Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
Definisi klinis dari sindrom ovarium polikistikyang diterima secara luas adalah suatu
kelainanpada wanita yang ditandai dengan adanyahiperandrogenisme dengan anovulasi
kronik yangsaling berhubungan dan tidak disertai dengankelainan pada kelenjar adrenal
maupun kelenjarhipofisis.(1-3)Hiperandrogenisme merupakan suatukeadaan di mana secara
klinis didapatkan adanyahirsutisme, jerawat dan kebotakan dengan disertaipeningkatan
konsentrasi androgen terutamatestosteron dan androstenedion. Obesitas jugadijumpai pada
50-60% penderita sindrom ini.Pengukuran obesitas dengan menggunakan indeksmassa tubuh
(IMT)(4)
Pada sebagian besar kasus, keadaan ini dihubungkan dengan perubahan hormonalbiokimia seperti peningkatan luteinising hormone (LH) serum, rasio LH/FSH (follicle
stimulating hormone) yang meningkat, adanya resistensi insulin dan peningkatan androgen
plasma.(8)
Ciri-ciri ini berhubungandengan hipersekresi dariluteinizing hormone(LH)dan
androgen dengan konsentrasi serum folliclestimulating hormone(FSH) yang rendah
ataunormal.(2)Sekarang diyakini bahwa resistensi insulin dan atau respon abnormal insulin
terhadap stimuli glukosa merupakan principal underlying etiologic factors dari SOP.(5,6)
Pada pemeriksaan ultrasonografi dapat ditemukan pembesaran ovarium bilatertal diisi oleh
banyak folikel primer yang tersusun berderet-deret dalam 1-3 lapisan sel granulosa dibawah
tunika albuginea. Selain adanya gejala-gejala klasik, masih banyak kriteria diagnosis yang
masih kontroversi dalam menentukan adanya PCOS.1-3 Di Eropa, diagnosis ditegakkan
berdasarkan temuan morfologi ovarium secara USG transvaginal,4 sedangkan di Amerika
Utara diagnosis lebih ditujukan pada pemeriksaan biokimia, khususnya keadaan
hiperandrogenemia.(7)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PATOFISIOLOGI
Sindrom ovarium polikistik adalah suatu anovulasi kronik yang menyebabkan
infertilitas danbersifat hiperandrogenik, di mana terjadi gangguan hubungan umpan balik
antara pusat (hipotalamus-hipofisis) dan ovarium sehingga kadar estrogen selalu tinggi yang
mengakibatkan tidak pernah terjadi kenaikan kadar FSH yang cukup adekuat.(1,3,11,12.13)
Fisiologi ovulasi harus dimengerti lebih dahulu untuk dapat mengetahui mengapa
sindrom ovarium polikistik ini dapat menyebabkan infertilitas. Secara normal, kadar estrogen
mencapai titik terendah pada saat seorang wanita dalam keadaan menstruasi. Pada waktu
yang bersamaan, kadar LH dan FSH mulai meningkat dan merangsang pembentukan folikel
ovarium yang mengandung ovum. Folikel yang matang memproduksi hormon androgen
seperti testosteron dan androstenedion yang akan dilepaskan ke sirkulasi darah. Beberapadari
hormon androgen tersebut akan berikatan dengan sex hormone binding globulin (SHBG)di
dalam darah. Androgen yang berikatan ini tidak aktif dan tidak memberikan efek padatubuh.
Sedangkan androgen bebas menjadi aktif dan berubah menjadi hormon estrogen di jaringan
lunak tubuh. Perubahan ini menyebabkan kadar estrogen meningkat, yang mengakibatkan
kadar LH dan FSH menurun. Selain itu kadar estrogen yang terus meningkat akhirnya
menyebabkan lonjakan LH yang merangsang ovum lepas dari folikel sehingga terjadi ovulasi.
Setelah ovulasi terjadi luteinisasi sempurna dan peningkatan tajam kadarprogesteron yang
diikuti penurunan kadar estrogen, LH dan FSH. Progesteron akan mencapai puncak pada hari
ke tujuh sesudah ovulasi dan perlahan turun sampai terjadi menstruasi berikutnya.(3)
Pada sindrom ovarium polikistik siklus ini terganggu. Karena adanya peningkatan
aktivitas sitokrom p-450c17 (enzim yang diperlukan untuk pembentukan androgen ovarium)
dan terjadi juga peningkatan kadar LH yang tinggi akibat sekresi gonadotropine releasing
hormone (GnRH) yang meningkat. Hal ini sehingga menyebabkan sekresi androgen dari
ovarium bertambah karena ovarium pada penderita sindrom ini lebih sensitif terhadap
stimulasi gonadotropin. Peningkatan produksi androgen menyebabkan terganggunya
perkembangan folikel sehingga tidak dapat memproduksi folikel yang matang. Hal ini
mengakibatkan berkurangnya estrogen yang dihasilkan oleh ovarium dan tidak adanya
2

lonjakan LH yang memicu terjadinya ovulasi.Selain itu adanya resistensi insulin


menyebabkan keadaan hiperinsulinemia yang mengarah pada keadaan hiperandrogen, karena
insulin merangsang sekresi androgen dan menghambat sekresi SHBG hati sehingga androgen
bebas meningkat. Pada sebagian kasus diikuti dengan tanda klinis akantosis nigrikans dan
obesitas tipe android.(11)
B. DAMPAK KLINIS
Infertilitas
Infertilitas pada sindrom ovarium polikistik berkaitan dengan dua hal. Pertama karena
adanyaoligoovulasi/anovulasi. Keadaan ini berkaitan dengan hiperinsulinemia di mana
terdapat resistensi insulin karena sel-sel jaringan perifer khususnya otot dan jaringan lemak
tidak dapat menggunakan insulin sehingga banyak dijumpai pada sirkulasi darah. Makin
tinggi kadar insulin seorang wanita, makin jarang wanita tersebut mengalami menstruasi.(3)
Penyebab yang kedua adalah adanya kadar LH yang tinggi sehingga merangsang
sintesa androgen. Testosteron menekan sekresi SHBG oleh hati sehingga kadar testosteron
dan estradiol bebas meningkat. Kenaikan kadar estradiol memberi umpan balik positif
terhadap LH sehingga kadar LH makin meningkat lagi sedangkan kadar FSH tetap rendah.
Hal ini menyebabkan pertumbuhan folikel terhambat, tidak pernah menjadi matangapalagi
terjadi ovulasi.(12)
Hipertensi dan penyakit jantung koroner
Diketahui bahwa obesitas sering diderita olehpasien sindrom ovarium polikistik.
Lemak tubuhyang berlebihan ini memberi konsekuensi terjadinyaresistensi insulin. Obesitas
dan resistensi insulinmengarah pada perubahan respons sel-sel lemakterhadap insulin, di
mana terjadi gangguan supresipengeluaran lemak bebas dari jaringan lemak.Peningkatan
lemak bebas yang masuk ke dalamsirkulasi portal meningkatkan produksi trigliserida,selain
itu juga terdapat peningkatan aktivitas enzimlipase yang bertugas mengubah partikel
lipoproteinyang besar menjadi lebih kecil. Akibatnya ditemukanpenurunan konsentrasi
kolesterolhigh

densitylipoprotein(HDL)

dan peningkatan kadarkolesterollow

density

lipoprotein(LDL) yangbersifat aterogenik sehingga mempercepat prosesaterosklerosis


pembuluh darah dengan akibatberkurangnya kelenturan yang berhubungan denganterjadinya

hipertensi. Kombinasi trigliserida yangtinggi dan kolesterol HDL yang rendah berkaitanerat
dengan penyakit kardiovaskuler, yang padapasien sindrom ovarium polikistik muncul di
usiayang relatif lebih muda.
Diabetes melitus
Sindrom ovarium polikistik berkaitan eratdengan masalah insulin. Adanya resistensi
sel-seltubuh terhadap insulin menyebabkan organ tubuhtidak dapat menyimpan glukosa
dalam bentukglikogen sehingga kadarnya meningkat di dalamdarah.
Masalah kulit dan hirsutisme
Keadaan

ini

berkaitan

denganhiperandrogenisme.

Kadar

androgen

yang

tinggimenyebabkan pengeluaran sebum yang berlebihansehingga menyebabkan masalah pada


kulit danrambut. Pasien mengeluhkan seringnya terjadiperadangan pada kulit akibat
penyumbatan poriserta pertumbuhan rambut pada tubuh yangberlebihan. Kelainan yang
biasanya timbul adalahdermatitis seboroik, hidradenitis supuratif, akantosisnigrikans dan
kebotakan. Akantosis nigrikans selainberhubungan dengan keadaan hiperandrogen jugaterkait
dengan adanya hiperinsulinemia.(2,14,12)
Obesitas
Obesitas pada sindrom ovarium polikistikdideskripsikan sebagai obesitas sentripetal,
di manadistribusi lemak ada di bagian sentral tubuh terutamadi punggung dan paha. Wanita
dengan sindrom inisangat mudah bertambah berat tubuhnya. Obesitastipe ini berkaitan
dengan peningkatan risikomenderita hipertensi dan diabetes.

Kanker endometrium
Risiko lain yang dihadapi wanita dengansindrom ini adalah meningkatnya insiden
kejadiankanker endometrium. Hal ini berhubungan dengankadar estrogen yang selalu tinggi
sehinggaendometrium selalu terpapar oleh estrogenditambah adanya defisiensi progesteron.
Kanker inibiasanya berdiferensiasi baik, angka kesembuhanlesi tingkat I mencapai angka
>90%. Kadarestrogen yang tinggi kemungkinan jugameningkatkan terjadinya kanker
payudara.(12)
C. DIAGNOSIS ULTRASONOGRAFI PADA PCOS
Gambaran klasik USG dari PCOS adalah adanya ovarium yang membesar dengan
folikel / kista kecil-kecil (diameter 2-8 mm) yang multipel lebih dari 10 folikel, yang tersusun
melingkar ditepi ovarium dengan stroma yang menebal.(9)
Walaupun kriteria USG digunakan pada diagnosis PCOS, namun ada beberapa alasan
kenapa kriteria itu tidak dapat diterima secara umum sebagai sebagai baku emas dalam
menegakkan diagnosis, hal tersebut disebabkan karena :
1. Adanya gambaran yang tumpang tindih antara ovarium normal dengan PCOS dalam hal
jumlah folikel, ukuran dan volume ovarium sehingga batasan spesifisitas dan sensitifitas
menjadi kurang konsisten untuk beberapa parameter. Jumlah folikel yang ditemukan
melalui pemeriksaan USG untuk menegakkan PCOS sangat bervariasi, lebih dari 5 (Yeh
dkk9, Battaglia dkk 10) lebih dari 10 (Adams dkk) 11 dan lebih dari 15 .( Fox dkk12)
Lebih jauh lagi beberapa kriteria PCOS seperti penebalan stroma dan gambaran susunan
folikel sangat subjektif. Swanson dkk, menyatakan bahwa volume ovarium merupakan
kriteria yang paling penting 13 dan Ardaens dkk, menyatakan bahwa ketebalan stroma
sebagai kriteria terpenting.(10)
2. Ketepatan kriteria diagnostik USG belum secara formal dievaluasi dalam metaanalisis, hal
tersebut terlihat dari prevalensi PCOS dari berbagai penelitian, menurut beberapa peneliti
terdapat 2,5-33% PCOS dari populasi normal, infertilitas dan anovulasi sekitar 57-83%
dan 7,8-50% ditemukan pada populasi abortus berulang.15, 16 Tidak semua penderita
PCOS menampilakan gejala klinis yang khas tergantung pada lamanya terjadi anovulasi

sehingga sangat berkaitan dengan kelainan hormonal terutama tinggi dan lama keadaan
hiperandrogenemia.
Akibat adanya hiperandrogenemia yang berlangsung lama mengakibatkan anovulasi kronik,
sehingga dapat menyebabkan terjadi perubahan pada ovarium 17 :
1.
2.
3.

Terjadi pembesaran ovarium 2-3 kali lebih besar.


Penebalan tunika albugenia 2 kali normal.
Stroma korteks menebal 1,3 kali normal, sedang stroma subkortikal mebal 5 kali
normal. Penebalan stroma ini diakibatkan oleh adanya hiperplasia sel theka

4.

interna dan penebalan jumlah folikel yang berkembang dan atresia.


Kadang kala ditemukan hiperplasi hilus ovarium.

D. PENATALAKSANAAN
Perbaiki Gaya hidup
Menurunkan Berat Badan
Menurunkan berat badan merupakan rekomendasi awal pada pasien dengan obesitas
karena dapat memperbaiki kesehatan, menurunkan kadar insulin, SHBG, dan androgen, dan
dapat mengembalikan ovulasi baik digunakan sendiri atau dengan kombinasi obat induksi
ovulasi. Kehilangan berat badan sebanyak 5-7% lebih dari 6 bulan dapat mengurangi
bioavabilitas atau jumlah kadar testosteron bebas secara signifikan dan mengembalikan
ovulasi dan fertilitas lebih dari 75% wanita.
Terapi Medisinalis
Pengobatan tergantung tujua pasien. Beberapa pasien membutuhkan terapi kontrasepsi
hormonal, dimana yang lainnya membutuhkan induksi ovulasi. Kebanyakan pasien dengan
SOPK mencari pengobatan untuk hirsutisme dan infertilitasnya. Hirsutisme dapat diobati
dengan obat antiandrogen yang menurunkan kadar androgen tubuh. Infertilitas pada SOPK
sering berespon terhadap klomifen sitrat.(15,16)

Kontrasepsi Oral

Kontrasepsi oral kombinasi menurunkan produksi adrenal dan androgen, dan


mengurangi pertumbuhan rambut dalam 2/3 pasien hirsutisme. Terapi dengan kontrasepsi oral
memiliki beberapa manfaat, antara lain :
1. Komponen progestin mensupres LH, mengakibatkan penurunan produksi androgen
ovarium
2. Estrogen meningkatkan produksi hepatik SHBG, menghasilkan penurunan testosteron
bebas.
3. Mengurangi kadar androgen sirkulasi.
4. Estrogen mengurangi konversi testosteron menjadi dihidrotestosteron pada kulit
dengan menghambat 5-reduktase. (15)
Pasien dengan SOPK terjadi anovulasi yang kronis dimana endometriumnya distimulasi
hanya dengan estrogen. Hal ini menjadi endometrium hiperplasia dan dapat terjadi
endometrium carcinoma pada pasien SOPK dengan anovulasi yang kronis. Banyak dari kasus
seperti ini dapat dikembalikan dengan menggunakan progesteron dosis tinggi, seperti
megestrol asetat 40-60 mg/hari untuk 3-4 bulan.Ketika kontrasepsi oral digunakan untuk
mengobati hirsutisme, keseimbangan harus dipertahankan antara penurunan kadar testosteron
bebas dan androgenisitas intrinsik dari progestin. Tiga progestin senyawa yang terdapat
dalam kontrasepsi oral (norgestrel, norethindrone, dan norethindrone asetat) diyakini
merupakan androgen dominan. Kontrasepsi oral yang berisi progestin baru (desogestrel,
gestodene, norgestimate, dan drospirenone) memiliki aktivitas androgenik yang minimal.
Terdapat bukti yang terbatas bahwa terdapat perbedaan dalam hasil uji klinis yang ditentukan
oleh perbedaan-perbedaan ini secara in vitro dari potensi androgenik.Pengobatan hanya
dengan kontrasepsi oral sendiri relatif tidak efektif .tingkat keberhasilan
Medroksiprogesteron Asetat
Penggunaan medroksiprogesteron asetat secara oral atau intramuskuler telah berhasil
digunakan untuk pengobatan hirsutisme. Secara langsung mempengaruhi axis hipofisehypothalamus oleh menurunnya produksi GnRH dan pelepasan gonadotropin, sehingga
mengurangi produksi testosteron dan estrogen oleh ovarium. Meskipun penurunan SHBG,
kadar androgen total dan bebas berkurang secara signifikan. Dosis oral yang
direkomendasikan adalah 20-40 mg per hari dalam dosis terbagi atau 150 mg diberikan
intramuscular setiap 6 minggu sampai 3 bulan dalam bentuk depot. Pertumbuhan rambut
berkurang sebanyak 95% pasien. Efek samping dari pengobatan termasuk amenorea,
7

hilangnya kepadatan mineral tulang, depresi, retensi cairan, sakit kepala, disfungsi hepatik,
dan penambahan berat badan.
Agonis Gonadotropin releasing Hormone (GnRH)
Penggunaan GnRH agonis memungkinkan diferensiasi androgen adrenal yang
dihasilkan oleh ovarium. Ini ditunjukkan untuk menekan kadar steroid ovarium pada pasien
SOPK. Pengobatan dengan leuprolid asetat yang diberikan intramuskular setiap 28 hari
mengurangi hirsutisme dan diameter rambut pada hirsutisme idiopatik atau pada hirsutisme
sekunder pada SOPK. Tingkat androgen ovarium secara signifikan dan selektif ditekan.
Penambahan kontrasepsi oral atau terapi penggantian estrogen untuk pengobatan agonis
GnRH dapat mencegah keropos tulang dan efek samping lainnya dari menopause, seperti hot
flushes dan atrofi genital. Supresi hirsutisme tidak menambah potensi dengan terapi
penambahan estrogen untuk pengobatan agonis GnRH.
Flutamide
Flutamid merupakan antiandrogen nonsteroid yang dilaporkan tidak mempunyai
aktivitas progestasional, estrogenik, kortikoid, atau antigonadotropin. Pada banyak studi,
kadar perifer T dan T bebas tidak berubah, meskipun beberapa dilaporkan modulasi produksi
androgen. Flutamid mempunyai efikasi yang serupa dengan spironolakton dan cyproteron.
Obat ini telah digunakan untuk mengobati kanker prostat pada laki-laki. Obat ini diguakan
secara umum dalam dosis 125-250 mg dua kali sehari. Efek samping yang umum ialah kulit
kering dan meningkatkan nafsu makan.
Cyproterone Acetate
Cyproterone asetat adalah progestin sintetis poten yang memiliki sifat antiandrogen
kuat. Mekanisme utama cyproterone asetat ialah menginhibisi secara kompetitif testosteron
dan DHT pada tingkat reseptor androgen. Agen ini juga menginduksi enzim hepatik dan
dapat meningkatkan laju metabolisme plasma clearance androgen. Formulasi Eropa dengan
cyproterone

ethinyl

estradiol

plasma

acetate

mengurangi

kadar

testosteron

dan

androstenedion secara signifikan, menekan gonadotropin, dan meningkatkan tingkat SHBG.


Cyproterone asetat juga menunjukkan aktivitas glukokortikoid ringan dan dapat mengurangi
tingkat DHEAS. Diberikan dalam rejimen berurutan terbalik (cyproterone asetat 100 mg /

hari pada hari ke-5 15, dan ethinyl estradiol 30-50 mg / hari pada siklus hari ke-5 26),
jadwal siklus ini membuat perdarahan menstruasi yang teratur, membuat kontrasepsi yang
sangat baik, dan efektif dalam pengobatan hirsutisme dan bahkan jerawat yang parah.Efek
samping cyproterone asetat ialah kelelahan, meningkatnya berat badan, penurunan libido,
perdarahan tak teratur, mual, dan sakit kepala. Gejala ini terjadi lebih jarang ketika ethinyl
estradiol ditambahkan.
Spironolactone
Spironolacton merupakan diuretik hemat kalium yang menginhibisi pertumbuhan
rambut dengan menghambat aktivitas 5-reduktase dan mengikat secara kompetitif terhadap
reseptor intraseluler dari DHT. Dosis yang lebih besar mengganggu aktivitas sitokrom P-450,
yang mengurangi jumlah total androgen sintesis dan sekresi. Efek samping spironolakton
ialah menstruasi yang ireguler, mual dan lemah dengan dosis yang lebih tinggi. Disebabkan
spironolakton merupakan diuretik hemat kalium, wanita dengan hiperkalemia harus
diobservasi dengan hati-hati atau sebaiknya diberikan alternatif obat lainnya.
Insulin Sensitizers
Karena hiperinsulinemia memainkan peran dalam SOPK terkait anovulasi,
pengobatan dengan insulin sensitizers dapat menggeser keseimbangan endokrin terhadap
ovulasi dan kehamilan, baik penggunaan sendiri atau dalam kombinasi dengan modalitas
pengobatan

lain.Metformin

(glucophage)

adalah

biguanide

antihyperglycemic

oral

merupakan obat yang digunakan secara ekstensif untuk diabetes non insulin dependent. Studi
terdahulu mengevaluasi penggunaan metformin dalam kehamilan menyarankan tidak berefek
teratogenik dan penurunan angka keguguran tetapi berpotensi meningkatkan risiko
preeklamsia dan kematian perinatal. Metformin terutama menurunkan glukosa darah dengan
menghambat produksi glukosa hepatik dan dengan meningkatkan ambilan glukosa perifer.
Metformin meningkatkan sensitivitas insulin pada tingkat postreceptor dan merangsang
insulin memeiasi pembuangan glukosa. Hiperandrogenisme dari SOPK secara substansial
dikurangi dengan metformin, yang menyebabkan penurunan tingkat insulin dan
meningkatkan fungsi reproduksi. Metformin (500 mg tiga kali sehari) meningkatkan tingkat
ovulasi baik secara spontan dan ketika digunakan dalam kombinasi dengan clomiphene sitrat
pada pasien gemuk dengan SOPK. Pada kelompok ini, 90% tingkat ovulasi telah dicapai.
Pada metaanalisis Cochrane, monoterapi metformin meningkatkan laju ovulasi 3 kali lebih
9

daripada plasebo, dan kombinasi metformin dan clomiphene citrate memperbaiki tingkat
ovulasi dan kehamilan 4 kali dibandingkan dengan menggunakan clomiphene citrate saja.
Clomiphene citrate
Clomiphene citrate merupakan estrogen lemah sintetis yang meniru aktivitas
antagonis estrogen bila diberikan pada dosis farmakologi khas untuk induksi ovulasi. Fungsi
hipofise-hipotalamus-ovarium axis diperlukan untuk kerja klomifen sitrat yang tepat. Lebih
khusus lagi, clomiphene sitrat diperkirakan dapat mengikat dan memblokir reseptor estrogen
di hipotalamus untuk periode yang lama, sehingga mengurangi umpan balik estrogen normal
hipotalamus-ovarium. Blokade ini meningkatkan jumlah GnRH di beberapa wanita yang
anovulatoir. Peningkatan kadar GnRH menyebabkan peningkatan sekresi hipofise
gonadotropin, yang memperbaiki perkembangan folikel ovarium. Clomiphene citrate juga
dapat mempengaruhi ovulasi melalui tindakan langsung pada hipofisis atau ovarium.
Sayangnya, efek antiestrogen clomiphene sitrat pada tingkat endometrium atau serviks
memiliki efek yang merugikan pada kesuburan pada sebagian kecil individu.
Obat ini adalah suatu antagonis estrogen yang bekerja dengan mengadakan
penghambatan bersaing dengan estrogen terhadap hipotalamus sehingga efek umpan balik
estrogen ditiadakan. Dengan demikian hipotalamus akan melepaskan LH-FSH-RH yang
selanjutnya akan rnenyebabkan hipofisis anterior meningkatkan sekresi FSH dan LH. Dengan
demikian akan terjadi pertumbuhan dan pematangan folikel serta ovulasi.
Penggunaan clomiphene sitrat untuk induksi ovulasi memiliki hasil yang sangat baik.
Bahkan, pada beberapa populasi, 80% hingga 85% wanita akan berovulasi dan 40% akan
hamil.

Terapi gonadotropin untuk Pasien Sindrom ovarium polikistik

10

Pasien SOPK yang anovulatoir yang gagal untuk ovulasi atau hamil setelah perawatan
medis dengan obat sensitisasi antiestrogen atau insulin harus dipertimbangkan untuk induksi
ovulasi dengan menggunakan terapi gonadotropin, baik sendiri atau dalam kombinasi dengan
clomiphenesitrat atau letrozole. Perawatan ini melibatkan injeksi gonadotropin harian,
pemantauan ketat kadar estradiol serum dan pemantauan perkembangan folikel dengan USG
transvaginal. Inseminasi intrauterine sering direkomendasikan dalam hubungannya dengan
induksi ovulasi untuk mengoptimalkan kemungkinan kehamilan. Penting untuk diingat
bahwa pasien SOPK cenderung memiliki sejumlah besar folikel antral kecil di fase yang
tidak distimulasi. Folikel ini berpotensi dapat dirangsang dengan terapi gonadotropin
eksogen. Efek ini bisa menjadi masalah karena tujuan terapi gonadotropin pada pasien
tersebut, tidak untuk menghasilkan banyak telur tetapi lebih untuk merangsang pelepasan
hanya 1-2 oosit. Perawatan harus dipantau oleh dokter yang berpengalaman karena
meningkatnya risiko dan kehamilan multipel secara signifikan ketika menggunakan
gonadotropin pada pasien ini.(15)
Metode Operatif
Elektrokauter Laparoscopik
Laparoscopik ovarium elektrokauter digunakan sebagai alternatif untuk reseksi pada
pasien dengan SOPK parah yang resisten terhadap clomiphene sitrat. Pada seri terbaru,
pengeboran ovarium dicapai laparoskopi dengan menggunakan jarum elektrokauter. Pada
setiap ovarium, dibuat 10-15 lubang. Hal ini menyebabkan ovulasi spontan di 73% dari
pasien, dengan 72% hamil dalam waktu 2 tahun. Pada pasien yang telah mengalami followup setelah laparoskopi, 11 dari 15 tidak mengalami adhesi. Untuk mengurangi adhesi,
tekhniknya ialah dengan kauterisasi hanya 4 poin ovarium saja yang menyebabkan angka
kehamilan yang sama, dengan tingkat keguguran 14%. Kebanyakan hasil melaporkan
penurunan kadar androgen dan LH dan peningkatan konsentrasi FSH. Diatermi unilateral
telah terbukti menghasilkan aktivitas ovarium bilateral. Risiko pembentukan adhesi harus
diberitahukan kepada pasien.(15)

BAB III

11

KESIMPULAN
Hiperinsulinemia yang terjadi pada wanita dengan SOP merupakan dasar patogenesis
penyakit ini.Seiring dengan perkembangannya, semula sindroma ovarium polikistik ditandai
dengan trias hirsutisme, amenorrhea dan obesitas, sekarang sindroma ini dikenali dengan
gambaran klinis yang heterogen dan etiologi yang multifaktorial. Penatalaksanaan sindroma
ini adalah dengan pemberian hormon insulin, antiandrogen, induksi ovulasi, reduksi insulin,
perbaikan gaya hidup maupun dengan intervensi operatif.Sindroma ovarium polikistik
merupakan gangguan endokrin paling sering pada wanita usia reproduksi dan penyebab
paling sering infertilitas anovulatorik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hopkinson ZEC, Sattar N, Fleming R, Greer IA. Polycystic ovarian syndrome: the
metabolic syndrome comes to gynaecology. BMJ1998;317:329-32.
2. Franks S. Medical progress: polycystic ovary syndrome. N Engl J Med 1995; 333:
853-61.
3. Samsulhadi. Ovarium polikistik dan permasalahannya. Maj Obstet Ginekol 1999; 8:913

12

4. Jacoeb TZ, Muharam R, Kadarusman Y, Benarto J. Pemakaian metformin pada


penyakit ovarium polikistik resisten insulin. Simposium penanganan SOPK terkini.
KOGI XI; 4 Juli 2000; Denpasar, Bali.1-17
5. Hopkinson ZE, Sattar N, Fleming R et al. Polycystic ovarian syndrome: the metabolic
syndrome comes to gynaecology. BMJ 1998;317: 329-33
6. Legro RS. Diabetes prevalence and risk factors in polycystic ovary syndrome.
Obstetrics and Gynecology Clinics of North America 2001; 28: 99-109.
7. Lewis, V. Polycystic ovary syndrome : a diagnostic chalenge. Obstet. Gynecol. Clin
N. Am., 2001 : 1-20
8. Talazis. Consensus on infertility treatmen related to PCOS. The Thessaloniki
ESRE/ASRM-Sponsored PCOS Consensus Workshop Group. Fertil Steril 2008; 89 :
506-20
9. Kurjak A, Kupesk S. Textbook on Color Doppler in Ginecology, Infertility and
Obstetrics.1st ed. Zagreb croatia 2001:18-49
10. Ardaens, Y., Robert, Y., Lemaitre, L, Fossati, P. and Dewailly, D. (1991) Polycystic
ovarian disease: contribution of vaginal endosonography and reassessment of
ultrasonic diagnosis. Fertil. Steril., 55, 1062-1068
11. Peris A. General information about PCOS 2000 May.Available from: URL:
http://pcos.freeservers.com/general.html.
12. 9. Hershlag A, Peterson CM. Endocrine disorders.In: Berek JS, Adashi EY, Hillard
PA, editors. Novaks gynecology. 12th ed. Baltimore: Williams & Wilkins;
1996. p 837-45
13. Guzick D. Polycystic ovary syndrome: symptomatology, pathophysiology, and
epidemiology. Am J Obstet Gynecol 1998; 179: S89-S93
14 Thatcher SS. What is polycystic ovarian syndrome?. The Center For Applied
Reproductive Science. Available from: URL: http://www.ivf- et.com/pcosstate.htm
15 Hopkinson ZEC, Sattar N, Fleming R, Greer IA. Polycystic ovarian syndrome: the
metabolic syndrome comes to gynaecology. BMJ 1998;317:329-32.
16 Jacoeb TZ, Muharam R, Kadarusman Y, Benarto J. Pemakaian metformin pada
penyakit ovarium polikistik resisten insulin. Simposium penanganan SOPK terkini.
KOGI XI; 4 Juli 2000; Denpasar, Bali.1-17.

13

Anda mungkin juga menyukai