Anda di halaman 1dari 54

0

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS


DENGAN MEMBATIK MENGGUNAKAN MEDIA PEWARNA
ALAM DI TK KI HADJAR DEWANTARA

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH
ENDANG SERTOWATI
126401150021

UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PG - PAUD
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2012, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahundalam memasuki pendidikan lebih lanjutsebagai
pendidikan yang diselenggarakan sebelum pendidikan dasar, memiliki kelompok
sasaran anak usia 06 tahun yang sering disebut masa emas perkembangan. PAUD
adalah investasi yang sangat besar bagi keluarga dan bangsa. Pendidikan yang
diberikan pada usia dini sebaiknya disesuaikan dengan usia perkembangannya,
termasuk salah satunya Taman Kanak-Kanak atau disingkat dengan sebutan TK.
Masa

kanak-kanak

merupakan

fase

yang

fundamental

dalam

mempengaruhi perkembangan individu. Para ahli mengungkapkan bahwa masa


kanak-kanak merupakan masa belajar aktif, anak melakukan penjelajahan
terhadap

objek

mengkonstruksi

di

lingkungannya

pengetahuannya.

untuk
Masa

memperoleh
kanak-kanak

pengalaman
merupakan

dan
masa

pertumbuhan dan perkembangan otak, dimana akan menentukan kepribadian anak


selanjutnya.
Pendidikan yang pertama bagi anak adalah pendidikan anak usia dini yang
didalamnya terdapat taman kanak-kanak atau TK. Anak-anak yang berada dalam
Taman kanak- kanak atau TK adalah dalam rentang usia tiga sampai enam tahun.
Apabila digolongkan dalam tahap-tahap perkembangan kognisi dari piaget, maka

anak yang berada pada taman kanak-kanak atau TK berada pada fase
praoperasional.
Penggunaan

media

pembelajaran

dibutuhkan

untuk

menunjang

pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar pada dasarnya merupakan proses yang


sistematis dan terdiri dari berbagai komponen, seperti bahan kegiatan, prosedur
dikdaktik (penggunaan metode), pengelompokan anak didik dan media
pengajaran yang berupa sarana atau alat peraga yang digunakan. Oleh sebab itu
TK tanpa adanya sarana yang memadahi tidak dapat berfungsi sebagai lembaga
pendidikan yang baik, karena kegiatan belajar mengajar di taman kanak-kanak
dilakukan melaui prinsip belajar sambil bermain. Untuk aktif dan kreatif, dengan
menerapkan konsep belajar sambil bermain. Bermain merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan untuk memperoleh kesenangan, karena pada dasarnya manusia
adalah homo ludens yaitu makhluk yang suka bermain.
Media pembelajaran adalah sarana pendidikan yang dapat digunakan
sebagai perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan
efensiensi dalam mencapai tujuan pengajaran. Hujar AH. Sanaky dalam media
pembelajaran menggolongkan media berdasarkan panca indera yaitu media audio
(dengar), media visual (melihat) dan media audiovisual (dengar-melihat). Media
yang digunakan dalam penelitian ini adalah media Specemen benda tak hidup.
Media specemen benda tak hidup merupakan media pembelajaran yang
berupa pasir, batu, tanah liat, magnet. Media specemen benda tak hidup ini
dilengkapi dengan gambar-gambar dan tulisan sehingga terlihat penjelasan dari
makna tersebut. Dalam penelitian ini, anak dilatih untuk mengkomunikasikan
hasil percobaan yang telah dilakukan anak. Media specemen benda tak hidup

merupakan suatu bentuk pengemasan dari kegiatan pembelajaran sains.


Selanjutnya, media specemen benda tak hidup mempermudah pemrosesan
informasi agar minat anak terhadap pembelajaran sains dapat tergugah.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan perubahan dan
tuntutan-tuntutan baru seperti sumber daya manusia yang potensial dalam
menghadapi tantangan di abad mendatang. Untuk mengatasi masalah tersebut,
diperlukan peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan di Taman
Kanak-kanak sebenarnya tidak terlepas dari pendekatan dalam belajar Salah satu
aspek penting yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran anak TK adalah
perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif anak merupakan kemampuan
otak anak dalam memperoleh informasi.
Salah satu pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan kognitif
anak adalah pembelajaran sains. Pembelajaran sains memiliki peranan penting
dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan peserta
didik yang berkualitas yaitu manusia yang mampu berpikir kritis, kreatif, dan
logis.
Ali

Nugraha

(2005:

1)

mengemukakan

bahwa

pengembangan

pembelajaran sains pada anak, dan bidang pengembangan lainnya memiliki


peranan yang sangat penting dalam membantu meletakkan dasar kemampuan dan
pembentukan sumber daya manusia yang diharapkan.
Tujuan pembelajaran sains di TK adalah melatih anak melakukan
eksplorasi terhadap berbagai benda di sekitarnya. Di dalam eksplorasinya, anak
mengggunakan lima inderanya untuk mengenal berbagai gejala alam melalui
kegiatan observasi (penginderaan) sehinga kemampuan observasinya meningkat
seperti melihat, meraba, membau, merasakan dan mendengar. Anak akan

memperoleh pengetahuan baru dari hasil interaksinya dengan berbagai benda yang
diobservasinya.
Sejalan dengan hal itu, Slamet Suyanto (2005: 83) mengemukakan bahwa
kegiatan pengenalan sains untuk anak TK lebih ditekankan pada proses daripada
produk. Proses sains dikenal dengan metode ilmiah, yang secara garis besar
meliputi: observasi, menemukan masalah, melakukan percobaan, menganalisis
data, dan mengambil kesimpulan.
Melalui pengenalan sains tersebut, anak diarahkan untuk mengkonstruksi
pengetahuannya tentang adanya peristiwa-peristiwa alam (proses sains) dan
memiliki dorongan untuk melakukan penyelidikan, serta memiliki sikap positif
terhadap sains. Untuk menarik minat anak dalam mempelajari sains, maka setiap
anak diperkenalkan dengan cara para ilmuwan bekerja untuk mendapatkan fakta,
konsep dan teorinya. Untuk itu, sains perlu diperkenalkan anak sejak dini sesuai
dengan tahap-tahap perkembangan anak.
Menurut Usman Samatowa (2006: 137) keterampilan proses sains
merupakan keterampilan intelektual yang dimiliki dan digunakan oleh para
ilmuwan dalam meneliti fenomena alam. Keterampilan proses sains yang
digunakan oleh para ilmuwan tersebut dapat dipelajari oleh siswa dalam bentuk
yang lebih sederhana sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Sesuai dengan kemampuan anak TK, keterampilan proses sains
hendaknya dilatih melalui percobaan sederhana. Percobaan tersebut melatih anak
menghubungkan sebab dan akibat dari suatu perlakuan sehingga melatih anak
berpikir logis. Kegiatan pembelajaran sains dalam pengembangan pembelajaran
sains juga dilakukan dengan cara bermain untuk menciptakan suasana yang

menyenangkan sehingga menarik anak untuk terlibat aktif dalam setiap


keterampilan proses sains yang dipelajarinya.
Keterampilan proses sains hendaknya perlu dimiliki anak agar dapat
mengembangkan pengetahuannya mengenai sains. Melalui keterampilan proses
sains tersebut memungkinkan anak mengkonstruksi pengetahuannya sendiri
sebagai hasil pengalaman sensoris yang kemudian diteruskan dengan proses
berpikirnya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Nurmasari dan Harlen dalam Ali Nugraha
(2005: 125) yang mengungkapkan bahwa kegiatan pembelajaran yang cocok
untuk pengembangan pembelajaran sains adalah dengan menerapkan keterampilan
proses pada setiap tahapannya. Sementara itu, tidak semua keterampilan proses
sains bisa diajarkan kepada anak, sehingga dalam pelaksanaannya harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak TK.
Menurut Ali Nugraha (2005:125) keterampilan proses sains yang dapat
dilatihkan pada anak usia dini meliputi kemampuan:
1) mengamati, yaitu anak melibatkan kombinasi dari beberapa atau seluruh
indera. Di dalamnya terdapat kegiatan melihat, mendengar, meraba, mencicipi,
mencium, merasakan. Dengan kegiatan ini anak terlibat langsung dengan
lingkungan sekitar dan benda-benda yang ada di sekelilingnya;
2) mengklasifikasi atau mengelompokkan, merupakan suatu sistematika untuk
mengatur obyek-obyek ke dalam sederetan kelompok tertentu. Anak dapat
belajar mencari persamaan dan perbedaan objek-objek;
3) menafsirkan atau meramalkan, yaitu suatu keterampilan membuat perkiraan
tentang sesuatu yang belum terjadi;
4) mengkomunikasikan, yaitu kemampuan anak dalam melaporkan hasil kegiatan
sainsnya ke dalam bentuk tulisan, gambar, lisan, dan sebagainya: serta

penggunaan alat dan pengukuran, yaitu melatih anak untuk menggunakan alat
ukur dengan teliti dan cermat.
Uraian dan kutipan-kutipan tersebut merupakan keterampilan proses sains
yang idealnya distimulasikan pada anak. Namun, dalam kenyataannya peneliti
mendapatkan beberapa kesenjangan.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, guru masih menggunakan metode
ceramah dan diskusi dalam praktek pembelajaran sains yang membuat anak
banyak mendengar, duduk, dan diam, sehingga anak kurang diberikan kesempatan
untuk memperoleh pengalaman nyata. Padahal hakikat pembelajaran sains adalah
memberikan pengalaman yang menantang sehingga memfasilitasi rasa ingin tahu
anak dengan menyuguhkan pembelajaran yang variatif, menyenangkan, serta
untuk mengobservasi dan mengeksplorasi berbagai macam objek fisik, alam, atau
kejadian-kejadian yang ada di lingkungan anak.
Kenyataan yang terjadi pada umumnya di TK dalam pembelajaran sains
anak masih mengalami kesulitan dalam mengembangkan keterampilan proses
sains dikarenakan guru hanya menggunakan metode pemberian tugas. Anak hanya
belajar dengan mendengarkan penjelasan guru kemudian anak mengerjakan tugas
berupa lembar kerja anak. Pemberian tugas ini belum dapat dipahaminya karena
anak tidak mengalami pengalaman langsung dalam suatu proses percobaan. Untuk
mendapatkan pengalaman dalam proses percobaan diperlukan fasilitas dan metode
yang mendukung melalui kegiatan yang bisa mencakup proses tersebut. Misalnya:
melalui observasi, diskusi, eksperimen atau media yang relevan. Pembelajaran
sains di TK sebaiknya dilakukan dengan metode pembelajaran yang dapat
memberikan kesempatan kepada anak untuk aktif dalam mengeksplorasi berbagai
ide-ide mereka. Sebagai bagian dari mekanisme belajarnya, anak-anak perlu

mengembangkan

sendiri

berbagai

hipotesis

dan

secara

terus

menerus

membuktikannya. Melatih proses berpikirnya sendiri-mengamati apa yang terjadi


dan yang ditemukannya kemudian mengajukan pertanyaan serta merumuskan
jawaban.
Sesuai dengan pendapat Masitoh, dkk (2005: 63) yang menyatakan bahwa
pengalaman langsung (hands on experience) adalah pengalaman yang
memungkinkan anak-anak terlibat dengan objek atau kejadian-kejadian nyata
dalam belajar. Kegiatan-kegiatan pengalaman langsung dapat diberikan melalui
eksploratori, penemuan terbimbing, pemecahan masalah, diskusi, belajar
kooperatif, demonstrasi, eksperimen, dan sebagainya.
Dengan memahami hakikat cara anak TK belajar sains, maka pilihan
tertuju pada pemilihan metode pembelajaran yang dapat berpusat pada anak.
Untuk itu dibutuhkan metode pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan
dan menyediakan ruang yang lebar untuk anak terlibat dalam proses
pembelajaran. Metode pemberian tugas yang sering digunakan guru, tentu dapat
membuat anak merasa terbebani. Guru harus mengetahui anak belajar dalam
situasi yang menyenangkan, yaitu bermain sambil belajar.
Dalam kegiatan sains yang terpenting bagi anak adalah mengerti proses
sains, karena dari proses itulah akan melahirkan pengalaman belajar yang
simultan dan terpadu.
Berdasarkan pra-observasi yang telah dilakukan di Taman Kanak-Kanak
Bachrul Ulum yang beralamat di desa Karangduren Pakisaji Malang,
menunjukkan bahwa dari sejumlah 14 anak, sebagian besar keterampilan proses
sains belum dapat dilakukan dengan baik karena anak masih kurang dilatih secara
maksimal. Hal ini dapat dilihat dari metode yang digunakan guru dalam

pembelajaran sains masih menggunakan metode ceramah yaitu menjelaskan suatu


peristiwa. Setelah itu, anak diberikan tugas menggunakan lembar kerja anak yang
terkesan kaku sehingga kurang memberikan kesempatan kepada anak untuk
berinteraksi dengan benda-benda konkret. Penyebabnya lainnya yaitu belum
tersedianya fasilitas dan media yang mendukung.
Anak belum diberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam suatu
percobaan

(eksperimen).

Kegiatan

yang

sering

dilatih

yaitu

kegiatan

mengklasifikasi atau mengelompokkan. Sedangkan kegiatan mengamati dan


meramalkan belum sering dilatih. Bahkan untuk kegiatan mengkomunikasikan
hasil kegiatan sains anak-anak belum pernah dilatih.
Anak-anak dapat meningkatkan keterampilan proses sainsnya melalui
kegiatan praktek langsung dan melaporkannya dalam bercerita atau menggambar.
Pendidik juga dapat mencatat perkembangan anak melalui bukti kegiatan yang
dilakukan anak. Berikan kesempatan kepada anak untuk dapat terlibat langsung
dalam praktek percobaan sains dan kemudian melaporkan hasil kegiatan sainsnya
yang dapat dijawab sendiri oleh pengalamannya. Jika pengalaman belajar anak
melalui pengalaman langsung, maka akan memberikan hasil belajar yang konkret.
Pengembangan pembelajaran sains tidak hanya memerlukan produk dan
hasil melainkan diharapkan anak dapat menjalankan suatu proses yang dapat
menjadi hasil untuk pengetahuannya kelak. Setelah anak menjalankan proses
suatu percobaan maka anak dapat mengkomunikasikan hasil kegiatannya menjadi
rangkaian pengetahuan yang dikonstruksikan melalui pengalamannya.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
peneliti tertarik untuk memperbaiki pembelajaran yang dapat meningkatkan
keterampilan proses sains anak Kelompok B melalui metode eksperimen dengan

media specement benda tak hidup di Taman Kanak-Kanak Bachrul Ulum


Karangduren Pakisaji Malang

1.2 RUMUSAN MASALAH.

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian


ini adalah Bagaimana media sepecement benda tak hidup dapat
meningkatkan keterampilan proses sains pada anak TK Kelompok B?

1.3 TUJUAN PENELITIAN.

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk meningkatkan
keterampilan proses sains melalui media specemen benda tak hidup pada anak
kelompok B di TK Bachrul Ulum Karangduren Pakisaji, Malang.

1.4 HIPOTESIS TINDAKAN.


Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah keterampilan proses sains
pada anak TK Bachrul Ulum kelompok B dapat meningkat melalui metode media
specemen benda tak hidup. Proses pembelajaran dilakukan melalui tahap
pengamatan langsung yaitu memberikan kesempatan kepada anak untuk
melakukan eksperimen (percobaan) dan mengkomunikasikan hasilnya melalui
menggambar atau bercerita.

1.5 RUANGLINGKUP DAN KETERBATASAN


Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti membatasi permasalahan yang ada.
Aspek yang akan diteliti adalah media specemen benda tak hidup dapat

10

meningkatkan ketrampilan prose sains pada anak taman kanak-kanak kelompok B


( usia 5-6 tahun ).

1.6 KEGUNAAN PENELITIAN


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Teoritis
a. Sains dan pengembangan pembelajaran sains memiliki manfaat bagi
kemajuan ilmu dan teknologi.
b. Sebagai informasi tentang cara dan penerapan sains untuk meningkatkan
keterampilan proses sains.
c. Mengembangkan media pembelajaran sains untuk anak usia dini.
2. Praktis
a. Bagi guru untuk keterampilan proses sains media specemen benda tak
hidup ini dapat digunakan sebagai bahan dalam kegiatan pengembangan
pembelajaran sains untuk meningkatkan

minat belajar anak tentang

keterampilan proses sains.


b. Sebagai masukan bagi para pendidik untuk meningkatkan keterampilannya
dalam mengetahui proses sains agar proses belajar mengajar semakin
bervariasi bagi anak didik.
c. Bagi anak usia dini agar keterampilan proses sains dapat ditingkatkan pada
anak dan mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan suasana yang
menyenangkan sehingga terhindar dari kebosanan, serta membangkitkan
motivasi belajar anak.
1.7 DEFINISI OPERASIONAL

11

Untuk

menghindari

kemungkinan

meluasnya

penafsiran

terhadap

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka perlu disampaikan
definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Media specemen benda tak hidup
Media sepecement benda tak hidup merupakan media pembelajaran yang
berupa pasir, batu, tanah liat, magnet. Media specemen benda tak hidup ini
dilengkapi dengan gambar-gambar dan tulisan sehingga terlihat penjelasan
dari

makna

tersebut.

Dalam

penelitian

ini,

anak

dilatih

untuk

mengkomunikasikan hasil percobaan yang telah dilakukan anak.


2. Keterampilan Proses Sains
Keterampilan proses sains adalah semua keterampilan yang diperlukan untuk
meneliti suatu kejadian/fenomena. Pada penelitian ini, keterampilan yang
difokuskan yaitu keterampilan mengamati, mengklasifikasi/mengelompokkan,
memprediksi dan mengkomunikasikan. Semua keterampilan proses sains
tersebut disesuaikan dengan tahap perkembangan anak TK kelompok B (usia
5-6 tahun).

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Media Pembelajaran

12

2.1 Pengertian Media


Gerlach dan Ely (Azhar Arsyad, 2002: 3) berpendapat bahwa media
apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang
membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan,
keterampilan, atau sikap.
Berbeda dengan pendapat Arif. S (2006: 19) bahwa media atau bahan
adalah perangkat lunak (software) berisi pesan atau informasi pendidikan yang
biasanya disajikan dengan mempergunakan peralatan. Sedangkan perangkat keras
(hardware) sendiri merupakan sarana untuk dapat menampilkan pesan yang
terkandung dalam media tersebut.
Menurut Romiszowaki (Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 1991: 8) media
adalah pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber pesan (yang dapat berupa
orang atau benda) kepada penerima pesan. Pembawa pesan tersebut berinteraksi
dengan siswa melalui indera mereka. Siswa dirangsang oleh media itu untuk
menggunakan inderanya untuk menerima informasi.
Dapat disimpulkan bahwa dalam suatu proses belajar mengajar, media
merupakan sarana pembawa pesan yang berisikan informasi dan melibatkan
interaksi dan indera siswa.
2.2 Manfaat Media Pengajaran dalam Proses Pembelajaran
Menurut Sudjana dan Rivai (Azhar Arsyad, 2002: 25) mengemukakan
manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa, yaitu:
a) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar.
b) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai
tujuan pengajaran.

13

c) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi


verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan
dan guru tidak kehabisan tenaga.
d) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.
2.3 Jenis Media Pembelajaran
Menurut Arif S (2006: 28) bahwa media yang dipakai dalam proses
kegiatan belajar-mengajar khususnya di Indonesia, diantaranya:
a. Media Grafis:
1) Gambar/foto
2) Sketsa
3) Diagram
4) Bagan/ chart
5) Grafik (graphs)
6) Kartun
7) Poster
8) Peta dan globe
9) Papan flanel/ Flanel Board
10) Papan Buletin/ Bulletin Board
b. Media Audio:
1) Radio
2) Alat perekam/pita magnetic
3) Laboratorium bahasa
c. Media proyeksi diam
1) Film bingkai
2) Film rangkai
3) Media transparensi
4) Projector tak tembus pandang (Opacue Projector)
5) Mikrofis
6) Film
7) Film gelang
8) Televisi
9) Video
10) Permainan dan simulasi.
2.4 Kajian Media Speciment Benda Tak Hidup.
2.4.1 Pengertian Specimen

14

Spesimen merupakan sebagian dari jenis atau sebagian dari kelompok


benda yang sama untuk di jadikan contoh. Spesimen juga dikatakan sebagai benda
sebenarnya. Jenis specimen bermacam macam, ada yang hidup sesuai kenyataan
di alam. Ada juga yang sudah diawetkan atau yang biasa disebut herbarium.
Pembuatan awetan spesimen diperlukan untuk tujuan pengamatan
spesimen secara praktis tanpa harus mencari bahan segar yang baru. Terutama
untuk spesimen-spesimen yang sulit di temukan di alam. Awetan spesimen dapat
berupa awetan basah atau kering. untuk awetan kering, tanaman diawetkan dalam
bentuk herbarium, sedangkan untuk mengawetkan hewan dengan sebelumnya
mengeluarkan organ-organ dalamnya. Awetan basah, baik untuk hewan maupun
tumbuhan biasanya dibuat dengan merendam seluruh spesimen dalam larutan
formalin 4%.
2.4.2 Macam-macam specimen

Berupa awetan kering,yaitu bahan yang dijadikan specimen ini yaitu berupa
awetan yang sudah dikeringkan terlebih dahulu.
1. Herbarium,yaitu tumbuhan hasil pengawetan yang sudah dikeringkan
terlebih dahulu.
2. Taksidermi
Taksidermi adalah hewan hasil pengawetan, biasanya golongan vertebrata
yang dapat dikuliti. Pada pembuatan taksidermi, hewan dikuliti, organorgan dalam dibuang, untuk selanjutnya dibentuk kembali seperti bentuk
aslinya.Hewan-hewan vertebrata yang sering dibuat taksidermi misalnya
berbagai jenis mamalia, kadal atau reptil, dsb. Taksidermi seringkali
dipergunakan sebagai bahan referensi untuk identifikasi hewan vertebrata,
juga menunjukkan berbagai macam ras yang dimiliki suatu spesies. Selain
itu, tentu saja taksidermi dapat dijadikan sebagai media pembelajaran
biologi.
3. Insektarium, adalah sampel jenis serangga hidup yang ada di alam,sampel

yang digunakannya yaitu berupa serangga yang sudah di awetkan.


Berupa awetan basah,yaitu baik untuk hewan maupun tumbuhan biasanya
dibuat dengan merendam seluruh spesimen dalam larutan formalin 4%.

2.4.3 Langkah-langkah pembuatan Specimen

Berupa awetan kering

15

1.

Pembuatan Herbarium

Awetan kering tumbuhan disebut herbarium, alat dan bahan yang digunakan
yaitu:

karton/duplek
kertas Koran
sasak dari bambu/tripleks
sampel tanaman
alat tulis

Cara pembuat herbarium yaitu sebagai berikut:


1. Jika memungkinkan, kumpulkan tumbuhan secara lengkap, yaitu akar,
batang, daun dan bunga. Tumbuhan berukuran kecil dapat diambil
seluruhnya secara lengkap. Tumbuhan beukuran besar cukup diambil
sebagian saja, terutama ranting, daun, dan jika ada, bunganya. Semprotlah
dengan alcohol 70% untuk mencegah pembusukan oleh bakteri dan jamur.
2. Sediakan beberapa kertas Koran ukuran misalnya 32 48 cm.
3. Atur dan letakkan bagian tumbuhan diatas Koran. Daun hendaknya
menghadap ke atas dan sebagian menghadap ke bawah terhadap kertas
Koran tersebut. Agar posisinya baik,dapat dibantu dengan mengikat
tangkai/ranting dengan benang yang dijahitkan ke kertas membentuk
ikatan.
4. Tutup lagi dengan Koran. Deikian seterusnya hingga kalian dapat
membuat beberapa lembar.
5. Terakhir tutup lagi dengan Koran, lalu jepit kuat-kuat dengan kayu/bambu,
ikat dengan tali. Hasil ini disebut specimen.
6. Simpan selama 1-2 minggu ditempat kering dan tidak lembab.
Awetan yang telah dibuat kemudian dimasukkan dalam daftar inventaris
koleksi. Pencatatan dilakukan kedalam field book/collector book. sedangkan pada
herbarium keterangan tentang tumbuhan dicantumkan dalam etiket. Dalam
herbarium ada dua macam etiket, yaitu etiket gantung yang berisi tentang; nomer
koleksi, inisial nama kolektor, tanggal pengambilan spesimen dan tempat
pengambilan (untuk bagian depan) dan nama ilmian spesimen (untuk bagian
belakang).
Pada etiket tempel yang harus dicantumkan antara lain; kop( kepala surat)
sebagai pengenal indentitas kolektor/lembaga yang menaungi, (No)nomer koleksi,
(dd)tanggal ambil, familia, genus, spesies, Nom. Indig(nama lokal), (dd) tanggal
menempel, (determinasi)nama orang yang mengidentifikasi spesimen itu, (insula)

16

pulau tempat mengambil, (m. alt) ketinggian tempat pengambilan dari permukaan
air laut, (loc) kabupaten tempat pengambilan, dan (annotatione) deskripsi
spesimen tersebut.
2.

Pembuatan taksidermi

Alat dan bahan yang diperlukan antara lain:


(1) bak bedah
(2) alat-alat bedah seperti gunting dan pinset
(3) alat-alat dan bahan pembius misal kloroform dan sungkup
(4) kawat, benang, kapas, dan jarum jahit
(5) zat pengawet seperti boraks atau tepung tawas, formalin;
(6) air.
Cara pembuatan taksidermi adalah sebagai berikut.
a) Potong otot-otot paha dan pisahkan tulang paha dari persendian dan pangkal
paha, keluarkan bagian ini.
b) Potonglah otot-otot pada tumit, keluarkan jaringan lunak pada telapak kaki
dengan jalan mengirisnya. Keluarkan semua bagian kaki lainnya yang masih
tertinggal di dalam kulit.
c) Ulangi langkah pertama dan kedua di atas untuk bagian tangan, dan ekor.
d) Untuk bagian kepala, lepaskan kulit secara hati-hati, sertakan telinga, kelopak
mata pada kulit. Jaga jangan sampai robek. Potonglah tulang rawan hidung
dan biarkan melekat pada kulit.
e) Potonglah bagian kepala dan leher, bersihkan bekas-bekas otak dengan cara
menyemprotkan air.
f) Balikkan kulit dan bersihkan dari sisa daging dan lemak.
g) Basuh bagian permukaan dalam kulit tubuh dengan boraks, demikian pula
untuk ekor, kaki, tangan dan tengkorak kepala.
h) Sebagai pengganti mata, gunakan bola mata tiruan. Bentuk tubuh hewan
kembali dengan menggunakan kapuk dan kawat, lalu jahit dengan rapi.
i) Atur posisi hewan sebagaimana kebiasan hewan sewaktu masih hidup.
Pajang taksidermi pada tempat-tempat yang aman dan terhindar dari serangan
serangga, bersih dan kering. Insektisida, atau kamper (naftalen) dapat
ditambahkan untuk mencegah serangan jamur. Ada baiknya taksidermi
disimpan dalam boks kaca.
Kerangka katak yang diawetkan dapat digunakan untuk media pembelajaran
macam-macam bentuk tulang. Cara membuat awetan kering kerangka katak
adalah sebagai berikut:

17

a. Lepaskan semua kulit dan daging dari tulang secara hati-hati. Jangan sampai
persendian terputus. Upayakan sebersih mungkin, sampai daging yang
melekat pada rangka seminimal mungkin.
b. Rendam rangka katak dalam bubur kapur. Bubur kapur dapat dibuat dengan
melarutkan CaO ke dalam air, dengan menambahkan sedikit KOH.
c. Bila tulang telah bersih, cucilah bubur kapur dari rangka.
d. Keringkan rangka dan atur posisinya pada suatu landasan yang telah
disediakan terlebih dahulu.
e. Pernis rangka katak tersebut, sehingga tampak lebih menarik dan membuat
tulang-tulang menjadi lebih awet.
f. Beri label atau keterangan pada awetan yang sudah jadi tersebut.
3.

Pembuatan insektarium
Insectarium adalah sampel jenis serangga hidup yang ada di kebun binatang,

atau museum atau pameran tinggal serangga. Insectariums sering menampilkan


berbagai jenis serangga dan arthropoda yang mirip, seperti laba-laba, kumbang,
kecoa, semut, lebah, kaki seribu, kelabang, jangkrik, belalang, serangga tongkat,
kalajengking dan Belalang sembah alat2 dan bahan2nya mungkin belum
tercantum, tetapi mungkin ini sangat membantu.
a. Tangkaplah serangga dengan menggunakan jaring serangga. Hati-hati
terhadap serangga yang berbahaya.
b. Matikan serangga dengan jalan memasukkannya ke dalam kantong plastik
yang telah diberi kapas yang dibasahi kloroform.
c. Serangga yang sudah mati dimasukkan ke dalam kantong atau stoples
tersendiri. Kupu2 dan capung dimasukkan ke dalam amplop dengan hati2
agar sayapnya tidak patah.
d. Suntiklah badan bagian belakang serangga dengan formalin 5%. Sapulah
(dengan kuas) bagian tubuh luar dengan formalin 5%.
e. Sebelum mengering, tusuk bagian dada serangga dengan jarum pentul.
f. Pengeringan cukup dilakukan di dalam ruangan pada suhu kamar. Tancapkan
jarum pentul pada plastik atau karet busa.
g. Untuk belalang, rentangkan salah satu sayap ke arah luar. Untuk kupu-kupu,
sayapnya direntangkan pada papan perentang atau kertas tebal sehingga
tampak indah. Begitu juga capung.

18

h. Setelah kering, serangga dimasukkan ke dalam kotak insektarium (dari


karton atau kayu). Di dalamnya juga dimasukkan kapur barus (kamper).
i. Beri label (di sisi luar kotak) yang memuat catatan khusus lainnya.

Cara Pembuatan Awetan Basah

1.

Awetan pada tumbuhan

Berikut ini adalah langkah-langkah untuk membuat media pembelajaran berupa


awetan basah tumbuhan lumut.
a. Bersihkan kotoran dan tanah dari tumbuhan lumut yang ingin diawetkan.
b. Siapkan larutan fiksatif dengan komposisi: (1) asam asetat glasial
sebanyak 5 ml; (2) formalin sebanyak 10 ml; (3) etil alkohol sebanyak 50
ml. Selanjutnya untuk mempertahankan warna hijau lumut, dapat pula
ditambahkan ke dalam larutan fiksatif tadi larutan tembaga sulfat dengan
komposisi: (1) tembaga sulfat 0,2 gram; dan (2) aquades sebanyak 35 ml.
c. Matikan lumut dengan merendamnya ke dalam larutan fiksatif yang telah
ditambahkan larutan tembaga sulfat tadi. Biasanya diperlukan 48 jam
perendaman.
d. Siapkan tempat berupa botol penyimpanan yang bersih, kemudian isi
dengan alkohol 70% sebagai pengawetnya.
e. Masukkan lumut yang telah siap tadi dalam botol penyimpanan, atur
posisinya sehingga mudah diamati.
f. Buatkan label beupa nama spesies lumut tanpa mengganggu pengamatan.
g. Awetan basah tumbuhan lumut siap digunakan. Secara berkala atau bila
perlu, misalnya larutan menjadi keruh atau berkurang, gantilah dengan
larutan pengawet yang baru secara hati-hati.
2.

Awetan pada hewan

Berikut ini langkah-langkah membuat awetan basah.


a) Siapkan spesimen yang akan diawetkan.
b) Sediakan formalin yang telah diencerkan sesuai dengan keinginan.
c) Masukkan spesimen pada larutan formalin yang telah ada dalam botol jam
dan telah diencerkan.
d) Tutup rapat botol dan kemudian diberi label yang berisi nama spesimen
tersebut dan familinya.

19

2.4.4 Manfaat media pembelajaran dengan specimen


1. Memungkinkan pelajar melihat mahluk hidup yang benda dalam
lingkngannya.
2. Mengembangkan kemampuan untuk mengadakan pengawetan.
3. Dapat meningkatkan dan memuaskan perasaan ingin tahu
4. Mengkonkritkan konsep abstrak
5. Memberi stimulus dan mendorong respons siswa
6. Memperjelas dan melengkapi informasi
7. Meningkatkan perhatian dan motivasi
8. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyampaian informasi
9. Mencegah kebosanan
2.4.5 Keunggulan dan kelemahan media specimen
Keunggulan :
1. Bisa digunakan berulang kali apabila alat peraganya sulit untuk di dapat.
2. Dibuat sendiri tanpa ada kesulitan yang berarti.
Kelemahan:
1. Tidak dapat menunjukan perilaku seperti benda aslinya karena benda
tersebut sudah mati dan diawetkan.
2. Biaya pembuatannya agak mahal dan waktu yang dibutuhkan agak lama.
2.4.6. Specimen benda yang tidak hidup
Specimen benda yang tidak hidup, misalnya batu-batuan, pasir dan tanah
liat artinya barang contoh, yaitu barang-barang asli yang dijadikan sebagai contoh
untuk mewakili benda asli yang sebenarnya atau sebagian dari sejenis dari
sekelompok benda yang sama untuk dijadikan contoh. Dengan adanya specimen
siswa mengetahui bagian dari bendanya yang mungkin tidak terdapat didaerahnya
atau ditempat mereka berada misalnya batu laut, pasir gunung, sehingga mereka
tidak merasa asing lagi terhadap benda tersebut. Specimen benda tak hidup yang
digunakan untuk proses pembelajaran hendaknya ditempatkan didalam toples
kaca atau botol, direkatkan nama bendanya. Hal ini dilakukan agar anak dapat
membaca dan tahu nama benda tersebut. Misalnya yang sering dilihat adalah
specimen uang kertas.

20

a. Tujuan penggunaan Specimen


Tujuan penggunaan specimen antara lain:
1)
2)
3)
4)

Memperjelaskan materi pelajaran


Menimbulkan perhatian kepada subyek yang sedang diteliti
Merangsang minat untuk menambahkan pengetahuan
Mendorong untuk berfikir dan menyelidiki sendiri
5) Mengenal benda yang jauh dari tempat tinggal anak.
B. Pembelajaran Keterampilan Proses Sains di Taman Kanak-Kanak
melalui Media Specimen benda yang tidak hidup.
Mengembangkan keterampilan proses sains dapat dilakukan melalui
metode eksperimen (percobaan). Sedangkan untuk mengembangkan keterampilan
proses sains yaitu keterampilan mengkomunikasikan, setelah anak selesai
melakukan suatu percobaan, anak dapat melaporkan/ mengkomunikasikan hasil
percobaan sains tersebut melalui bercerita, atau gambar. Tema-tema yang
dimunculkan dapat dikemas secara bervariasi, seperti: udara, air, api, dan
sebagainya.
1. Kegiatan pendahuluan
a. Guru mempersiapkan alat dan bahan
Alat dan bahan eksperimen (percobaan) :
1. Benda-benda di sekitar anak, seperti: pensil, kunci, sendok, tutup gelas
plastik dan logam, uang logam, styreofoam, corong, dan spons.
2. Kolam plastik/ ember berisi air
Alat dan bahan media Specimen benda yang tidak hidup:
1) Pasir Sungai
2) Pasir Laut
3) Pasir Gunung Meletus
4) Batu laut
5) Batu Kali

21

6) Tanah Liat
b. Apersepsi dengan menentukan topik/tema yang akan diteliti, misal:
Tema : Air, Api, Udara
Sub Tema : Air- benda-benda yang tenggelam dan terapung di dalam air
c. Guru menjelaskan tentang tenggelam dan terapung
Tenggelam
Tenggelam adalah semua bagian benda tercelup di air dan benda menyentuh
dasar air ( Haryanto, 2002:118). Berdasarkan konsep Archimedes, benda
akan tenggelam jika massa jenis benda lebih besar dari massa jenis cairan.
Contoh benda-benda yang tenggelam: batu kerikil, plastisin, besi, kawat,
paku, baut, dan lain sebagainya.
Terapung
Terapung adalah ada bagian benda yang berada di dalam air dan ada bagian
benda yang muncul dipermukaan (Haryanto,2002:118) . Berdasarkan konsep
Archimedes, Benda akan terapung jika massa jenis benda itu lebih kecil dari
massa jenis cairan. Contoh benda-benda yang terapung: daun, plastik, gabus,
tutup gelas plastik, dan lain sebagainya.
d. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada anak-anak mengenai
pengetahuan dan pengalamannya mengenai tema tersebut
e. Ajak anak bernyanyi lagu-lagu yang membangkitkan semangat anak,
misal: tik-tik bunyi hujan, dan sebagainya yang berkenaan dengan
tema.
2. Kegiatan inti
a.
b.
c.
d.

Ajak anak untuk belajar di luar ruangan


Jelaskan kepada anak kegiatan apa saja yang akan dilakukan pada hari ini
Perkenalkan alat dan bahan yang akan digunakan
Guru menyampaikan suatu permasalahan mengenai ada benda yang

tenggelam dan terapung


e. Sebelumnya guru mengajak anak untuk memprediksi apa yang akan terjadi
ketika benda-benda tersebut dimasukkan ke dalam air

22

f. Anak diminta untuk memprediksi benda apa sajakah yang terapung dan
benda apa sajakah yang tenggelam? apakah benda besar selalu tenggelam?
dan benda kecil selalu terapung?
g. Berikan kesempatan kepada anak untuk melakukan eksperimen dan
mengamati percobaan
h. Mintalah anak untuk mencari persamaan dan perbedaannya kemudian
mengelompokkan benda-benda yang diamati
i. Setelah selesai mempraktekkan percobaan tersebut guru lalu mengajak anak
mengkomunikasikan dan menyimpulkan hasil eksperimennya dengan lesan
atau menggambar.
BENDA-BENDA TERAPUNG DAN TENGGELAM DALAM AIR
(pensil, pasir, kunci, spons, uang logam, batu, sendok, gabus, stereofoam dll)
Keterangan :
BENDA-BENDA TENGGELAM
Yang tenggelam : uang logam, batu, pasir, kunci, dan lain sebagainya
BENDA-BENDA TERAPUNG
Yang terapung : pensil, spons, stereofoam, dan lain sebagainya
j. Anak-anak dapat mengelompokan benda sesuai dengan hasil kegiatan
eksperimen atau menggambar sesuai imajinasi anak yang sudah disiapkan
guru.
k. Setelah selesai kemudian anak menjelaskan atau mengkomunikasikan hasil
kegiatan percobaan secara lisan.
B. Keterampilan Proses Sains
1. Hakikat Sains
Menurut Surjani Wonorahardjo (2010: 11) dari sudut bahasa, sains atau
Science (Bahasa Inggris) berasal dari bahasa latin, yaitu dari kata Scientia yang

23

berarti pengetahuan tentang, atau tahu tentang; pengetahuan, pengertian, faham


yang benar dan mendalam.
Berbeda dengan pendapat Fisher (Ali Nugraha, 2005: 3) mendefinisikan
sains sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan
metode-metode yang berdasarkan pada pengamatan dengan penuh ketelitian.
Sedangkan James Conant (Usman Samatowa, 2011: 1) mendefinisikan
sains sebagai suatu deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu
sama lain, dan yang tumbuh sebagai hasil eksperimentasi dan observasi, serta
berguna untuk diamati dan dieksperimentasikan lebih lanjut.
Sejalan dengan hal itu, dapat diketahui bahwa kegiatan sains
memungkinkan anak melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda, baik benda
hidup maupun benda tak hidup yang ada di sekitarnya. Anak belajar menemukan
gejala benda dan gejala peristiwa dari benda-benda tersebut (Slamet Suyanto,
2005: 83).
Dari beberapa uraian pendapat mengenai pengertian sains, maka dapat
disimpulkan bahwa sains adalah aktivitas pemecahan masalah yang dilakukan
oleh manusia yang dimotivasikan oleh rasa ingin tahu tentang dunia sekitar
mereka dan hasil dari kegiatan observasi serta eksperimen untuk dipahami sebagai
konsep pengetahuan.
2. Program Pembelajaran Sains
Menurut Teaching the Science Process Skills (Patta Bundu, 2006: 4), sains
secara garis besarnya memiliki tiga dimensi utama yang saling berkaitan erat.
Dimensi yang pertama adalah the content of science, the science concept
concept, and our scientific knowledge (isi materi sains, konsep sains, dan

24

pengetahuan ilmiah). Dimensi ini disebut juga produk ilmiah atau produk. Sains
yang paling banyak diperbincangkan dan tentu saja sangat penting.
Dimensi kedua adalah the prosesses of doing science (proses melakukan
sains). Dimensi ini disebut juga proses ilmiah atau proses sains yang juga sangat
penting karena mempelajari kegiatan yang harus dimiliki dalam memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari serta membekali peserta didik dalam
keterampilan berbagai aspek kehidupan di masa yang akan datang.
Dimensi ketiga terfokus pada the characteristic attitudes and dispositions
of science (karakteristik sikap dan pandangan sains). Dimensi ini disebut juga
sikap ilmiah atau sikap sains yang sangat penting dalam penguasaan dua dimensi
yang lainnya.
Untuk lebih rincinya bahwa sains sebagai proses disebut juga keterampilan
proses. Sains (science process skills) atau disingkat saja dengan proses sains.
Proses sains adalah sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam
dengan cara-cara tertentu untuk memperoleh ilmu dan pengembangan ilmu itu
selanjutnya. Penguasaan proses sains adalah perubahan dalam dimensi afektif dan
psikomotor yaitu sejauh mana siswa mengalami kemajuan dalam proses sains
yang antara lain meliputi kemampuan observasi, klasifikasi, kuantifikasi,
inferensi, komunikasi dan proses lainnya.
Menurut Sarkim (Patta Bundu, 2006: 11) bahwa sains sebagai produk
berisi prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-teori yang dapat menjelaskan dan
memahami alam dan berbagai fenomena yang terjadi di dalamnya. Oleh sebab itu
dikatakan pula bahwa sains merupakan suatu sistem yang dikembangkan oleh
manusia untuk mengetahui diri dan lingkungannya. Sains sebagai produk
keilmuan akan mencakup konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori yang

25

dikembangkan sebagai pemenuhan rasa ingin tahu manusia dan juga untuk
keperluan praktis manusia.
Iskandar (Patta Bundu, 2006: 11-12) mengemukakan bahwa sains sebagai
disiplin ilmu disebut produk sains karena isinya merupakan kumpulan hasil
kegiatan empirik dan analitik yang dilakukan para ilmuwan dalam bentuk faktafakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori sains.
1) Fakta sains
Fakta adalah pertanyaan dan pernyataan tentang benda yang benar-benar ada
atau peristiwa-peristiwa yang betul-betul terjadi dan sudah dibuktikan secara
objektif.
2) Konsep sains
Konsep adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta sains yang saling
berhubungan. Konsep adalah kosa kata khusus yang dipelajari siswa. Siswa
diharapkan dapat menjelaskan konsep yang dipelajari, mengenai ilustrasi
konsep, kesamaan suatu konsep, dan mengetahui bahwa penggunaan konsep
itu benar atau salah.
3) Prinsip sains
Prinsip adalah generalisasi tentang hubungan diantara konsep-konsep sains.
4) Hukum sains
Hukum sains adalah prinsip-prinsip yang sudah diterima kebenarannya yang
meskipun sifatnya tentatif tetapi mempunyai daya uji yang kuat sehingga
dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama.
5) Teori sains
Teori sains sering disebut juga teori ilmiah merupakan kerangka hubungan
yang lebih luas antara fakta, konsep, prinsip, dan hukum, sehingga merupakan
model, atau gambaran yang dibuat para ilmuwan untuk menjelaskan gejala
alam.
Selanjutnya, sikap sains atau sering disebut sebagai sikap ilmiah atau sikap
keilmuan. Dalam hal ini perlu dibedakan antara sikap sains (sikap ilmiah) dengan

26

sikap terhadap sains. Meskipun kedua konsep ini mempunyai hubungan tetapi
terdapat penekanan yang berbeda. Sikap terhadap sains adalah kecenderungan
pada rasa senang atau tidak senang terhadap sains.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian sains secara
substansial. Sains dapat dipandang baik sebagai suatu proses, maupun hasil atau
produk, serta sebagai sikap. Dengan kata lain sains dapat dipandang sebagai suatu
kesatuan dari proses, sikap, dan hasil.
Apabila kesimpulan tersebut dikaitkan dengan program pembelajaran sains,
maka ruang lingkup program pembelajaran sains yang akan dikembangkan
meliputi tiga substansi mendasar tersebut, yaitu pendidikan dan pembelajaran
sains berisi program yang menfasilitasi penguasaan proses sains, penguasaan
produk sains serta program yang menfasilitasi pengembangan sikap-sikap sains.
Dalam penelitian ini lebih fokus pada program pembelajaran sains yang
menfasilitasi penguasaan proses sains.

3. Pengertian Keterampilan Proses Sains


Usman Samatowa (2006: 137) mengemukakan bahwa keterampilan proses
sains merupakan keterampilan intelektual yang dimiliki dan digunakan oleh para
ilmuwan dalam meneliti fenomena alam. Keterampilan proses sains yang
digunakan oleh para ilmuwan tersebut dapat dipelajari oleh siswa dalam bentuk
yang lebih sederhana sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Adapun Nuryani dan Andrian (Ali Nugraha, 2005: 125) mendefinisikan
keterampilan proses sains adalah semua keterampilan yang diperlukan untuk
memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep, prinsipprinsip,

27

hukum-hukum dan teori-teori sains, baik berupa keterampilan mental,


keterampilan fisik (manual) maupun keterampilan sosial.
Donna M. Wolfinger (1994: 241) mengemukakan bahwa :
Science process skills are the technique used by the scientist in
gaining information. In essence, these are the skills and technique that
the scientist in the laboratory of field uses as he or she gains new
information about the world. Translated into the classroom, the
science process skills are the techniques that children that use in
gaining information on a first-hand basis from their activities.
Keterampilan proses sains adalah tehnik atau strategi yang digunakan oleh
para ilmuwan untuk memperoleh informasi. Pada dasarnya, keterampilan proses
sains ini adalah keterampilan dan tehnik yang digunakan oleh ilmuwan di
laboraturium untuk memperoleh informasi baru tentang dunia. Jika diterjemahkan
dalam lingkungan pembelajaran di kelas, keterampilan proses sains adalah tehnik
yang digunakan anak-anak dalam memperoleh informasi melalui tangan pertama
(first-hand) dari kegiatan yang mereka lakukan.
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
keterampilan proses sains adalah semua keterampilan yang digunakan untuk
memperoleh dan mengkaji berbagai informasi mengenai fenomena alam. Melalui
keterampilan proses sains, anak bisa mempelajari tentang sains seperti yang
ilmuwan lakukan seperti pengamatan, mengklasifikasi, melakukan eksperimen
dan lain sebagainya.
4. Komponen Keterampilan Proses Sains
Hadiat (Patta Bundu, 2006: 23) mengemukakan bahwa ada 9 jenis proses
sains yang harus dikuasai, yaitu:
(a)

mengamati,

(b)

menggolongkan

atau

mengelompokkan,

(c)

menerapkan konsep dan prinsip, (d) meramalkan, (e) menafsirkan, (f)

28

menggunakan alat, (g) merencanakan percobaan, (h) mengkomunikasikan,


dan (i) mengajukan pertanyaan.
Sedangkan Abruscato (Patta Bundu, 2006: 23) membuat penggolongan
keterampilan proses sains sebagai berikut:
a. Basic Skills (Keterampilan Dasar)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Observing (mengamati)
Using space relationship (menggunakan hubungan ruang)
Using number (menggunakan angka)
Classifying (mengelompokkan)
Measuring (mengukur)
Communicating (mengkomunikasikan)
Predicting (meramalkan)
Inferring (menyimpulkan)

b. Integrated Skill (Keterampilan Terintegrasi)


1.
2.
3.
4.
5.

Controlling variable (mengontrol variabel)


Interpreting data (menafsirkan data)
Formulating hypothesis (menyusun hipotesis)
Defining operationally (menyusun definisi operasional)
Experimenting (melakukan percobaan)
American Association for the Advacement of Science (Ali Nugraha, 2005:

126) lembaga ini mengidentifikasi dan merumuskan 15 keterampilan atau


kemampuan proses yang telah dimodifikasi oleh konferensi para ahli sains,
keterampilan tersebut diantaranya:
(a) keterampilan mengamati (observasi), (b) keterampilan mengajukan
pertanyaan, (c) keterampilan berkomunikasi, (d) keterampilan menghitung, (e)
keterampilan mengukur, (f) keterampilan melakukan eksperimen, (g)
keterampilan
melaksanakan
teknik
manipulasi,
(h)
keterampilan
mengklasifikasikan, (i)
keterampilan memformulasikan hipotesis, (j)
keterampilan meramalkan, (k) keterampilan menarik kesimpulan, (l)
keterampilan mengartikan data, (m) keterampilan menguasai dan
memanipulasikan variabel (faktor ubah), (n) keterampilan membentuk suatu
model, (o) keterampilan menyusun suatu definisi yang operasional.
Secara lebih rinci dan jelas Nuryani Rustaman (Ali Nugraha, 2005: 127)
mengelompokkan keterampilan proses dan sub-subnya pada tabel berikut ini:

29

Tabel 1. Komponen Keterampilan Proses Sains

NO

KETERAMPILAN
PROSES

SUB KETERAMPILAN PROSES


1.1 mengidentifikasi ciri-ciri suatu benda/peristiwa
1.2 mengidentifikasi perbedaan dan persamaan
berbagai benda/peristiwa
1.3 membaca alat-alat ukur
1.4 mencocokan gambar dengan uraian

Mengamati
1
(observasi)

Tulisan / benda
1.5 mengurutkan berbagai peristiwa yang terjadi
secara simultan
1.6 memberikan (memberikan uraian) mengenai
suatu benda atau peristiwa

Mengklasifikasikan
(menggolongkan)

2.1 mengelompokkan benda/peristiwa (kelompok


ditentukan anak)
2.2 mengelompokkan benda/peristiwa (kelompok
diberikan kepada anak)
2.3 mengidentifikasi pola dari suatu seri
pengamatan
2.4 mengemukakan/ mengetahui alasan
pengelompokkan
2.5 mencari dasar atau kriteria pengelompokkan
2.6 memberikan nama kelompok berdasarkan ciriciri khususnya
2.7 menemukan alternatif pengelompokkan
(kelompok ditentukan anak)

30

2.8 menemukan alternatif pengelompokkan


(kelompok diberikan kepada anak)
2.9 mengurutkan kelompok berdasarkan
Keinklusifan

3.1 membuat dugaan berdasarkan pola-pola atau


3

Meramalkan

Hubungan informasi/ ukuran/hasil observasi

(memprediksi)

3.2 mengantisipasi suatu peristiwa berdasarkan pola


atau Kecenderungan
4.1 mengutarakan suatu gagasan
4.2 mencatat kegiatan-kegiatan atau pengamatan
yang dilakukan
4.3 menunjukkan hasil kegiatan

Mengkomunikasikan

4.4 mendiskusikan hasil kegiatan


4.5 menggunakan berbagai sumber informasi
4.6 mendengarkan dan menanggapi gagasangagasan orang lain
4.7 melaporkan suatu peristiwa atau kegiatan secara
sistematis dan jelas

Penggunaan alat dan


pengukuran

5.1 menentukan alat dan pengukuran yang


diperlukan dalam suatu penyelidikan atau
percobaan
5.2 menunjukkan hal-hal yang berubah atau harus
diubah pada suatu pengamatan atau pengukuran
5.3 merencanakan bagaimana hasil pengukuran,
perbandingan untuk memecahkan suatu

31

masalah
5.4 menentukan urutan langkah-langkah yang harus
ditempuh dalam suatu percobaan
5.5 ketelitian dalam penggunaan alat dan
pengukuran dalam suatu percobaan.

Penjelasan dari setiap komponen keterampilan proses di atas dapat


dikemukakan sebagai berikut:
1. Mengamati
Mengamati melibatkan kombinasi dari beberapa atau seluruh alat indera. Di
dalamnya terdapat kegiatan melihat, mencium, mendengar, mencicipi, dan
meraba. Hal-hal yang diamati dapat berupa gambar atau benda-benda yang
diberikan kepada anak pada waktu itu diuji kemudian anak diminta untuk
menuliskan hasil pengamatannya waktu itu.
2. Menggolongkan/mengklasifikasi
Mengklasifikasi merupakan suatu sistematika yang digunakan untuk mengatur
objek-objek ke dalam sederetan kelompok tertentu. Kegiatannya antara lain:
mencari persamaan objek-objek dalam suatu susunan berdasarkan sifat dan
fungsinya

yang

dilakukan

dengan

membandingkan,

mencari

dasar

pengklasifikasian objek-objek dengan mengkontraskan serta menggolongkan


berdasarkan pada satu atau lebih ciri/sifat atau fungsinya.
3. Meramalkan (prediksi)
Prediksi atau meramalkan dalam sains dibuat atas dasar observasi dan
inferensi yang tersusun menjadi suatu hubungan antara peristiwa-peristiwa
atau fakta-fakta yang terobservasi. Keterampilan memprediksi merupakan
suatu keterampilan membuat/mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang
belum terjadi berdasarkan suatu kuntungan atau pola yang sudah ada.
4. Mengkomunikasikan

32

Mengkomunikasikan meliputi kegiatan menempatkan data-data ke dalam


beberapa bentuk yang dapat dimengerti oleh orang lain. Kegiatan ini
melibatkan kemampuan mengutarakan dalam bentuk lisan, tulisan, gambar,
grafik, dan persamaan.
5. Menggunakan alat dan pengukuran
Menggunakan alat dan melakukan pengukuran amat penting dalam sains.
Pengukuran sebaiknya dilakukan dengan cermat dan akurat. Keterampilan ini
berkaitan erat dengan pengembangan sikap ilmiah yang hendak dicapai.
Hasil

identifikasi

para

pengembang

pembelajaran,

khususnya

pembelajaran sains, terdapat beberapa kemampuan yang harus dilatihkan pada


anak agar mereka memiliki keterampilan proses. Kemampuan tersebut dapat
dilihat pada tabel di bawah ini (Ali Nugraha, 2005: 131):
Tabel 2. Keterampilan Proses Sains dan yang dilatihkan

NO

Keterampilan Proses

Mengamati

Kemampuan yang dilatihkan

a. Melihat
b. Meraba
a. Mencari persamaan dan mencari

Mengklasifikasi

perbedaan
b. Menggolongkan / Mengelompokkan

Meramalkan / memprediksi

a. Menentukan obyek
b. Merumuskan pernyataan penelitian
a. Berdiskusi

Mengkomunikasikan

b. Mengungkapkan/ melaporkan dalam


bentuk tulisan, lisan, atau gambar

33

Berdasarkan uraian komponen keterampilan proses di atas, bahwa ada


beberapa keterampilan yang dapat dilatihkan kepada anak. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan metode untuk meningkatkan keterampilan mengamati
(observasi),

mengelompokkan/

mengklasifikasi,

memprediksi

dan

untuk

keterampilan mengkomunikasikan ditingkatkan melalui media yang telah


disiapkan oleh peneliti.
5. Manfaat Sains Bagi Perkembangan Anak
Menurut Slamet Suyanto (2005: 159) bahwa pengenalan sains untuk anak
usia dini dilakukan untuk mengembangkan kemampuan berikut:
a. Eksplorasi dan investigasi, yaitu kegiatan untuk mengamati dan menyelidiki
objek dan fenomena alam.
b. Mengembangkan keterampilan proses sains dasar, seperti melakukan
pengamatan, mengukur, menggunakan bilangan, dan mengkomunikasikan
hasil pengamatan.
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, rasa senang, dan mau melakukan kegiatan
inquiri dan penemuan.
d. Memahami pengetahuan tentang berbagai benda, baik ciri, struktur, warna,
maupun fungsinya.
Menurut Ali Nugraha (2005: 37) bahwa nilai sains bagi perkembangan anak
diantaranya:
a. Kemampuan kognitif, yaitu mengacu pada teori perkembangan kognitif,
yang terpenting adalah bukan anak menyerap sebanyak-banyaknya
pengetahuan, tetapi adalah bagaimana anak dapat mengingat dan
mengendapkan yang diperolehnya, serta bagaimana ia dapat menggunakan
konsep dan prinsip yang dipelajarinya itu dalam lingkung kehidupannya atau
belajarnya. Dari sifat pengembangan kognitif mengarah pada dua dimensi,
yaitu dimensi isi dan proses. Diharapkan guru mengarahkan anak untuk
menguasai isi pengetahuan, dilakukan mealalui proses atau aktivitas yang
bermakna.

34

b. Kemampuan afektif, yaitu tugas guru yang terpenting dalam pembelajaran


sains adalah menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan,
bermakna menyentuh anak sehingga dapat menumbuh-kembangkan afeksi
anak secara positif. Artinya dapat membentuk anak yang memiliki jati diri
dan sikap-sikap sebagai ilmuwan.
c. Kemampuan psikomotorik, yaitu pengalaman motorik saat melakukan
kegiatan sains yaitu dalam aktivitas seperti membentuk bangunan dari pasir,
tanah, dan lain-lain. Dapat juga dilakukan anak melalui aktivitas menggaris
dengan pensil dan mengukur benda-benda.
d. Nilai sains bagi pengembangan keterampilan berpikir dan kreativitas anak,
yaitu lingkungan belajar yang telah disiapkan oleh guru akan merangsang
anak untuk memunculkan pertanyaan-pertanyaan menakjubkan. Dalam
kegiatan

sains ini anak mewujudkan kreativitasnya

secara nyata.

Pemikirannya akan lahir hal-hal yang bersifat orisinil. Anak akan mengenal
lebih baik objek atau lingkungan yang dipelajarinya. Dengan pengalaman
langsung intelektual anak akan menjadi terlatih secara simultan dan terus
menerus serta berpikir kritis.
e. Nilai sains bagi pengembangan kemampuan aktualisasi dan kesiapan anak
dalam mengisi kehidupannya. Kegiatan sains dapat membantu penyiapan
anak sebagai investasi dan sumber daya manusia masa depan yang cerah
Akumulasi dampak pembelajaran sains dapat meningkatkan kemampuan
aktualisasi dalam kehidupan yang lebih luas.
f. Nilai sains bagi perkembangan religius anak. Pembelajaran sains dapat
meningkatkan kesadaran religius dan apresiasi yang semakin tinggi tentang
keberadaan Sang Maha Pencipta serta untuh menumbuhkan rasa bersyukur
dan memuliakan Tuhan.
B. Anak TK Kelompok B

35

1. Pengertian Anak Taman Kanak-Kanak


Anak usia taman kanak-kanak adalah sosok individu yang sedang
menjalani suatu proses perkembangan yang sangat pesat dan sangat fundamental
bagi kehidupan selanjutnya (Ernawulan Syaodih, 2005: 12).
Berbeda dengan pendapat Rosmalia Dewi (2005: 1) disebutkan bahwa
anak TK adalah anak berusia 4-6 tahun. Masa ini disebut juga masa emas, karena
peluang perkembangan anak yang sangat berharga.
Pada lembaga Taman Kanak-kanak, umumnya usia 4-6 tahun tersebut
dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan usia. Usia 4-5 tahun berada pada
kelompok A, dan usia 5-6 tahun berada pada kelompok B. Kedua kelompok A dan
B tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
2. Karakteristik Anak TK
Karakteristik masa usia Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan masa-masa
dalam kehidupan manusia yang berentang sejak usia empat tahun sampai usia
enam tahun. Masa ini berbeda dari masa bayi dan masa kanak-kanak akhir dalam
kehidupan manusia. Secara umum, masa usia TK ditandai dengan beberapa
karakteristik.
Menurut M Ramli (2005: 67) karakteristik tersebut sebagai berikut:
a. Masa usia TK adalah masa yang berada pada usia prasekolah. Masa usia
empat sampai enam tahun disebut masa prasekolah karena pada masa ini
anak umumnya belum masuk sekolah dalam pengertian yang sebenarnya.
b. Masa usia TK adalah masa prakelompok Masa usia TK disebut masa
prakelompok karena pada masa tersebut anak-anak belajar dasar-dasar
keterampilan yang diperlukan untuk menyesuaikan diri dalam kehidupan
sosial kelompok.
c. Masa usia TK adalah masa meniru Pada masa ini anak suka sekali menirukan
pola perkataan dan tindakan orang-orang di sekitarnya. Dengan meniru
itulah anak-anak dapat mengembangkan perilaku mereka sehingga dapat
berinteraksi dengan lingkungan secara baik.
d. Masa usia TK adalah masa bermain Anak pada usia prasekolah suka sekali
bermain untuk mengeksplorasi lingkungannya, meniru perilaku orang lain,

36

dan mencobakan kemampuan dirinya. Pada masa tersebut, anak juga


menghabiskan sebagian besar waktu untuk bermain dengan mainannya.
e. Masa usia TK memiliki keragaman Anak-anak pada masa usia TK beragam
tidak hanya dari segi individualistis mereka tetapi juga dari segi latar
belakang budaya asal anak-anak tersebut.
Meskipun anak-anak pada usia ini sama-sama memiliki karakteristik sebagai
anak prasekolah, usia prakelompok, suka meniru, gemar menghabiskan waktu
mereka untuk bermain, anak-anak tersebut mewujudkan semua karakteristik
tersebut secara khas berdasarkan keragaman anak dan budayanya. Keragaman
tersebut menyadarkan guru untuk memperlakukan anak secara unik sesuai dengan
karakterisik khas anak tersebut dalam kegiatan pendidikan sehingga anak
berkembang optimal.
Melengkapi pendapat di atas Solehuddin (Rusdinal, dkk, 2005: 17)
mengidentifikasikan sejumlah karakteristik anak usia prasekolah sebagai berikut:
(1) anak bersifat unik; (2) anak mengekspresikan perilakunya secara relatif
spontan; (3) anak bersifat aktif dan energik; (4) anak itu egosentris; (5) anak
memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal; (6) anak
bersifat eksploratif dan petualang; (7) anak umumnya kaya dengan fantasi; (9)
anak memiliki daya perhatian yang pendek; (10) anak merupakan usia belajar
yang paling potensial.
Berbeda dengan karakteristik, Kartini Kartono (Ernawulan Syaodih, 2005:
13-16) mengungkapkan ciri khas anak masa kanak-kanak sebagai berikut:
a. Bersifat egosentris naif
Seorang anak yang egosentris naif memandang dunia luar dari pandangannya
sendiri, dibatasi oleh perasaan dan pikirannya yang masih sempit. Anak sangat
terpengaruh oleh akalnya yang masih sederhana sehingga tidak mampu
menyelami perasaan dan pikiran orang lain. Sikap egosentris yang naif ini

37

bersifat temporer atau sementara, dan senantiasa dialami oleh setiap anak
dalam proses perkembangannya.
b. Relasi sosial yang primitif
Relasi sosial yang primitif merupakan akibat dari sifat egosentris yang naif.
Ciri ini ditandai oleh kehidupan anak yang belum dapat membedakan antara
kondisi dirinya dengan kondisi orang lain atau anak lain di luar dirinya. Relasi
sosial anak dengan lingkungannya masih sangat longgar, hal ini disebabkan
karena anak belum dapat menghayati kedudukan diri sendiri dalam
lingkungannya.
c. Kesatuan jasmani dan rohani yang hampir tidak terpisahkan
Dunia lahiriah dan batiniah anak belum dapat dipisahkan, anak belum dapat
membedakan keduanya. Isi lahiriah dan batiniah masih merupakan kesatuan
yang utuh. Penghayatan terhadap sesuatu dikeluarkan atau diekspresikan
secara bebas, spontan, dan jujur baik dalam mimik, tingkah laku maupun
bahasanya.
d. Sikap hidup yang fisiognomis
Anak bersifat fisiognomis terhadap dunianya, artinya secara langsung anak
memberikan atribut/sifat lahiriah atau sifat konkrit, nyata terhadap apa yang
dihayatinya. Kondisi ini disebabkan karena pemahaman anak terhadap apa
yang dihadapinya masih bersifat menyatu (totaliter) antara jasmani dan rohani.
Anak belum dapat membedakan benda hidup dan benda mati.
Dari berbagai sifat dan karakteristik anak usia dini sebagai guru sebaiknya
memahami dari masing sifat, ciri khas, maupun karakteristiknya tersebut.
Mempersiapkan segala hal, baik dalam menjawab pertanyaan anak maupun
memberikan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristiknya tersebut.
3. Kemampuan sains anak TK Kelompok B
Untuk mengetahui konsep matematika, sains, ilmu lainnya serta cara
mengerjakannya, guru TK perlu memahami cara berpikir anak TK.

38

Menurut Slamet Suyanto (2005: 131):


Pembelajaran untuk anak usia dini sebaiknya terpadu. Mereka tidak
belajar mata pelajaran tertentu, seperti sains, matematika, dan bahasa
secara terpisah. Hal itu didasarkan atas berbagai kajian keilmuan PAUD
bahwa anak belajar segala sesuatu dari fenomena dan objek yang ditemui.
Pengembangan pembelajaran sains dilaksanakan dengan pembelajaran
terpadu. Pembelajaran terpadu dapat memudahkan guru untuk
menyampaikan makna serta tujuan dari pelaksanaan kegiatannya tersebut.
Menurut Piaget (Slamet Suyanto, 2005: 4) bahwa perkembangan kognitif
anak usia TK (5-6 tahun) sedang beralih dari fase praoperasional ke fase konkret
operasional. Cara berpikir konkret berpijak pada pengalaman akan benda-benda
konkret, bukan berdasarkan pengetahuan atau konsep-konsep abstrak. Pada tahap
ini anak belajar terbaik melalui kehadiran benda-benda. Obyek permanen (object
permanency) sudah mulai berkembang. Anak juga dapat belajar mengingat bendabenda, jumlah dan ciri-cirinya meskipun bendanya sudah tidak berada
dihadapannya.
Piaget (Rita Eka, 2005: 31) mengemukakan pendapatnya, bahwa rasa
ingin tahu anak-anak sebenarnya mendorong pembelajaran mereka. Piaget juga
menekankan permainan sebagai kesempatan penting untuk pembelajaran. Piaget
percaya bahwa anak-anak semuanya mengalami tahap-tahap yang sama ketika
mengembangkan kecakapan berpikirnya. Kemasakan anak juga memberikan
perlengkapan sensori dan struktur otak yang diperlukan, namun pengalaman tetap
dibutuhkan untuk mengembangkan kemampuan anak.
Pada usia TK, menurut Piaget (Rita Eka, 2005:35) terkenal dengan adanya
istilah Rigidity of Though, artinya bahwa usia ini mempunyai dorongan ingin tahu
yang tinggi. Dorongan ini diwujudkan dengan banyak bertanya. Menurut Anita
Yus (2005: 39) penilaian aspek perkembangan kognitif, salah satunya yaitu sains.
Berikut ini yang harus dinilai dalam sains (1) Mengelompokkan benda dengan

39

berbagai cara yang diketahui anak (misalnya, menurut warna, bentuk, ukuran); (3)
menyebutkan perbedaan dua buah benda; (4) mencoba dan menceritakan apa yang
terjadi, jika: warna dicampur, biji ditanam, balon ditiup lalu dilepas, benda-benda
dimasukkan ke air, bendabenda dijatuhkan, dan lain-lain.
Slamet Suyanto (2005: 93) mengemukakan topik dari beberapa kegiatan
pengenalan sains untuk anak usia 5-6 tahun (TK). Pembelajaran topik-topik sains
hendaknya lebih bersifat memberikan pengalaman tangan pertama (firsthand
experience) kepada anak, bukan mempelajari konsep sains yang abstrak,
diantaranya: (1) mengenal gerak, (2) mengenal benda cair, (3) mengenal
timbangan (neraca), (4) bermain gelembung sabun, (5) mengenal benda-benda
lenting, (6) bermain dengan udara, (7) melakukan percobaan sederhana, dan lain
sebagainya.
Menurut Rita Eka (2005: 33) ciri khas tahapan perkembangan kognitif praoperasional adalah cara berpikir prakonseptual dan intuitif, yaitu:
Cara berpikir prakonseptual adalah cara berpikir transduktif, artinya
menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Selama tahap ini, anak mulai
membentuk konsep yang masih belum sempurna. Mereka mulai
mengklasifikasikan benda-benda dalam golongan tertentu berdasarkan prinsip
kesamaan, tetapi mereka masih banyak membuat kesalahan karena konsep mereka
itu.
Piaget dalam Ahmad Susanto (2011: 50) menyatakan bahwa usia 5-6 tahun
ini merupakan pra-operasional konkret. Pada tahap ini anak dapat memanipulasi
objek simbol, termasuk kata-kata yang merupakan karakterisitik penting dalam
tahapan ini. Hal ini dinyatakan dalam peniruan yang tertunda dalam imajinasi
pura-pura dalam bermain.
Sedangkan menurut Rusdinal, dkk (2005: 16-17) ciri-ciri anak usia 5-7
tahun adalah sebagai berikut:

40

a. kebanyakan anak usia ini masih berada pada tahap berpikir praoperasional
dan cocok belajar melalui pengalaman konkret dengan orientasi tujuan
sesaat;
b. mereka gandrung menyebut nama-nama benda, mendefinisikan kata-kata,
dan mempelajari benda-benda yang berada di lingkungan dunianya sebagai
anak-anak;
c. mereka belajar melalui bahasa lisan dan pada tahap ini bahasanya tengah
berkembang dengan pesat;dan
d. pada tahap ini anak-anak sebagai pembelajar memerlukan struktur kegiatan
yang jelas dan instruksi spesifik.
Lebih spesifiknya pada usia lima tahun, anak usia TK menurut Bredekamp
dan Copple (M Ramli, 2005: 196) yaitu: (1) suka mempraktikkan kemampuan
intelektual; (2) memahami beberapa kata-kata ukuran dan kuantitas, seperti:
separuh-semua; besar-kecil; lebih banyak-lebih sedikit; tertinggi-terpendek; (3)
mulai melihat hubungan antara kapasitas wadah yang berbeda-beda bentuk; (4)
dapat menyalin huruf-huruf besar nama tertentu (5) dapat memisahkan benda
berdasarkan ukuran, warna, bentuk, dan lain-lainnya.
Sebagai hasil pertimbangan dari beberapa keterbatasan pendekatan Piaget
untuk perkembangan kognitif, satu pendekatan telah disebut sebagai social
contruktivism karena menekankan peran aktif anak dalam membangun
pengertiannya sendiri. Dockett dan Perry (Rita Eka, 2005: 33) berpendapat
pendekatan ini menegaskan bahwa individu-individu, melalui interaksinya dengan
obyek dan orang-orang dalam dunianya, mengembangkan sederetan pengertian
dan pengetahuan personal. Lebih lanjut, pendekatan ini menegaskan peran aktif
anak dalam merasakan dan memahami pengalaman-pengalaman.
Adapun tingkat pencapaian perkembangan kognitif anak usia 5-6 tahun
adalah sebagai berikut (PERMENDIKNAS, 2009):
Tabel 3. Tingkat Pencapaian Perkembangan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun
No
a)

Lingkup Perkembangan
Pengetahuan umum dan

Usia 5-6 tahun


1. Mengklasifikasi benda berdasarkan fungsi

41

2. Menunjukkan aktivitas yang bersifat


eksploratif dan menyelidik (seperti : apa
yang terjadi ketika air ditumpahkan)
3. Menyusun perencanaan kegiatan yang
akan dilakukan
Sains

4.

Mengenal sebab-akibat tentang


lingkungannya (angin bertiup
menyebabkan daun bergerak, air dapat
menyebabkan sesuatu menjadi basah)

5. Memilih tema permainan (seperti: ayo


kita bermain pura-pura seperti burung)
6. Memecahkan masalah sederhana dalam
kehidupan sehari-hari
1. Mengenal perbedaan berdasarkan ukuran:
lebih dari, kurang dari, dan
paling/ter
2. Mengklasifikasikan benda berdasarkan
warna, bentuk, dan ukuran (3 variasi)

b)

Konsep bentuk, warna,


ukuran dan pola

3. mengklasifikasikan benda yang lebih


banyak ke dalam kelompok yang sama
atau kelompok yang sejenis, atau
kelompok berpasangan yang lebih dari 2
variasi
4.

mengenal pola ABCD-ABCD

5. mengurutkan benda berdasarkan ukuran


dari paling kecil ke paling besar atau
sebaliknya
Konsep bilangan,
c)

lambang bilangan
danh uruf

1. mencocokkan bilangan dengan lambang


bilangan
2. mengenal berbagai macam lambang, huruf

vokal dan konsonan

Sumber: Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Nomor 58 Tahun 2009

42

Berdasarkan uraian kemampuan sains dalam pendekatan kognitif anak TK


Kelompok B bahwa dapat disimpulkan pada usia ini anak berada pada tahap
praoperasional. Anak-anak membentuk ide-ide dari pengalaman langsung (hands
on experience) mereka dalam berinteraksi dengan objek-objek yang mereka
temukan. Untuk mengembangkannya diperlukan metode pembelajaran yang
didukung oleh fasilitas dan media dalam pembelajaran sains yang dapat melatih
keterampilan proses sains anak
1 KERANGKA BERPIKIR
Masa

kanak-kanak

merupakan

masa

bermain,

maka

segala

proses

pembelajaran yang diberikan kepada anak hendaknya memerlukan suatu situasi


yang menyenangkan. Selain itu, pada masa ini anak sedang mengalami masa
keemasan yang berarti bahwa merupakan saat yang tepat untuk menerima
berbagai stimulasi dalam mengembangkan kemampuan kognitif khususnya di
bidang sains.
Anak usia 5-6 tahun di TK masuk dalam kelompok B dan tahap berpikirnya
termasuk pada tahap praoperasional. Pada tahap ini anak mulai menunjukkan
proses berpikirnya yang lebih jelas mengenai pengetahuannya di bidang sains.
Keterampilan proses sains hendaknya perlu dimiliki anak agar dapat
mengembangkan pengetahuan sebagai hasil pengalaman sensoris yang diteruskan
dengan proses kognitifnya.
Metode ceramah yang selama ini diterapkan pada umumnya terkesan kaku,
sehingga membuat anak merasa bosan. Guru masih banyak menggunakan lembar
kerja anak sehingga kegiatan pembelajaran kurang menyenangkan dan bermakna.
Anak menjadi kurang aktif dalam proses pembelajaran sains. Hal ini disebabkan
karena anak kurang diberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan benda-benda
konkret. Dapat diketahui bahwa pada proses pembelajaran sains anak belum
terlibat langsung dalam proses sains untuk melakukan observasi, memprediksi,

43

melakukan eksperimen, dan mengkomunikasikan hasil percobaan sehingga


keterampilan proses sains anak kurang terlatih dengan baik.
Berkaitan dengan hal itu, dibutuhkan stimulasi yang dapat dilakukan dengan
kegiatan sains. Metode eksperimen merupakan metode pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan suatu percobaan dan
mendapatkan hasil percobaan. Anak dapat menemukan suatu jawaban secara
alamiah melalui pengalaman nyata saat melakukan percobaan.
Salah satu keterampilan proses yaitu mengkomunikasikan hasil belajar sains
dapat dituangkan melalui menggambar atau bercerita. Pembelajaran sains melalui
pasir, batu, dan tanah liat Specimen benda yang tidak hidup merupakan strategi
yang tepat untuk meningkatkan keterampilan proses sains karena melalui kegiatan
ini, anak dapat melatih kemampuan dalam melaporkan hasil belajarnya dalam
bentuk gambar atau lesan sebagai pengalaman dari praktek langsung melakukan
percobaan.
Pembelajaran sains dengan metode yang tepat akan dapat mencapai tujuan
yang diharapkan. Didukung dengan media yang menarik dan kegiatan
menyenangkan dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa.
Melalui metode eksperimen dengan media Specimen benda yang tidak hidup ini
diharapkan tujuan pembelajaran sains dapat tercapai dan dapat meningkatkan
keterampilan proses sains yang optimal pada anak.

44

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis

penelitian

yang

digunakan

yaitu

Penelitian

Tindakan

Kelas.Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di


dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki
kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajr siswa menjadi meningkat.Tidak
berbeda dengan pengertian tersebut, Mills (2000). Mendefinisikan penelitian
tindakan sebagai sistematik inquiry yang dilakukan oleh guru, kepala sekolah,
atau konselor sekolah untuk mengumpulkan informasi tentang berbagai praktik
yang dilakukannya.
3.2 Kehadiran Peneliti

45

3.3 Setting Penelitian


1. Tempat
Penelitian ini bertempat di kelas anak kelompok B2 TK Bachrul Ulum kecamatan
Pakisaji Kab. Malang.
2. Waktu
Waktu pelaksanaan, di rencanakan dilaksanakan pada bulan Oktober sampai
Desember 2014.
3. Subjek
Subjek yakni seluruh anak didik yang tergabung dalam kelas kelompok B2 yang
seluruhnya berjumlah 14 anak, terdiri dari 7 anak laki-laki dan 8 anak perempuan,
dengan melibatkan atau berkolaborasi dengan seorang mitra peneliti yakni guru
TK Bachrul Ulum Karangduren Pakisaji itu sendiri.

3.4 Sumber Data


Sumber data penelitian ini adalah seluruh siswa kelompok B TK Bachrul
Ulum Pakisaji tahun ajaran 2014 / 2015 yang berjumlah 14 anak, terdiri dari 8
anak laki-laki dan 6 anak perempuan.
3.5 Prosedur Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Dokumentasi
Metode dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
mengambil gambar pada saat anak melakukan proses pembelajaran. Gambar ini
berupa foto yang dapat menggambarkan secara nyata ketika anak beraktivitas

46

melaksanakan kegiatan ketrampilan proses sains. Dengan dokumentasi, maka


akan diperoleh suatu bukti otentik terhadap penelitian yang dilakukan. Selain itu,
foto-foto yang diperoleh dapat menjadi pelengkap data guna menyempurnakan
penelitian yang dilakukan.
2. Observasi
Metode observasi ini dipilih dengan alasan observasi merupakan metode
yang efektif apabila digunakan dalam penelitian tindakan kelas. Tekhnik observasi
digunakan untuk mengamati tingkat kemampuan ketrampilan proses sains anak.
Dalam observasi ini menggunakan sebuah panduan yang telah dipersiapkan dalam
lembar observasi. Observasi pada pengamatan dilakukan pada saat:
a) Sebelum ada tindakan, yang berfungsi untuk mengetahui kemampuan
ketrampilan proses sains pada anak.
b) Pada saat proses pembelajaran setelah ada tindakan, agar dapat diketahui
mengenai peningkatan kemampuan ketrampilan proses sains anak ke arah
c)

positif sesuai dengan perkembangan yang diharapkan.


Pada saat akhir dari proses pembelajaran, agar dapat diketahui bagaimana
peningkatan kemampuan ketrampilan proses sains anak setelah dilakukan
beberapa kali proses tindakan.

3.6 Analisis Data


Suatu data yang telah dikumpulkan dalam penelitian akan menjadi tidak
bermakna apabila tidak dianalisis yakni diolah dan diinterpretasikan. Menurut
Wina Sanjaya (2009: 106) analisis data adalah suatu proses mengolah dan
mengintepretasi data dengan tujuan untuk mendudukkan berbagai informasi
sesuai dengan fungsinya hingga memiliki makna dan arti yang jelas sesuai dengan
tujuan penelitian. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui dokumentasi dan
observasi langsung pada saat melaksanakan ketrampilan proses sains di TK
Bachrul Ulum Karangduren. Observasi langsung dilakukan pada saat kondisi awal

47

pembelajaran dan pada saat tindakan kelas yang berupa peningkatan kemampuan
ketrampilan proses sains melalui media sepecement benda tak hidup. Analisa data
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif kuantitatif
dengan persentase. Perhitungan dalam analisis data menghasilkan persentase
pencapaian yang selanjutnya diinterperstasikan dengan kalimat. Menurut Anas
Sudjiono (1986: 43) rumus yang digunakan untuk mencari persentase adalah
sebagai berikut:
4. F Keterangan :
5. P = X 100 % P : Angka Persentase
6. N F: Frekuensi yang sedang dicari persentasenya
7. N: Jumlah responden (anak)
8. Dari hasil perhitungan yang telah diperoleh selanjutnya diinterperstasikan
ke dalam 4 tingkatan. Menurut Suharsimi Arikunto (1992:207) kriteria
interpretasinya adalah sebagai berikut:
9. 1. Kriteria baik, yaitu apabila nilai yang diperoleh anak antara 76% - 100%
10. 2. Kriteria cukup, yaitu apabila nilai yang diperoleh anak antara 56 % 75%
11. 3. Kriteria kurang baik, yaitu apabila nilai yang diperoleh anak antara
40%- 55%
12. 4. Kriteria tidak baik, yaitu apabila nilai yang diperoleh anak antara 0% 40%
3.7 Pengecekan Keabsahan Data

3.8 Tahapan Penelitian

48

C. Desain Penelitian
Model penelitian digunakan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang
penelitian yang akan dilaksanakan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
metode penelitian tindakan kelas (Action Research) dan menunjuk pada proses
pelaksanaan yang dikemukakan Kemmis dan McTaggart. Kemmis dan Mc
Taggart (Sujati, 2000:23) mengembangkan modelnya berdasarkan konsep yang
dikembangkan Lewin, dengan disertai beberapa perubahan. Dalam perencanaan
Kemmis dan McTaggart menggunakan siklus sistem spiral, yang masing-masing
siklus terdiri dari empat komponen, yaitu: rencana, tindakan, observasi dan
refleksi. Masing-masing komponen dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Rencana
Rencana tindakan apa yang akan dilakukan peneliti untuk memperbaiki,
peningkatan proses dan hasil belajar di kelas.
2. Tindakan
Apa yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya memperbaiki dan meningkatkan
kondisi pembelajaran yang ada sehingga kondisi yang diharapkan dapat tercapai.
3. Observasi
Peneliti mengamati hasil atau dampak dari tindakannya.
4. Refleksi
Peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas dampak dari tindakannya
dengan menggunakan beberapa kriteria. Berdasarkan hasil refleksi tersebut
peneliti melakukan modifikasi terhadap rencana tindakan berikutnya.
Kegiatan dalam tindakan divisualisasikan pada gambar di bawah ini:
Keterangan gambar:
1. Perencanaan

49

2. Pelaksanaan tindakan
3. Pengamatan/ observasi
4. Refleksi
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan tindakan
3. Pengamatan/ observasi
4. Refleksi

Gambar 2. Penelitian tindakan model spiral Kemmis dan Taggart. (Sujati,


2000:23)

Secara rinci langkah langkah dalam setiap siklus dijabarkan sebagai berikut:
1. Perencanaan
Perencanaan dilakukan dengan mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan dalam
melaksanakan pembelajaran membaca permulaan, yaitu:
a. Menyusun RKH yang kemudian dikonsultasikan dengan guru kelas kelompok
B TK Bachrul Ulum. RKH ini digunakan guru sebagai acuan dalam
penyampaian pembelajaran yang akan dilaksanakan.
b. Mempersiapkan media pembelajaran yang akan digunakan waktu penelitian
c. Menyiapkan peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian.
d. Menyusun dan mempersiapkan model pembelajaran eksperiment melalui
media sepecement benda tak hidup. Selanjutnya, untuk mengetahui sejauh
mana peningkatan ketrampilan proses sains yang dilakukan dengan media
tersebut.
e. Menyiapkan lembar observasi pelaksanaan pembelajaran untuk setiap
pertemuan yang digunakan untuk mengetahui ketrampilan proses sains
melalui media sepecement benda tak hidup.
f. Menyusun dan mempersiapkan buku gambar, krayon. dan kertas yang akan
diisi oleh anak.
g. Mempersiapkan kamera untuk mendokumentasikan aktivitas anak pada saat
proses pembelajaran berlangsung.
2. Pelaksanaan tindakan

50

Pada tahap pelaksanaan tindakan, guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan


tahapan

kemampuan

perkembangan

anak

dengan

menggunakan

media

sepecement benda tak hidup yang telah dipersiapkan dalam perencanaan. Guru
yang melaksanakan pembelajaran adalah guru kelas kelompok B. Selama
pembelajaran berlangsung, guru akan mengajar berdasarkan RKH yang telah
disusun. Sementara peneliti melakukan pengamatan terhadap peningkatan
ketrampilan proses sains selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Tindakan
yang dilakukan bersifat fleksibel dan terbuka terhadap perubahan-perubahan dan
sesuai dengan apa yang terjadi dilapangan.
a. Kegiatan awal
Pada tahap awal pelaksanaan kegiatan pembelajaran didahului dengan
berdoa bersama yang dipimpin oleh salah satu anak didik yang mendapat
giliran. Kemudian guru mengajak anak untuk bernyanyi dan bertepuk
tangan. Sebelum kegiatan inti dimulai guru mengkomunikasikan tujuan
pembelajaran hari itu, dengan terlebih dahulu menyampaikan apersepsi
yang berkaitan dengan materi yang akan dilaksanakan, sehingga anak
nantinya dapat terlibat dalam pembelajaran bermakna.
b. Kegiatan inti
Pada tahap ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara jelas sesuai
dengan RKH yang telah dibuat.
c. Kegiatan akhir
Pada kegiatan penutup, guru mengajak anak untuk melakukan diskusi dan
mengevaluasi mengenai kegiatan satu hari yang telah dilalui di sekolah.
3. Pengamatan/observasi
Observasi yang dilakukan dalam siklus ini adalah dengan observasi langsung yang
dilakukan oleh peneliti. Observasi dilaksanakan selama proses pembelajaran
berlangsung dengan panduan observasi yang telah dibuat. Pada tahap ini

51

dilakukan observasi terhadap semua proses tindakan, hasil tindakan, dan


hambatan tindakan.
4. Refleksi
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data dan menganalisis data yang
diperoleh selama observasi, yaitu data yang diperoleh dari lembar observasi dan
mengenai

hasil pengamatan

yang

dilakukan

baik kekurangan maupun

ketercapaian dalam pembelajaran.


Refleksi bertujuan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan maupun
kelebihan-kelebihan yang terjadi selama pembelajaran. Pelaksanaan refleksi
berupa diskusi antara peneliti dan partner guru dengan melakukan evaluasi
terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan.
Evaluasi yang dilakukan yaitu mengenai tindakan yang dilakukan, pada
proses pembelajaran, permasalahan yang muncul selama proses pembelajaran dan
segala hal berkaitan dengan tindakan yang dilakukan. Dari hasil evaluasi tersebut
akan dicari jalan keluar untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang akan
muncul sehingga dapat disusun rencana pada siklus selanjutnya.

Rubrik Penilaian Keterampilan Mengamati


NO
1

Kriteria
Anak mampu
mengamati

Skor

Anak cukup mampu


mengamati
2

Anak kurang

Deskripsi
Jika anak mampu:
a. mengidentifikasi ciri-ciri
benda/peristiwa
b. mengidentifikasi perbedaan serta
persamaan berbagai benda/peristiwa
Jika anak hanya mampu:
a. mengidentifikasi ciri-ciri
benda/peristiwa saja, atau
b. mengidentifikasi perbedaan serta
persamaan berbagai benda/peristiwa
saja
Jika anak tidak mampu:

52

mampu
mengamati

a. mengidentifikasi ciri-ciri
benda/peristiwa
b. mengidentifikasi perbedaan serta
persamaan berbagai benda/peristiwa

Rubrik Penilaian Keterampilan Mengklasifikasi


NO

Kriteria

Skor

Anak mampu
mengklasifikasi

Anak cukup mampu


mengklasifikasi

Anak kurang
mampu
mengklasifikasi

Deskripsi
Jika anak mampu mengelompokkan
benda berdasarkan ciri-ciri khususnya
dengan mandiri
Jika anak mampu mengelompokkan
benda berdasarkan ciri-ciri khususnya
dengan bantuan guru/teman
Jika anak tidak mampu
mengelompokkan benda berdasarkan
ciri-ciri khususnya

Rubrik Penilaian Keterampilan Meramalkan


NO
1

Kriteria
Anak mampu
meramalkan

Anak cukup mampu


meramalkan

Skor

Deskripsi
Jika anak mampu:
a. membuat dugaan berdasarkan pola/
hubungan
b. memperkirakan peristiwa yang akan
terjadi
Jika anak hanya mampu:
a. membuat dugaan berdasarkan pola/
hubungan saja, atau
b. memperkirakan peristiwa yang akan
terjadi saja

53
3

Anak kurang mampu


meramalkan

Jika anak tidak mampu:


a. membuat dugaan berdasarkan pola/
hubungan
b. memperkirakan peristiwa yang akan
terjadi

Rubrik Penilaian Keterampilan Mengkomunikasikan


NO
1

Kriteria
Anak mampu
mengkomunikasikan
hasil percobaan

Anak cukup mampu


mengkomunikasikan
hasil percobaan

Skor

Anak kurang mampu


mengkomunikasikan
hasil perobaan
1

Deskripsi
Jika anak mampu :
a. menyampaikan hasil kegiatan sains
secara lisan dengan jelas.
b. menyusun gambar / menggambar
sesuai dengan hasil percobaan sains
secara runtut/sistematis
Jika anak hanya mampu:
a. menyampaikan hasil kegiatan sains
secara lisan dengan jelas,saja atau
b. menyusun gambar / menggambar
sesuai dengan hasil percobaan sains
secara runtut/sistematis saja.
Jika anak tidak mampu:
a. menyampaikan hasil kegiatan sains
secara lisan, dan mampu
b. menyusun gambar / menggambar
sesuai dengan hasil percobaan sains
secara runtut/sistematis.

Anda mungkin juga menyukai