, pucat,
diaphoresis, hematuria.
S: (-)
O:
- Refleks (+/+)
- Pupil : isokor
- RR: dengan ventilator
- Muntah proyektil (-)
- Kesadaran: stupor
- GCS: 5, E:1, M:3, V: 1
- RR: dengan ventilator
PSIMV 12 bpm, FiO2 80%,
PSV 5, PEEP 5.
- TD: 101/59 mmHg
- N: 99 x /menit, kuat dan
teratur
- S: 36.30C
- Pucat (+)
- Diaphoresis (-)
- Hematuria (-)
69
17/7/2012
Mandiri
1) Memonitor tanda dan
gejala infeksi ( rubor,
kolor, dolor, edema)
2) Mengobservasi TTV
tiap jam
3) memberi kompres biasa
bila suhu tubuh
meningkat
Kolaborasi
1) Memonitor hasil lab,
terutama leukosit
2) Memberikan antipiretik
jika demam
paracetamol 500 mg
3) Memberikan terpi
antibiotic untuk
S: (-)
O:
- Edema (-)
- Kemerahan (-)
- Kulit teraba normal
- Pus (-)
- TD: 101/59 mmHg
- N: 99 x /menit, kuat dan
teratur
- S: 36.30C
- Leukosit:
A: infeksi tidak terjadi
P: lanjutkan intervensi
Mandiri
- Monitor tanda dan gejala
infeksi ( rubor, kolor, dolor,
edema)
70
profilaksis Ceftriaxone
2 x 2 gr (IV),
Levoflxacin 1 x 500 mg
(IV)
4) Memberikan antitetanus ATS (Anti
Tetanus Serum) atau
tetagam.
SOAP
S : (-)
O:
- TD: 95/67 mmHg
- N: 105 x /menit
- S: 36.30C
- P: dengan ventilator
- Refleks +/+
- Kesadaran Stupor
- GCS: 5, E: 1, M:3, V:1
- Luka sudah tertutup dan
perdarahan (-)
- Muntah proyektil (-)
- Papil edema (-)
- Nyeri kepala tidak dapat
dinilai
- Hasil lab AGD:
- pH : 7.373
- PCO2 : 39.2
- PO2 : 98.1
- HCO3 : 26.7
- O2 saturasi : 98.7
71
18/5/2012
Mandiri
1) Mengkaji tanda-tanda
kerusakan kulit
2) Menggunakan teknik
septic dan aseptic untuk
perawatan luka
3) Mencegah infeksi yang
dapat memperlambat
penyembuhan luka
4) Menjaga kebersihan diri
klien
Kolaborasi
1) Memantau hasil
pemeriksaan
laboratorium (terutama
Hb,Ht,Leukosit)
Mandiri
1) Mengkaji status
neurologis
2) Mengkaji tanda-tanda
peningkatan tekanan
intracranial
3) Mengkaji status
pernafasan
4) Mengkaji kulit dan
membrane mukosa
5) Melakukan tindakan
pengamanan lingkungan
untuk mencegah cidera
6) Melaporkan segera
adanya penurunan
tekanan darah, takikardia,
pucat, diaphoresis,
hematuria.
7) Menjaga agar pagar
tempat tidur terpasang
dengan aman
8) Memiringkan
menggunakan teknik Log
Role
S: (-)
O:
- Refleks (+/+)
- Pupil : isokor
- RR: dengan ventilator
- Muntah proyektil (-)
- Kesadaran: stupor
- GCS: 5, E:1, M:3, V: 1
- RR:
dengan
ventilator
PSIMV 12 bpm, FiO2 80%,
PSV 5, PEEP 5.
- TD: 101/59 mmHg
- N: 99 x /menit, kuat dan
teratur
- S: 36.30C
- Pucat (+)
- Diaphoresis (-)
- Hematuria (-)
- Bed side rell terpasang
A: cedera tambahan tidak terjadi
P: lanjutkan intervensi:
Mandiri
- Kaji status neurologis
- Kaji tanda-tanda peningkatan
tekanan intracranial
- Kaji status pernafasan
- Kaji kulit dan membrane
mukosa
- Lakukan
tindakan
pengamanan
lingkungan
untuk mencegah cidera
- Laporkan segera adanya
penurunan tekanan darah,
takikardia, pucat,
diaphoresis, hematuria.
73
Mandiri
1) Memonitor tanda dan
gejala infeksi ( rubor,
kolor, dolor, edema)
2) Mengobservasi TTV tiap
jam
3) memberi kompres biasa
bila suhu tubuh
meningkat
Kolaborasi
1) Memonitor hasil lab,
terutama leukosit
2) Memberikan antipiretik
jika demam
paracetamol 500 mg
3) Memberikan terpi
antibiotic untuk
profilaksis Ceftriaxone 2
x 2 gr (IV), Levoflxacin 1
x 500 mg (IV)
S: (-)
O:
- Edema (-)
- Kemerahan (-)
- Kulit teraba normal
- Pus (-)
- TD: 95/67 mmHg
- N: 105 x /menit, lemah dan
cepat
- S: 36.30C
- Leukosit:
A: infeksi tidak terjadi
P: lanjutkan intervensi
Mandiri
- Monitor tanda dan gejala
infeksi ( rubor, kolor, dolor,
edema)
- Observasi TTV tiap jam
- Beri kompres biasa bila suhu
tubuh meningkat
- Lakukan penggantian linen
dan bantu pasien untuk
kebutuhan hygiene
- Lakukan perawatan luka 1 x
sehari
Kolaborasi
- Monitor hasil lab, terutama
leukosit
- Berikan antipiretik jika
demam paracetamol 500
mg
- Berikan terpi antibiotic untuk
profilaksis Ceftriaxone 2 x 2
gr (IV), Levoflxacin 1 x 500
mg (IV)
74
Tanggal 18 Mei 2012, Pukul 17.00 WIB, Saturasi Oksigen klien turun dari
100% semakin turun sampai 77%, TD turun (95/60 mmHg), lalu nadi
klien turun (bradikardia) 30x/menit, diberikan Epinephrine 1 ampul, tidak
naik, nadi klien lalu asistole. Lalu, melakukan tindakan kolaborasi sebagai
berikut:
1. Melakukan RJP dengan kecepatan 100x/menit selama 2 menit, dengan
bantuan nafas (bagging) via ETT 10-12 x/menit. Di cek nadi karotis,
tidak teraba.
2. Melakukan RJP kembali selama 2 menit dengan kecepatan 100x/menit
dan bantuan nafas via ETT 10-12 x/menit. Dicek nadi karotis, tidak
teraba nadi.
3. Memberikan Epineprin 1 ampul iv, mengecek nadi karotis tidak
teraba.
4. Melakukan RJP kembali 100x/menit selama 2 menit, dengan bantuan
nafas via ETT 10-12x/menit. Mengecek nadi karotis tidak teraba.
5. Memberikan epinephrine kembali 1 ampul, mengecek nadi karotis
tidak teraba.
6. Melakukan RJP kembali 100x/menit selama 2 menit, dengan bantuan
nafas via ETT 10-12x/menit. Mengecek irama Ventrikel Takikardia.
7. Melakukan DC Shock (Defribilasi) 200 J.
8. Melakukan RJP kembali 100x/menit selama 2 menit, dengan bantuan
nafas via ETT 10-12x/menit. Mengecek irama di monitor tidak
berubah
9. Melakukan DC Shock (Defribilasi) 200 J.
10. Melakukan RJP kembali 100x/menit selama 2 menit, dengan bantuan
nafas via ETT 10-12x/menit. Memberikan epinephrine 1 mg (1 ampul)
iv. Cek irama tidak berubah
75
76
BAB IV
PEMBAHASAN
A. PENGKAJIAN
Ketoasidosis diaebetik adalah keadaan dekompensasi metabolik
yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama
disebabkan oleh difisiensi insulin absolut atau relatif. Ketoasidosis
diaebetikum adalah merupakan trias dari hipergikemia, asidosis, dan
ketosis yang terlihat terutama pada pasien dengan diabetes tipe 1
(Samijean Nordmark, 2008). Pada kasus ini, klien dibawa ke RS
karena ............................................................................................................
Pada pengkajian yang telah dilakukan, didapatkan: keadaan umum:
buruk , kesadaran : somnolen, BB/TB : 70 kg/160 cm, Tanda vital (TD :
138/66 mmHg, nadi : 138 x/menit, pernafasan : 14 x/menit, suhu : 38,5C.
Kepala dan leher (Kepala: kebersihan rambut kurang, deformitas (-),
benjolan (-), nyeri (-), rambut lepek berminyak rontok , wajah: pucat,
mata: konjungtiva anemis, sklera anikterik, pupil isokor, hidung: normal,
tampak kotor, terpasang NGT, mulut: mukosa bibir kering, stomatitis (+),
telinga (t.a.k), leher (t.a.k), Dada: jantung (t.a.k), paru: pengembangan
dada simetris, otot bantu nafas (-), pernafasan vesikuler (+/+), ronchi (+/
+), wheezing (-/-), abdomen bising usus (+) 8x/menit, perinium genital
(t.a.k), ekstremitas (ekstremitas atas : edema +/+, pengisian kapiler > 3
detik, nadi teraba kuat dan cepat, ekstremitas bawah: edema: +/+, Varises :
-/-, akral hangat, pengisian kapiler > 3 detik, nadi teraba kuat dan cepat).
Klien (Tn. T) mengalami KAD yang disebabkan oleh
....................................................................... Hal ini sesuai dengan teori
etiologi dari KAD. Berdasarkan pembagian cedera kepala, klien masuk ke
dalam cedera kepala sekunder yang dibuktikan dengan adanya edema
serebri pada hasil CT- Scan, mengakibatkan gangguan pernafasan yang
ditandai dengan Airway: sumbatan (+) yaitu darah, otot bantu pernafasan
(+), pengembangan dinding dada (+), dada kiri tertinggal, nafas cuping
hidung (+), batuk (-), sputum (-), penggunaan alat bantu pernafasan (+).
Breathing: RR: 28x/menit, cepat dan dangkal, pola regular, gurgling (+),
77
stridor (+), wheezing (-/-), ronchi (-/-), alat bantu (-). Klien mengalami
masalah pada hal circulation dengan TD: 80/40 mmHg, Nadi radialis dan
brakhialis tidak teraba, S: 36.80C, pengisian kapiler <2 detik, akral dingin,
kulit wajah berwarna kemerahan, pupil isokor, sianosis (-). Hal ini sesuia
dengan teori bahwa cedera kepala sekunder akan menyebabkan hipotensi
sistemik, hipoksia, hiperkapnea, edema otak, komplikasi pernapasan,
infeksi/komplikasi pada organ tubuh yang lain.
Klien (Tn. T) juga mengalami cedera otak yang dimanifestasikan
secara klinis dengan penurunan kesadaran: kesadaran stupor, GCS:5 E:
2, M: 2, V:1 ditambahkan dengan data yang termasuk dalam cedera kepala
sekunder diatas, juga terdapat gangguan pergerakan (klien bed rest),
aktifitas menelan (-), komunikasi (-), klien terpasang ETT, OPA, dan
ventilator dengan mode PSIMV 12 bpm, FiO2 80%, PSV 5, PEEP 5. Hal
ini sesuai dengan teori manifestasi klinis dari cedera otak adalah gangguan
kesadaran, konfusi, sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan, tiba-tiba
defisit neurologi, perubahan TTV, gangguan penglihatan, disfungsi
sensorik, lemah otak, gangguan pola pernafasan, kerusakan mobilitas fisik,
ketidakseimbangan hidrasi, kerusakan aktivitas menelan, kerusakan
komunikasi.
Klien (Tn. T) sudah dilakukan pemeriksaan rontgen thorak dengan hasil
normal (t.a.k): corakan paru normal, tidak ada fraktur iga, ukuran jantung
dalam batas normal. Pemeriksaan analisa gas darah dengan hasil pH=
7,392, PCO2= 30,7, PO2= 205,1, HCO3= 18,3, O2 saturasi= 99,4, BE=
-5,4, total CO2= 19,2, CT Scan, pemeriksaan darah lengkap (elektrolit
hasil normal) dengan hasil natrium= 139 mmol/l, kalium= 4,80 mmol/l,
klorida= 108 mmol/l. Hal ini sesuai dengan teori terhadap pelaksanaan
klien dengan cedera kepala. Namun, pada klien (Tn. T) belum dilakukan
pemeriksaan angiografi serebral.
Klien (Tn. T) diagnosa mengalami cedera kepala berat (CKB). Hal ini
sesuai dengan teori yang menyatakan cedera kepala berat bila GCS <8,
kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam bahkan
sampai berhari-hari. Pada klien terlihat dari pengkajian disability klien
yang didapatkan kesadaran stupor, GCS:6 E: 2, M: 2, V:1.
78
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut
North
American
Nursing
Diagnosis
Association
asuhan
keperawatan
yang
di
rumuskan
dengan
tepat
79
setelah
untuk
diagnosa
bersihan
jalan
tidak
efektif
adalah
proses
ambulasi,
mengkaji
tanda-tanda
kerusakan
kulit,
laboratorium
(terutama
Hb,Ht,Leukosit),
melakukan
pucat,
diaphoresis,
82
83
dibesihkan dengan NaCl 0,9% dan betadine 70%, badan masih tampak
kotor oleh darah kering, Hb:, Ht:, leukosit, trombosit:, pus (-). Evaluasi
diagnosa risiko penambahan cedera adalah cedera tambahan tidak
bertambah yang dilihat dari refleks (+/+), pupil : isokor, RR: dengan
ventilator, muntah proyektil (-), kesadaran: stupor, GCS: 5, E:1, M:3, V: 1,
RR: dengan ventilator PSIMV 12 bpm, FiO2 80%, PSV 5, PEEP 5, TD:
101/59 mmHg, N: 99 x /menit, kuat dan teratur, S: 36.3 0C, pucat (+),
diaphoresis (-), hematuria (-), bed side rell terpasang. Begitu pula dengan
diagnosa keperawatan resiko infeksi dengan analisis infeksi tidak terjadi
yang dilihat dari data obektif edema (-), kemerahan (-), kulit teraba
normal, pus (-), TD: 101/59 mmHg, N: 99 x /menit, kuat dan teratur, S:
36.30C.
Evaluasi dari diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif dengan
analisa bersihan jalan nafas efektif yang didapatkan dari hasil data objektif
yaitu: gurgling (-), stridor (-), ronchi (-/-), wheezing (-/-), penggunaan otot
bantu nafas (-), nafas cuping hidung (-), pengembangan dada simetris,
nafas dengan alat bantu Ventilator PSIMV 12 bpm, FiO2 80%, PSV 5,
PEEP 5. Evaluasi dari diagnosa pola nafas tidak efektif dengan analisa
pola nafas efektif yang didapatkan dari hasil data objektif yaitu: gurgling
(-), stridor (-), ronchi (-/-), wheezing (-/-), penggunaan otot bantu nafas (-),
nafas cuping hidung (-), pengembangan dada simetris, nafas dengan alat
bantu Ventilator PSIMV 12 bpm, FiO2 80%, PSV 5, PEEP 5, hasil lab
AGD: pH : 7.373, PCO2 : 39.2, PO2 : 98.1, HCO3 : 26.7, O2 saturasi :
98.7, BE (Base Excess) : -2.3, Total CO2: 20.0 (normal). Evaluasi dari
diagnosa risiko tinggi gangguan perfusi jaringan serebral dengan analisa
perfusi jaringan serebral tidak adekuat yang didapatkan dari hasil data
objektif yaitu: TD: 101/59 mmHg, N: 99 x /menit, S: 36.3 0C, P: dengan
ventilator , refleks +/+, kesadaran stupor, GCS: 5, E: 1, M:3, V:1, masih
terdapat perdarahan pada luka diatas bibir dan dahi sebelah kanan, muntah
proyektil (-), papil edema (-), nyeri kepala tidak dapat dinilai. Evaluasi
dari diagnosa risiko tinggi gangguan perfusi jaringan perifer dengan
analisa perfusi jaringan perifer tidak adekuat yang didapatkan dari hasil
84
data objektif yaitu: kesadaran : stupor, GCS: 5, E: 1, M:3, V:1, TD: 95/67
mmHg, N: 105 x /menit lemah dan cepat, S: 36.3 0C, P: dengan ventilator ,
refleks +/+, nadi perifer kuat dan teratur, pengisian kapiler < 2 detik, akral
hangat, turgor kulit baik, mukosa lembab, sianosis (-), pucat (+), EKG :
sinus takikardi. Evaluasi dari diagnosa kerusakan integritas kulit dengan
analisa integritas kulit dapat dipertahankan yang didapatkan dari hasil data
objektif yaitu: luka sobek di atas bibir dan dahi, luka dibesihkan dengan
NaCl 0,9% dan betadine 70%, badan masih tampak kotor oleh darah
kering, hemoglobin: 7.7 (rendah), hematokrit: 25 (rendah), leukosit: 7.9 ,
trombosit: 183, eritrosit: 2.73 (rendah). Evaluasi dari diagnosa risiko
penambahan cedera dengan analisa cedera tambahan tidak terjadi yang
didapatkan dari hasil data objektif yaitu: refleks (+/+), pupil : isokor, RR:
dengan ventilator, muntah proyektil (-), kesadaran: stupor, GCS: 5, E:1,
M:3, V: 1, RR: dengan ventilator PSIMV 12 bpm, FiO2 80%, PSV 5,
PEEP 5, TD: 101/59 mmHg, N: 99 x /menit, kuat dan teratur, S: 36.3 0C,
pucat (+), diaphoresis (-), hematuria (-), bed side rell terpasang. Evaluasi
dari diagnosa risiko tinggi infeksi dengan analisa infeksi tidak terjadi yang
didapatkan dari hasil data objektif yaitu: edema (-), kemerahan (-), kulit
teraba normal, pus (-), TD: 95/67 mmHg, N: 105 x /menit, lemah dan
cepat, S: 36.30C
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Klien (Tn. T) mengalami cedera kepala yang disebabkan oleh adanya
trauma karena kecelakaan. Berdasarkan etiologi dari cedera kepala, klien masuk
ke dalam cedera karena benda tumpul karena menyebabkan cedera setempat &
85
86