Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar belakang
Manusia merupakan makhluk yang sangat rentang digoda oleh setan. Oleh karena itu,
manusia harus memiliki sesuatu yang dapat menjadi pegangan dalam hidupnya. Jawabannya
ialah aqidah. Aqidah baik sangatlah diperlukan dalam kehidupan agar kehidupan tidak
berjalan seperti layaknya kehidupan dijaman jahiliyah.
Aqidah adalah salah satu syarat dalam islam yang mana setiap umat muslim harus
meyakini adanya Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir dan qadha dan qadhar. Dan semua
makhluk yang ada di alam semesta ini adalah ciptaan Allah SWT.
Untuk mewujudkan itu tentunya kita harus mengetahui ruang lingkup aqidah. Tentunya
tidak hanya sekedar mengetahui ruang lingkup, juga mesti mengaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari baik dari individu, keluarga, masyarakat, dan sosial agar terciptanya insan yang
bernafaskan iman islam.
Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah aqidah yang benar terhadap alam
dan kehidupan, karena akhlak tersarikan dari aqidah dan pancaran dirinya. Oleh karena itu,
jika seseorang beraqidah dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus.
Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah dan melenceng maka akhlaknya pun akan tidak
benar. Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinannya terhadap
Allah juga lurus dan benar.
Modernisasi zaman yang semakin berkembang dari waktu ke waktu menutut manusia
untuk memahami akhlak secara essensial , dalam arti bahwa manusia memahami akhlak
bukan hanya sebagai sikap / perilaku saja . Melainkan , akhlak tersebut di implementasikan
dalam kehidupan sehari hari .
Dalam bahasan kami kali ini adalah akhlak dalam hidup berbangsa dan bernegara ,
akhlah ini perlu untuk disadari oleh kita agar kita dapat menjadi semakin sensitif terhadap
persoalan yang terjadi pada bangsa dan negara kita. Bukan hanya Hal ini didorong dengan
kekhawatiran akan bobroknya generasi kita , apabila tidak dibekali dengan pengetahuan
tentang akhlak yang cukup , untuk menjalani kehidupan kedepannya.
Sangat pentingnya pembahasan tentang aqidah inilah yang membuat penulis tertarik
untuk mengulas sedikit tentang aqidah dalam kehidupan, terutama dalam hidup berbangsa
dan bernegara.

B.

1.
2.
3.
4.

Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut:
Apakah pengertian atau defenisi dari akhlak ?
Apa saja akhlak yang perlu dilakukan dalam hidup berbangsa dan bernegara?
Bagaimanakah pemimpin yang baik untuk suatu negara menurut islam?
Bagaimanakah hubungan antara pemimpin dan dipimpin yang baik ?
B. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini yaitu antara lain:
1. Agar pembaca mampu mengetahui apa pengertian dari akhlak.
2. Agar pembaca dapat memahami apa saja akhlak-akhlak yang dilakukan dalam hidup
berbangsa dan bernegara.

3. Agar pembaca dapat mengetahui bagaimanakah pemimpin yang baik untuk suatu Negara
menurut islam.
4. Agar pembaca dapat mengetahui hubungan yang baik antara pemimpin dan yang dipimpin.

D.

Manfaat

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dengan dibuatnya makalah ini yaitu antara lain :
1. Pembaca dapat mengetahui apa pengertian dan defenisi dari akhlak.
2. Pembaca dapat mengetahui apa saja akhlak yang perlu dilakukan dalam hidup berbangsa dan
bernegara.
3. Pembaca dapat mengetahui kriteria bagaimana yang baik unuk seorang pemimpin menurut
islam.
4. Pembaca dapat memahami hubungan baik anatar pemimpin dan yang dipimpin.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak
Sebelum membahas mengenai bagaimana akhlak dalam hidup berbangsa dan bernegara
alangkah lebih baiknya jikalau kita mengetahui terlebih dahulu apa itu pengertian atau
defenisi dari akhlak sebelum lanjut ke pembahasan yang sebenarnya dari makalah ini.
Akhlak merupakan sikap / tabiat dari seseorang . Dalam akhlak bernegara , tentunya
menggambarkan sikap seseorang terhadap bangsa dan negaranya , sikap tersebut
menunjukkan jati diri dari orang tersebut .
Pengertian lain dari akhlak adalah nilai pemikiran yang telah menjadi sikap mental yang
mengakar dalam jiwa, lalu tampak dalam bentuk tindakan dan perilaku yang bersifat tetap,
natural, dan refleks. Jadi, jika nilai islam mencakup semua sektor kehidupan manusia, maka
perintah beramal shalih pun mencakup semua sektor kehidupan manusia.
Tentunya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diperlukan pengertian akhlak
bernegara ini untuk membuat diri kita kebal terhadap kebatilan yang nantinya akan
menggoda iman kita , dalam melaksanakan bakti kita kepada Negara.

B. Akhlak yang Dilakukan dalam Hidup Berbangsa dan Bernegara


Berkenaan dengan akhlak dalam bernegara, maka akan terlihatdengan sikap dan perilaku
yang dilaksanakan dengan, sebagai berikut.
1. Musyawarah
Kata ( ) Syr terambil dari kata ( - - )menjadi ( ) Syr.
Kata Syr bermakna mengambil dan mengeluarkan pendapat yang terbaik dengan
menghadapkan satu pendapat dengan pendapat yang lain.

Adapun salah satu ayat dalam Al Quran yang membahas mengenai Musyawarah
adalah surah Al-Syura ayat 38:


Artinya: Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka;
dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. AsySyura: 38)
Dalam ayat diatas , syura atau musyawarah sebagai sifat ketiga bagi masyarakat Islam
dituturkan setelah iman dan shalat . Menurut Taufiq asy-Syawi , hal ini memberi pengertian
bahwa musyawarah mempunyai martabat setelah ibadah terpenting , yakni shalat , sekaligus
memberi pengertian bahwa musyawarah merupakan salah satu ibadah yang tingkatannya
sama dengan shalat dan zakat . Maka masyarakat yang mengabaikannya dianggap sebagai
masyarakat yang tidak menetapi salah satu ibadah .
Memang , musyawarah sangat diperlukan untuk dapat mengambil keputusan yang paling
baik disamping untuk memperkokoh rasa persatuan dan rasa tanggung jawab bersama . Ali
Bin Abi Thalib menyebutkan bahwa dalam musyawarah terdapat tujuh hal penting yaitu ,
mengambil kesimpulan yang benar , mencari pendapat , menjaga kekeliruan , menghindari
celaan , menciptakan stabilitas emosi , keterpaduan hati , mengikuti atsar.
a.

Hal Hal yang Boleh di Musyawarahkan


Islam memberikan batasan batasan hal hal apa saja yang boleh dimusyawarahkan .
Karena musyawarah adalah pendapat orang, maka apa apa yang sudah ditetapkan oleh nash
(Al Quran dan As-Sunnah) tidak boleh dimusyawarahkan , sebab pendapat orang tidak
boleh mengungguli wahyu.

b. Tata Cara Musyawarah


Rasulullah mempunyai tata cara bermusyawarah yang sangat bervariasi ; (1) Kadang kala
seseorang memberikan pertimbangan kepada beliau , lalu beliau melihat pendapat itu benar ,
maka beliau mengamalkannya (2) Kadang kadang beliau bermusyawarah dengan dua atau
tiga orang saja (3) Kadang kala beliau juga bermusyawarah dengan seluruh massa melalui
cara perwaklian .
Dari beberapa tata cara bermusyawarah Rasulullah diatas kita dapat menyimpulkan
bahwa tatacara musyawarah , anggota musyawarah bisa selalu berkembang sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan zaman , tetapi hakekat musyawarah harus selalu tegak ditengah
masyarakat dan Negara .
Adapun hal hal yang harus dimusyawarahkan dengan seluruh umat ,
baik dimusyawarahkan dengan pemimpin (ulil amri) , ulama , cendekiawan , dan pihak pihak berkompeten lainnya , tetapi tetap dan tidak boleh tidak harus dengan semangat
kebenaran dan kejujuran . Yang dicari dalam musyawarah adalah kebenaran bukan
kemenangan .

c.

Sikap Bermusyawarah
Supaya musyawarah dapat berjalan dengan lancar dan penuh persahabatan , firman Allah
dalm surat Ali Imran ayat 159 :
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu . Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Ali Imran : 159)
Dapat kita lihat Allah SWT mengisyaratkan ada beberapa sikap yang harus dilakukan
dalam bermusyawarah , yaitu sikap lemah lembut , pemaaf , dan memohon ampunan Allah
SWT .
2. Menegakkan Keadilan
Istilah keadilan berasal dari kata adl (Bahasa Arab), yang mempunyai arti antara lain
sama dan seimbang. Dalam pengertian pertama, keadilan dapat diartikan sebagai membagi
sama banyak, atau memberikan hak yang sama kepada orang-orang atau kelompok. Dengan
status yang sama. Misalnya semua pegawai dengan kompetensi akademis dan pengalaman
kerja yang sama berhak mendapatkan gaji dan tunjangan yang sama. Semua warga negara
sekalipun dengan status sosial ekonomi politik yang berbeda-beda mendapatkan
perlakuan yang sama dimata hukum.
Dalam pengertian kedua, keadilan dapat diartikan dengan memberikan hak seimbang
dengan kewajiban, atau memberi seseorang sesuai dengan kebutuhannya.
a. Perintah Berlaku Adil
Di dalam Al-Quran terdapat beberapa ayat yang memerintahkan supaya manusia berlaku
adil dan menegakkan keadilan. Perintah itu ada yang bersifat umum dan ada yang khusus
dalam bidang-bidang tertentu. Yang bersifat umum misalnya :
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl
16:90)
Sedangkan yang bersifat khusus misalnya bersikap adil dalam menegakkan hukum (QS.
An-Nisa 4: 58); adil dalam mendamaikan konflik (QS. Al-Hujurat 49:9); adil terhadap
musuh (QS. Al-Maidah : 8) adil dalam rumah tangga (QS. An-Nisa 4:3 dan 129); dan adil
dalam berkata (QS. Al-Anam 6:152).

b. Keadilan Hukum
Islam mengajarkan bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dan sederajat
dalam hukum, tidak ada diskriminasi hukum karena perbedaan kulit, status sosial, ekonomi,
politik dan lain sebagainya.
Keadilan hukum harus ditegakkan walaupun terhadap diri sendiri, atau terhadap keluarga
dan orang-orang yang dicintai.

Mengingat pentingnya menengakkan keadilan itu menurut ajaran Islam, maka orang yang
diangkat menjadi hakim haruslah yang betul-betul memenuhi syarat keahlian dan
kepribadian. Kecuali mempunyai ilmu yang luas, dia juga haruslah seorang yang taat kepada
Allah, mempunyai akhlaq yang mulia, terutama kejujuran atau amanah. Apabila hakim itu
seorang yang lemah, maka dia mudah dipengaruhi, ditekan dan disuap. Akibatnya orangorang yang bersalah dibebaskan dari hukumnya, sekalipun kesalahan atau kejahatannya
sangat merugikan masyarakat dan negara.
c.

Keadilan dalam Segala Hal


Disamping keadilan hukum, islam memerintahkan kepada umat manusia, terutama orangorang yang beriman untuk bersikap adil dalam segala aspek kehidupan, meliputi:
1. Adil terhadap diri sendiri
2. Adil terhadap isteri dan anak-anak
3. Adil dalam mendamaikan perselisihan
4. Adil dalam berkata
5. Adil terhadap musuh sekalipun
Tentu masih banyak lagi bentuk keadilan dalam seluruh aspek kehidupan yang belum
kami sebutkan dalam fasal ini karena keterbatasan ruangan, tapi cukuplah kita menyimpulkan
bahwa Islam menginginkan keadilan yang komprehensif, yang mencakup keadilan politik,
ekonomi, sosial dan lain-lainnya.
3. AMar Maruf Nahi Munkar
Secara harfiah amar maruf nahi munkar (al-amru bi l-maruf wa n-nahyu an lmunkar) berarti menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar.
Abduh, Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan maruf dengan apa yang
diperintahkan syara (agama) dan dinilai baik oleh akal sehat (ma amara bibi asy-syara wa
stabsanahu al-aqlu as-salim), sedangkan munkar adalah apa yang dilarang syara dan
dinilai buruk oleh akal sehat (ma naha anhu asy-syara wastaqbahahu al-aqlu as-salim).
Terlihat dari definisi diatas, bahwa yang menjadi ukuran maruf atau munkarnya sesuatu
ada dua, yaitu agama dan akal sehat atau hati nurani. Bisa kedua-duanya sekaligus atau salah
satunya. Semua yang diperintahkan oleh agama adalah maruf, begitu juga sebaliknya, semua
yang dilarang oleh agama adalah munkar.
Dengan pengertian di atas tentu ruang lingkup yang maruf dan munkar sangat luas
sekali, baik dalam aspek aqidah, ibadah, akhlaq maupun muamalat (sosial, politik, ekonomi,
ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dlsb). Tauhidullah, mendirikan shalat, membayar
zakat, amanah, toleransi beragama, membantu kaum dhuafa dan mustadhafin, disiplin,
transparan dan lain sebagainya adalah beberapa contoh sikap dan perbuatan yang maruf.
Dibandingkan dengan amar maruf, nahi munkar lebih berat karena berisiko tinggi. Nahi
munkar dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Bagi yang mampu melakukan
dengan tangan (kekuasaannya) dia harus menggunakan kekuasaannya itu, apalagi tidak bisa
dengan kata-kata, dan bila dengan kata-kata juga tidak mampu paling kurang menolak
dengan hatinya.
4.

Hubungan Pemimpin Dan Yang Dipimpin


Selain akhlak-akhlak atau perilaku yang dilakukan dalam hidup berbangsa dan bernegara,
ada hal lain yang dibutuhkan dalam menjalani kehidupan bernegara yaitu adalah masalah

seorang pemimpin, karena cirri suatu Negara yaitu salah satunya ketika ada yang memimpim
dan ada yang dipimpin, maka berikut akan di bahas
a. Kriteria Pemimpin dalam Islam
Orang orang yang dapat dipilih menggantikan beliau sebagai pemimpin minimal harus
memenuhi empat kriteria sebagaimana dijelaskan dalam surat Al Maidah ayat 55 .
1. Beriman kepada Allah SWT
2. Mendirikan Shalat
3. Membayarkan Zakat
4. Selalu Tunduk ,Patuh kepada Allah SWT
b. Konsep Leader is a Ladder
Konsep ini merupakan konsep Hubungan Pemimpin dan yang dipimpin yang merupakan
hasil ijtihad dari penulis , dimana Konsep Leader is a Ladder merupakan konsep dimana
seorang pemimpin merupakan sebuah tangga yang akan menjadi perantara atau jembatan
bagi calon pemimpin selanjutnya .
Pemimpin yang baik disini adalah pemimpin yang mencetak sebanyak mungkin calon
Pemimpin , yang nantinya dapat melanjutkan kepemimpinan selanjutnya dengan lebih baik
dan lebih matang .
Adapun hambatan yang dihadapi ketika ingin menerapkan konsep di atas :
1. Egois : kenapa Egois , karena kebanyakan para pemimpin hanya mau dia sajalah merasakan
bangku kepemimpinan tersebut , tanpa harus memikirkan orang setelahnya yang akan
menduduki posisi pimpinan tersebut . Sehingga mereka terlalu 'masa bodoh' dengan
bawahannya.
2. Sombong : penyakit kekuasaan yang satu ini tentunya telah mengakar sejak zaman dahulu kala
, penyakit kesombongan karena merasa sudah diatas sehingga melupakan bawahannya . Hal
ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin tidak sepantasnya bersikap sombong , karena
pemimpin bagaikan tangga maka pemimpin harus menjadi fasilitator.
3. Iri dan Dengki : walaupun sudah menjadi pemimpin , penyakit iri dan dengki masih saja
menjangkiti para pemimpin . Sebagian kecil dari pemimpin tersebut masih saja iri melihat
bawahannya yang mendapatkan jatah lebih banyak dari dirinya . Maka si pemimpin akan iri
terhadap bawahannya , dan mengambil jatah bawahannya.
c.

Persaudaraan antara Pemimpin dan yang Dipimpin


Sekalipun dalam struktur bernegara ada hirarki kepemimpinan yang mengharuskan umat
atau takyat patuh kepada pemimpinnya , tetapi dalam pergaulan sehari hari hubungan antara
pemimpin dan yang dipimpin tetaplah dilandaskan kepada prinsip prinsip ukhuwah
islamiyah , bukan prinsip prinsip atasan dengan bawahan .

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari keempat pembahasan pokok diatas , ialah Kepemimpinan merupakan sesuatu yang
sangat penting dan sangat esensial dalam sikap yang ditunjukkan dalam Akhlak Bernegara ini
.
Dalam memahami materinya , hendaknya kita memahami secara keseluruhan tidak secara
terpisah . Dikarenakan materi ini sangat terkait satu sama lain dan saling mendukung .
Seorang Pemimpin yang baik dan mempunyai Akhlak adalah Pemimpin yang suka
bermusyawarah , perbuatan dan tindakannya Maruf Nahi Mungkar , senantiasa menegakkan
keadilan , dan tentunya mempunyai hubungan yang baik dengan bawahannya .
Komponen komponen inilah yang mendasari kokohnya Akhlak seorang, yang tentunya
apabila diterapkan dengan sungguh sungguh akan menjadi Rahmatan Lil Alamin.
B. Saran
Akhlak yang baik sangatlah dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam
hidup berbangsa dan bernegara, yang pastinya sesuai dengan syariat islam dan nash (AlQuran dan as-Sunnah), fungsi dari akhlak tersebut tentunya agar terjadi dan tercipta
kehidupan bernegara yang aman,tentram,damai dan sejahtera.
Selain akhlak yang baik, dalam hidup bernegara takkala penting dibutuhkan seorang
pemimpin yang baik,mampu memimpin dan menjadi contoh teladan bagi yang dipimpinnya.
Maka dari itu kita sebagai masyarakat dan individu suatu Negara haruslah lebih peka
terhadap masalah dan cara berhidup berbangsa dan bernegara yang baik agar kerukunan
senantiasa tercipta dengan masyarakat atau penduduk lain di satu negara.

Anda mungkin juga menyukai