BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Banyak pasien Diabetes Mellitus ( DM ) tidak sadarkan diri yang di bawa oleh
keluarga ke unit layanan kesehatan dalam kondisi distress. Distress dapat diakibatkan oleh
proses penyakit atau infeksi dan stress sosial. Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis
sehingga setelah penderita mengetahui bahwa dirinya menderita penyakit tersebut, maka
pasien cenderung mengalami distress. Distress yang berlebihan pada penderita Diabetes
Mellitus ini dapat menyebabkan terjadi penurunan kesadaran. Namun bagaimana Distress
dapat menyebabkan penurunan kesadaran pada pasien DM belum dapat dijelaskan.
Prevalensi pasien DM yang datang ke layanan kesehatan dalam kondisi tidak sadar
semakin meningkat. Hal ini Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia Tahun
2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa.
Dengan prevalensi diabetes sebesar 14,7 % pada daerah urban dan 7,2 % pada daerah Hasil
penelitian DEPKES yang dipublikasikan pada 2008 menunjukan angka prevalensi DM di
Indonesia sebesar 5,7% yang berarti lebih dari 12 juta penduduk Indonesia saat ini yang
menderita
DM.
Penyakit diabetes disebabkan karena tubuh tidak dapat memproduksi insulin dalam
jumlah yang cukup karena terdapat kerusakan pada sel pankreas atau biasa juga terjadi karena
sel dalam tubuh tidak mampu berikatan dengan insulin, akibatnya kadar glukosa dalam darah
semakin lama semakin meningkat (hiperglikemia) dan keadaan ini sangat membahayakan
setiap organ yang terkena (Corwin, 2001)
Pasien DM pada umumnya tahu tentang penyakit DM, apa yang harus dilakukan dan
bagaimana memelihara kesehatannya. Namun semakin banyak yang dimengerti membuat
pasien tertekan oleh peraturan berupa pembatasan diet dan aktifitas. Pasien mengalami
kejenuhan sehingga timbul dilema atau konflik yang sulit dipecahkan. Masalah ini
menimbulkan sikap yang dapat merugikan pasien. Mereka mulai mencoba melanggar
pantangan dan mulai berprilaku salah, seperti tidak mau menjaga pola makan dan tidak bisa
mengendalikan emosi karena keadaan yang dialami sehingga terjadi distress.
Saat ini, telah berkembang ilmu yang menjelaskan tentang bagaimana distres dapat
mempengaruhi penurunan kesadaran. Konsep psikoneuroimunologis menyatakan bahwa
kondisi stress akan menyebabkan sakit atau merusak fungsi otak. Peyebab utamanya karena
kadar glukokortikoid naik. Pada pasien yang mengalami distress, saraf otonom akan
distimulasi, khususnya saraf simpatis (Johnson at al., 1992). Aktivitas saraf simpatis akan
mensekresi katekolamin seperti adrenalin dan noradrenalin sehingga organ yang diatur oleh
saraf otonom akan bekerja sesuai dengan kadar hormon yang diproduksi. Katekolamin akan
menstimulasi suprarenal untuk mengeluarkan kortisol. Kortisol berfungsi dalam metabolism,
protein, karbohidrat dan lemak. Kortisol yang tinggi akan menyebabkan peningkatan gula
darah. (Roy at al : 1993., Van Doornen and Orlbeke, 1990). Stres yang berkelanjutan
menyebabkan aktivitas aksis HPA meningkat, sehingga kadar kortisol meningkat yang
diiringi oleh peningkatan glukosa di sirkulasi. Dilain pihak kortisol juga mempengaruhi
fungsi insulin terkait dalam hal sensitivitas, produksi dan reseptor, sehingga glukosa darah
tidak bisa diseimbangkan (Avgerinos et al., 1992).
1.2.
Rumusan masalah
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
2.1.1. Distress
Distress adalah respon terhadap stress yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif
(bersifat merusak). Hal ini termasuk konsekuensi individu terhadap penyakit sistemik dan tingkat
ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan,
dan kematian.
Disstres adalah semua bentuk stres yang melebihi kemampuan untuk mengatasinya,
membebani tubuh, dan menyebabkan masalah fisik atau psikologis. Ketika seseorang mengalami
disstress orang tersebut akan cenderung bereaksi secara berlebihan, bingung, dan tidak dapat
berperforma secara maksimal (Walker.J, 2002).
normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah yang dibentuk dari hati melalui
makanan yang dikonsumsi. Pada produksi dan penyimpanannya glukosa diatur oleh suatu
hormon yang diproduksi oleh pankreas yang disebut insulin. Insulin berfungsi untuk
mengendalikan kadar glukosa dalam darah (Smeltzer & Bare, 2001). Peningkatan kadar gula
darah pada penderita DM mengakibatkan tubuh tidak bisa memproduksi hormon insulin
secara baik atau bahkan sampai tidak bisa sama sekali. Jika kondisi ini terus berlanjut maka
proses metabolisme di dalam tubuh akan mengalami gangguan (Sudarmoko, 2010).
Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Penyakit Endokrin Nasional
Indonesia) seseorang bisa dikatakan menderita DM jika memiliki kadar gula darah puasa >
126 mg/dl dan pada tes sewaktu > 200 mg/dl. Kadar gula darah sepanjang hari bisa bervariasi
dimana akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam, kadar gula
darah yang normal adalah pada pagi hari setelah malan sebelumnya berpuasa yaitu 70 110
mg/dl darah.
2.2.Fakor yang mempengaruhi DM antara lain:
2.2.1. Kelainan genetik
Faktor keturunan sangat memungkinkan seseorang menderita diabetes mellitus karena
jika ada riwayat keluarga yang ada salah satu anggotanya menderita diabetes mellitus
dimungkinkan akan menurunkan kepada anaknya.
2.2.2. Usia
Faktor usia memungkinkan pada orang dewasa yang berusia 45 tahun keatas atau
orang orang yang berusia dibawah 45 tahun tetapi mengalami kegemukan
2.2.3. Distress
Pasien yang mengalami distres akan terjadi peningkatan sekresi kortisol yang
menyebabkan peningkatan gula darah.
2.2.4. Pola makan yang salah
Pola makan yang cenderung mengkonsumsi makanan yang mengandung gula dan
bersifat manis akan cepat meningkatkan kadar gula darah seseorang sehingga pola makan
yang salah harus dikendalikan dengan cara mengendalikan mengkonsumsi makanan yang
bersifat manis.
dari
hipotalamus,
kemudian
akan
merangsang
produksi
dari
adrenocortikotropic hormone (ACTH) oleh kelenjar pituitary anterior. ACTH akan memicu
pelepasan kortisol yang akan mempengaruhi fungsi insulin terkait dalam hal sensitivitas,
produksi dan reseptor, sehingga glukosa darah tidak bisa diseimbangkan (Avgerinos et al.,
1992).
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh adanya
peningkatan kadar glukosa dalam darah atau yang disebut hiperglikemia. Diabetes Mellitus
atau penyakit gula ini merupakan penyakit kelainan metabolis yang disebabkan oleh beberapa
factor diantaranya factor keturunan, usia, pola makan yang salah dan stress. Penyakit ini
memerlukan perilaku penanganan mandiri yang khusus seumur hidup. Dibutuhkan
pengontrolan dan monitor secara berkala terhadap kadar gula darah, aktifitas fisik, dan
riwayat kesehatan lainnya.
Penderita DM umumnya telah mengetahui mengenai penyakit ini. Dengan banyak
informasi yang diperoleh terutama mengenai gejala, penyebab dan cara penanganannya
terkadang bisa mengakibatkan stress tersendiri. Penanganan mandiri seumur hidup inilah
yang menjadikan penderita mengalami stress baik stres fisik maupun emosional.
Setiap individu mempunyai presepsi dan respon yang berbeda terhadap suatu
rangsangan atau stressor. Stress tanpa penanganan koping yang positif mengakibatkan
distress yang dapat membahayakan diri sendiri. Dalam hal ini penderita berprilaku salah
seperti tidak menjaga pola makan dan tidak bisa mengendalikan emosi. Prilaku salah tersebut
dapat meningkatkan kadar glukosa darah yang mengakibatkan penurunan kesadaran.
Gaya hidup
BAB 4
PENUTUP
4.1. SIMPULAN
1. Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh adanya peningkatan
kadar glukosa dalam darah atau yang disebut hiperglikemia.
2. Gaya hidup di masyarakat ( merokok, alcohol, traveling) serta lingkungan merupakan factor
penghambat kesehatan individu karena dapat mempengaruhi peningkatan kadar gula darah
dalam tubuh.Stress yang dialami penderita DM tidak lepas dari prilaku dalam masyarakat
atau individu itu sendiri
3. Kepribadian seseorang berperan penting dalam merespon suatu stressor yang akan
berdampak pada respon biologik yaitu pada sistim endokrin dan imunitas.
4. Distress dapat mengaktivasi hipotalamus yang mengakibatkan peningkatan kadar gula dalam
darah dan dapat mengakibatkan penurunan kesadaran
4.2.SARAN
1.
2.
Penderita DM hendaknya harus belajar mematuhi diet, aktifitas fisik, dan mampu
memanagemen stress baik fisik maupun emosional dengan berpikir positif agar tidak terjadi
distress. Selain itu juga mau mendekatkan diri pada Tuhan sehingga terjadi keseimbangan
diri.
3.
Dukungan keluarga dan orang terdekat sangat diperlukan bagi pasien DM dalam rangka
mengatasi berbagai persoalan dan bisa menjadi tempat untuk mengungkapkan segala
permasalahan yang ada sehingga manajemen stress dapat dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3. alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, Jakarta : EGC.
Ikram, Ainal. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut
jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI.
Kushariyadi.(2010).Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika
Luecknote, Annette Geisler (1997). Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani,
Jakarta:EGC.
Mary Baradero, Mary Wilfrid dan Yakobus Siswandi. 2009. Klien Gangguan Endokrin: Seri
Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin
asih, Jakarta : EGC
Taat Putro, Soehartono. (2011). Psikoneuroimunologi Kedokteran Edisi 2. Surabaya : AUP.