Anda di halaman 1dari 5

TATALAKSANA SINDROMA RENJATAN KARDIOGENIK

Dalam tatalaksana renjatan kardiogenik, kenyataan yang sering terjadi bahwa


kebanyakan pasien sudah mendapat semua yang mereka butuhkan akan tetapi
belum tentu dalam urutan yang semestinya, pada waktu yang tepat dan dalam
dosis yang benar. Hal ini oleh karena sering ragu untuk menegakkan etiologinya,
yang penting renjatan apapun sebabnua adalah terjadi penurunan perfusi jaringan
dan kondisi inilah yang harus kita selesaikan secepatnya dengan tepat. Oleh karena
renjatan kardiogenik akibat dari disfungsi jantung maka tatalaksananya juga harus
ditujukan untuk memperbaiki disfungsi jantung secepatnya.
1. Meningkatkan curah jantung
Koreksi disritmia, optimalisasi preload, meningkatkan
(inotropic), menurunkan afterload (vasodilator).

kontraktilitas

miokard

2. Mengurangi beban jantung


Sedasi mempertahankan suhu tubuh tetap normal, intubasi dan ventilasi mekanik,
koreksi anemia. Diuretika, baru diberikan bila sudah jelas ada tanda-tanda
normovolemik syok. Pemasangan CVP sangat dianjurkan, pemasangan flow directed
ballon catheter sangat ideal, untuk mengukur Pulmonary capillary wedge pressure,
skaligus bisa menilai pengisian LA dan LV.
3. Resusitasi cairan
Alasan utama resusitasi cairan adalah untuk pemberian cairan yang kurang pada
intravaskuler (relative maupun absolut). Tujuannnya untuk meningkatkan perfusi
jaringan, penggantian cairan yang kurang pada jaringan (dehidrasi) dan
menggantikan cairan yang tidak bisa dikonsumsi akibat muntah, mencret,
pneumonia, dan mengisi ruangan tubuh ke tiga. Jenis kristaloid adalah pilihan
utama, walaupun koloid juga bermanfaat untuk meningkatkan volume intravskuler.
Peran cairan intravaskuler pada kondisi renjatan kardiogenik adalah sangat penting.
Namun harus dipantau ketat terjadinya hypervolemia dengan timbulnya gejala
edema paru dan atau pembesaran hepar yang progresif. Volume ekstra seluler dan
kadar natrium total di dalam tubuh merupakan faktor penting dalam resusitasi
cairan pada syok kardiogenik.
Oleh karena itu untuk mempertahankan effective circulating blood volume sangat
penting mempertahankan keseimbangan natrium dan cairan di dalam ekstraseluler.
Faktor yang juga berperan pada effective circulating blood volume adalah:
1. sistem simpatis
2. angiotensin II
3. Ekskresi natrium di ginjal.

Penurunan effective circulating blood volume akan ditangkap oleh baroreseptor


arterial sebagai hipotensi, sehingga tonus simpatis meningkat untuk mengawali
mekanisme kompensasi berupa:
1. Vasokonstriksi vena sehingga venous return meningkat
2. Peningkatan kontraktilitas miokard dan frekuensi denyut jantung sehingga
terjadi peningkatan curah jantung
3. Vasokonstriksi arteri, sehingga tahanan arteri sistemik dan tekanan darah
meningkat
4. Peningkatan sekresi renin juga meningkatkan kadar angiotensin II sebagai
vasokonstriktor kuat
5. Peningkatan resorpsi natrium pada tubuli ginjal karena peningkatan
angiotensin II dan aldosterone
Efek awal sinroma renjatan akan merangsang mediator-mediator sistem imunologi
barupa sitokin proinflamsi yang akan memperburuk respons inflamasi awal. Kondisi
ini akan melibatkan systemic inflammatory respons syndrome, kegagalan fungsi
organ dan kematian.
Ada 2 tahap resusitasi cairan pada renjatan kardiogenik
1. Tahap kegawatan dan replacement
2. Tahap rumatan
1. Tahap kegawatan dan replacement
Pada tahap ini harus mengetahui jumlah cairan yang harus diberikan untuk
memenuhi kebutuhan yang diperlukan, untuk mengembalikan pasien pada kondisi
normal (deficit volume). Disamping itu diperhitungkan pada ongoing losses dan
continuing abnormal losses. Pada tahap ini yang perlu menjadi bahan pertimbangan
adalah :

Penyebab penurunan volume intravaskuler


Data klinik pasien
Pemantauan cermat parameter hemodinamik dan laboratorik
Riwayatt terapi cairan sebelumnya
Prosedur tetap yang telah diberlakukan
Evidence based medicine

Pemberian bolus cairan pada pasien dengan status hipovolemi bergantung kepada
gejala klinis berupa frekuensi denyut jantung dan pernafasan yang cepat, nadi
lemah , warna pucat pda selaput lender dan tekanan darah.
2. Terapi rumatan
Selama memberikan resusitasi cairan, harus segera dilakukan :
1). pemasangan continuous percutaneous oximetry

Oksigenasi adekuat dengan pemasangan intubasi dan venilasi mekani sering


diperlukan
2). central venous pressure (CVP) melalui vena besar (subklavia, jugularis,
interna/eksterna, safena, femoralis), kateter dimasukkan sampai ujungnya
mencapai perbatasan vena cava superior dan atrium kanan, dikontrol dengan plain
foto. Tujuannya untuk mengukur tekanan vena besar dari sirkulasi sistemik ke
jantung sehingga dapat menentukan tekanan pengisian allir balik vena besar ke
ventrikel kanan yang besarnya bergantung kepada status hidrasi (volume
intravascular/darah), tonus vena dan compliance ventrikel kanan.
Respons hemodinamik terhadap fluid challenge (pemberian cairan 200 ml atau 20
mlkgBB iv dalam 30 menit) yang sangat penting pada fase awal renjatan untuk
diagnosis sekaligus terapi. Renjatan hipovolemik, akan terjadi kenaikan CVP pada
awal fluid challenge kemudian menurun dengan cepat. Renjatan normovolemik,
terjadi kenaikan CVP tanpa diikuti penurunan. Oleh karena itu, pada setiap pasien
dengan renjatan untuk tindakan diagnostic dan terapeutik perlu segera dipasang
CVP, dan yang penting sekali harus dilakukan penilaian secara berkala.
3). pemasangan kateter Swan-Ganz untuk menilai fungsi ventrikel kiri dengan
mengukur tekanan wedge kapiler paru dan arteri pulmonalis serta mengambil
sampel darah dari arterial dan mixed venous. Sangat akurat untuk menyingkirkan
penyebab renjatan yang lain (hipovolemia, obstruktif, atau septik). Bila pulmonary
capillary wedge pressure (PCWP) lebih besar dari 15 mmHg dan Cardiac index
kurang dari 2.2 L/min/m2 bisa dipastikan penyebab renjatan adalah kardiogenik.
4). Koreksi keseimbangan elektrolit (Kalsium, magnesium, natrium) dan asam basa
adalah sangat penting. Metabolisme anaerob mengakibatkan terjadi penumpukan
asam laktat yang akan mempengaruhi respons ventilasi, memperburuk fungsi
miokard, menimbulkan disritmia dan mengubah respons reseptor saraf autonomy
terhadap obat yang diberikan. Oleh karena itu, pada asidosis metabolic berat (pH
<7,20) koreksi segera dilakukan dengan natrium bikarbonat tanpa menunggu
perbaikan sirkulasi asal dipantau kadar natriumnya. Dosis darurat yang diberikan
adalah 1-2 mEq/kgBB kemudian dilanjutkan dengan koreksi setengah dari deficit
basa yaitu BB(kg) x deficit basa x 0,3 mEq.
5). Pemberian obat-obatan untuk control irama jantung dan
keseimbangan hemodinamik kembali sekaligus mempertahankannya

mendapatka

a. Dopamin
Dopamin mempunyai banyak kelebihan dibanding dengan katekolamin yang lain.
Diawali dengan dosis kurang dari 5 sampai dengan 10 mcg/kg/min bahkan sampai
20 mcg/kg/min IV, kemudian disesuaikan dengan tekanan darah dan parameter
hemodinamik yang lain. Dopamin dengan dosis kurang dari 5 mcg/kg/min
mengakibatkan vasodilatasi ginjal, mesenteric efek beta1-adrenergik (inotropic)

sehingga meningkatkan kontraktilitas miokard dan frekuensi denyut jantung. Pada


dosis 10 mcg/kg/min, efek alpha-adrenergic berupa vsokonstriksi arteri dan
meningkatkan tekanan darah.
Efek samping yang perlu diperhatikan pada dopamine adalah takikardi dan
peningkatan shunting intrapulmoner, penurunan perfusi splanchnic dan
peningkatan tekanan pulmonary arterial wedge. Bila perfusi masih buruk, perlu
diberikan noreepinefrin dengan dosis -,5 mcg/kg/min dengan titrasi sampai
mencapai MAP sebesar 60 mmHg. Pemberian ini harus sangat hati-hati oleh karena
meningkatkan afterload sehingga sering mengakibatkan penurunan curah jantung
dan perfusi ginjal.
b. Dobutamin
Dobutamin adalah beta1-reseptor agonist juga beta2-receptor dan alpha-receptor
yang minimal. Dipakai terutama bila lebih dari 80 mmHg dan tidak mempengaruhi
kebutuhan miokard terhadap oksigen. Mempunyai efek inotrioik positif
(meningkatkan kontraktilitas miokard) yang kuat dan efek kronotropik
(meningkatkan frekuensi denyut jantung, dan vasokonstriksi pembuluh darah
perifer) yang miimal, vasodilatasi perifer yang ringan (menurunkan afterload).
Dosis dimulai dari 2-5 ug/kgBB/menit sebagai inotropic akan meningkatkan curah
jantung melalui penurunan tekanan pengisian ventrikel dan sedikit mempengaruhi
frekuensi jantung.Pemakaian kombinasi Dobutamin dan Dopamin memberikan efek
emningkatkan inotropic dan menurunkan afterload sehingga curah jantung akan
meningkat.
4. Terapi Oksigen
Terapi Oksigen secara adekuat, walaupun dapat meningkatkan afterload tapi dapat
menurunkan tahanan pembuluh darah paru secara efektif. Fenomenan ini
menurunkan tahanan pembulih darah paru secara efektif. Fenomena ini
meningkatkan pirau kiri ke kanan dan menurunkan curah jantung. Untuk itu selama
pemberian oksigen perlu diperhatikan bila ada kenaikan frekuensi respirasi dan
respiratory effort makan tekanan oksigen harus segera diturunkan sesuai atau
sedikit di atas kadar oksigen ruangan. Apabila ada edema paru maka pemberian
oksigen baru bermanfaat bila menggunakan PEEP (Positive End Exporatory
Pressure)
5. Mechanical afterload reduction, intraaortic ballon counterpulsation
Cara ini dapat menurunkan afterload ventrikel kiri selama sistol dan meningkatkan
tekanan perfusi aorta selama diastole. Teknik yang digunakan adalah repetitive
cycle-synchronized pneumatic inflation and deflation of catheter-mounted ballon
melalui arteri femoralis perkutan.
Sumber :

Pediatric Advanced Life Support. AHA 2002.127-29


Nelson Text Book of Pediatrics 16th ed 2000:262-65

Anda mungkin juga menyukai