BAB II Tinjauan Pustaka
BAB II Tinjauan Pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroekosistem Lahan Basah
Lahan basah atau wetland adalah wilayah-wilayah di mana
tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap)
atau musiman.Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya
kadang-kadang
tergenangi
oleh
lapisan
air
yang
rawa-rawa
(termasuk
rawa
bakau),
payau,
dan
sawah
adalah
tanah
yang
digunakan
untuk
disawahkan
atau
dari
tanah
rawa-rawa
yang
tanah
alami
yang
sedang
berjalan
tersebut
tanah
yang
diterapkan,
memegang
peranan
dihasilkan dari usaha tani lahan kering. Menurut Kate (2008) Lahan kering
mencakup sekitar 40% permukaan tanah di bumi. Lahan kering rentan terhadap
degradasi penggurunan, tanah dan kekeringan. Populasi, pertanian dan ekosistem
rentan terhadap perubahan iklim dan variabilitas Lahan kering secara fisik tidak
diairi atau tidak mendapatkan pelayanan irigasi sehingga sumber air utama adalah
curah hujan dan sebagian kecil yang berasal dari air tanah atau pomponisasi
Menurut Muku (2002), Lahan kering tergolong sub optimal karena tanahnya
kurang subur, bereaksi masam, mengandung Al, Fe, dan atau Mn dalam jumlah
tinggi sehingga dapat meracuni tanaman. Lahan masam pada umumnya miskin
bahan organik dan hara makro N, P, K, Ca, dan Mg Pemberian bahan kapur, bahan
organik, dan pemupukan N, P, dan K merupakan kunci untuk memperbaiki
kesuburan lahan kering masam. Kemudian menurut Notohadiprawiro (2006)
lahan kering masam didominasi oleh tanah Ultisol, yang dicirikan oleh kapasitas
tukar kation (KTK) dan kemampuan memegang atau menyimpan air yang rendah,
tetapi kadar Al dan Mn tinggi. Kesuburan tanah Ultisol sering kali hanya
ditentukan oleh kadar bahan organik pada lapisan atas, dan bila lapisan ini tererosi
maka tanah menjadi miskin hara dan bahan organic. Pentingnya pengelolaan lahan
kering dapat diartikan sebagai segala upaya untuk memelihara dan meningkatkan
kesuburan tanah pada lahan kering agar usaha pertanaian dapat secara
berkelanjutan dilaksanakan tanpa merusak kelestarian lingkungan. Sementara
Muku (2002) pada tingkat pengelolaan yang kurang memadai akan menimbulkan
gangguan keseimbangan sumber daya alam sehingga degredasi lahan akan
dipercepat
Prospek agroekosistem
seperti tekanan penduduk yang terus meningkat dan masalah biofisik (Syam,
2003).
2.3 Kualitas Tanah dan Kesehatan Tanah
Menurut Doran & Parkin (1994) kualitas tanah adalah
kapasitas
suatu
tanah
untuk
berfungsi
dalam batas-batas
fisika,
kimia
dan
biologi
tanah
yang
dapat
mati
karena
sudah
tidak
memiliki
titik
termasuk
pada
lahan. Pemberantasannya
galengan
atau
yaitu
ditemukan
jika
parit
di
sekitar
gejala
awal
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Lepidoptera
Famili
: Noctuidae
Genus
: Agrotis
Spesies
: Agrotis ipsilon
muda. Panjang
Wahyu
(1989)
tubuhnya
ulat
sekitar
kecil
7-10
berwarna
mm. Ulat
ini
hijau
suka
lagi,
krop
tidak
melakukan
terbentuk. Pencegahannya
sanitasi
(penyiangan)
dengan
lahan
cara
dengan
segera
semprot
dengan
insektisida
yang
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Lepidoptera
Famili
: Plutellidae
Genus
: Plutella
awal,
muncul
bercak
kuning
dengan
bentuk
kotak-kotak
mengikuti alur tulang daun. Bercak ini dimulai dari daun tua,
semakin lama, daun yang menguning semakin lebar mengarah
ke daun yang lebih muda di atasnya. Pencegahannya yaitu
hindari menanam sawi putih berdekatan dengan tanaman yang
berumur lebih tua dan terserang penyakit ini. Perbaiki drainase
lahan, terutama pada musim hujan. Lakukan sanitasi lahan
secara rutin.
ini
menyerang
perakarant
anaman. Gejala
tampak
benjolan-benjolan
besar
seperti
kanker
di
sekali
tidak
bisa
tanaman
terserang. Melakukan
pengawasan
dan
Pengaruh
Populasi
Musuh
Alami
Terhadap
komponen
penyusun
Agroekosistem
Musuh
alami
merupakan
ragaman)
jenis
tanaman
yang
di
budidayakan,
10
dan
patogen
hama.
Dibandingkan
dengan
hama
dan
musuh
lamia
menjadi
seimbang
ekosistem
teknik-teknik
pertanian
dengan
pengendalian
perpaduan
hama
dan
11
meminimalkan
penggunaan
pestisida
sintetis
yang
berspektrum luas.
4. Pembatas dan pengatur populasi hama yang efektif karena
sifat pengaturannya bergantung pada kepadatan (density
dependent), sehingga mampu mempertahankan populasi
hama pada keseimbangan umum (general equilibrium
position) dan tidak menimbulkan kerusakan pada tanaman.
Keberadaan
musuh
alami
dapat
meningkatkan
selama
proses
budidaya,
diman
bahwa
tidak
menimbulkan
dampak
negatif
terhadap
meningkatkan
keanekaragaman
hayati
dalam
12
di
dalam
dan
sekitar
agroekosistem
Keragaman tanaman yang sifatnya permanen di dalam
agroekosistem
Kekuatan atau keutuhan manajemen
Perluasan agroekosistem
13
bahan
organik
pada
lahan
pertanain
intensif
merupakan
pengelolaan
pengelolaan
pH
tanah
yang
berbeda-beda
dalam
suatu
14
15
tanah. Erosi tersebut umumnya mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas yang
subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu erosi mengakibatkan
terjadinya kemunduran sifat-sifat fisik dan kimia tanah.
Di lahan pertanian dengan pengolahan intensif, khususnya praktek
penebangan hutan untuk pembukaan lahan baru memiliki tingkat kerusakan
lingkungan yang amat tinggi. Pembukaan hutan tersebut merupakan tindakan
eksploitasi lahan yang berlebihan, perluasan tanaman, penggundulan hutan, telah
berdampak pada keberlangsungan hidup biota yang berada di bumi ini. Bila
kondisi tersebut diatas terus berlangsung dengan cara tidak terkendali, maka
dikhawatirkan akan bertambahnya jumlah lahan kritis dan kerusakan dalam suatu
wilayah daerah aliran sungai (DAS). Kerusakan ini dapat berupa degradasi lapisan
tanah (erosi), kesuburan tanah, longsor dan sedimentasi yang tinggi dalam sungai,
bencana banjir, disribusi dan jumlah atau kualitas aliran air sungai akan menurun.
Dengan vegetasi yang hanya satu macam pada satu areal lahan
menyebabkan tidak adanya tutupan lahan lain sehingga tidak dapat melindungi
tanah dari daya pukul air hujan secara langsung ke tanah, hal tersebut
mengakibatkan laju erosi cenderung tinggi (Hardjowigeno, 2007).
3. Dari Segi Biologi Tanah
Menurut (Hairiah, 2004) biota tanah memegang peranan penting dalam
siklus hara di dalam tanah, sehingga dalam jangka panjang sangat mempengaruhi
keberlanjutan produktivitas lahan. Salah satu biota tanah yang paling berperan
yaitu cacing tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacing tanah dapat
meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik, dan biologis
tanah. Kascing (pupuk organik bekas cacing atau campuran bahan organik sisa
makanan cacing dan kotoran cacing) mempunyai kadar hara N, P dan K 2,5 kali
kadar hara bahan organik semula, serta meningkatkan porositas tanah (pori total
dan pori drainase cepat meningkat 1,15 kali).
Cacing jenis penggali tanah yang hidup aktif dalam tanah, walaupun
makanannya berupa bahan organik di permukaan tanah dan ada pula dari akarakar yang mati di dalam tanah. Kelompok cacing ini berperanan penting dalam
mencampur seresah yang ada di atas tanah dengan tanah lapisan bawah, dan
meninggalkan liang dalam tanah. Kelompok cacing ini membuang kotorannya
16
dalam tanah, atau di atas permukaan tanah. Kotoran cacing ini lebih kaya akan
karbon (C) dan hara lainnya dari pada tanah di sekitarnya.
Pada lahan dengan pengolahan intensif, jarang terdapat seresah pada lahan
tersebut sehingga keberadaan biota tanah seperti cacing tanah sedikit, padahal
aktifitas cacing tanah dapat memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah,
seperti meningkatkan kandungan unsur hara, mendekomposisikan bahan organik
tanah, merangsang granulasi tanah dan sebagainya.
Untuk menggunakan lahan pada daerah hulu secara rasional maka
diperlukan sistem penggunaan lahan yang menerapkan kaidah-kaidah konservasi,
produktif dan pemanfatan teknologi yang ramah lingkungan. Dengan demikian
akan mewujudkan sistem pertanian yang tangguh dan secara menyeluruh
menciptakan
pengelolaan
sumberdaya
alam
dalam
suatu
agroekosistem
berkelanjutan.
Deskripsi tersebut menggambarkan kerusakan tanah akibat pemakaian
bahan kimia yang intensif. Untuk itu perlu suatu manajemen untuk mengelola
agroekosistem untuk memperbaiki kualitas tanah. Sehingga bisa mencapai
agroekosistem yang berkelanjutan.
Agroekosistem merupakan ekosistem yang dimodifikasi dan dimanfaatkan
secara langsung atau tidak langsung oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan
akan pangan dan atau sandang. Karakteristik esensial dari suatu agroekosistem
terdiri dari empat sifat utama yaitu produktivitas (productivity), kestabilan
(stability), keberlanjutan (sustainability) dan kemerataan (equitability). Dengan
menggunakan manajemen agroekosistem.
2.7 Kriteria Indikator dalam Pengelolaan Agroekosistem yang Sehat dan
Berkelanjutan
a. Kimia Tanah
Menurut
Widiarto
(2008)
indikator
dan
pengelolaan
17
daun, cabang, ranting, bunga dan buah yang gugur dan tinggal di
permukaan tanah baik yang masih utuh ataupun telah sebagian
mengalami pelapukan. Dalam pengelolaan bahan organik tanah,
sumbernya juga bisa berasal dari pemberian pupuk organik berupa
pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos, serta pupuk hayati
(inokulan). Bahan organik tersebut berperan langsung terhadap
perbaikan sifat-sifat tanah baik dari segi kimia, fisika maupun
biologinya, diantaranya : mempengaruhi warna tanah menjadi coklathitam,
Memperbaiki
struktur
tanah
menjadi
lebih
remah,
yang rendah.
pH Tanah (Kemasaman Tanah) dan adanya Unsur Beracun. Tanah
bersifat asam dapat pula disebabkan karena berkurangnya kation
Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium. Unsur-unsur tersebut
terbawa oleh aliran air kelapisan tanah yang lebih bawah atau hilang
diserap oleh tanaman. pH tanah juga menunjukkan keberadaan unsurunsur yang bersifat racun bagi tanaman. Pada tanah asam banyak
ditemukan unsur alumunium yang selain bersifat racun juga mengikat
phosphor, sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Pada tanah asam
unsur-unsur mikro menjadi mudah larut sehingga ditemukan unsur
mikro seperti Fe, Zn, Mn dan Cu dalam jumlah yang terlalu besar,
akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman. Tetapi dengan pH yang
agak masam belum tentu kebutuhan tanaman terhadap pH tanah tidak
cocok karena itu tergantung dari komoditas tanaman budidaya yang
dibudidayakan. Untuk pengelolaan pH tanah yang berbeda-beda
dalam suatu agroekosistem maka apabila suatu lahan digunakan untuk
pertanian maka pemilihan jenis tanamannya disesuaikan dengan pH
tanah apakah tanaman yang diusahakan sesuai dan mampu bertahan
dengan pH tertentu.
18
b. Fisika Tanah
(Hardjowigeno, 2007).
Erosi Tanah adalah terangkutnya atau terkikisnya tanah atau bagian
tanah ke tempat lain. Meningkatnya erosi dapat diakibatkan oleh
hilangnya vegetasi penutup tanah dan kegiatan pertanian yang tidak
mengindahkan kaidah konservasi tanah. Erosi tersebut umumnya
mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas yang subur dan baik
untuk pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu erosi mengakibatkan
terjadinya kemunduran sifat-sifat fisik dan kimia tanah.
c. Biologi Tanah
19