Definisi DM Tipe II
Definisi DM Tipe II
Berikut ini adalah pengertian Deabetes Melitus Tipe II menurut beberapa ahli, diantaranya:
a. Diabetes mellitus Tipe 2 atau dikenal dengan istilah Non-insulin Dependent
Millitus (NIDDM) adalah keadaan dimana hormone insulin dalam tubuh tidak dapat
berfungsi dengan semestinya, hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan
dalam produksi insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sel dan jaringan tubuh
terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. (Nurul
Wahdah, 2011)
b. Diabetes Mellitus Tipe II adalah defek sekresi insulin, dimana pankreas tidak mampu
menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal,
sehingga terjadi hiperglikemia yang disebabkan insensitifitas seluler akibat
insulin. (Elizabeth J Corwin, 2009)
c. Diabetes Mellitus Tipe II adalah keadaan dimana kadar glukosa tinggi, kadar insulin
tinggi atau normal namun kualitasnya kurang baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk
dalam sel, akibatnya terjadi gangguan transport glukosa yang dijadikan sebagai bahan bakar
metabolisme energi. (FKUI, 2011)
2.3
Etiologi DM Tipe II
Glukotoksisitas
Kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebkan peningkatan stress oksidatif,
IL-1b DAN NF-kB dengan akibat peningkatan apoptosis sel beta
2)
Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa dalam proses lipolisis akan
mengalami metabolism non oksidatif menjadi ceramide yang toksik terhadap sel beta
sehingga terjadi apoptosis
3)
Penumpukan amiloid
Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat sehingga kadar glukosa darah akan
meningkat, karena itu sel beta akan berusaha mengkompensasinya dengan meningkatkan
sekresi insulin hingga terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi insulin juga diikuti
dengan sekresi amylin dari sel beta yang akan ditumpuk disekitar sel beta hingga menjadi
jaringan amiloid dan akan mendesak sel beta itu sendiri sehingga akirnya jumlah sel beta
dalam pulau Langerhans menjadi berkurang. Pada DM Tipe II jumlah sel beta berkurang
sampai 50-60%.
4)
Efek inkretin
Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan cara meningkatkan proliferasi sel
beta, meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi apoptosis sel beta.
5)
Umur
Diabetes Tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin sering terjadi setelah usia
40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada usia lanjut. Usia lanjut yang mengalami gangguan
toleransi glukosa mencapai 50 92%. Proses menua yang berlangsung setelah usia 30 tahun
mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat
sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan ahirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi
fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang mengalami perubahan adalah sel beta pankreas
yang mengahasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan terget yang menghasilkan glukosa,
sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar glukosa.
6)
Genetik
b.
Retensi insulin
Penyebab retensi insulin pada DM Tipe II sebenarnya tidak begitu jelas, tapi faktor-faktor
berikut ini banyak berperan:
1)
Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap glukosa darah berkurang, selain itu
reseptor insulin pada sel diseluruh tubuh termasuk di otot berkurang jumlah dan keaktifannya
kurang sensitif.
2)
3)
4)
5)
Stress
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi sistem saraf simpatis yang diikuti
oleh sekresi simpatis adrenal medular dan bila stress menetap maka sistem hipotalamus
pituitari akan diaktifkan. Hipotalamus mensekresi corticotropin releasing factor yang
menstimulasi pituitari anterior memproduksi kortisol, yang akan mempengaruhi peningkatan
kadar glukosa darah (FKUI, 2011)
2.4
Berikut ini adalah faktor resiko yang dapat terkena DM Tipe II, antara lain:
a.
Usia 45 tahun
b.
Usia lebih muda, terutama dengan indeks massa tubuh (IMT) >23 kg/m2 yang disertai
dengan faktor resiko:
1)
2)
3)
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram, atau riwayat DM
gestasional
4)
5)
6)
Menderita polycyctic ovarial syndrome(PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait
dengan resistensi insulin
7)
Adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT) sebelumnya
8)
c.
d.
e.
f.
Faktor genetik
g.
h.
2.5
a.
1)
Penurunan penglihatan
2)
Poliuri ( peningkatan pengeluaran urine ) karena air mengikuti glukosa dan keluar
melalui urine.
3)
Polidipsia (peningkatan kadar rasa haus)akibat volume urineyang sangat besar dan
keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti ekstrasel
karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi
7)
8)
9)
Perubahan kulit, khususnya pada tungkai dan kaki akibat kerusakan sirkulasi perifer,
kemungkinan kondisi kulit kronis seperti selulitis atau luka yang tidak kunjung sembuh,
turgor kulit buruk dan membran mukosa kering akibat dehidrasi
10) Penurunan nadi perifer, kulit dingin, penurunan reflek, dan kemungkinan nyeri perifer
atau kebas
11)
b.
1)
Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa diskresi mukus,
gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah
2)
Gangguan penglihatan yang berhubungan dengan keseimbangan air atau pada kasus
yang berat terjadi kerusakan retina
3)
4)
Kandidiasis vagina ( infeks ragi ), akibat peningkatan kadar glukosa disekret vagina
dan urine, serta gangguan fungsi imun . kandidiasis dapat menyebabkan rasa gatal dan kadas
di vagina
5)
Pelisutan otot dapat terjadi kerena protein ototdigunakan untuk memenuhi kebutuhan
energi tubuh
6)
Efek Somogyi: Efek somogyi merupakan komplikasi akut yang ditandai penurunan
unik kadar glukosa darah di malam hari, kemudian di pagi hari kadar glukosa kembali
meningkat diikuti peningkatan rebound pada paginya. Penyebab hipoglikemia malam hari
kemungkinan besar berkaitan dengan penyuntikan insulin di sore harinya. Hipoglikemia itu
sendiri kemudian menyebabkan peningkatan glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon
pertumbuhan. Hormon ini menstimulasi glukoneogenesis sehingga pada pagi harinya terjadi
Patofisiologi DM Tipe II
Patogenesis diabetes melitus Tipe II ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer,
gangguan hepatic glucose production (HGP), dan penurunan fungsi cell , yang akhirnya
akan menuju ke kerusakan total sel . Mula-mula timbul resistensi insulin yang kemudian
disusul oleh peningkatan sekresi insulin untuk mengkompensasi retensi insulin itu agar kadar
glukosa darah tetap normal. Lama kelamaan sel beta tidak akan sanggup lagi
mengkompensasi retensi insulin hingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta
makin menurun saat itulah diagnosis diabetes ditegakkan. Ternyata penurunan fungsi sel beta
itu berlangsung secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mengsekresi
insulin.( FKUI,2011 )
Individu yang mengidap DM Tipe II tetap mengahasilkan insulin. Akan tetapi jarang terjadi
keterlambatan awal dalam sekresi dan penurunan jumlah total insulin yang di lepaskan. Hal
ini mendorong semakin parah kondisi seiring dengan bertambah usia pasien. Selain itu, selsel tubuh terutama sel otot dan adiposa memperlihatkan resitensi terhadap insulin yang
bersirkulasi dalam darah. Akibatnya pembawa glukosa (transporter glukosa glut-4) yang ada
disel tidak adekuat. Karena sel kekurangan glukosa, hati memulai proses glukoneogenesis,
yang selanjutnya makin meningkatkan kadar glukosa darah serta mestimulasai penguraian
simpanan trigliserida, protein, dan glikogen untuk mengahasilkan sumber bahan bakar
alternative, sehingga meningkatkan zat- zat ini didalam darah. Hanya sel-sel otak dan sel
darah merah yang terus menggunakan glukosa sebagai sumber energy yang efektif . Karena
masih terdapa insulin , individu dengan DM Tipe II jarang mengandalkan asam lemak untuk
menghasilkan energi dan tidak rentang terhadap ketosis.(Elizabeth J Corwin, 2009)
2.7
Pathway DM Tipe II
Terlampir
2.8
Komplikasi DM Tipe II
Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat DM Tipe II, antara lain:
a.
Hipoglikemia
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diabetes yang di obati dengan insulin atau
obat-obatan antidiabetik oral. Hal ini mungkin di sebabkan oleh pemberian insulin yang
berlebihan, asupan kalori yang tidak adekuat, konsumsi alkohol, atau olahraga yang
berlebihan. Gejala hipoglikemi pada lansia dapat berkisar dari ringan sampai berat dan tidak
disadari sampai kondisinya mengancam jiwa.
b.
Ketoasidosis diabetic
Kondisi yang ditandai dengan hiperglikemia berat, merupakan kondisi yang mengancam
jiwa. Ketoasidosis diabetik biasanya terjadi pada lansia dengan diabetes Tipe 1, tetapi kadang
kala dapat terjadi pada individu yang menderita diabetes Tipe 2 yang mengalami stress fisik
dan emosional yang ekstrim.
c. Sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar (Hyperosomolar hyperglycemic
syndrome, HHNS) atau koma hiperosmolar
Komplikasi metabolik akut yang paling umum terlihat pada pasien yang menderita diabetes.
Sebagai suatu kedaruratan medis, HHNS di tandai dengan hiperglikemia berat(kadar glukosa
darah di atas 800 mg/dl), hiperosmolaritas (di atas 280 mOSm/L), dan dehidrasi berat akibat
deuresis osmotic. Tanda gejala mencakup kejang dan hemiparasis (yang sering kali keliru
diagnosis menjadi cidera serebrovaskular) dan kerusakan pada tingkat kesadaran (biasanya
koma atau hampir koma).
d. Neuropati perifer
Biasanya terjadi di tangan dan kaki serta dapat menyebabkan kebas atau nyeri dan
kemungkinan lesi kulit. Neuropati otonom juga bermanifestasi dalam berbagai cara, yang
mencakup gastroparesis (keterlambatan pengosongan lambung yang menyebabkan perasaan
mual dan penuh setelah makan), diare noktural, impotensi, dan hipotensi ortostatik.
e.
Penyakit kardiovaskuler
Pasien lansia yang menderita diabetes memiliki insidens hipertensi 10 kali lipat dari yang di
temukan pada lansia yang tidak menderita diabetes. Hasil ini lebih meningkatkan resiko
iskemik sementara dan penyakit serebrovaskular, penyakit arteri koroner dan infark miokard,
aterosklerosis serebral, terjadinya retinopati dan neuropati progresif, kerusakan kognitif, serta
depresi sistem saraf pusat.
f.
Infeksi kulit
Kadar glukosa dapat diukur dari sample berupa darah biasa atau plasma. Pemeriksaan kadar
glukosa darah lebih akurat karena bersifat langsung dan dapat mendeteksi kondisi
hiperglikemia dan hipoglikemia. Pemeriksaan kadar glukosa darah menggunakan glukometer
lebih baik daripada kasat mata karena informasi yang diberikan lebih objektif kuantitatif.
(FKUI,2011)
b.
Pemeriksaan kadar glukosa urin menggambarkan kadar glukosa darah secara tidak langsung
dan tergantung pada ambang batas rangsang ginjal yang bagi kebanyakan orang sekitar 180
mg/dl. Pemeriksaan ini tidak memberikan informasi tentang kadar glukosa darah tersebut,
sehingga tak dapat membedakan normoglikemia atau hipoglikemia. (FKUI, 2011)
c.
Memberikan diagnosis definitif diabetes. Akan tetapi, pada lansia, pemeriksaan glukosa
serum postprandial 2 jam dan pemeriksaan toleransi glukosa oral lebih membantu menegakan
diagnosis karena lansia mungkin memiliki kadar glukosa puasa hampir normal tetapi
mengalami hiperglikemia berkepanjangan setelah makan. Diagnosis biasanya dibuat setelah
satu dari tiga kriteria berikut ini terpenuhi:
1) Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg/dl atau lebih tinggi.
2) Konsentrasi glukosa darah puasa 126 mg/dl atau lebih tinggi.
3) Kadar glukosa darah puasa setelah asupan glukosa per oral 200 mg/dl atau lebih. (Jaime
Stockslager L dan Liz Schaeffer, 2007)
d.
Fruktosamina serum
Kadar glukosa darah yang terlalu tinggi dan kurang hormone insulin menyebabkan tubuh
menggunakan lemak sebagai sumber energy. Keton urin dapat diperiksa dengan menggunkan
reaksi kolorimetrik antara benda keton dan nitroprusid yang menghasilkan warna ungu.
(FKUI,2011)
g.
Pada penyandang DM, glikosilasi hemoglobin meningkat secara proporsional dengan kadar
rata-rata glukosa darah selama 8-10 minggu terakhir. Bila kadar glukosa darah dalam keadaan
normal antara 70-140 mg/dl selama 8-10 minggu terakhir, maka test AIC akan menunjukkan
nilai normal. Pemeriksaan AIC dipengaruhi oleh anemia berat, kehamilan, gagal ginjal dan
hemoglobinnopati. Pengukuran AIC dilakukan minimal 4bulan sekali dalam setahun. (FKUI,
2011)
h.
PKGS memberikan informasi kepada penyandang DM mengenai kendali glikemik dari hai
kehari sehingga memungkinkan klien melakukan penyesuaian diet dan pengobatan terutama
saat sakit, latihan jasmani dan aktivitas lain. PKGS memberikan feedback cepat kepada
pasien terhadap kadar glukosa setiap hari. (FKUI,2011)
i.
Merupakan metode sample glukosa cairan intestinal ( yang berhubungan dengan glukosa
darah) telah banyak digunakan untuk mengetahui kendali glikemik. Caranya adalah
menggunakan sistem mikrodialisis yang dinsersi secara subkutan, konsentrasi glukosa
kemudian diukur dengan detector elektroda oksidasi glukosa. Sensor glukosa pada PGB
memiliki alaram untuk mendeteksi kondisi hipoglikemi dan hiperglikemi. (FKUI)
Penatalaksanaan Medis
a)
(1) Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel beta pankreas untuk melepaskan insulin
yang tersimpan. Efek ekstra pankreas yaitu memperbaiki sensitivitas insulin ada, tapi tidak
penting karena ternyata obat ini tidak bermanfaat pada pasien insulinopenik. Mekanisme
kerja golongan obat ini antara lain:
(a)
(b)
(c)
(2) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonylurea, dengan meningkatkan
sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid
(derivate asam benzoat) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan
cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.(FKUI, 2011)
b)
(1) Biguanid
Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metformin. Etformin menurunkan
glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap insulin pada tingkat selular, distal dari reseptor
insulin serta juga pada efeknya menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan
pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan menghambat
absorbsi glukosa dari usus pada keadaan sesudah makan. (FKUI, 2011)
(2) Tiazolidindion
Tiazolidindion adalah golongan obat yang mempunyai efek farmakologis meningkatkan
sesitivitas insulin. Golongan obat ini bekerja meningkatkan glukosa disposal pada sel dan
mengurangi produksi glukosa dihati.( FKUI, 2011)
c)
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa dalam saluran
cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia
postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabakan hipoglikemia dan juga
tidak berpengaruh pada kadar insulin.(FKUI, 2011)
d)
Obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dan penekanan terhadap sekresi glukagon dapat
menjadi lama, dengan hasil kadar glukosa dapat diturunkan. (FKUI, 2011)
2) Insulin
Insulin adalah suatu hormone yang diproduksi oleh sel beta dari pulau Langerhanss kelenjar
pankreas. Insulin dibentuk dari proinsulin yang bila kemudian distimulasi, terutama oleh
peningkatan kadar glukosa darah akan terbelah untuk menghasilkan insulin dan peptide
penghubung (C-peptide)yang masuk kedalam aliran darah dalam jumlah ekuimolar.
Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM Tipe II akan memerlukan insulin untuk
mengendalikan kadar glukosa darahnya. Pada DM Tipe II tertentu akan butuh insulin bila:
a)
Terapi jenis lain tida dapat mencapai target pengendalian kadar glukosa darah
b)
Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miocard
akut atau stroke.
Pengaruh insulin tehadap jaringan tubuh antara lain insulin menstimulasi pemasukan asam
amino ke dalam sel dan kemudian meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan
penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin
menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk di gunakan sebagai sumber energi dan
membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan hati.
(FKUI,2011)
b.
Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan Diet
Tujuan umum terapi gizi adalah membantu orang dengan diabetes memperbaiki kebiasaan
gizi dan olahraga untuk mendapatakan control metabolic yang lebih baik, dan beberapa
tambahan tujuan khusus yaitu:
1) Mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal dengan keseimbangan asupan
makanan dengan insulin(endogen/eksogen) atau obat hipoglikemik oral dan tingkat aktifitas
2) Mencapai kadar serum lipid yang optimal.
3) Memberikan energy yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang
memadai pada orang dewasa mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada
anak dan remaja, untuk peningkatan kebutuhan metabolic selama kehamilan dan laktasi atau
penyambuhan dari penyakit metabolic
Sukrosa
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa bagian dari perencanaan makan tidak
memperburuk control glukosa darah pada individu dengan diabetes.
b) Pemanis
Fruktosa menaikkan glikosa plasma lebih kecil daripada sukrosa dan kebanyakan karbohidrat
jenis tepung-tepungan. Sakarin, aspartame, acesulfame K adalah pemanis tak bergizi yang
dapat di terima sebagai pemanis pada semua penderita DM.
5) Serat
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetessama dengan untuk orang yang tidak
diabetes yaitu dianjurkan mengkonnsumsi 20-35 gr serat makanan dari berbagai sumber
makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25gr /1000 kalori perhari dengan
mengutamakan serat larut
6) Natrium
Asupan untuk orang diabetes sama dengan orang biasa yaitu tidak lebih dari 3000 mg,
sedangkan bagi penderita hipertensi ringan sampai sedang di anjurkan 2400 mg natrium
perhari.
7) Alkohol
Asupan kalori dari alkohol di perhitungkan sebagai bagian dari asupan kalori total dan
sebagai penukar lemak ( 1 minuman alkohol = 2 penukar lemak)
8) Mikronutrien: vitamin dan mineral
Apabila asupan gizi cukup, biasanya tidak perlu menambah suplemen vitamin dan mineral.
Walaupun ada alasan teoritis untuk memberikan suplemen antioksidan pada saat ini hanya
sedikit bukti yang menunjang bahwa terapi tersebut menguntungkan.( FKUI, 2011 )
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian Keperawatan
1.
Identitas pasien
2.
3.
Keuhan utama
4.
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,mendapat terapi insulin jenis
apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien
untuk menanggulangi penyakitnya.
6. Pemeriksaan Fisik
1.
Aktivitas / istirahat
Gejala
-
Tanda
2.
Sirkulasi
Gejala
Tanda
: - Takikardia
Disritmia
Krekels
3.
Integritas Ego
Gejala
-
Tanda
4.
Eliminasi
Gejala
Diare
Tanda
5.
: -
Makanan / cairan
Gejala
Mual / muntah
Haus
Nyeri / kenyamanan
Gejala
Tanda
7.
Pernafasan
: -
Lapar udara
Frekuensi pernafasan
8.
Keamanan
Gejala
Tanda
: -
Resiko devisit volume cairan dean elektrolit b/d diuresis osmotic dan poliuria
3.
4.
Gangguan integritas kulit b/d penurunan sensasi sensori, gangguan sirkulasi, penurunan
aktifitas/mobilisasi, kurangnya pengetahuan tentang perawatan kulit.
5.
6.
7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
leukosit.
3.3. Intervensi Keperawatan
1.
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan metabolisme karbohidrat
akibat defisiansi insulin, intake tidak adekuat akibat adanya mual muntah
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
a.
Rasional :
b.
Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang
dapat dihabiskan pasien
Rasional :
c.
Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrient) dan elektrolit dengan
segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui pemberian cairan melalui oral
Rasional : Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi
gastroisntetinal baik
d.
Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa darah, aseton, pH, dan HCO3
Rasional : Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi
insulin terkontrol.
e.
Rasional : Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien
2.
Devisit volume cairan dan elektorlit b/d diuresis osmotic dan poliuria
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
a.
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik di status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
c.
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
Rasional :
Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat
d.
Pantau pemeriksaan lab seperti : Hematoksit (Ht), BUN (kreatinin) dan Osmulalitas
darah, Natrium, kalium
Rasional :
Ht : Mengkaji tingkat hidrasi dan sering kali meningkat akibat homokonsentrasi yang
terjadi setelah dieresis osmotik
BUN : Peningkatan nilai dapat mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau tanda
awitan kegagalan ginbjal.
-
Natrium : Mungkin menurun yang dapat mencerminkan perpindahan cairan dari intra sel
(dieresis osmotik)
-
3.
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
1.
Diskusi dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Membuat jadwal perencanaan dengan
pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas
meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2.
Beri aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup / tanpa diganggu.
Rasional :
3.
Rasional :
4.
Rasional : Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kegiatan
akan pada energi pada setiap kegiatan.
5.
Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang
dapat ditoleransi.
Rasional : Meningkatkan kepercayan diri / harga diri positif sesuai tingkat aktivitas yang
dapat ditoleransi pasien.
4.
Kriteria hasil :
Intervensi :
1.
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasinya perifer, imobilitas fisik dan
gangguan status nutrisi.
2.
Rasional :
3.
Rendam kaki dalam air steril pada suhu kamar dengan larutan betadine tiga kali sehari
selama 15 menit
Rasional :
4.
Rasional :
Menjaga kebersihan luka / meminimalkan kontaminasi silang. Plester adesif
dapat membuat abrasi terhadap jaringan mudah rusak.
5.
Berikan dikloksasi 500 mg per oral setiap 6 jam, mulai jam 10 malam amati tanda-tanda
hipersensitivitas, seperti : pruritus, urtikaria, ruam
Rasional : Pengobatan infeksi / pencegahan komplikasi. Makanan yang mengganggu
absorbsi obat memerlukan penjadwalan sekitar jam makan. Meskipun tidak ada riwayat
reaksi penicilin tetapi dapat terjadi kapan saja.
5.
Kriteria hasil :
Intervensi :
1.
Rasional : Membantu pasien / orang terdekat untuk memulai menerima perubahan dan
mengurangi ansietas mengenai perubahan fungsi atau gaya hidup.
3.
Diskusikan pandangan klien terhadap citra diri dan efek yang ditimbulkan dari penyakit
Rasional : Persepsi pasien mengenai pada perubahan citra diri mungkin terjadi secara tibatiba atau kemudian atau menjadi proses halus yang secara terus menerus.
4.
Bantu pasien atau orang terdekat dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan halhal tersebut mungkin diperkukan untuk dilepaskan atau diubah.
Rasional : Memberi kesempatan untuk mengidentifikasi kesalahan konsep dan mulai
melihat pilihan-pilihan, meningkatkan orientasi realita.
5.
Rujuk pada dukungan psikiatri atau group terapi, pelayanan sosial sesuai petunjuk
Rasional : Mungkin dibutuhkan untuk membantu pasien / orang terdekat untuk mencapai
kesembuhan optimal.
6.
Kriteria hasil :
Intervensi :
1.
Rasional :
2.
Rasional :
3.
Rasional :
4.
7.
Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
leukosit.
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
a.
Rasional: pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan
ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial
b. Pertahankan teknik aseptic pada prosedur infasif
Rasional: kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi
pertumbuhan kuman
c.
Rasional: gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi insulin
terkontrol
d. Kolaborasi dalam pemberian antibiotic sesuai indikasi
Rasional: Penanganan awal dapat membantu mencegah terjadinya sepsis. ( Husni,2013)
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Diabetes Mellitus Tipe II adalah keadaan dimana kadar glukosa tinggi, kadar insulin tinggi
atau normal namun kualitasnya kurang baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk dalam
sel, akibatnya terjadi gangguan transport glukosa yang dijadikan sebagai bahan bakar
metabolisme energi. Penyebab DM Tipe II antara lain: penurunan fungsi cell bpankreas dan
retensi insulin.
Faktor-faktor resiko yang dapat terkena DM Tipe II antara lain: usia 45 tahun, usia lebih
muda, terutama dengan indeks massa tubuh (IMT) >23 kg/m2 yang disertai dengan kebiasaan
tidak aktif; turunan pertama dari orang tua dengan DM; riwayat melahirkan bayi dengan BB
lahir bayi >4000 gram, atau riwayat DM gestasional; hipertensi (140/90 mmHg); kolesterol
HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida 250 mg/dl; menderita polycyctic ovarial
syndrome(PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin; adanya
riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
sebelumnya; memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, obesitas terutama yang bersifat
sentral (bentuk apel), diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan, genetic
dan stress.
Tanda gejala DM Tipe II antara lain: penurunan penglihatan, poliuri polidipsia, rasa lelah dan
kelemahan otot,polifagia, konfusi atau derajat delirium, konstipasi atau kembung pada
abdomen, retinopati atau pembentukan katarak, perubahan kulit, penurunan nadi perifer, kulit
dingin, penurunan reflek, dan kemungkinan nyeri perifer atau kebas, hipotensi ortostatik
,peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa diskresi mukus,
gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah , paretesia atau abnormalitas
sensasi, kandidiasisvagina, pelisutan otot, efek somogyi dan fenomena fajar.
Komplikasi yang dapat muncul antara lain: hipoglikemia, ketoasidosis diabetic, sindrom
nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar (Hyperosomolar hyperglycemic syndrome, HHNS)
atau koma hiperosmolar, neuropati perifer, penyakit kardiovaskuler dan infeksi kulit.
4.2
Saran
b.
c.
Hindari makanan siap saji dengan kandungan karbohidrat dan lemak tinggi.
d.
e.
4.3
Kata Penutup
Alhamdulillah makalah ini dapat terselesaikan dengan baik tanpa ada hambatan yang berarti.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Maka penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Hanya kepada Allah penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA