PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Teknologi produksi obat tradisional di Indonesia mulai berkembang.
Sebagian besar perusahaan obat tradisional kini tidak lagi memproduksi obat
dalam bentuk sediaan tradisional seperti bentuk rajangan dengan bahan dasar
simplisia, namun dalam bentuk sediaan obat modern seperti tablet atau kapsul
yang menggunakan ekstrak sebagai bahan dasarnya. Perkembangan yang cukup
pesat ini perlu didukung dengan pembuktian secara ilmiah mengenai mutu,
khasiat dan keamanan obat tradisional sebagai fitofarmaka. Kegiatan isolasi
kandungan aktif dan standarisasi ekstrak merupakan suatu upaya dalam
pengembangan obat tradisional (Yuliani, 2001).
Ekstrak merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani dengan menggunakan
pelarut yang sesuai (Anonim, 1995). Ekstraksi adalah kegiatan penarikan
kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat
larut dengan pelarut cair (Anonim, 2000).
sebagai obat tradisional karena pada umumnya komponen bioaktif yang ada
dalam tumbuhan berada dalam jumlah kecil, sedangkan ekstrak mengandung
sebagian besar zat aktif yang diharapkan dan lebih sedikit zat ballast sehingga
diharapkan aktivitas biologisnya lebih tinggi dan lebih mudah dikontrol mutunya.
Salah satu kriteria ekstrak yang baik adalah mengandung senyawa aktif
yang diharapkan dalam kuantitas dan kualitas. Pemilihan pelarut dalam proses
penyarian merupakan faktor yang berpengaruh dalam menghasilkan ekstrak yang
1
baik. Carian pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang optimal
untuk mengekstraksi senyawa aktif sehingga senyawa tersebut dapat dipisahkan
dari senyawa lainnya, serta hanya mengandung sebagian besar senyawa
kandungan yang diinginkan (Anonim, 2000).
Komposisi pelarut merupakan salah satu penentu efektivitas pelarut dalam
melakukan ekstraksi. Komposisi pelarut optimal dapat dicari dengan metode
Simplex Lattice Design (SLD), salah satu metode yang umum digunakan dalam
proses optimasi di berbagai bidang, diantaranya dalam pengolahan makanan,
formulasi kimia, tekstil, serta obat-obatan farmasi. Metode SLD berisi rumusan
perhitungan matematis yang dapat menentukan komposisi pelarut optimal untuk
mendapatkan ekstrak dengan parameter mutu paling tinggi sehingga trial and
error yang menyita waktu tidak perlu dilakukan (Bondari, 2005).
Bahan baku yang digunakan pada sediaan farmasi seperti kapsul dan tablet
pada umumnya berbentuk ekstrak kering. Ekstrak yang masih kental cenderung
kurang homogen dan masih lengket sehingga kesulitan dalam penanganan dan
penentuan dosis (Sembiring, 2009).
Salah satu tanaman yang sering digunakan dalam pengobatan tradisional
adalah sambung nyawa (Gynura Procumbens (Lour.) Merr.). Daun sambung
nyawa telah banyak dimanfaatkan secara luas untuk pengobatan berbagai masalah
kesehatan, antara lain sebagai obat kanker (Meiyanto, 1996), demam, ruam,
penyakit ginjal, sakit kepala, konstipasi, tekanan darah tinggi, dan diabetes
melitus (Perry, 1980). Penelitian Sudarto dan Pramono (1985) melaporkan
senyawa yang bertanggung jawab atas aktivitas farmakologi tersebut adalah
C. Tujuan Penelitian
1. Menentukan komposisi pelarut yang dapat menyari daun sambung nyawa secara
optimal sehingga menghasilkan ekstrak kering dengan kadar air, kandungan
flavonoid total, fenolik, dan aktivitas antioksidan paling optimal.
2. Menguji korelasi flavonoid total dan fenolik total yang terkandung dalam ekstrak
kering daun sambung nyawa terhadap aktivitas antioksidannya.
D. TINJAUAN PUSTAKA
1. Sambung Nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.)
a. Sistematika tanaman
: Spermatophyta
Sub divisio
: Angiospermae
Classis
: Dicotyledonae
Ordo
: Aserales (Compositae)
Familia
: Asteraceae (Compositae)
Genus
: Gynura
Spesies
b. Nama daerah
Ada beberapa nama daerah yang digunakan untuk menamai tanaman ini
yaitu: daun dewa atau beluntas cina (Heyne, 1987), sambung nyawa atau
ngokilo (Anonim, 1989), akar sebiak di Malaysia dan sabungai di Filipina
(Wiart, 2006).
c. Morfologi
Tanaman G. procumbens merupakan perdu tegak (bila masih muda)
dapat memanjat atau merambat. Tumbuh sebagai semak, pagar tepi hutan,
hutan yang tembus cahaya, lapangan rumput (lading), sepanjang sungai, dan
daerah kosong yang ada di dataran Asia Tenggara pada permukaan laut sampai
ketinggian 1500 mdpl (Wiart, 2006). Bila daunnya diremas berbau aromatis.
Batangnya segi empat, beruas-ruas, panjang ruas dari pangkal ke ujung makin
pendek, ruas berwarna hijau dengan bercak ungu. Daun bervariasi bentuknya
bulat telur sampai lonjong, lanset dengan pangkal membulat atau juga
menyempit, ujungnya tumpul atau runcing, bertepi rata atau berlekuk,
menyirip membagi, meririp tidak teratur, bergerigi kasar. Tangkai daun
panjang 0,5-3,5 cm, helaian daun bagian atas berwarna hijau muda dan
mengkilap, kedua permukaan daun berambut pendek. Tulang daun menyirip,
tulang dari helaian daun bawah menonjol dan jelas. Pada tiap pangkal ruas
kaemferol-3-O-rutinosida,
rutin,
asam
tinggi,
dan
diabetes
mellitus
(Perry,
1980).
Studi
farmakologi
bervariasi terdiri dari kombinasi tambahan bahan (Bolton, 1997). Persamaan SLD
untuk dua komponen atau faktor adalah:
Y = a [A] + b [B] + ab [A] [B]
Keterangan:
Y
a; b; ab
[A] dan [B]
(1)
= hasil percobaan
= koefisien yang dihitung berdasarkan hasil percobaan
= komponen yang jumlahnya harus satu bagian
Untuk penerapan dua komponen atau faktor perlu dilakukan minimal tiga
percobaan yaitu percobaan yang menggunakan 100%A, 100%B, dan campuran
50%A dan 50%B.
4. Spray drying
Spray drying merupakan proses pengeringan dengan cara memaparkan
partikel cairan (droplet) pada semburan gas panas dengan suhu lebih tinggi dari
suhu droplet. Suhu yang tinggi menyebabkan terjadinya penguapan cairan droplet
sehingga terbentuk partikel yang kering (Shabde, 2006). Spray drying telah
digunakan untuk membuatan bahan pengisi tablet dengan metode kempa langsung
(Limwong dkk., 2004; Hauschild dan Freyer, 2004).
Spray drying merupakan proses yang ekonomis karena langsung
menghasilkan serbuk dari larutan dan mengurangi langkah-langkah seperti
kristalisasi, presispitasi, pengeringan, dan pengurangan ukuran partikel. Adanya
pengurangan langkah-langkah tersebut dapat mengurangi biaya peralatan, pekerja,
tempat dan kemungkinan terjadinya kontaminasi (Rudnic dan Scharwtz, 2000).
Perusakan produk karena panas umumnya jarang terjadi karena pemaparan
material dengan panas terjadi dalam waktu singkat (Anonim, 2007). Oleh karena
10
itu spray drying dapat digunakan untuk material yang sensitif terhadap panas
(Rudnic dan Kottke, 1996).
Prinsip dasar proses spray drying terdiri dari tiga tahapan, yaitu:
a. Atomisasi
Atomisasi merupakan tahap pembentukan droplet. Cairan (feed) ditekan oleh
pompa untuk melewati suatu celah hingga cairan terpecah menjadi fine
droplets. Perbedaan tekanan yang diberikan menentukan diameter rata-rata
droplet yang terbentuk. Serbuk hasil spray drying mayoritas berupa partikel
spheris, berpori, dan masing-masing memiliki ukuran yang identik (Bolhuis
dan Chowhan, 1996; Shaw, 1997). Sistem spray drying yang ada secara
komersial, proses atomisasinya menggunakan salah satu dari beberapa bentuk
energi di bawah ini, yaitu:
1) Energi Sentrifugal
Centrifugal atomizer umumnya beroprasi dengan cakram diameter 5-50
cm dengan kecepatan putar 5000-25000 rpm. Jenis atomizer ini
menghasilkan droplet dengan variasi ukuran sekitar 15 m, tergantung
jumlah energi yang ditransmisikan pada larutan (Shaw,1997).
2) Energi Kinetik
Energi kinetik diaplikasikan dalam bentuk two-fluid. Dalam teknik ini,
atomisasi terjadi melalui interaksi antara larutan (feed) dengan udara
bertekanan. Ukuran droplet dipengaruhi oleh rasio aliran udara dan cairan
(Shaw, 1997).
3) Energi Tekanan
11
Dalam teknik ini, liquid feed ditekan oleh suatu pompa dan dikeluarkan
melalui nozzle secara paksa, kemudian dipecah menjadi droplet halus.
Ukuran droplet dipengaruhi besarnya tekanan udara (Shaw, 1997).
4) Energi Sonik dan Vibrasi
Keuntungan sonic nozzle adalah beroprasi pada tekanan yang rendah dan
memiliki saluran alir yang lebar, sehingga memungkinkan untuk
digunakan pada material yang abrasif dan korosif (Celik dan Wendel,
2005).
b. Spray-air contact dan evaporasi
Cairan yang diatomisasi harus mengalami interaksi dengan aliran udara panas
sehingga terjadi evaporasi yang merata pada seluruh permukaan droplet. Fase
interaksi ini terjadi dalam suatu tabung yang disebut drying chamber. Aliran
udara panas dialirkan ke dalam chamber oleh air dispenser, yang memastikan
udara mengalir secara merata ke seluruh bagian chamber (Celik dan Wendel,
2005). Secara terpisah dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Spray-air contact
Tahapan dimana droplet terpapar dengan udara panas merupakan tahapan
kritis dalam operasi spray-drying. Kontak antara tetesan dengan udara
panas ditentukan oleh posisi atomizer yang terhubung dengan udara inlet.
Udara inlet dialirkan ke dalam drying chamber melalui air dispenser.
Udara yang masuk ke dalam dispenser harus tercampur dengan baik dan
tidak memiliki gradient temperatur (Celik dan Wendel, 2005).
2) Evaporasi
12
13
14
Flavonoid
berdasarkan
penambahan
rantai
oksigen
15
16
17
Metode ini berdasarkan prinsip reaksi redoks dalam suasana basa, yakni adanya
senyawa fenolik akan dioksidasi oleh reagen asam fosfomolibdat-tungstat
menghasilkan produk senyawa berwarna yang dapat diukur absorbansinya pada
panjang gelombang maksimal 745-750 nm. Warna biru yang terbentk akan
semakin pekat setara dengan konsentrasi ion fenolat yang terbentuk, artinya
semakin besar konsentrasi senyawa fenolik maka semakin banyak ion fenolat
yang akan mereduksi asam heteropoli sehingga warna biru yang dihasilkan
semakin pekat (Singleton & Rossi, 1985)
8. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometer merupakan suatu alat analisis yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis suatu jalur larutan dengan menggunakan
monokromater
sistem prisma
atau
kisi
difraksi
dan detektor
fotosel.
18
=
=
=
=
=
=
(2)
Absorban
Intensitas sinar yang datang
Intensitas sinar yang diteruskan
Absrotivitas
Tebal larutan (cm)
Konsenstrasi
(Gandjar & Rohman, 2010)
9. Aktivitas Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang mampu menghilangkan,
menangkap (scavenging), menahan pembentukan maupun meniadakan efek
spesies oksigen reaktif (Lautan, 1997). Penurunan produksi antioksidan terjadi
seiring bertambahnya usia seseorang dan menyebabkan antioksidan tidak cukup
dalam melawan radikal bebas yang ada dalam tubuh. Oleh karena itu, dibutuhkan
antioksidan yang dikonsumsi dari luar. Antioksidan tersebut akan merangsang
respon ion tubuh sehingga menghancurkan radikal bebas, mempertahankan
kelenturan pembuluh darah, mempertahankan jaringan otak, dan mencegah kanker
(Dalimartha dan Soedibyo, 1999).
Antioksidan dapat berasal dari antioksidan sintetik maupun antioksidan
alami. Penelitian antioksidan alami lebih banyak dikembangkan karena hasil
penelitian menunjukkan bahwa antioksidan sintetik seperti BHT (Butylated
Hydroxy Toluena) beracun dan bersifat karsinogenik (Takashi dan Takayuni,
1997). Kebanyakan sumber antioksidan alami adalah tumbuhan dan umumnya
merupakan senyawa fenolik yang tersebar di seluruh bagian tumbuhan baik di
kayu, biji, daun, buah, akar, bunga maupun serbuk sari (Sarastani, dkk., 2002).
Senyawa fenolik atau polifenolik antara lain dapat berupa golongan flavonoid.
19
(3)
20
E. Landasan Teori
Tanaman G. procumbens daunnya mengandung senyawa flavonoid, sterol
tidak jenuh, triterpen, polifenol dan minyak atsiri (Sudarto dan Pramono, 1985).
Penelitian Suganda dkambark. (1985) menyebutkan bahwa tanaman ini
mengandung senyawa flavonoid, tannin, saponin, steroid, triterpenoid, asam
klorogenat, asam kafeat, asam vanilat, asam p-kumarat, asam-p-hidroksi benzoat
(Suganda dkk., 1985). Penelitian Tan dkk. (2013) melaporkan komponen aktif dari
G. procumbens adalah senyawa flavonol dan asam fenolat yang dapat
diidentifikasi
diantaranya
kaempferol,
kuersetin,
kaempferol-3-O--D-
glukopiranosida, kaempferol-3-O-rutinosida, rutin, asam klorogenat dan asam 3,5dikafeoilquinat metil ester. Kemampuan flavonoid dan fenolik sebagai antioksidan
telah banyak diteliti, dimana flavonoid dan fenolik memiliki kemampuan untuk
mereduksi radikal bebas dan juga sebagai anti radikal bebas (Giorgio, 2000).
Senyawa-senyawa aktif dalam daun sambung nyawa dapat disari dengan
baik bila digunakan pelarut yang optimal. Penyari yang paling umum digunakan
dalam industri obat alam adalah etanol. Optimalisasi penyarian menggunakan
perbandingan jumlah etanol dan air tergantung pada bahan yang akan disari
(Anonim, 1986). Ion anorganik atau senyawa organik polar sebagian besar akan
tersari oleh air, sedangkan senyawa organik nonpolar sebagian besar akan tersari
oleh pelarut organik sesuai dengan prinsip like dissolves like yang berarti
senyawa polar akan mudah larut dalam pelarut polar, dan sebaliknya (Sudjadi,
1988).
21
F. Hipotesis
1. Pelarut dengan perbandingan komposisi etanol: air yang optimal dapat menyari
senyawa aktif dalam daun sambung nyawa sehingga menghasilkan ekstrak yang
22
memiliki kadar air, kandungan fenolik total, flavonoid total, dan aktivitas
antioksidan yang optimal.
2. Kandungan flavonoid total dan fenolik total sebagai respon dalam optimasi