OLEH
ARI ARDITYA NUGRAHA
1304112430
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca
untuk
memberikan
masukan-masukan
yang
bersifat
membangun
untuk
Penyusun
DAFTAR ISI
Isi
Halaman
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ...........................................................................
1.2.Tujuan .........................................................................................
1.3.Manfaat .......................................................................................
BAB IV
11
11
11
12
3.1.4.Domestikasi ....................................................................
12
13
14
14
15
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
ii
DAFTAR GAMBAR
Isi
Halaman
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Indonesia mempunyai lahan
Tujuan
b.
c.
Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini diharapkan dapat membuka pemikiran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Rawa
Rawa merupakan istilah yang digunakan untuk semua lahan basah yang
senantiasa memiliki kepekaan tergenang air, baik pada kurun waktu tertentu
maupun sepanjang tahun, bervegetasi, baik yang berair tawar, asin maupun payau,
berhutan maupun ditumbuhi tanaman semak. Berdasarkan sumber airnya,
ekosistem rawa di Indonesia dapat dibedakan menjadi rawa pasang surut dan rawa
non pasang surut. Rawa pasang surut meliputi rawa-rawa pesisir yang dipengaruhi
oleh pasang surut air laut dan rawa non pasang surut meliputi rawa-rawa
pedalaman yang tidak dipengaruhi pasang surut air laut. Berdasarkan vegetasinya,
rawa dapat dibedakan menjadi rawa berhutan dan rawa tak berhutan, atau bahkan
berdasarkan jenis vegetasi yang dominan, misalnya rawa bakau, rawa nipah dan
rawa rumput (Kordi, 2008).
Lahan rawa merupakan lahan basah, atau wetland, yang menurut definisi
Ramsar Convention mencakup wilayah marsh, fen, lahan gambut (peatland),
atau air, baik terbentuk secara alami atau buatan, dengan air yang tidak bergerak
(static) atau mengalir, baik air tawar, payau, maupun air asin, termasuk juga
wilayah laut yang kedalaman airnya, pada keadaan surut terendah tidak melebihi
enam meter (Wibowo dan Suyatno, 1997).
Rawa adalah perairan yang cukup luas terdapat di dataran rendah dengan
sumber air berasal dari air hujan atau air laut dan berhubungan atau tidak
berhubungan dengan sungai, relatif tidak dalam, mempunyai dasar lumpur atau
tumbuhan membusuk, terdapat vegetasi baik yang mengapung atau mencuat
maupun tenggelam. Rawa memiliki berbagai macam peran dan manfaat. Ditinjau
dari aspek ekologi, rawa berperan sebagai sumber cadangan air, menyerap dan
menyimpan kelebihan air dari daerah sekitarnya dan akan mengeluarkan cadangan
air tersebut pada saat daerah sekitarnya kering, mencegah terjadinya banjir,
sumber energi, dan sumber makanan nabati maupun hewani (Susanto 2000).
Berdasarkan proses terbentuknya, Rawa dibedakan atas beberapa jenis
antara lain :
a. Rawa Pantai
Rawa pantai adalah jenis rawa yang terdapat di pinggir pantai. Rawa ini
selalu dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pasang surut ini terjadi dua kali
dalam sehari sehingga terbentuklah rawa pantai. Rawa ini banyak ditumbuhi oleh
pohon bakau.
b. Rawa Pinggiran
Terjadi akibat meluapnya air sungai. Rawa sungai ini dapat juga terbentuk
pada daerah bekas aliran yang terpotong akibat proses meandering sungai.
2.2.
perairan
sumberdaya
dimanfaatkan
masyarakat
produsen
oleh
baik
sebagai
mapun
sebagai
tertentu
maupun
masyarakat.
tentunya
dapat
Hal
ini
memberikan
pedalaman
sungai
di
bisa
meningkatkan
pembangunan
pertanian.
Contohnya,
dengan
yang telah dilakukan memberikan dampak yang baik untuk masyarakat ataupun
lingkungan. Seperti halnya pemanfaatan yang dilakukan di daerah rawa yang telah
dipaparkan sebelumnya. Lahan rawa yang telah dimanfaatkan sebagai lahan
pertaniaan atau perikanan akan memberikan dampak yang buruk, terutama
terhadap kualitas air.
Pestisida selain bermanfaat untuk meningkatkan hasil pertanian, ia juga
menghasilkan dampak buruk baik bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Lebih
dari 98% insektisida dan 95% herbisida menjangkau tempat selain yang
seharusnya menjadi target, termasuk spesies non-target, perairan, udara, makanan,
dan sedimen. Aliran permukaan air yang membawa pestisida hingga sungai
membawa dampak yang mematikan bagi kehidupan di perairan, dan dapat
membunuh ikan dalam jumlah besar.
Penerapan herbisida di perairan dapat membunuh ikan ketika tanaman
yang mati membusuk dan proses pembusukan tersebut mengambil banyak
oksigen di dalam air, sehingga membuat ikan kesulitan bernafas. Beberapa
herbisida mengandung tembaga sulfit yang beracun bagi ikan dan hewan air
lainnya. Penerapan herbisida pada perairan dapat mematikan tanaman air yang
menjadi makanan dan penunjang habitat ikan, menyebabkan berkurangnya
populasi ikan.
Penggunaan pellet pada budidaya perikanan yang jumlahnya melampaui
batas tertentu dapat mengakibatkan proses sedimentasi yang tiggi berupa
penumpukan sisa pakan di dasar perairan, limbah tersebut akan menyebabkan
penurunan kualitas perairan (pengurangan pasokan oksigen dan pencemaran air
rawa) yang pada akhirnya mempengaruhi hewan yang dipelihara. Sisa pakan dan
metabolisme dari aktifitas pemeliharaan ikan menjadi penyebab utama
menurunnya fungsi ekosistem rawa yang berakhir pada terjadinya pencemaran,
mulai dari eutrofikasi yang menyebabkan ledakan (blooming) fitoplankton dan
gulma air seperti enceng gondok (Eichornia crassipes),upwelling dan lain-lain
yang yang dapat mengakibatkan organisme perairan (terutama ikan-ikan
budidaya) serta diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air.
Beberapa permasalahan tersebut tentunya harus perhatikan menyangkut
dengan fungsi sebenarnya rawa, yakni sebagai penampung air saat musim
kemarau yang tentunya perlu dijaga kualitas airnya agar dapat dimanfaatkan
secara baik untuk memenuhi kebutuhan.
10
BAB III
UPAYA PENGELOLAAN
3.1.
Pendekatan Teknik
11
penangkapan baik secara parsial maupun total. Bila ada jenis ikan dikhawatirkan
akan punah, atau pada sistem perairan yang luas terjadi penangkapan dengan
intensitas tinggi dan dikhawatirkan terjadi penangkapan lebih (over fishing) atau
terjadi perubahan habitat perikanan yang berlangsung relatif cepat maka perlu
dipilih suatu badan air (dengan batas yang jelas) untuk dijadikan suaka
perikanan). Adanya suaka perikanan memungkinkan ikan berkembang biak
sehingga mencapai kondisi populasi berimbang atau dapat menyediakan benih
ikan untuk memperkaya stok di perairan sekitarnya (Gaffar dan Muthmainnah,
2001).
3.1.3. Pemacuan Stok
Dalam pengelolaan perikanan perairan umum kegiatan pemacuan stok
terutama ditujukan untuk memulihkan populasi jenis ikan asli, dengan beberapa
sasaran yaitu melindungi kepunahan jenis ikan tertentu, mempertahankan
produksi atau stok ikan yang bernilai ekonomi dan menjaga keragaman jenis ikan
sebagai sumberdaya hayati perairan (Born, 1999). Perubahan pada suatu sistem
badan air akibat pembangunan misalnya bendungan dapat menyebabkan
hilangnya beberapa jenis ikan asli dan terjadi perubahan dalam struktur komunitas
ikan atau biota perairan (Welcomme, 1979). Pemacuan stok sendiri merupakan
berbagai kegiatan meliputi domestikasi, penebaran, perbaikan habitat, budidaya
dan penyuburan perairan (Born, 1999).
3.1.4. Domestikasi
Di perairan umum Indonesia terdapat berbagai jenis ikan yang bernilai
ekonomi baik sebagai ikan konsumsi maupun sebagai ikan hias. Perusakan habitat
dan degradasi mutu lingkungan perairan juga mengganggu siklus hidup ikan yang
Rawa Sebagai Sumber kehidupan Masyarakat
12
perairan
umum
hendaknya
ikut
menjaga
sumberdaya
yang
13
Pendekatan Hukum
Perizinan dan Lelang Rawa
Penangkapan ikan di perairan umum di Sumatera Selatan diatur denga
PERDA Sumatera Selatan No. 6 tahun 1978 dan Surat Keputusan Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Selatan No. 705/KPTS/II/82 tentang Lelang
Lebak Lebung. Dengan memberikan hak kepada satu atau sekelompok orang yang
disebut pengemin untuk mengelola dan menguasai satu badan air selama 1
tahun dan diberi tanggung jawab untuk merawat dan mengawasi semua kegiatan
di dalam badan air tersebut termasuk memanfaatkan sumberdaya ikan dan biota
perairan lainnya.
Sistem lelang ini berhasil mengatur nelayan yang akan menangkap ikan di
suatu perairan yang batasnya telah ditentukan dan juga meningkatkan pemasukan
bagi pemerintah daerah. Pembatasan waktu 1 tahun mengharuskan pengemin
berusaha mendapatkan hasil yang banyak dalam waktu singkat sehingga dalam
beberapa kasus terjadi pengoperasian alat tangkap yang dapat membahayakan
kelestarian sumberdaya ikan.
14
15
BAB IV
KESIMPULAN
Rawa mempunyai potensi besar jika dikelola dengan baik, tidak hanya
sebagai penampung air atau sumber air ketika musim kemarau, namun rawa dapat
dijadikan tempat budidaya perikanan, pertanian dan pariwisata. Hal ini tentunya
akan memberikan keuntungan dan pendapatan bagi warga sekitar rawa dan
pemerintah daerah setempat, namun perlu diingat setiap hal pengelolaan yang
dilakukan akan memberikan dampak buruk terhadap lingkungan rawa tersebut.
Pestisida dan pupuk dalam hal pertanian, endapan sisa-sisa pellet yang berlebih
dan sampah para pengunjung , tentunya dapat mencemari perairan rawa tesebut.
Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan rawa secara optimal dan terpadu,
baik dari segi pengawasan, pengontrolan dan pembenahan agar rawa tersebut
dapat terjaga sesuai dengan fungsinya yakni sebagai tampungan air ketika musim
kemarau, sehingga kebutuhan akan air dapat tercukupi. Namun hal ini tentunya
harus di dukung pula dengan kesadaran para warga sekitar untuk menjaga rawa
tersebut agar dalam keadaan baik, sehingga pengelolaan dan peraturan yang
dibuat dapat berjalan sesuai pada perencanaan.
Dari segi hukum, sistem lelang berhasil mengatur nelayan yang akan
menangkap ikan di suatu perairan yang batasnya telah ditentukan dan juga
meningkatkan pemasukan bagi pemerintah daerah. Tetapi pembatasan waktu 1
tahun akan menyebabkan pengemin berusaha mendapatkan hasil yang banyak
dalam waktu singkat sehingga dalam beberapa kasus dapat membahayakan
kelestarian sumberdaya ikan. Jadi yang menonjol adalah unsur penguasaan
dibanding pengelolaan yang dapat menimbukan konflik sosial dalam masyarakat
16
17
DAFTAR PUSTAKA
Baharsyah, Sj. 1990. Pidato Pengarahan Menteri Muda Pertanian dalam Forum I
Perikanan, Sukabumi, 19-20 Juli 1990. Badan Litbang PertanianPuslitbangkan-USAID/FRDP.
Gaffar AK. 1998. Pengelolaan Perikanan Perairan Umum. Makalah disampaikan
pada Seminar Sehari Pengelolaan Lebak Lebung Berbasis Komunitas.
Palembang. 10 hal.
Irwan D. 1997. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem & Komunitas
Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.
Muthmainah D. 2009. Pendekatan Holistik dalam Pencegahan dan Pengendalian
Pencemaran Pada Perikanan Rawa Lebak.
Rois. 2011. Model Pengelolaan Lahan Rawa Lebak Berbasis Sumberdaya Lokal
Untuk Pengembangan Usahatani Berkelanjutan. Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Susilo, R.S. 1993. Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Perairan
Umum di Sumatera Selatan. Prosiding Puslitbangkan No. 26/1992 p:6267.
18