Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Akne adalah penyakit self-limiting berupa perdangan menahun
pada

unit

folikel

pilo-sebasea

yang

ditandai

dengan

komedo

(khas/patognominik), papul, pustule, modul dan kista dengan sekuele


berupa hiperpigmentasi dan jaringan parut di tempat predileksi

yaitu

wajah, leher, dada, punggung bagian atas, bahu dan lengan atas.(1)
Acne sering menjadi tanda pertama pubertas dan dapat terjadi satu
tahun

sebelum

perempuan

menarkhe

lebih

awal

atau

haid

daripada

pertama.

laki-laki

Onset

karena

acne

masa

pada

pubertas

perempuan umumnya lebih dulu daripada laki-laki.(2)


Akne vulgaris dapat membuat hidup seseorang menjadi tidak
menyenangkan terutama yang timbul pada bagian wajah terkena. Bagi
mereka wajah bernilai penting karena berkaitan dengan penampilan dan
kepercayaan

diri.

Seseorang

akan

menghabiskan

waktunya

untuk

merenungi nasib dengan berlama-lama didepan cermin, tidak peduli


apakah yang tampak disana hanya beberapa bintik atau ratusan.(3)
Akne vulgaris menjadi masalah utama pada hampir semua remaja.
Acne minor adalah suatu bentuk akne yang ringan, dan dialami oleh 85%
para remaja. Gangguan ini masih dianggap fisiologik. 15% remaja
menderita acne major, yang cukup hebat sehingga mendorong mereka
untuk berobat kedokter.(4)
Insiden yang paling sering akne vulgaris (80 100%) pada usia
remaja dan dewasa muda, yaitu umur 14-17 tahun pada wanita dan 1619 tahun pada pria. Meski demikian akne vulgaris dapat terjadi pada usia
lebih muda ataupun lebih tua, tetapi setelah remaja kelainan ini

berangsur-angsur berkurang, namun terkadang terutama pada wanita


akan menetap pada usia 30-an atau bahkan lebih.(5,6)
B. DEFINISI
Akne vulgaris

adalah penyakit peradangan menahun folikel

polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh
sendiri. Gambaran klinis akne vulgaris sering polimorfi; terdiri atas
berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul, nodus dan jaringan
parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik jaringan parut yang
hipotrofik maupun yang hipertropik.(5)
C. EPIDEMIOLOGI
Pada umumnya insiden akne terjadi pada usia 14-17 tahun pada
wanita dan 16-19 tahun pada laki-laki, dengan lesi predominan adalah
komedo dan papul. Rothman 1997 mengatakan akne sudah timbul pada
anak usia 9 tahun namun puncaknya pada laki-laki terutama usia 17-18
tahun sedangkan wanita usia 16-17 tahun. Dengan bertambahnya umur
angka kejadiannya berangsur berkurang, meskipun kadang-kadang,
terutama pada wanita, akne vulgaris menetap sampai pada usia 30 tahun
atau bahkan lebih. Selain itu, akne vulgaris umunya lebih banyak terjadi
pada laki-laki dibandingkan dengan wanita pada rentang usia 15-44
tahun yaitu 34 % pada laki-laki dan 27 % pada wanita. Pada laki-laki,
umumnya akne vulgaris lebih cepat berkurang, walaupun gejala yang
berat justru terjadi.(6)
Pada seorang gadis akne vulgaris dapat terjadi premenarke.
Setelah maa remaja kelainan ini berangsur berkurang. Namun kadangkadang, terutama pada wanita, akne vulgaris menetap sampai dekade
umur 30-an atau bahkan lebih. Meskipun pada pria umumnya akne
vulgaris lebih cepat berkurang, namun pada penelitian diketahui bahwa
justru gejala akne vulgaris yang berat biasanya terjadi pada pria.

Diketahui pula bahwa ras Oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih jarang
menderita

akne

vulgaris

dibanding

dengan

ras

Kaukasia

(Eropa,

Amerika), dan lebih sering terjadi nodulo-kistik pada kulit putih daripada
negro.

Akne

vulgaris

mungkin

familial,

namun

karena

tingginya

prevalensi penyakit, hal ini sukar dibuktikan. Dari sebuah penelitian


diketahui bahwa mereka yang bergenotip XYY mendapat akne vulgaris
yang lebih berat penderita(5)
D. ETIOPATOGENESIS
Etiologi yang pasti akne belum diketahui, namun secara sistematis
terdapat beberapa faktor eksogen maupun endogen yang diduga
berperan pada akne, seperti:

(4,5)

1. Perubahan pola keratinisasi dalam folikel. Keratinisasi dalam folikel


yang

biasanya

berlangsung

longgar

bembah

menjadi

padat

sehingga sukar lepas dari saluran folikel tersebut.


2. Produksi sebum yang meningkat yang menyebabkan peningkatan
unsur komedogenik dan inflamatoganik penyebab terjadinya lesi
akne.
3. Terbentuknya

fraksi

asam

lemak

bebas

sebagai

penyebab

terjadinya proses inflamasi folikel dalam sebum dan menambah


kekentalan sebum.
4. Peningkatan jumlah

flora

folikel

(Propionibacterium

acnes,

pityrosporum ovale, dm staphylococcus epidermidis) yang berperan


pada proses kemotaktik inflamasi serta pembentukan enzim
lipolitik pengubah fraksi lipid sebum (trigliserida menjadi asam
lemak bebas).
5. Terjadinya respon

hospes

berupa

pembentukan

circulating

antibodies di sekitar folikel yang memperberat akne.


6. Peningkatan kadar hormon androgen, anabolilk kortikosteroid,
gonadotropin

serta

ACTH

(adrenocorticotropic

hormon)

yang

mungkin menjadi faktor penting pada aktivitas kelenjar sebasea.

7. Terjadinya stres yang dapat meningkatkan aktivitas kelenjar


sebasea baik secara langsung atau melalui rangsangan terhadap
kelenjar

hipofisis

sehingga

meningkatkan

aktivitas

kelenjar

sebasea.
8. Faktor lain : seperti usia, ras, familial, makanan, cuaca/musim yang
secara

tidak

langsung

dapat

memacu

peningkatan

proses

patogenesis tersebut.
Namun, secara keseluruhan terdapat 4 faktor utama yang berperan pada
patogenesis akne:
a. Kenaikan ekskresi sebum
Pertumbuhan kelenjar palit dan produksi sebum di bawah pengaruh
hormone androgen. Pada penderita akne terdapat peningkatan
konversi hormone androgen yang normal beredar dalam darah
(testoteron) ke bentuk metabolit yang lebih aktif. Hormone ini
mengikat

reseptor

androgen

di

sitoplasma

dan

akhirnya

menyebabkan proliferasi sel penghasil sebum.


Meningkatnya produksi sebum pada penderita akne disebabkan
oleh respon organ akhir yang berlebihan pada kelnjar palit terhadap
kadar normal androgen dalam darah.
b. Adanya keratinisasi folikel
Keratinisasi pada saluran polisebasea disebabkan oleh adanya
penumpukan korneosit dalam saluran polisebasea. Hal ini dapat
disebabkan oleh :
Bertambahnya produksi korneosit pada saluran polisebasea
Pelepasan korneosit yang tidak adekuat
Kombinasi kedua faktor diatas
Bertmabahnya produksi korneosit dari sel keratinosit merupakan
salah satu faktor komedo.
c. Bakteri
Corynebacterium acnes (Proprionibacterium acnes), Staphylococcus
epidermidis dan Pityrosporum ovale (Malassezia furfur)berperan
pada proses kemotaktik inflamasi serta pembentukan enzim lipolitik

pengubah fraksi lipid sebum. Bakteri yang dominan sebagai flora di


folikel

pilosebasea

adalah

Corynebacterium

acnes

(Proprionibacterium acnes).
d. Inflamasi
Faktor yang menimblkan peradangan pada akne belumlah diketahui
dengan pasti. Pencetus kemotaksis adalah dinding sel dan produk
yang dihasilkan oleh Corynobacterium Acnes. Seperti lipase,
hialuronidase, protease, lesitinase, dan neuromidase, memegang
peranan penting pada proses peradangan.
E. GEJALA KLINIS
Keluhan yang sering timbul biasanya lebih karena gangguan estetik
atau keindahan yang dirasakan oleh penderita, bukan karena gangguan
fisik

kesehatan

secara

umum.

Memang

kadang-kadang

jerawat

menyebabkan rasa gatal yang mengganggu atau bahkan rasa sakit,


tetapi

umumnya

tidak

ada

efek

menyeluruh

pada

tubuh

yang

ditimbulkan.
Penderita biasanya mengeluh adanya erupsi kulit pada tempattempat predileksi, yakni di muka, bahu, leher, dada, punggung bagian
atas, dan lengan bagian atas. Dapat disertai rasa gatal. Erupsi kulit
berupa komedo, papul, pustula, nodus, atau kista. Isi komedo ialah
sebum, bila berwarna hitam akibat mengandung unsur melanin disebut
komedo hitam (black comedo, open comedo). Sedang bila berwarna putih
karena letaknya lebih dalam sehingga tidak mengandung unsur melanin
disebut sebagai komedo putih atau komedo tertutup (white comedo,
close comedo).
F. DIAGNOSIS
Diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan
ekskokleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo
ekstraktor (sendok Unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak

sebagai massa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang
ujungnya kadang berwarna hitam.(5)
Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak
spesifik berupa sebukan sel radang kronis di sekitar folikel sebasea
dengan massa sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah
menghilang di ganti dengan jaringan ikat pembatas massa cair sebum
yang bercampur dengan darah, jaringan mati, dan keratin yang lepas.(5)
Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai
peran

pada

etiologi

dan

patogenesis

penyakit

dapat

dilakukan

laboratorium mikrobiologi yang lengkap untuk tujuan penelitian, namun


hasilnya sering tidak memuaskan. (5)
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface
lipids) dapat pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris
kadar asam lemak bebas (free fatty acid) meningkat dan karena itu pada
pencegahan dan pengobatan digunakan cara untuk menurunkannya. (5)
Gradasi yang menunjukkan berat ringannya penyakit diperlukan
berbagai pilihan pengobatan. Ada berbagai pola pembagian gradasi
penyakit akne vulgaris yang dikemukakan. (5)
Berikut ini dicantumkan empat gradasi menurut Pillsbury (1963)
I. Komedo di muka
II. Komedo, papul, pustul, dan peradangan lebih dalam di muka
III. Komedo, papul, pustul, dan lebih dalam peradangan di muka,
punggung, dan dada.
IV. Akne konglobata.

G. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding untuk akne vulgaris antara lain :
1. Erupsi akneiformis Lesi ini disebabkan oleh obat-obatan. Klinis
berupa erupsi papulopustul mendadak tanpa adanya komedo
hampir diseluruh bagian tubuh, dapat disertai demam dan dapat
terjadi pada semua usia.(5)
2. Rosacea Merupakan penyakit peradangan kronis pada kulit muka.
Penyakit ini ditandai dengan eritema yang persisten, disertai
telangiektasis, papul dan pustul, kadang-kadang diserta hipertrofi
kelenjar sebasea tetapi tidak ditemukan komedo.(5)
3. Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisis. Umumnya lesi
monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul dengan
tempat predileksi ditempat kontak zat kimia atau rangsangan
fisisnya.(5)
4. Dermatitis perioral Gejala klinis berupa papul eritema atau papulo
pustul dengan ukuran 1- 3mm terletak didagu, cekungan nasolabial
dan sekitar mulut disertai skuama dan rasa gatal.(5)
5. Adenoma sebaseum Sering merupakan manifestasi kulit dari
penyakit tuberous sclerosis.Nampak sebagai papul merah muda
sampai merah diwajah yang timbul sejak usai anak-anak atau
pubertas.Lesi ini merupakan angiofibroma.(8)
H. PENATALAKSANAAN(4,5)
Penatalaksanaan akne vulgaris meliputi usaha untuk mencegah
terjadinya erupsi (preventif) dan usaha untuk menghilangkan jerawat
yang terjadi (kuratif). Kedua usaha tersebut harus dilakukan bersamaan
mengingat bahwa kelainan ini terjadi akibat pengaruh berbagai faktor
(multifaktorial), baik faktor internal dari dalam tubuh sendiri (ras, familial,
hormonal), maupun faktor eksternal (makanan, musim, stres) yang
kadang-kadang tidak dapat dihindari oleh penderita.

A. Nasehat Umum dan Dorongan Mental


1 Penerangan
a pada penderita harus diterangkan bahwa akne disebabkan
oleh tipe kulit dan perubahan hormon pada masa pubertas,
yang menyebabkan timbulnya sebore dan bertambahnya
produksi bahan tanduk di dalam saluran kelenjar palit karena
reaksi kelenjar palit yang berlebihan terhadap kadar hormon
sex yang normal.
b Sifat akne adalah kumat-kumatan dan kita hanya bisa
mengurangi dan mengontrol aknenya dan bukan
menyembuhkannya.
c Pengobatan akne didasrkan pada tipe, kerasnya, lokalisasi,
dan macam lesi. Pengobatan membutuhkan waktu lama dan
kemungkinan diseratai efek samping.
d 92% penderita akne akan memberikan respon terhadap
pengobatan.
2 Perawatan
1) Perawatan di muka
Pemakaian sabun bakteriostatik dan deterjen tidak dianjurkan,
bahkan pemakaian sabun berlebihan bersifat aknegenik dan
dapat menyebabkan akne bertambah hebat (akne venenata).
Menurut Plewig Kligman tak terbukti bahwa muka kurang di cuci
akan bertambah hebat atau terlalu seing mencuci muka ada
gunanya. Mencuci muka hanya menghilangkan lemak yang ada

dipermukaan kulit, tetapi tidak mempengaruhi lemak yang ada di


dalam folikel.
2) Perawatan kulit kepala dan rambut
Seperti halnya membersihkan muka, perawatan kulit kepala juga
tidak berpengaruh terhadap akne. Walaupun menurut banyak
pengarang ketombe dan dermatitis seboroik lebih banyak
terdapat pada penderita akne, penyelidikan Plewig dan Kligman
gagal membuktikan hal itu. Pemakaian sampo yang mengandung
obat untuk penderita akne dengan ketombe, sebaiknya dilarang
sebab dapat memperhebat akne dan ketombenya dapat kumat
kembali dalam beberapa minggu.
3) Kosmetika dan bahan-bahan lain
Bahan-bahan yang bersifat aknegenik lebih berpengaruh pada
penderita akne. Bahan ini dapat membentuk komedo lebih cepat
dan lebih banyak pada kulit penderita akne. Sebaiknya pasien
dianjurkan untuk menghentikan pemakaian kosmetik yang tebal
dan hanya memakai kosmetik yang ringan, yang tidak berminyak
serta tidak mengandung obat (non medicated).
4) Diet
Menurut teori yang baru efek makanan terhadap akne diragukan
oleh banyak penyelidik maka diet khusus tidak dianjurkan pada
penderita akne.
5) Emosi dan faktor psikosomatik
Pada orang-orang yang mempunyai predisposisi akne stress dan
emosi dapat menyebabkan eksaserbasi atau aknenya bertambah

hebat. Perlu pula dianjurkan untuk tidak memegang-megang,


memijit dan menggosok akne, sebab dapat menyebabkan
keadaan yang disebut akne mekanika.
B. Obat-obatan
Ada tiga hal yang penting pada pengobatan akne:
Mencegah timbulnya komedo : biasanya dipakai bahan-bahan

pengelupasan kulit
Mencegah pecahnya mikrokomedo atau meringankan reaksi

keradangan.dalam hal ini, antibiotika mempunyai pengaruh.


Mempercepat resolusi beradang.
I.
Pengobatan Topikal
Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit (peeling), misalnya
sulfur

(4-8%),

resorsinol

(1-5%),

asam

salisilat

(2-5%),

peroksida benzoil (2,5-10%) dan asam azeleat (15-20%).


Kemudian digunakan pula alfa hidroki (AHA), misalnya asam
glikolat (3-8%). Obat lainialah retinoid. Efek samping obat
iritan dapat dikurangi dengan konsentrasi yang paling rendah.
Antibiotika topical yang dapat mengurangi jumlah mikroba
dalam folikel yang berperan dalam etiopatogenesis akne
vulgaris,

misalnya

tetrasiklin

(1%),

eritromisin

(1%),

klindamisin fosfat (1%)


Antiperadangan topical salap atau krim kortikosteroid ringan
atau sedang (hidrokortison 1-2,5%) atau suntikan intralesi
kortikosteroid kuat (triamsinolon asetonide 10 mg/cc) pada lesi
nodulo-kistik.
Lannya, misalnya
II.

etil

laktat

pertumbuhan jasad renik


Pengobatan sistemik
Antibakteri sistemik; tetrasiklin
doksisiklin

(50

mg/hari),

10%

(250

eritromisin

untuk

meghambat

mg-1.0
(4x250

gr/hari),
mg/hari),

azitromisin 250-500 mg seminggu 3x, dan trimethoprimsulfanetoksazol untuk akne yang parah dan tidak responsive

dengan obat lain, karena efek sampingnya. Obat lain ialah


klindamicin dan dapson (50-100 mg sehari)
Obat hormonal untuk menekan produksi androgen dengan
secara kompetitif menduduki reseptor organ target di kelenjar
sebasea, misalnya estrogen (50 mg/selama 21 hari dalam
sebulan). Pengibatan ini ditujukan untuk penderita wanita
dewasa akne vulgaris beradang yang gagal dengan terapi
yang lain. Kortikosteroid sistemik diberikan untuk menekan
peradangan dan menekan sekresi kelenjar adrenal, misalnya
prednisone

(7,5

mg/hari)

atau

deksametason

(0,25-0,5

mg/hari)
Vitamin A dan retinoid oral. Vitamin A digunakan sebagai
antikertinisasi
digunakan

(50.000

sebagai

ui-150.000

obat

akne

ui/hari)

karena

sudah

efek

jarang

sampingnya.

Isotretinoin (0.5-1 mg/kgBB/hari merupakan derivate retinoid


yang menghambat produksi sebum sebagai pilihan pada akne
nodulkistik

atau

konglobata

yang

tidak

sembuh

denganpengobatan lain.
Obat lainnya misalnya antiinflamasi non-steroid ibuprofen (600
mg/hari) dapson (2 x 100 mg/hari), seng sulfat (2 x 200
mg/hari)
I. PROGNOSIS(4)
Umumnya prognosis penyakit baik, tetapi sebagian penderita sering
residif. Akne vulgaris umumnya sembuh sebelum mencapai usia 30-40
an. Jarang terjadi akne vulgaris yang menetap sampai tua atau mencapai
gradasi sangat berat sehingga perlu rawat inap di rumah sakit. Namun
ada yang sukar diobati, mungkin ada faktor genetika. Bila banyak sikatrik
bisa dilakukan dermabrasi oleh yang ahli.

BAB II
LAPORAN KASUS
A Identitas pasien
Nama

: Reza Rezaldi

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 22 tahun

Pekerjaan

: Pelajar

Tanggal periksa

: 19-03-2015

Alamat

: BTN Ana Gowa

B Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada pasien pada tanggal
di poli kulit.
1 Keluhan Utama :

Bintik merah
Riwayat Penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan mnculnya bintik-bintik merah di
badan, yang dirasakan 2 minggu yang lalu pasien merasa ada
tumbuh berbintik-bintik di badan yang bernanah, kadang gatal.
Pasien juga mengeluh jerawat pada muka terasa nyeri, gatal , dan
bernanah serta keluar darah. Karena dirasa jerawatnya semakin
parah dan merusak penampilan, lalu pasien berobat ke dokter
spesialis kulit di RSUD Syekh Yusuf Gowa.
2 Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit seperti ini
Riwayat alergi

: disangkal
: disangkal

3 Riwayat Penyakit Keluarga


Kakak pasien pernah mengalami penyakit serupa waktu masih
muda
4 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien masih berstatus pelajar, pengobatan menggunakan BPJS,
kesan ekonomi baik.
C

Pemeriksaan Fisik
Status dermatologis :
Lokasi

: Dahi , pipi kanan dan kiri, punggung dan dada

Efloresensi : Makula eritem , papula eritem, pustule, krusta, erosi,


komedo

Punggu

D Diagnosis
1 Acne vulgaris

wajah

Banding
Dada

2 Erupsi Akneiformis
3 Dermatitis Kontak Alergi
E Diagnosis
Akne Vulgaris grade III
F Penatalaksanaan
Pengobatan Sistemik :
Doksisiklin
100mg
Vitamin A
50.000 IU
Vitamin C
tablet
Pengobatan Topikal

1 x sehari, obat habis control


2 x sehari, obat habi control
2 x sehari, obat habis kontrol

lotion Kummerfeldi

Asam fusidat cream


G Resume
Telah diperiksa pasien dengan diagnosis acne vulgaris grade III
dari :
1. Anamnesis :
Keluhan Utama :
Jerawat
Riwayat Penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan mnculnya bintik-bintik
merah di badan, yang dirasakan 2 minggu yang lalu pasien
merasa ada tumbuh berbintik-bintik di badan yang bernanah,
kadang gatal. Pasien juga mengeluh jerawat pada muka terasa
nyeri, gatal , dan bernanah serta keluar darah. Karena dirasa
jerawatnya semakin parah dan merusak penampilan, lalu pasien
berobat ke dokter spesialis kulit di RSUD Syekh Yusuf Gowa.
2. Pemeriksaan fisik :
Status dermatologis :
Lokasi

: Dahi , pipi kanan dan kiri

Efloresensi : Makula eritem , papula eritem, pustule, krusta,


erosi, komedo terbuka

BAB III
PEMBAHASAN

Dari

anamnesis,

diketahui

bahwa

penderita

datang

dengan

keluhan

munculnya bintik-bintik merah banyak pada seluruh permukaan tubuh, yang

dirasakan 2 minggu yang lalu pasien merasa ada tumbuh berbintik-bintik


di badan yang bernanah, kadang gatal. Pasien juga mengeluh jerawat pada
muka terasa nyeri, gatal , dan bernanah serta keluar darah . Hal ini sesuai
dengan kajian teori bahwa, jerawat sering muncul pada umur 14-17 tahun pada
laki-laki, akan tetapi pada penderita, jerawat tidak berangsur membaik, malah
bertambah parah ketika belum diobati, maka kelainan ini dapat digolongkan
kelainan patologis.
Dari pemeriksaan klinis didapatkan adanya bentukan komedo hitam pada
wajah, yang merupakan patognomonis yang khas pada Akne vulgaris, artinya, jika
terdapat komedo baik hitam maupun putih, melalui pemeriksaan klinis, makan
diagnosa dapat ditegakkan sebagai Akne vulgaris. Selain itu, juga didapatkan papul

paul milier tersebar pada seluruh permukaan wajah, dan punggung disetai pustul
dan ekskoriasi karena garukan.
Selain itu, ada juga beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding pada
Akne Vulgaris:
1

Erupsi akneformis:
Dari hasil anamnesis, diketahui bahwa penderita tidak memiliki riwayat
meminum obat-obatan yang dapat menyebabkan induksi obat. Obat
obatan tersebut meliputi: kortikosteroid, INH, Barbiturat, Bromida, Yodida,
difenil hidantoin, trimetadion, ACTH, dan lainya. Erupsi papulopustul tidak
terjadi secara mendadak. Dari hasil pemeriksaan klinis ditemukan adanya
komedo, sedangkan pada erupsi akneformis tidak ditemukan adanya
komedo.

Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisis:


Berdasarkan anamnesis, diketahui bahwa penderita tidak mengalami
kontak

dengan

zat kimia atau

rangsang

fisis lainnya.

Dari hasil

pemeriksaan klinis pada penderita ditemukan lesi yang polimorfi, sedang


pada akne venenata dan akne akibat rangsangan fisis ditemukan lesi
yang monomorfis.

Rosasea
Dari hasil pemeriksaan klinis, tidak ditemukan adanya peradangan kronik,
telangiektasis, dan pembesaran kelenjar sebasea. Pada rosasea tidak
ditemukan adanya komedo.

Pada penderita ini, penatalaksanaan yang diberikan adalah pengobatan


topikal: lotion Kummerfeldi, dan asam fucidat cream. Pengobatan sistemik :
a
b

Doksisiklin, Vitamin A , Vitamin C, dan juga konseling berupa :

Menghindari peningkatan jumlah sebum dengan cara


i Diet rendah lemak dan karbohidrat
ii Membersihkan muka dari kotoran dan jasat renik
Menghindari factor pemicu
i Hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga sesuai kondisi
tubuh, hindari stress, kosmetik secukupnya

ii Menjauhi terpacunya kelenjar minyak , misalnya minuman


beralkohol, rokok dan makanan pedas.
iii Menghindari polusi debu dan memencet lesi karena dapat
c

memperberat peradangan
Memberikan informasi mengenai penyebab penyakit, pencegahan dan

cara maupun lama pengobatannya serta prognosisnya


Pada orang-orang yang mempunyai predisposisi akne stress dan emosi

dapat menyebabkan eksaserbasi atau aknenya bertambah hebat.


Perlu pula dianjurkan untuk tidak memegang-megang, memijit dan
menggosok akne, sebab dapat menyebabkan keadaan yang disebut
akne mekanika.

Prognosis dari Akne Vulgaris pada umumnya adalah baik, biasanya dapat sembuh
sendiri pada usia dekade 30-40 tahun. Jarang terjadi Akne vulgaris yang menetap
sampai tua atau mencapai gradasi sangat berat sehingga perlu rawar inap di rumah
sakit.

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonym.

Indonesiaan

acne

expert

meeting

20012;

Centra

communications
2. Movita, theresia. Acne vulgaris. Contuining medical education. CDK203/ vol. 40 no. 4, th. 2013 Jakarta: Erha Clinic & Erha Apothecary,
Kelapa

Gading:

2013.

Available

from:

http://www.kalbemed.com/Portals/6/203_CME-Acne%20Vulgaris.pdf
Accesed 2 april 2015
3. Ichsan B, Abi M. Aspek psikiatri akne vulgaris.Volume 1 No.3 ISSN
1979-2697;

2008.hlm.143-6.

Available

from:

https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/500/3h.p
df?sequence=1 Accesed 2 April 2015
4. Widjaja ES. Rosasea dan akne vulgaris. Dalam: Marwali Harahap.,
editor. Ilmu Penyakit Kulit .Jakarta: Hipokrates.2000.hlm 35-45.
5. Wasitaatmadja SM. Akne, akneiformis, rosasea, rinofima. Dalam:
Djuanda,Adhi,editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,edisi 4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.hlm.235-245.
6. Tjekyan RMS. Kejadian dan faktor resiko akne vulgaris. Media Medika
Indonesian;

2009.Available

from:

http://eprints.undip.ac.id/14101/1/vol_43_no_1_2008_hal_37_43.pdf
Accesed 2 April 2015
7. Truter, ilse. Evidence-based pharmacy practice (EBPP): Acne Vulgaris,
SA Pharmaceutical Journal April 2009
8. Rata, I gusti Agung K. tumor kulit. Dalam: Djuanda,Adhi,editors. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin,edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007.hlm.229-130

Anda mungkin juga menyukai