PENDAHULUAN
Sejalan dengan amanat UU No. 22 Tahun 1999, kebijakan otonomi daerah
diberikan dengan memberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab
kepada Daerah, disamping prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat serta
pengembangan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 1
Wewenang merupakan faktor penting dan mendasar dalam hal pembentukan
regulasi dan atau keputusan tata usaha negara (KTUN). Dalam kepustakaan hukum
administrasi, soal wewenang selalu menjadi bagian penting dan bagian awal hukum
administrasi, karena obyek hukum administrasi adalah wewenang pemerintahan
(bestuursbevoegdheid).2 Dalam konsep hukum publik, wewenang merupakan konsep
inti dalam hukum tata negara dan hukum administrasi.3 Dalam hukum tata negara,
wewenang (bevoegdheid) dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht).
Dengan demikian dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan erat dengan
kekuasaan.4
Sebagai suatu konsep hukum publik, wewenang terdiri atas sekurangkurangnya tiga komponen, yaitu :
a.
Pengaruh;
b.
Dasar Hukum;
c.
Konformitas Hukum.5
Komponen pengaruh bermakna bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan
untuk mengendalikan perilaku subyek hukum. Komponen dasar hukum bermakna
bahwa wewenang itu harus selalu dapat ditunjuk dasar hukumnya dan komponen
konformitas hukum, bermakna adanya standar wewenang yakni standar umum (untuk
semua jenis wewenang) dan adanya standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu). 6
Ruang lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang untuk
membuat keputusan pemerintahan (besluit), tetapi juga semua wewenang dalam
rangka melaksanakan tugasnya.7 Wewenang pemerintahan perolehannya dapat terjadi
dengan : atribusi, delegasi, mandat dan atau karena kerja sama.8
Suatu produk hukum yang tidak didasarkan atas wewenang secara tepat dan
benar, dapat berakibat produk hukum yang bersangkutan cacat hukum, yang nota bene
dapat berakibat batal, baik batal mutlak, batal demi hukum maupun dapat dibatalkan.
Penggunaan wewenang secara tidak tepat dan tidak benar tersebut dapat terjadi
antara lain karena :
a. Tidak bersendikan wewenang (on bevoegdheid);
b. Sewenang-wenang (willekeur);
c. Menyalahgunakan wewenang (detournement de pavoir);
d. Melampui batas wewenang (ultra vires)
Salah satu bentuk pengembangan peran dan fungsi DPRD adalah dengan cara
pemilihan dan penetapan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah melalui proses
yang seluruhnya dilaksanakan oleh DPRD, serta melalui pertanggungjawaban Kepala
Daerah kepada DPRD.9
Pada prinsipnya pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD
merupakan kewajiban Pemerintah Daerah untuk menjelaskan kinerja penyelenggaraan
pemerintahan kepada masyarakat.10
Untuk menjaga kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan daerah, pada
prinsipya masa jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah 5 (lima)
1
DEMOKRATISASI PEMERINTAHAN
Kepustakaan yang membahas tentang demokratisasi pemerintahan
memaparkan bahwa keterbukaan sebagai salah satu syarat minimum demokrasi
pemerintahan yang merupakan suatu conditio sine qua non. Salah satu diantaranya
adalah buku yang berjudul : Beginselen van de democratische rechtsstaat yang
ditulis Prof. M.C. Burkens, et al. Dalam tulisannya tersebut dipaparkan tentang syarat
minimum untuk adanya demokrasi dua persyaratan penting diantaranya adalah :
a.
Badan Perwakilan Rakyat mempengaruhi pengambilan keputusan melalui sarana
(mede) beslissings recht (hak untuk ikut memutuskan) dan atau melalui
wewenang pengawasan;
b.
Asas keterbukaan dalam pengambilan keputusan dan sifat keputusan yang
terbuka.15
Tanpa keterbukaan tidak mungkin ada peran serta masyarakat. Berbagai
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang peran serta masyarakat antara
lain :
UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 24 Tahun
1992 Tentang Penataan Ruang, UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Untuk dapat memahami dan mempertajam konsep keterbukaan dan peran serta
masyarakat dalam pembentukan regulasi dan keputusan tata usaha negara (KTUN) dan
praktek penyelenggaraan pemerintahan, kiranya dipandang perlu untuk dilakukan
pendekatan perbandingan (comparative approach) dengan hukum tata negara dan
hukum administrasi Belanda.
Keterbukaan baik openheid maupun openbaarheid (openheid adalah
suatu sikap mental berupa kesediaan untuk memberi informasi dan kesediaan untuk
2
DALAM
MENGKRITISI
KINERJA
dan berhak ikut memutuskan (medebeslissingsrect) atas suatu regulasi atau KTUN,
termasuk penilaian terhadap pertanggungjawaban Bupati.
Dalam bidang hukum pidana, peran serta masyarakat telah diatur secara
konkret sebagai berikut :
(1) Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi;
(2) Peran serta masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk :
a. Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah
terjadi tindak pidana korupsi;
b. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan
memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi
kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;
c. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada
penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;
d. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang
diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari;
e. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal :
1)
melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c tersebut
diatas;
2)
diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan dan disidang pengadilan
sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.29
IV.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
LP-AMJ merupakan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugastugas umum pemerintahan dan pembangunan yang merupakan kinerja
Bupati selama masa jabatan Bupati, berdasarkan tolok ukur Renstra. LPAMJ dibacakan oleh Bupati di depan sidang Paripurna DPRD, paling
lambat 2 (dua) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Bupati. Setelah
dibacakan oleh Bupati, dokumen LP-AMJ diserahkan kepada DPRD, untuk
selanjutnya dilakukan penilaian sesuai dengan mekanisme dan peraturan
perundangan yang berlaku. Penilaian DPRD atas LP-AMJ Bupati
disampaikan paling lambat selesai 1 (satu) bulan setelah dokumen LP-AMJ
diterima oleh DPRD. Apabila sampai dengan 1 (satu) bulan setelah
diterimanya dokumen LP-AMJ oleh DPRD, ternyata DPRD belum dapat
memutuskan penilaiannya, maka LP-AMJ yang bersangkutan dianggap
diterima.41
LP-AMJ Bupati dapat ditolak, apabila terdapat perbedaan yang nyata
antara pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang merupakan
penyimpangan yang alasannya tidak dapat dipertanggungjawabkan
berdasarkan tolok ukur Renstra. Penilaian atas LP-AMJ Bupati dilaksanakan
dalam Rapat Parpurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3
(dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD. Penolakan DPRD dilakukan
dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah
anggota DPRD yang hadir, yang terdiri dari seluruh Fraksi. Apabila LPAMJ Bupati ditolak, maka Bupati dan Wakil Bupati yang bersangkutan
tidak dapat dicalonkan kembali sebagai calon Bupati dan calon Wakil
Bupati untuk masa jabatan berikutnya. 42
2.3. Laporan Pertanggungjawaban untuk Hal Tertentu (LP-HT)
LP-HT merupakan keterangan sebagai wujud pertanggungjawaban
Bupati yang berkaitan dengan dugaan atas perbuatan pidana Bupati dan atau
Wakil Bupati yang oleh DPRD dinilai dapat menimbulkan krisis kepercayaan
publik yang luas. Bupati atau Wakil Bupati dapat dipanggil oleh DPRD atau
dengan inisiatif sendiri untuk memberikan keterangan atas dugaan perbuatan
pidana. Pemanggilan Bupati dalam hal ada dugaan melakukan perbuatan
pidana, dilakukan atas permintaan sekurang-kurangnya 1/3 (sepertiga) dari
seluruh anggota.43
DPRD mengadakan Sidang Paripurna untuk membahas keterangan
yang disampaikan Bupati dan atau Wakil bupati atas dugaan telah melakukan
perbuatan pidana, paling lambat 1 (satu) bulan sejak Bupati dan atau Wakil
Bupati memberikan keterangan. DPRD dapat membentuk Panitia Khusus
(PANSUS) untuk menyelidiki kebenaran keterangan yang disampaikan
Bupati dan atau Wakil Bupati. Berdasarkan hasil penyelidikan PANSUS,
DPRD dapat mengambil kebuputusan untuk menerima atau menolak
keterangan Bupati atau Wakil Bupati untuk hal tertentu.44
Apabila DPRD menolak keterangan Bupati dan atau Wakil Bupati
sehubungan dengan adanya dugaan telah melakukan perbuatan pidana, DPRD
menyerahkan penyelesaiannya kepada pihak yang berwenang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelidikan dapat dilakukan
setelah mendapat izin dari Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah bagi
Bupati. Apabila Bupati dan atau Wakil Bupati berstatus sebagai terdakwa,
Menteri Dalam Negeri dan otonomi Daerah memberhentikan sementara
8
Bupati dan atau Wakil Bupati dari jabatannya. Apabila keputusan pengadilan
telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menyatakan Bupati dan atau
Wakil Bupati tidak bersalah, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah
mencabut pemberhentian sementara serta merehabilitasi nama baik Bupati
dan atau Wakil Bupati.45
3. Beberapa Aspek Pertanggungjawaban Kepala Daerah
Sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999, kebijakan otonomi daerah
dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung
jawab kepada daerah, disamping prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat
serta pengembangan peran dan fungsi DPRD. Salah satu bentuk pengembangan
peran dan fungsi DPRD adalah melalui pertanggungjawaban Kepala Daerah
kepada DPRD.
Pada dasarnya pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD
merupakan kewajiban Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menjelaskan kinerja
penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat.
Khusus mengenai laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran (LPATA) Kepala Daerah terdiri atas :
a. Laporan Perhitungan APBD;
b. Nota Perhitungan APBD;
c. Laporan Aliran Kas;
d. Neraca Daerah.
Keempat aspek tersebut dilengkapi dengan penilaian kinerja berdasarkan tolok
ukur Renstra, yang didasarkan pada indikator :
a.
Dampak : bagaimana dampaknya terhadap kondisi makro yang ingin dicapai
berdasarkan manfaat yang dihasilkan.
b.
Manfaat : bagaimana tingkat kemanfaatan yang dapat dirasakan sebagai
nilai tambah masyarakat, maupun pemerintah.
c.
Hasil
: bagaimana tingkat pencapaian kinerja yang diharapkan terwujud
berdasarkan keluaran (output) kebijakan atau program yang sudah
dilaksanakan.
d.
Keluaran : bagaimana bentuk produk yang dihasilkan langsung oleh
kebijakan atau program berdasarkan masukan (input) yang
digunakan.
e.
Masukan : bagaimana tingkat atau besaran sumber-sumber yang digunakan
sumber daya manusia, dana, material, waktu, teknologi dan
sebagainya.46
V.
a.
a.
h.
VI.
PENUTUP
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
14
Catatan :
1
PP No. 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah,
Penjelasan Umum
2
Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, dalam Yuridika No. 5 dan 6 Tahun XII, SepDes 1997, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 1997, hal. 1
3
F.A.M. Stroink-J.G. Steenbeek, Inleiding in het Staats-Administratiefrecht, Samson,
1983, hal. 26, Philipus M. Hadjon, ibid., hal. 1
4
Henc van Maarseven, Bevoegdheid, dalam P.W.C. Akkormans et al., Algemene
Begrippen van Staatsrecht, Tjeenk Willink, Zwolle, 1985, hal. 47, Philipus M. Hadjon, ibid.,
hal. 1
5
Henc van Maarseven, ibid., hal. 49, Philipus M. Hadjon, ibid., hal. 1
6
Philipus M. Hadjon, ibid., hal. 1-2
7
ibid., hal. 2
8
ibid., hal. 2
9
PP No. 108 Tahun 2000, Penjelasan Umum, op. cit.,
10
ibid.,
11
ibid.,
12
ibid.,
13
ibid.,
14
ibid.,
15
M.C. Burkens, et al., Beginselen van de democratische rechtsstaat, W.E.J. Tjeenk
Willink, Zwolle in samenwerking met het Nederlands Institut voor Sociale en Economisch
Recht, NISER, 1990, hal. 82, Philipus M. Hadjon, Keterbukaan Pemerintahan dan Tanggung
Gugat Pemerintah, makalah disampaikan pada seminar Hukum Nasional ke-VI dengan thema
Reformasi Hukum Menuju Masyarakat Madani, Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Kehakiman Republik Indonesia, Jakarta, 12-15 Oktober 1999, hal. 3
16
P. De Haan, et al., Bestuursrecht in Sociale Rechtsstaat, deel 2 Bestuurshandelingen
en waarborgen, Kluwer Deventer, 1986, hal. 122, Philipus M. Hadjon, 1999, op. cit., hal. 4
17
P. De Haan, et al., ibid., hal. 140, Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 6
18
Van Wijk-Konijnenbelt, Hofstukken van administratiefrecht, vijfde druk, Vuga, 1984,
S-Gravenhage, 1984, hal. 42, Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 6
19
P. De Haan, et al., op. cit., hal. 124, Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 6
20
M.C. Burkens, et al., op. cit., hal. 94, Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 6-7
21
Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 7
22
Duk-Loeb-Nicolai, Bestuursrecht, Bowar-boek, 1981, hal. 157, Philipus M. Hadjon,
1999, ibid., hal. 7
23
Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 9
24
P. De Haan, et al., op. cit., hal. 138, Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 8
25
Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 8
26
P. De Haan, et al., op. cit., hal. 137, Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 9
27
Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 9
28
ibid.,
29
UU No. 31 Tahun 1999, op. cit., Pasal 41
30
Darji Darmodiharjo dan Sidharta, 1995, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan
Bagaimana Filsafat Indonesia, PT. Gramedia Utama, Jakarta, hal. 210
31
PP No. 108 Tahun 2000, op. cit., Pasal 1
32
ibid., Pasal 2 jis. Pasal 3 jis. Pasal 4
33
ibid., Pasal 5 jo. Pasal 6
34
ibid., Pasal 7
15
35
ibid., Pasal 8
ibid., Pasal 9
37
ibid., Pasal 10
38
ibid., Pasal 11 jo. Pasal 12
39
ibid., Pasal 13 jo. Pasal 14
40
ibid., Pasal 15 jo. Pasal 16
41
ibid., Pasal 17 jo. Pasal 18
42
ibid., Pasal 19 jo. Pasal 20
43
ibid., Pasal 21 jo. Pasal 22
44
ibid., Pasal 23 jo. Pasal 24
45
ibid., Pasal 25 dan Pasal 26
46
ibid., Penjelasan Pasal 5
47
PP No. 105 Tahun 2000 Tentang Pengolahan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Daerah, Pasal 8
48
PP No. 108 Tahun 2000, op. cit., Pasal 4
49
I Made Suwandi, 2001, Sistem Dan Mekanisme Pelaporan Pertanggung Jawaban
Kepala Daerah (Sebagai Implikasi dari UU 22 / 1999, PP 108 / 2000, PP 105 / 2000 dan PP
56 / 201), makalah, Jakarta, hal. 8
50
ibid.,
51
ibid.,
52
ibid.,
53
ibid., hal. 8-9
54
ibid., hal. 9
55
ibid.,
56
ibid.,
57
ibid., hal. 10
58
ibid., hal. 9-10
59
ibid., hal. 10
60
ibid.,
61
ibid.,
62
ibid.,
63
ibid., hal. 11
64
ibid., hal. 11-12
65
ibid., hal. 12
66
ibid.,
67
ibid.,
68
ibid., hal. Hal. 13
69
ibid.,
70
ibid.,
71
PP No. 56 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Penjelasan
Umum
72
I Made Suwandi, op. cit., hal. 14
73
PP No. 56 Tahun 2001, op. cit., Pasal 2 dan Pasal 3
74
ibid., Pasal 4
75
ibid., Pasal 6
76
ibid., Pasal 7
77
ibid., Pasal 9 dan Pasal 10
36
16
Daftar Pustaka :
Akkormans, P.W.C., et al., 1983, Algemene Begrippen van Staatsrecht, Tjeenk Willing,
Zwolle
Burkens, M.C., et al., 1990 Beginselen van de democratische rechtsstaat, W.E.C. Tjeenk
Willing, Zwolle
Darji Darmodiharjo dan Sidharta, 1995, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana
Filsafat Indonesia, PT. Gramedia Persada Utama, Jakarta.
De Haan, P. et al., 1986Bestuursrecht in Sociale Rechtsstaat, deel 2 Bestuurshandelingen en
waarborgen, Kluwer Deventer
Hadjon, Philipus M., 1999, Keterbukaan Pemerintahan dan Tanggung Gugat Pemerintah,
makalah disampaikan pada seminar Hukum Nasional ke-VI dengan thema Reformasi
Hukum Menuju Masyarakat Madani, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen
Kehakiman Republik Indonesia, 12-15 Oktober 1999, Jakarta
Konijnenbelt, Van Wijk, 1984, Hofstukken van administratiefrecht, vijfde druk, Vuga.
Nicolai-Duk-Loeb, 1981, Bestuursrecht, Bowar-boek
Stroink, F.A.M-Steenbeek, J.G., 1983, Inleiding in het Staats-Administratiefrecht, Samson
Suwandi, I Made, 2001, Sistem Dan Mekanisme Pelaporan Pertanggungjawaban Kepala
Daerah (Sebagai Implikasi UU 22 / 1999, PP 108 / 2000, PP 105 / 2000 dan PP 56 /
2001, Jakarta.
Jurnal/Majalah
Indonesian Law and Administration Review, vol. 1 1995, No. I
Rapport v.d. Commissie inzake algemene bepalingen van administratiefrecht 1984, Algemene
Bepalingen van Administratiefrecht, Samson.
Yuridika, 1997, No. 5 dan 6 Tahun XII, Sep-Des 1997, Fakultas Hukum Universitas
Airlangga, Surabaya
Peraturan Perundang-Undangan
UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang
UU No. 23 Rahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
PP No. 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
PP No. 108 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah
PP No. 56 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Keputusan DPR RI No. 10/DPR-RI/III/82-3 Tentang Tata Tertib DPR RI
17