tanpa adanya pengaruh faktor luar: Lebih atau sama dengan 70%: 69%-60%: 59%-31%:
Kurang atau sama dengan 30% (eksogen), akan tetapi yang banyak dijumpai adalah
kecenderungan untuk PPOK meningkat akibat adanya interaksi antara faktor endogen dan
eksogen. Pendapat yang menyatakan bahwa genetik merupakan faktor risiko PPOK (Dutch
Hypothesis) ditentang oleh pakar dari Inggris (British Hypothesis) yang menyatakan bahwa
hanya faktor eksogen yang berperan.
Ada 2 mekanisme patogenesis PPOK yang penting yaitu faktor endogen (herediter)
dan eksogen (iritasi karena asap rokok, bahan-bahan polutan dan infeksi paru). Faktor
endogen dapat menimbulkan obstruksi bronkus tanpa atau dengan pengaruh faktor eksogen.
Obstruksi bronkus disebabkan adanya spasme otot bronkus, hipersekresi kelenjar mukus,
edema dinding bronkus dan kelenturan paru yang menurun. Apabila iritasi oleh faktor iritan
eksogen masih berlangsung terus maka obstruksi bronkus akan menunjukkan tanda-tanda
klinis yang nyata yaitu sesak nafas, batuk kronis, produksi dahak yang berlebihan dan
gangguan fungsi paru. Tergantung pada beratnya penyakit, pada stadium akhir (Phenotype
patient) dapat terjadi gangguan pertukaran gas sehingga terjadi hipoksemia jaringan.
Obstruksi jalan nafas yang menyebabkan reduksi aliran udara beragam tergantung
pada penyakit. Pada bronkitis kronis dan bronkiolitis penumpukan lendir dan sekresi yang
sangat banyak menyumbat jalan nafas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen
dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh
overekstensi ruang udara yang mengalir ke dalam paru-paru (Smeltzer, 2002)
2.1.3 Gejala Umum
PPOK ditandai oleh adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh bronkhitis
kronik maupun emfisema.Bronkhitis kronis ditandai oleh adanya sekresi mukus bronkus yang
berlebihan dan tampak dengan adanya batuk produktif selama 3 bulan atau lebih, dan
setidaknya berlangsung selama 3 tahun bertururt-turut, serta tidak disebabkan oleh penyakit
bertahun-tahun lamanya. Bila tidak disertai infeksi sekunder, dahak akan berwarna keputihputihan yang mungkin sampai kelabu (karena partikel-partikel debu bila ada polusi udara).
Tetapi bila ada infeksi sekunder, dahak akan lebih kental, dan berwarna kuning sampai hijau
dan seperti pus.
Pada stadium dini, keluhan sesak nafas hanya dirasakan kalau sedang melakukan
pekerjaan fisik ekstra (dyspnoe deffort) yang masih dapat ditoleransi penderita dengan
mudah, namun lama kelamaan sesak ini semakin progresif. Pada stadium berikutnya
penderita secara fisik tak mampu melakukan ativitas apapun tanpa bantuan oksigen, karena
sambil duduk pun tetap akan terasa sesak nafas. Stadium ini dikenal dengan julukan social
death, karena penderita sudah harus menghentikan kegiatan sosialnya.
Pada dasarnya penderita PPOK tidak akan mengeluh tentang panas badan, tetapi
karena sering mendapatkan infeksi sekunder sub akut, maka dalam periode- periode itu
penderita akan mengeluh tentang panas badan rendah (subfebril) sampai tinggi. Pada stadium
lanjut sesak nafas yang berkepanjangan akan terjadi dan akan menimbulkan hipertropi otototot nafas bantuan, yang akan nyata sekali pada m.sterno-cleido-mastoideus yang akan selalu
aktif bekerja menaiki rongga thoraks keatas pada setiap inspirasi.
Ada penderita yang tampak kebiru-biruan (blue bloater) karena sianosis yang
dialaminya disertai dengan tanda-tanda gagal jantung kanan (edema perifer), biasanya
penderita ini agak gemuk dan sesak nafasnya tidak terlalu berat, walaupun hiposekmianya
agak berat. Ada pula yang tampak kemerahjambuan (pink puffer), biasanya penderita
cenderung kurus tanpa gangguan jantung kanan dan hipoksemia yang dideritanya agak
ringan, tetapi mengeluh sesak nafas berat dan kadang diikuti dengan rasa mual. Namun perlu
dicatat bahwa tidak semua penderita akan mengikuti kedua pola ini secara mutlak,
kebanyakan akan berada dikeduanya.
Thoraks pun mengalami perubahan, sekarang diameter sagitalnya menjadi sama
dengan diameter transversal, sehingga bentuk drum (barrel chest). Disamping itu kedua bahu
akan tertarik keatas dan kadang-kadang kifosis tulang belakang bagian torakal akan lebih
nyata. Karena tekanan udara intrapulmonal cenderung tinggi, letak diafragma rendah.
Fermitus suara juga akan melemah, sebaliknya perkusi akan menghasilkan suara
hipersonor. Auskultasi akan menghasilkan suara nafas bronkovesikuler tetapi akan semakin
lemah intensitasnya dengan semakin parahnya kondisi penderita. Wheezing terdengar
sepanjang hari dan di seluruh paru, baik saat inspirasi maupun ekspirasi. Ronki basah juga
akan semakin terdengar dari yang halus sampai sedang.
2. Atelektasis
3.
Pneumonia
4.
Pneumothoraks
5.
Hipertensi paru
imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.
Kor pulmonal : Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat
disertai gagal jantung kanan.
f) Polusi Lingkungan
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab penyakit diatas,
tetapi bila ditambah merokok, resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia yang dapat
menyebabkan PPOK adalah zat-zat pereduksi dan zat-zat pengoksidasi seperti N2O,
hidrokarbon, aldehid, ozon.
g) Status Sosial Ekonomi
Pada status ekonomi rendah kemungkinan untuk mendapatkan PPOK lebih tinggi.
Hal ini disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih rendah.
h) Usia
Gejala PPOK jarang muncul pada usia muda, umumnya setelah usia 50 tahun keatas.
Hal ini dikarenakan keluhan muncul karena adanya terpaan asap beracun yang terus menerus
dalam waktu yang lama. Pada orang yang masih terus merokok setelah usia 45 tahun fungsi
parunya akan menurun dengan cepat dibandingkan yang tidak merokok dan pada usia di atas
60 tahun gejala-gejala PPOK akan mulai muncul.
pernafasan
dan
memperpanjang
survival
pasien
(Ikawati,
2007).
Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.
Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah
penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Tujuan edukasi
adalah supaya pasien PPOK mengenal perjalanan penyakit, melaksanakan pengobatan
yang maksimal, mencapai aktiviti optimal dan meningkatkan kualiti hidup.
Obat-obatan
Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi sesuai dengan klasifikasi derajad
beratnya penyakit. Diutamakan bentuk obat inhalasi, nebulisasi tidak dianjurkan pada
penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas
lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting)
Ekspektoran dan mukolitik. Air minum adalah ekspektoran yang baik, pemberian cairan
yang cukup akan mengencerkan sekret. Obat ekspektoran dan mukolitik dapat
diberikan terutama pada saat eksaserbasi. Antihistamin secara umum tidak diberikan
karena dapat menimbulkan kekeringan saluran napas sehingga sekret sukar
dkeluarkan
Antibiotik diberikan bila ada infeksi sehingga dapat mengurangi keadaan eksaserbasi
akut.
Antioksidan dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kialiti hidup, digunakan Nasetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai terapi rutin.
Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel
dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun
organ-organ lainnya. Terapi oksigen bermanfaat untuk mengurangi sesak napas,
hipertensi pulmoner, vasokonstriksi pembuliuh darah paru, hematokrit dan
memperbaiki kualiti dan fungsi neuropsikologik.
Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal
napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan
gagal napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU
atau di rumah Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan intubasi maupun tanpa
intubasi.
Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan
dapat digunakan selama di rumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah
NIPPV (noninvasive intermitten positive pressure) atau NPV (negative pressure
ventilation). NIPPV bila digunakan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT/long
term oxygen therapy) akan memberikan perbaikan bermakna pada AGD, kualitas dan
kuantitas tidur serta kualiti hidup. NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi
volume control, pressure control dan BiPAP (bilevel positive airway pressure) dan
CPAP (continuous positive airway pressure).
Ventilasi mekanik sebaiknya tidak dilakukan pada pasien PPOK dengan kondisi sebagai
berikut:
-
Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi
akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan
menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru
dan perubahan analisis gas darah. Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan
yang agresif tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK
tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat.
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.
Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi
semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni.
Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat
menyebabkan kelelahan. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk dengan
kalori yang dibutuhkan. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang,
yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering, bila perlu nutrisi dapat
diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster.
Rehabilitasi
Fisioterapi bertujuan memobilisasi sputum dan membuat pernapasan lebih efektif serta
mengembalikan kemampuan fisik penderita ke tingkat optimal.
Rehabilitasi psikis. Penderita PPOK sering merasa tertekan dan cemas sehingga perlu
pendekatan psikis untuk mengurangi perasaan tersebut.