BAB I
PENDAHULUAN
Suyud Margono, Alternatif Disputes Resolution dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia
Indonesia, Bogor, 2000, hlm 12
Eman Suparman, Arbitrase dan Dilema Penegakan Keadilan, PT Fikahati Aneska, Jakarta, 2002, hlm 3
proses
peradilan/litigasi, forum arbitrase saat ini lebih diminati oleh para pelaku usaha
dalam menyelesaikan sengketanya, namun dalam prakteknya terkadang proses
penyelsaian sengketa dengan menggunakan forum arbitrase pun tidak lepas dari
masalah. Salah satu contohnya adalah kasus kepemilikan saham Televisi Pendidikan
Indonesia yang terjadi antara PT Berkah Karya Bersama dengan Siti Haridanti
Rukmana yang lebih dikenal dengan mbak tutut.
Sengketa yang sudah berlangsung sejak tahun 2005 itu pada awalnya
disepakati akan diselesaikan di jalur arbitrase namun kemudian pihak dari Siti
Hardianti Rukmana membawanya ke ranah pengadilan dengan alasan adanya faktor
perbuatan melawan hukum sehingga permasalahan muncul ketika Mahkamah Agung
SEBAGAI
FORUM
PENYELESAIAN
SENGKETA
BERKEADILAN
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah kewenangan lembaga pengadilan terhadap perkara bisnis
yang dudalamnya terdapat klausul kontrak mengenai pemilihan forum
arbitrase sebagai penyelesaian sengketa?
2. Bagaimana hubungan lembaga pengadilan terhadap berjalanya proses
arbitrase?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menentukan kewenangan lembaga pengadilan terhadap perkara bisnis
yang dialamnya terdapat klausul kontrak mengenai pemilihan forum
arbitrase sebagai penyelesaian sengketa
2. Untuk memperoleh informasi mengenai hubungan lembaga pengadilan
terhadap berjalanya proses arbitrase
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Singkat Mengenai Arbitrase
1. Pengertian Arbitrase
Kata arbitrase berasal dari bahasa latin yaitu arbitrare yang artinya kekuasaan
untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksaan. Banyak penulis memiliki
pandangan lain mengenai
Adolf, arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga
yang neteral yang mengeluarkan putusan yang bersifat final dan mengikat (
binding).4 Menurut Mertokusumo, arbitrase adalah suatu prosedur penyelesaian
sengketa
di
luar
pengadilan
berdasarkan
persetujuan
para
pihak
yang
3. Bentuk-Bentuk Arbitrase
dalam beberapa literatur dijumpai beberapa bentuk arbitrase, yaitu:7
a) Arbitrase terlembaga
adalah suatu lembaga permanen yang dikelola oleh berbagai Badan
Arbitrase bedasarkan aturan-aturan yang mereka tentukan sendiri. Saat ini
dikenal berbagai aturan Arbitrase yang dikeluarkan oleh Badan-Badan
Arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)
b) Arbitrase ad hoc
merupakan Arbitrase yang dilaksanakan bedasarkan peraturan yang sengaja
dibentuk untuk tujuan Arbitrase, misalnya UU Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa atau UNCITRAL
Arbitration Rules.
3. Objek Arbitrase
Pasal 5 Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa menjelaskan bahwa perkara yang dapat diselesaikan melalui
arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut
hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang
bersengketa, menurut penjelasan Pasal 66 Undang-Undang No 30 Tahun 1999 bidang
perdagangan yang dimaksud dalam Undang-Undang ini adalah:
1. Perniagaan
Perniagaan adalah kegiatan tukar menukar barang dan jasa atau keduanya
2. Perbankan
Perbankan adalah kegiatan yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau
bentuk lainya yang bertujuan meningkatkan taraf hidup rakyat banyak
3. Keuangan.
Industri
Industri adalah kelompok bisnis tertentu yang memiliki teknik dan metode yang
sama dalam menghasilkan laba
6.
Adapun kegiatan perniagaan yang dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah bidang
bidang yang meliputi perniagaan, Perbankan, Keuangan, Penanaman Modal, Industri
dan Hak Milik Intelektual. Jenis-jenis Arbitrase dapat berupa Arbitrase sementara (adhoc) maupun Arbitrase melalui badan permanen (Institusi). Arbitrase Ad-hoc
merupakan Arbitrase yang dilaksanakan bedasarkan peraturan yang sengaja dibentuk
untuk tujuan Arbitrase, misalnya UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian sengketa atau UNCITRAL Arbitration Rules. Pada umumnya
arbitrase ad-hoc direntukan bedasarkan oleh para pihak.8Arbitrase institusi adalah suatu
lembaga permanen yang dikelola oleh berbagai Badan Arbitrase bedasarkan aturan8Loc.cit.,
aturan yang mereka tentukan sendiri. Saat ini dikenal berbagai aturan Arbitrase yang
dikeluarkan oleh Badan-Badan Arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(BANI).9
. Lembaga Arbitrase
Pada praktiknya sebagai lembaga yang difungsikan untuk menyelesaikan sengketa dan
proses mediasi dan negosiasi, Terdapat dua lembaga arbitrase yang dikenal yaitu,
Arbitrase Ad-Hoc dan Arbitrase Institusional. Pada dasarnya Arbitrase Ad-hoc sering kali
disebut arbitrase volunter yang merupakan lembaga yang dibentuk khusus untuk
menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu. Arbitrase Institusional adalah lembaga
atay badan arbitrase yang bersifat permanen. Oleh karena lembaga ini bersifat permanen
maka Pasal 1 ayat (2) Konvensi New York 1958 menyebut jenis lembaga ini sebagai
Permanent Arbitral Body.10
Perbedaan mengenai Arbitrase Institusional ini yang dapat pula dikatakan sebagai
perbedaannya dengan lembaga arbitrase ad-hoc, yaitu11:
1. Arbitrase Institusional didirikan untuk bersifat permanen dan selamanya
sedangkan arbitrase ad hoc sifatnya sementara dan akan bubar setelah
perselisihan selesai diputus.
2. Arbitrase institusional sudah ada/sudah berdiri sebelum suatu perselisihan
timbul sedangkan arbitrase ad hoc didirikan setelah perselisihan timbul oleh
pihak-pihak yang bersengketa
3. Arbitrase Institusional bersifat permanen maka pendirianya dilengkapi oleh
susunan organisasi, tata cara pengangkatan arbiter dan tata cara pemeriksaan
9Loc.cit.,
10ibid .,hlm 330.
11 Loc.cit
10
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) merupakan sebuah badan yang dibentuk
oleh Pemerintah Indonesia dan bersifat independen berfungsi untuk memberikan jasa
beragam yang berhubungan dengan arbitrase, mediasi dan bentuk-bentuk lain dari
penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Didirikan pada tahun 1977 serta dikelola dan
diawasi oleh Dewan Pengurus dan Dewan Penasehat yang terdiri dari tokoh-tokoh
masyarakat dan sektor bisnis.
Dalam memberikan dukungan kelembagaan yang diperlukan untuk bertindak secara
otonomi dan independen dalam penegakan hukum dan keadilan, BANI telah
mengembangkan aturan dan tata cara sendiri termasuk batasan waktu dimana Majelis
Arbitrase harus memberikan putusan. Aturan mengenai hal ini dipergunakan dalam
12ibid.,hlm 331.
10
11
arbitrase domestik dan internasional yang dilaksanakan di Indonesia. BANI saat ini
didukung oleh 100 arbiter berlatarbelakang berbagai profesi, 30 persen diataranya
adalah warga negara asing.13
Peningkatan peran BANI dalam penyelesaian sengketa setelah munculnya perundangundangan Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa Umum (UU Arbitrase). Semenjak keberadaannya dan dipengaruhi oleh arah
gobalisasi dimana pada saat ini penyelesaian sengketa di luar pengadilan meupakan
pilihan pelaku bisnis untuk menyelesaikan sengketa bisnis mereka. Karakteristik yang
cepat, efisien dan tuntas serta hal yang perlu diperhatikan bahwa arbitrase menganut
prinsip win-win Solution, dalam prosesnya tidak membutuhkan waktu yang relatif lama
karena tidak ada lembaga banding dan kasasi.14
Dalam memeriksa dan memutus suatu sengketa, arbiter atau majelis arbitrase selalu
medasarkan diri pada hukum yang telah dipilih oleh para pihak yang bersengketa (
choice of law) , meskipun demikian tidak menutup kemungkinan bahwa para arbiter
dapat memutus atas dasar keadilan dan kepatutan ( ex aequo et bono ) apabila
dikehendaki oleh para pihak.
Kegiatan bisnis yang dilakukan para pelaku usaha biasanya terefokus dalam mencari
keuntungan dan bukan bersengketa, namun dikarenakan sektor bisnis merupakan sektor
yang dinamis dimana suatu masalah dapat terjadi sewaktu sewaktu, para pelaku bisnis
13Laman Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Profile Badan Arbitrase Nasional Indonesia
http://www.bani-arb.org/bani_main_ind.html. [ 15 Desember 2014].
14Loc.cit.
11
12
pada
klausulpada
awal
kesepakatan
bisnis,
para
pelaku
usaha
12
13
bahwa pengadilan tidak dapat berjalan independen dan bahkan para hakimnya telah
kehilangan integritas moral dalam menjalankan profesinya. Pada akhirnya lembaga
peradilan yang pada awalnya bertindak sebagai lembaga yang mengemban tugas
untuk menegakan hukum dan keadilan dianggap menjadi tempat yang tidak efisien
dan efektif untuk menyelesaikan sengketa.15
Para pelaku Usaha Indonesia atau Pengusaha Asing memiliki pandangan bahwa
bahwa penyelesaian sengketa melalui pengadilan di Indonesia memang harus
melalui proses-proses yang cukup panjang. Budaya yang tumbuh di kalangan
pengusaha lokal khususnya pengusaha asing mengharapkan penyelesaian sengketa
yang efektif, efisien dan tidak membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
memproses sengketa tersebut. Forum penyelesaian sengketa dimaksudkan oleh para
pelaku bisnis adalah16 :
1. Menjamin kerahasiaan materi sengketa
2. Para pihak yang bersengketa mempunyai kedaulatan untuk menetapkan
arbiter, tempat prosedur beracara dan materi hukum
3. Melibatkan pakar-pakar arbiter yang ahli di bidangnya
4. Prosedurnya sederhana dan cepat
5. Putusan forum tersebut merupakan putusan terakhir dan mengikat.
Keberadaan forum Arbitrase dewasa ini dianggap dapat memberikan angin segar
bagi penyelesaian sengketa dalam dunia bisnis. Meskipun keberadaannya sudah sejak
lama diatur dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia keberadaannya pada saat itu
dianggap kurang menonjol. Perubahan paradigma dalam dunia bisnis juga ikut
15Prof.Dr. Eman Suparman ,S.H.,M.H. Arbitrase & Dilema Penegakan Keadilan. PT. Fikahati
Aneska.2012. Jakarta. hlm.2.
16Ibid.,hlm.3
13
14
arbitrase
tidak
lantas
menimbulkan
penyelesaian,
keberadaany
GAMBARAN
DILEMA
PENEGAKAN
KEADILAN
DI
INDONESIA.
. Perumusan Masalah
1. Permasalahan apakah yang menimbulkan dilema dalam Eksekusi Putusan Arbitrase
dalam perkembangannya di Indonesia?
2. Apakah yang Eksekusi Putusan yang dilakukan Arbitrase dapat dilakukan tanpa harus
melalui pencatatan dan eksekusi Ketua Pengadilan Negeri?
. Tujuan Penelitian
Mendapatkan pemahaman mengenai dilema dalam eksekusi putusan arbitrase dalam
perkembangannya di Indonesia.
Melakukan analisis mengenai kemungkinan Eksekusi Putusan yang dilakukan Arbitrase
tanpa harus melalui pencatatan dan eksekusi Pengadilan Negeri.
14
15
BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
.Sekilas Mengenai Pengertian Arbitrase dan Lembaga Arbitrase
Arbitrase pada pasal 1 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa arbitrase diartikan sebagai cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan peradilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa.17 Lembaga Arbitrase seperti yang dijelaskan dalam dalam pasal 1 ayat (8)
menyatakan diartikan sebagai badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa
untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu: lembaga tersebut juga dapat
memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu
17Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
15
16
berikut ini18 :
Arbitration. an arrangement for taking an abiding by the judgement of selected
persons in some disputed matter, instead of carrying it to establish tribunals of
justice, and is intended to avoid the formalities, the delay, the expense and vexation
of ordinary litigation".
Putusan Arbitrase bersifat mandiri, final dan mengikat (sudah memenuhi putusan
yang telah memenuhi kekuatan hukum tetap. Perlu diketahui bahwa arbitrase tidak
dapat diterapkan untuk masalah-masalah dalam lingkup keluarga.
Beberapa ahli memberikan pengertian Arbitrase salah satunya pengertian yang
dijabarkan oleh Subekti berikut ini19:
Penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim
bedasarkan persetujuan bahwa pihak akan tunduk pada atau mentaati keputusan yang
diberikan oleh hakim yang mereka pilih.
20Loc.cit.,
16
17
diperiksa dan diadili oleh hakim yang tidak memihak, yang ditunjuk oleh para pihak
sendiri dan putusannya mengikat bagi kedua belah pihak.
Klausula Arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat
Adapun kegiatan perniagaan yang dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah bidang
bidang yang meliputi perniagaan, Perbankan, Keuangan, Penanaman Modal, Industri
21Loc.cit.,
22Loc.cit.,
17
18
dan Hak Milik Intelektual. Jenis-jenis Arbitrase dapat berupa Arbitrase sementara (adhoc) maupun Arbitrase melalui badan permanen (Institusi). Arbitrase Ad-hoc
merupakan Arbitrase yang dilaksanakan bedasarkan peraturan yang sengaja dibentuk
untuk tujuan Arbitrase, misalnya UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian sengketa atau UNCITRAL Arbitration Rules. Pada umumnya
arbitrase ad-hoc direntukan bedasarkan oleh para pihak.23Arbitrase institusi adalah suatu
lembaga permanen yang dikelola oleh berbagai Badan Arbitrase bedasarkan aturanaturan yang mereka tentukan sendiri. Saat ini dikenal berbagai aturan Arbitrase yang
dikeluarkan oleh Badan-Badan Arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(BANI).24
. Lembaga Arbitrase
Pada praktiknya sebagai lembaga yang difungsikan untuk menyelesaikan sengketa dan
proses mediasi dan negosiasi, Terdapat dua lembaga arbitrase yang dikenal yaitu,
Arbitrase Ad-Hoc dan Arbitrase Institusional. Pada dasarnya Arbitrase Ad-hoc sering kali
disebut arbitrase volunter yang merupakan lembaga yang dibentuk khusus untuk
menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu. Arbitrase Institusional adalah lembaga
atay badan arbitrase yang bersifat permanen. Oleh karena lembaga ini bersifat permanen
maka Pasal 1 ayat (2) Konvensi New York 1958 menyebut jenis lembaga ini sebagai
Permanent Arbitral Body.25
Perbedaan mengenai Arbitrase Institusional ini yang dapat pula dikatakan sebagai
perbedaannya dengan lembaga arbitrase ad-hoc, yaitu26:
23Loc.cit.,
24Loc.cit.,
25ibid .,hlm 330.
26 Loc.cit
18
19
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) merupakan sebuah badan yang dibentuk
oleh Pemerintah Indonesia dan bersifat independen berfungsi untuk memberikan jasa
beragam yang berhubungan dengan arbitrase, mediasi dan bentuk-bentuk lain dari
27ibid.,hlm 331.
19
20
penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Didirikan pada tahun 1977 serta dikelola dan
diawasi oleh Dewan Pengurus dan Dewan Penasehat yang terdiri dari tokoh-tokoh
masyarakat dan sektor bisnis.
Dalam memberikan dukungan kelembagaan yang diperlukan untuk bertindak secara
otonomi dan independen dalam penegakan hukum dan keadilan, BANI telah
mengembangkan aturan dan tata cara sendiri termasuk batasan waktu dimana Majelis
Arbitrase harus memberikan putusan. Aturan mengenai hal ini dipergunakan dalam
arbitrase domestik dan internasional yang dilaksanakan di Indonesia. BANI saat ini
didukung oleh 100 arbiter berlatarbelakang berbagai profesi, 30 persen diataranya
adalah warga negara asing.28
Peningkatan peran BANI dalam penyelesaian sengketa setelah munculnya perundangundangan Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa Umum (UU Arbitrase). Semenjak keberadaannya dan dipengaruhi oleh arah
gobalisasi dimana pada saat ini penyelesaian sengketa di luar pengadilan meupakan
pilihan pelaku bisnis untuk menyelesaikan sengketa bisnis mereka. Karakteristik yang
cepat, efisien dan tuntas serta hal yang perlu diperhatikan bahwa arbitrase menganut
prinsip win-win Solution, dalam prosesnya tidak membutuhkan waktu yang relatif lama
karena tidak ada lembaga banding dan kasasi.29
28Laman Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Profile Badan Arbitrase Nasional Indonesia
http://www.bani-arb.org/bani_main_ind.html. [ 15 Desember 2014].
29Loc.cit.
20
21
BAB III
PEMBAHASAN
.Pelaksanaan Eksekusi Arbitrase
Pada dasarnya dalam ranah hukum eksekusi dapat dijabarkan sebagai tindakan hukum
yang dilakukan pengadilan yang mengacu kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara
sengketa yang merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara.
Setiap pemeriksaan dalam prosesnya akan menghasilkan suatu putusan. Tentu
permasalahan belum selesai sampai disitu karena putusan atas pemeriksaan perkara
perdata selanjutnya harus dapat dilaksanakan (eksekusi). Eksekusi sangatlah penting
karena suatu keputusan tidak akan berarti sama sekali apabila tidak dapat
dilaksanakan.30
Apabila kita mencermati bahwa tidak ada perbedaan yang mencolok antara putusan
hakim dan putusan arbitrase karena pada dasarnya semua yang mengatur tentang
putusan hakim dan arbitrase udah diatur secara jelas. Putusan tidak hanya diucapkan
saja melainkan harus tertuang dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam
pengadilan. Putusan yang diucapkan secara lisan di dalam persidangan disebut
uitspraak dan yang dituangkan dalam bentuk tertulis disebut vonnis. Pada prinsipnya
baik uitspraak dan vonnis secara subtansi tidak boleh berbeda. Putusan arbitrase atau
putusan hakim mengenal apa yang dinamakan (eindvonnis) dan putusan yang bukan
merupakan putusan akhir (tussenvonnis).31 Perbedaan yang terjadi antara putusan hakim
dan putusan arbitrase terletak pada sifat dan cara-cara putusan tersebut dibuat karena
30Prof.Dr. Eman Suparman ,S.H.,M.H. Arbitrase & Dilema Penegakan Keadilan. PT. Fikahati
Aneska.2012. Jakarta.Op.cit hlm. 168
31 Ibid.,hlm 170.
21
22
perbedaan asas yang dianut oleh masing-masing lembaga tempat kedua putusan tersebut
dijatuhkan. Sifat yang mendasar pada asas pemeriksaan sengketa pada arbitrase adalah
tertutup dan seluruh rangkaian proses persidangan yang meliputi pemeriksaan sengketa
dan sampai putusan dibacakan dilakukan secara tertutup.
Perbedaan tidak hanya dalam konteks sifat dan prosedur menjatuhkan putusan hakim
dengan putusan arbitrase. Perbedaan juga terlihat pada status putusan itu de jure dan de
facto.Undang-Undang mengakui bahwa putusan arbitrase sebagai putusan sebagai
putusan yang telah memiliki status dan kepastian hukum setara dengan keputusan
hakim. Perbedaan terjadi dalam konteks praktik penerapan dan pelaksanannya dimana
masih terdapat pembedaan antara putusan arbitrase ketika hendak dieksekusi dan dapat
terlihat dalam sejumlah syarat normative yang harus diikuti apalagi dalam hal para
pihak tidak melaksanakan putusan tersebut secara sukarela. Akibat dari ketentuan yang
harus dipatuhi yang berupa syarat normatif tersebut dapat menimbulkan standar ganda
terhadap terhadap putusan arbitrase terutama menyangkut syarat-syarat dan prosedur
pelaksanaan putusan.32
Melihat tren yang berkembang dalam praktik implementasi arbitrase maka dapat
disimpulkan bahwa dalam perjalanannya peran arbitrase belum dapat dikatakan efektif
karena dalam pelaksanaan eksekusi putusan, arbitrase masih memiliki ganjalan untuk
mengeksekusi sendiri putusannya karena bedasarkan prosedur yang tertuang di dalam
Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Altenatif
Penyelesaian Sengketa mengharuskan arbitrase memberikan salinan lembar asli atau
otentik putusan arbitrase harus diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya
kepada Panitera Pengadilan Negeri. Hal tersebut membuat putusan yang dibuat oleh
32 Ibid., hlm 172.
22
23
arbitrase tidak mempunyai kekuatan dan tidak bersifat mandiri serta memiliki kekuatan
hukum.33
Pada seminar peluncuran buku Arbitrase dan Dilema Penegakan Keadilan dan Seminar
Sosialisasi "Arbitrase Sebagai Solusi Penegakan Keadilan dalam Mewujudkan
Peradilan yang Agung" Prof. Dr. Eman Suparman S.H.,M.H menegaskan bahwa peran
arbitrase dalam praktiknya saat ini belum menonjol dan berjalan tidak efektif.
Penerapan mediasi sebagai salah satu upaya untuk menyelesaikan sengketa bisnis masih
merupakan berupa cita-cita hukum (ius consituendum) dalam praktiknya meskipun
secara de jure keputusan mengenai arbitrase sudah final dan jelas.34
Lebih lanjut Prof. Dr. Eman Suparman S.H.,M.H menjelaskan bahwa arbitrase harus
terlepas dari unsur-unsur yang bukan merupakan atau tidak terkait dengan arbitrase.
suatu putusan arbritrase dimanapun putusan itu dijatuhkan akan selalu tidak memiliki
eksekutorial sebelum putusan tersebut di serahkan dan didaftarkan oleh kuasanya
kepada panitera Pengadilan Negeri (PN). Keterlibatan Pengadilan Negeri dalam
rangkaian proses arbitrase tidak sekedar menyangkut persoalan eksekuatur untuk
kepentingan eksekusi putusan arbitrase. Bahkan PN juga terlibat dalam rangkaian
proses arbitrase sejak awal sampai dengan pelaksanaan putusan. Artinya kewenangan
PN tidak sekedar sebagai penerima pendaftaran dan pemberi eksekuatur tapi juga
menunjuk arbiter.35
33Ibid.,hlm 173.
34Pendapat Prof. Dr. Eman Suparman S.H.,M.HSeminar Peluncuran Buku Arbitrase dan
Dilema Penegakan Keadilan dan Seminar Sosialisasi "Arbitrase Sebagai Solusi Penegakan
Keadilan dalam Mewujudkan Peradilan yang Agung" di Kampus Universitas Padjadjaran, Jln.
Dipati Ukur, Kota Bandung, Kamis (21/3/2012)http://www.pikiran-rakyat.com/node/227828.
35Loc.cit.,
23
24
36Prof.Dr. Eman Suparman ,S.H.,M.H. Arbitrase & Dilema Penegakan Keadilan. PT. Fikahati
Aneska.2012. Jakarta.Op.cit hlm
24
25
Kasus yang terbaru adalah mengenai kasus yang terjadi pada Siti Hardiyanti Rukmana
dengan PT. Berkah Karya Bersama dalam kepemilikan saham stasiun televisi PT Cipta
Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI). Permasalahan muncul ketika MA memberikan
putusan padahal kasus sengketa sedang diproses oleh Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI) dan hal tersebut sudah dianggap sebagai kesalahan fatal MA karena
melangkahi kewenangan BANI. 37Hal ini dinilai para pengamat menjadi preseden buruk
bagi penerapan hukum di Indonesia. Seperti diketahui bersama, putusan peninjauan
kembali (PK) tersebut menyalahi kompetensi, dan melanggar Undang-Undang Arbitrase
No 30 Tahun 1999. Sebenarnya hakim agung tidak berwenang memeriksa perkara yang
disepakati diselesaikan di BANI dan masih diproses oleh BANI. Apabilaputusan
dikeluarkan oleh BANI maka hal tersebut akan menganulir putusan Mahkamah Agung.
BAB IV
KESIMPULAN
.
.
Kesimpulan
Permasalahan yang muncul dalam praktik keberadaan Arbitrase dalam fungsinya
sebagai pihak yang menyelesaikan sengketa para pihak yang memiliki
kepentingan dalam bidang perdangan, investasi dan niaga masih dinilai kurang
efektif karena dalam praktiknya dalam eksekusi putusan, arbitrase harus
25
26
penyelesaian sengketa.
Dalam praktiknya Eksekusi Putusan yang dilakukan Arbitrase dapat dilakukan
tanpa harus melalui pencatatan dan eksekusi Ketua Pengadilan
dilakukan apabila secara de jure hal ini bisa saja di implementasikan dengan
mengubah isi undang-undang nomor 30 Tahun 1999 yang memungkinkan
arbitrase melakukan eksekusi secara mandiri tanpa harus memberikan bukti
otentik karena penyelesaian sengketa melalui arbitrase diyakini merupakan salah
satu hal utama dalam penegakan hukum perdata. Kendala yang muncul adalah
Pengadilan Negeri masih merasa berwenang ikut turut serta dalam proses
eksekusi dan hal ini juga tidak terlepas dari faktor makelar kasus yang menjadi
ganjalan dalam upaya memaksimalkan peran Arbitrase.
26
27
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Jurnal
Eman Suparman. Arbitrase & Dilema Penegakan Keadilan. PT. Fikahati Aneska. 2012.
Jakarta.
dengan
Klausul
Arbitrase
ke
Muka
Pengadilan.
http://jurnalhukum.blogspot.com/2006/09/klausul-arbitrase-danpengadilan_18.html.2006.
Web
Laman Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Profile Badan Arbitrase Nasional Indonesia
http://www.bani-arb.org/bani_main_ind.html. [ Tanggal Akses 15 Desember 2014].
Eman Suparman. Seminar Peluncuran Buku Arbitrase dan Dilema Penegakan Keadilan
dan Seminar Sosialisasi "Arbitrase Sebagai Solusi Penegakan Keadilan dalam
Mewujudkan Peradilan yang Agung" di Kampus Universitas Padjadjaran, Jln. Dipati
Ukur, Kota Bandung, Kamis (21/3/2012) http://www.pikiran-rakyat.com/node/227828.
[Tanggal Akses 15 Desember 2014]
27
28
Undang Undang
28