PENDAHULUAN
Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui berbagai pihak
cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank
Indonesia antara lain jumlahnya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi,
menyerap banyak tenaga kerja dan setiap investasi menciptakan lebih banyak kesempatan
kerja, memiliki kemampuan untuk memanfaatkan bahan baku lokal dan menghasilkan barang
dan jasa yang dibutuhkan masyarakat luas dengan harga terjangkau. Dalam posisi strategis
tersebut, pada sisi lain UMKM masih menghadapi banyak masalah dan hambatan dalam
melaksanakan dan mengembangkan aktivitas usahanya. Sebenarnya masalah dan kendala
yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama ini telah sering diungkapkan, antara lain
manajemen, permodalan, teknologi, bahan baku, informasi dan pemasaran, infrastruktur,
birokrasi dan pungutan, serta kemitraan.
Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program yang termasuk dalam Kelompok
Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Usaha Ekonomi Mikro dan
Kecil (klaster 3). Klaster ini bertujuan untuk meningkatkan akses permodalan dan sumber
daya lainnya bagi usaha mikro dan kecil.
KUR adalah skema kredit atau pembiayaan modal kerja dan atau investasi yang
khusus diperuntukkan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah dan koperasi (UMKMK) di bidang
usaha produktif yang usahanya layak (feasible) namun mempunyai keterbatasan dalam
pemenuhan persyaratan yang ditetapkan perbankan (belum bankable). KUR merupakan
program pemberian kredit atau pembiayaan dengan nilai dibawah 5 (lima) juta rupiah dengan
pola penjaminan oleh pemerintah dengan besarnya coverage penjaminan maksimal 70% dari
plafon kredit. Lembaga penjaminnya adalah PT. Jamkrindo dan PT. Askrindo. Program KUR
dilaksanakan di seluruh 33 Provinsi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Kredit Usaha Rakyat, yang selanjutnya disingkat KUR adalah kredit atau pembiayaan
kepada Usaha Mikro Kecil Menengah Koperasi (UMKM-K) dalam bentuk pemberian modal
kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif. KUR adalah
program yang dicanangkan oleh pemerintah namun sumber dananya berasal sepenuhnya dari
dana bank. Pemerintah memberikan penjaminan terhadap resiko KUR sebesar 70%
sementara sisanya sebesar 30% ditanggung oleh bank pelaksana. Penjaminan KUR diberikan
dalam rangka meningkatkan akses UMKM-K pada sumber pembiayaan dalam rangka
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. KUR disalurkan oleh 6 bank pelaksana yaitu
Mandiri, BRI, BNI, Bukopin, BTN, dan Bank Syariah Mandiri (BSM).
Tujuan program KUR adalah mengakselerasi pengembangan kegiatan perekonomian
di sektor riil dalam rangka penanggulangan dan pengentasan kemiskinan serta perluasan
kesempatan kerja. Secara lebih rinci, tujuan program KUR adalah sebagai berikut :
Yang dimaksud dengan usaha produktif, usaha layak dan belum bankable yaitu :
Usaha Produktif adalah usaha untuk menghasilkan barang atau jasa untuk memberikan
nilai tambah dan meningkatkan pendapatan bagi pelaku usaha.
Usaha Layak adalah usaha calon debitur yang menguntungkan atau memberikan laba
sehingga mampu membayar bunga atau marjin dan mengembalikan seluruh hutang atau
kewajiban pokok kredit atau pembiayaan dalam jangka waktu yang disepakati antara bank
pelaksana dengan debitur KUR.
Belum Bankable adalah UMKMK yang belum dapat memenuhi persyaratan perkreditan
atau pembiayaan dari bank.
Ada tiga pilar penting dalam pelaksanaan program ini KUR, diantaranya :
1. Pemerintah, yaitu Bank Indonesia (BI) dan Departemen Teknis (Departemen
Keuangan, Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan
Perikanan, Departemen Perindustrian, dan Kementerian Koperasi dan UKM).
Pemerintah berfungsi membantu dan mendukung pelaksanaan pemberian berikut
penjaminan kredit.
2. Lembaga penjaminan yang berfungsi sebagai penjamin atas kredit dan pembiayaan
yang disalurkan oleh perbankan.
3. Perbankan sebagai penerima jaminan berfungsi menyalurkan kredit kepada UMKM
dan Koperasi. Bertindak sebagai lembaga penjaminan dalam program ini adalah PT.
(Persero) Asuransi Kredit Indonesia (PT. Askrindo) dan Perusahaan Umum Jaminan
Kredit Indonesia (Perum Jamkrindo). Sedangkan pihak ketiga yaitu Bank Penyalur
terdiri dari enam Bank Umum dan tiga belas Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Keenam Bank Umum penyalur KUR sampai saat ini adalah :
Bank BRI,
Bank Mandiri,
Bank BNI,
Bank BTN,
Bank Bukopin.
Bank Nagari,
Bank DKI,
Bank Jatim,
Bank Jateng,
BPD DIY,
Bank NTB,
Bank Kalbar,
Bank Kalteng,
Bank Kalsel,
Bank Sulut,
Bank Papua.
UMKMK dapat mendapatkan KUR dari Bank Pelaksana dengan cara sebagai berikut :
Apabila menurut Bank usaha UMKMK layak maka Bank menyetujui permohonan
KUR. Keputusan pemberian KUR sepenuhnya merupakan kewenangan Bank.
Dokumen legalitas dan perizinan yang minimal ada pada saat debitur mengajukanKUR
kepada Bank antara lain :
1. Identitas diri nasabah, seperti KTP, SIM, Kartu Keluarga, dll.
2. Legalitas usaha, seperti akta pendirian, akta perubahan
3. Perzinan usaha, seperti SIU, TDP, SK Domisili, dll
4. Catatan pembukuan atau laporan keuangan
5. Salinan bukti agunan
2.2
Skema penyaluran KUR yang dilakukan secara langsung ke UMKMK adalah sebagai
berikut:
Keterangan :
a = Bank melakukan penilaian secara individu terhadap calon debitur KUR. Apabila dinilai
layak dan disetujui oleh Bank Pelaksana, maka Debitur KUR menandatangani Perjanjian
Kredit
b = Bank mengajukan permohonan penjaminan kepada Perusahaan Penjamin
Skema penyaluran KUR yang dilakukan secara tidak langsung melalui lembaga
linkage dengan pola executing adalah sebagai berikut :
Keterangan :
a = Lembaga linkage mengajukan permohonan Kredit/Pembiayaan kepada Bank Pelaksana
b = Bank Pelaksana melakukan pengecekan Sistem Informasi Debitur dan analisakelayakan.
Apabila dinyatakan layak dan disetujui, maka Bank Pelaksanamenandatangani Perjanjian
Kredit/Pembiayaan dengan Lembaga Linkage.
c = Bank Pelaksana mengajukan permintaan penjaminan kredit/pembiayaan
kepadaPerusahaan Penjamin.
d = Lembaga Linkage menyalurkan kredit/pembiayaan yang diterima dari BankPelaksana
kepada debitur UMKMK dari Lembaga Linkage.
e = Debitur UMKMK melakukan pembayaran kewajiban kredit/pembiayaan
kepadaLembaga Linkage.
f = Lembaga Linkage bertanggungjawab terhadap pelunasan KUR kepada BankPelaksana.
Skema penyaluran KUR yang dilakukan secara tidak langsung melalui lembaga
linkage dengan pola channeling adalah sebagai berikut:
Keterangan :
a = Untuk mendapatkan kredit/pembiayaan dari Bank Pelaksana, UMKMKmemberikan
kuasa kepada pengurus Lembaga Linkage untuk mengajukan kreditdan menjaminkan agunan
kepada Bank Pelaksana;
b = Lembaga Linkage mewakili UMKMK mengajukan permohonan kredit kepadaBank
Pelaksana.
c = Bank Pelaksana melakukan pengecekan Sistem Informasi Debitur dan analisakelayakan.
Apabila layak dan disetujui maka Bank Pelaksana :
Berdasarkan kuasa dari Bank Pelaksana, maka Lembaga Linkagemenandatangani Perjanjian
Kredit/Pembiayaan dengan UMKMK atau
Berdasarkan kuasa dari UMKMK, maka Lembaga Linkage menandatanganiPerjanjian
Kredit/Pembiayaan dengan Bank Pelaksana.
d = Bank mengajukan permohonan penjaminan kepada perusahaan penjamin.
e = Lembaga Linkage menerus pinjamkan kredit/pembiayaan yang diterima dariBank
Pelaksana kepada debitur UMKMK. Debitur UMKMK melakukanpembayaran kewajiban
kredit/pembiayaan kepada Bank Pelaksana melalui Lembaga Linkage. UMKMK bertanggung
jawab melunasi KUR kepada BankPelaksana. Lembaga Linkage yaitu Koperasi Sekunder,
Koperasi Primer (Koperasi Simpan Pinjam, Unit Simpan Pinjam Koperasi), Badan Kredit
Desa (BKD), Baitul Mal Wa Tanwil(BMT), Bank Perkreditan Rakyat/Syariah (BPR/BPRS),
Lembaga Keuangan Non Bank,Kelompok Usaha, Lembaga Keuangan Mikro
Ketentuan penyaluran KUR kepada lembaga linkage dengan pola executing adalah
sebagai berikut :
1. Lembaga Linkage tersebut diperbolehkan sedang memperoleh Kredit/
Pembiayaandari perbankan.
2. Lembaga Linkage tersebut tidak sedang memperoleh Kredit Program Pemerintah.
3. Plafon KUR yang dapat diberikan oleh Bank Pelaksana kepada Lembaga
Linkagemaksimal sebesar Rp. 1.000.000.000,- dengan jangka waktu sesuai
ketentuanKUR.
4. Suku bunga KUR dari Bank Pelaksana kepada Lembaga Linkage maksimal sebesar14
% efektif pertahun.
5. Suku bunga dan plafon kredit/pembiayaan dari Lembaga Linkage kepada
UMKMKditetapkan maksimal sebesar 22% efektif per tahun dan maksimal Rp 100
juta perdebitur.
Ketentuan penyaluran KUR kepada lembaga linkage dengan pola channeling adalah
sebagai berikut :
1. Lembaga Linkage diperbolehkan sedang memperoleh Kredit/Pembiayaan
dariperbankan maupun Kredit Program Pemerintah.
2. Jumlah KUR yang disalurkan oleh Bank Pelaksana adalah sesuai dengan
daftarnominatif calon debitur yang diajukan oleh Lembaga Linkage.
3. Plafon, suku bunga dan jangka waktu KUR melalui Lembaga Linkage kepadadebitur
mengikuti ketentuan KUR Retail dan KUR Mikro.
4. Atas penyaluran KUR tersebut, Lembaga Linkage berhak memperoleh fee dari
BankPelaksana yang besarnya ditentukan berdasarkan kesepakatan dengan
BankPelaksana.
5. Debitur KUR bertanggung-jawab atas pengembalian KUR.
6. Jumlah kredit yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin adalah sesuai dengan
yangditerima oleh Debitur KUR.
Kepada debitur KUR dapat diberikan jangka waktu fasilitas KUR maksimal selama
3tahun untuk modal kerja dan maksimal lima tahun untuk investasi. Pemberian penambahan
plafon dapat dilakukan tanpa menunggu pinjaman dilunasi, dengan ketentuan sebagai
berikut :
1. Debitur yang bersangkutan masih belum dapat dikategorikan bankable.
2.4
Analisis kredit merupakan penelitian yang dilakukan oleh account officer terhadap kelayakan perusahaan,
kelayakan usaha nasabah, kebutuhan kredit, kemampuan menghasilkan laba, sumber pelunasan kredit serta
jaminan yang tersedia untuk meng-cover permohonan kredit. Analisis kredit bertujuan untuk memperoleh dan
meyakinkan apakah usaha nasabah layak, nasabah memiliki kemampuan dan kemauan memenuhi kewajibannya
kepada bank secara baik, baik pembayaran pokok pinjaman maupun bunganya sesuai dengan kesepakatan
dengan bank (Rivai dkk, 2013 : 217).
meyakinkan apakah usaha nasabah layak, nasabah memiliki kemampuan dan kemauan memenuhi kewajibannya
kepada bank secara baik, baik pembayaran pokok pinjaman maupun bunganya sesuai dengan kesepakatan
dengan bank (Rivai dkk, 2013 : 217).
Walean (1990 : 267-271) menerangkan prinsip dasar dan umum didalam penilaian/analisa kredit
merupakan prinsip klasik adalah prinsip yang dikenal dengan Prinsip 5 C, yang terdiri dari :
1. Character (Watak). Character adalah watak dan sifat dari peminjam baik dalam kehidupan pribadi maupun
dalam lingkungan usaha.
2. Capacity (Kecakapan atau Kemampuan). Capacity yaitu kemampuan yang dimiliki peminjam untuk
membuat rencana dan mewujudkan rencana itu menjadi kenyataan termasuk kemampuan dalam
menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan.
3. Capital (Modal). Capital merupakan dana yang dimiliki peminjam untuk menjalankan dan memelihara
kelangsungan usahanya.
4. Collateral (Jaminan). Collateral merupakan barangbarang yang akan diserahkan peminjam sebagai
jaminan terhadap kredit yang diterimanya.
5. Condition of Economy (Kondisi Perekonomian). Condition of economy merupakan keadaan/ kondisi
perekonomian pada suatu saat yang dapat mempengaruhi maju mundurnya perusahaan.
Selain 5 (lima) C, Rivai dkk (2013 : 219225) menyebutkan aspekaspek analisis kredit terdiri dari aspek
yuridis, aspek pemasaran, aspek manajemen dan organisasi, aspek teknis, aspek keuangan, aspek jaminan dan
aspek sosial ekonomi dan analisis dampak lingkungan (AMDAL). Sedangkan Triandaru dan Budisantoso
(2007 :
114-115) menerangkan, dalam pemberian kredit bank wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang
mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya. Mengingat hal
tersebut diatas dan adanya prinsip kehati-hatian, maka pihak bank selalu ingin mengetahui segala sesuatu
tentang
kemampuan dan kemauan debiturnya. Hal-hal tersebut terdiri dari perijinan dan legalitas, karakter, pengalaman
dan manajemen, kamampuan teknis, pemasaran, sosial, keuangan, dan agunan.
Prinsip Dasar Kredit Usaha Rakyat (KUR)
KUR adalah kredit/pembiayaan yang diberikan oleh perbankan kepada UMKMK yang feasible tapi belum
bankabl. Pada tanggal 5 November 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meluncurkan KUR dengan
fasilitas penjaminan kredit dari Pemerintah melalui PT Askrindo dan Perum Jamkrindo. Berikut pihak-pihak
dalam pelaksanaan serta penyaluran KUR yang tertera pada Kumpulan Peraturan Terbaru KUR (Mantik, 2010).
Pihak pertama sebagai Pelaksana Teknis Program yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian,
Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pihak kedua
sebagai Perusahaan Penjamin yakni PT (Persero) Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo) dan Perusahaan
Umum Jaminan Kredit Indonesia (Perum Jamkrindo) serta perusahaan lainnya yang secara suka rela
mengikatkan diri dan tunduk kepada Nota Kesepahaman Bersama untuk melakukan dan memberikan sebagian
penjaminan kredit/ pembiayaan secara otomatis bersyarat (conditional automatic cover) kepada Bank Pelaksana.
Pihak ketiga sebagai Bank Pelaksana KUR, adalah bank yang ikut menandatangani Nota Kesepahaman Bersama
tentang Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UMKMK, yang terdiri dari Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank
Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank
Bukopin, Bank Negara Indonesia Syariah (BNI Syariah) dan seluruh Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang
tersebar di Indonesia.
Sumber dana penyaluran KUR ini adalah 100% bersumber dari dana Bank Pelaksana. KUR disalurkan
oleh Bank Pelaksana dijamin secara otomatis oleh Perusahaan Penjamin dengan nilai penjaminan sebesar 70%
dari plafon KUR. Putusan pemberian KUR sepenuhnya menjadi wewenang Bank Pelaksana. Terdapat dua
agunan dalam pemberian KUR, yang pertama agunan pokok yaitu kalayakan usaha dan obyek yang dibiayai.
Kedua, agunan tambahan sesuai dengan ketentuan Bank Pelaksana. Persyaratan umum bagi UMKM-K untuk
dapat menerima KUR yang tertera dalam Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro Dan Keuangan
Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan Penjaminan
Kredit/ Pembiayaan Kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dan Koperasi Nomor : KEP01/D.I.M.EKON/01/2010, yakni :
1. Tidak sedang menerima kredit/pembiayaan modal kerja dan/ atau investasi dari perbankan dan/atau yang
tidak sedang menerima Kredit Program dari Pemerintah, yang dibuktikan dengan hasil Sistem Informasi
Debitur Bank Indonesia pada saat permohonan kredit/ pembiayaan diajukan.
2. Dapat sedang menerima kredit konsumtif (Kredit Kepemilikan Rumah, Kredit Kendaraan Bermotor, Kartu
Kredit dan kredit konsumtif lainnya).
3. Dalam hal UMKM-K masih memiliki baki debet yang tercatat pada Sistem Informasi Debitur Bank
Indonesia, tetapi yang bersangkutan sudah melunasi pinjaman, maka diperlukan Surat Keterangan
Lunas/Roya dengan lampiran cetakan rekening dari Bank Pelaksana/ pembiayaan sebelumnya.
4. Untuk UMKM-K yang akan meminjam KUR Mikro, baik yang disalurkan secara langsung maupun tidak
langsung, tidak diwajibkan untuk dilakukan pengecekan Sistem Informasi Debitur Bank Indonesia.
Bank sebagai pihak pelaksana KUR pada hakikatnya memiliki kewajiban kewajiban serta peraturan
yang harus ditaati. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 22/PMK.05/2010 Tentang Fasilitas Penjaminan
Kredit Usaha Rakyat (Mantik, 2010) Pasal 4 berbunyi sebagai berikut :
1. Bank Pelaksana menyediakan dan menyalurkan dana untuk KUR.
2. Bank Pelaksana wajib menatausahakan KUR secara terpisah dengan program kredit lainnya.
3. Bank Pelaksana dapat mengambil tindakantindakan yang diperlukan untuk menyediakan dan menyalurkan
KUR secara tepat jumlah dan tepat waktu sesuai dengan program yang ditetapkan oleh Pemerintah, serta
mematuhi semua ketentuan yang berlaku.
4. Bank Pelaksana memutuskan pemberian KUR berdasarkan penilaian terhadap kelayakan usaha sesuai
dengan asasasas perkreditan yang sehat, serta dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku.
5. Bank Pelaksana dapat menyalurkan KUR secara langsung kepada UMKM-K dan/atau tidak langsung
melalui Lembaga linkage dengan pola executing dan/atau pola channeling.
Strategi dan Kebijakan Kredit dalam Manajemen Bank
Di dalam dunia bisnis dengan tingkat persaingan yang ketat dan lingkungan yang dinamis, strategi
merupakan kunci dari pencapaian keunggulan bersaing dan keberhasilan sebuah bisnis. Begitu juga bank, juga
harus siap bersaing. Siagian (dalam Respati, 2008 : xxvi) mengungkapkan bahwa manajemen stratejik adalah
serangkaian keputusan dan tidakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh
seluruh jajaran suatu organisasi tersebut. Pemilihan strategi merupakan fokus utama dari top manajemen. Salah
satu metode untuk mengembangkan alternatif strategi adalah SWOT Matrix. Dalam bukunya Manajemen
Perkreditan, Mulyono (1990:82-87), SWOT merupakan perencanaan perkreditan melalui pendekatan pasar.
Orientasi perencanaan kredit ini disebut dengan customer oriented dan pola pemasarannya pun berubah dari
seller market ke buyer market. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam perencanaan kredit melalui
pendekatan pasar ini adalah corak pemasaran, corak persaingan, corak dari para nasabah, dan corak dari produk.
Setelah menganalisis faktor-faktor tersebut, maka dapatlah dibuat SWOT analysis, yaitu Strengthness (kekuatan
bank dalam menerobos pasar yang dapat diukur dari jumlah cabang sebagai sales force yang dimiliki, jumlah
dana yang siap dipasarkan, nasabah debitur yang telah dikuasai, dll), Weaknesses (letak kelemahan dari
perkreditan bank yang bersangkutan), Opportunities (letak peluang usaha uang dapat dimanfaatkan dalam
menerobos pasar), Threat analysis (siapa saja yang menjadi ancaman persaingan berapa market share yang telah
dimiliki yang harus dipertahankan).
Selain perencanaan kredit berdasarkan pendekatan pasar, ada pula pendekatan perencanaan kredit
berdasarkan sumber dana, anggaran, dan peraturan moneter. Pendekatan perencanaan kredit melalui pendekatan
sumbersumber dana didasarkan atas jumlah dana yang dapat dikumpulkan, pendekatan ini pada hakekatnya
merupakan production oriented pada suatu perusahaan industri fabrikasi. Sudah tentu cara ini tidak sesuai untuk
kegiatan perbankan yang kompetitif, dan hanya cocok untuk kegiatan perkreditan dimana jumlah permintaan
dana jauh lebih besar dari pihakpihak yang menawarkan. Dengan demikian agar pendekatan ini dapat
bermanfaat perlu dikombinasikan dengan pendekatanpendekatan yang lain karena bagaimanapun juga dalam
setiap kegiatan usaha faktorfaktor produksi tidak dapat diabaikan begitu saja.
Dalam pendekatan anggaran ini pola berfikir yang dipakai adalah sesuai dengan pengertian anggaran itu
sendiri yaitu sesuai rencana kerja yang dimanifestasikan dalam bentuk kesatuan mata uang. Pendekatan ini
terdiri dari 7 tahap. Tahap satu perumusan kebijaksanaan, kedua tahap pengenalan faktorfaktor usaha yang
akan
terlibat dalam pencapaian obyektif, ketiga penetapan critical point, tahap keempat penetapan target usaha dalam
perencanaan kredit, tahap kelima penyusunan penetapan planning assumption, keenam diadakan perhitungan
tarif biaya dan pendapatan yang menyangkut kegiatan perkreditan, dan tahap terakhir menyusun anggaran
(perencanaan kredit). Perencanaan kredit tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan
manajemen misalnya perencanaan kredit per wilayah, dsb.
Pendekatan perencanaan kredit terakhir berdasarkan pendekatan pada peraturan moneter yang ada.
Beberapa model ketentuan moneter dibidang perkreditan yang dapat terjadi dan caracara pemanfaatannya
dapat
diberikan ilustrasi seperti pada pemberian kredit ke sektor ekonomi yang diprioritaskan, akan dapat memberikan
manfaat bagi bank komersiil karena adanya kredit likuiditas dari bank sentral dengan suku bunga yang rendah,
dan adanya bantuan share dana dari pemerintah; dalam rangka perluasan kesempatan kerja dan perbaikan
distribusi pendapatan, maka arah pemberian kredit kepada perusahaan yang padat karya; dalam rangka
pengembangan usaha golongan ekonomi lemah, maka arah pemberian kredit ditujukan kepada kepada
pengusaha
kecil, dalam rangka peningkatan kesempatan memperoleh keahlian dan pengetahuan, maka arah pemberian
kredit ditujukan pada usaha dibidang pendidikan, atau kepada mahasiswa, dan lainlain.
Sedangkan menurut Sutojo (1997 : 223232) sebagian besar bank merasa perlu memiliki kebijaksanaan
kredit yang jelas dan komprehensif. Kebijaksanaan kredit bank yang komprehensif terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Kebijaksanaan Umum.
Kebijaksanaan umum kredit meliputi lima hal yaitu sasaran yang ingin dicapai, strategi pokok
penyaluran kredit, daerah pemasaran, standar mutu kredit dan jaminan, dan batasan wewenang
pemberian persetujuan kredit.
2. Prosedur Pemberian Dan Pengawasan Kredit.
Disamping kebijaksanaan umum, kebijaksanaan kredit memuat pedoman umum tentang prosedur
pemberian dan pengawasan kredit yang wajib dipenuhi, baik oleh bank maupun oleh debitur. Pedoman
prosedur pemberian dan pengawasan kredit terdiri dari standar dokumentasi kredit, perlindungan
asuransi, dan pengawasan kredit.
3. Pedoman Khusus Penanganan Kredit Tertentu
Cara penanganan kredit yang disalurkan ke sektor ekonomi yang berbeda sering kali tidak sama, karena
setiap sektor ekonomi mempunyai kondisi khusus yang tidak sama dengan sektor ekonomi yang lain.
Hal yang sama berlaku dalam penanganan kredit yang dipergunakan untuk tujuan yang berbeda.
Potensi dan Resiko Penyaluran KUR Mikro
Jika dilihat dari plafon yang disalurkan untuk KUR Mikro yakni sebesar 20juta, kredit ini merupakan
kredit yang ditujukan untuk usaha kecil dan mikro. Adapun menurut Triandaru dan Budisantoso (2007 : 121122) karakteristik kredit kepada usaha kecil dan mikro ini secara umum adalah sebagai berikut :
1. Memerlukan persyaratan penyerahan agunan yang lebih lunak.
2. Memerlukan metode monitoring kredit yang khusus.
3. Cenderung menimbulkan biaya pelayanan kredit yang relatif lebih tinggi.
4. Memerlukan persyaratan persetujuan kredit yang lebih sederhana.
UMKM merupakan sektor yang berpotensi. Pada ASEAN Economic Community (AEC), UMKM
merupakan sektor yang sangat diperlukan untuk mendukung dan menjadi peluang besar untuk memperbesar
sayap bisnis pengusaha Indonesia. Dalam ekonomi makro salah satu yang menjadi pokok permasalahan adalah
pengangguran dan membahas tentang pendapatan nasional atau pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini UMKM
memainkan perannya, diantaranya memberi kontribusi dalam Produk Domestik Bruto (PDB) dan mengurangi
pengangguran. UMKM telah berperan aktif menyerap tenaga kerja, yang secara tidak langsung mengurangi
tingkat pengangguran di Indonesia. Namun demikian UMKM bukannya tanpa kendala, UMKM juga memiliki
berbagai kendala umum sebagaimana yang di identifikasikan oleh Badan Pusat Statistik (Hening, 2013) antara
lain kurang permodalan, kesulitan pemasaran, persaingan usaha ketat, kesulitan bahan baku, kurang teknis
produksi dan keahlian, keterampilan manajerial kurang, kurang pengetahuan manajemen keuangan, iklim usaha
yang kurang kondusif (perijinan, aturan/perundangan). Kendala yang utama yang dihadapi oleh UMKM yakni
permodalan. Modal merupakan akses utama dalam suatu usaha. Kredit dari perbankan lah yang bisa membantu
UMKM dan memberi solusi pada kendala permodalan tersebut. Saat ini sudah banyak kredit/pembiayaan yang
dikucurkan untuk UMKM dari perbankan. Kredit Usaha Rakyat merupakan skema kredit/ pembiayaan modal
kerja dan atau investasi yang khusus diperuntukkan bagi UMKM-K di bidang usaha produktif yang usahanya
layak (feasible) namun mempunyai keterbatasan dalam pemenuhan persyaratan yang ditetapkan Perbankan
(belum bankable).