Anda di halaman 1dari 7

Definisi Kompetensi Peradilan Agama

Oleh : Asep Ridwan H, SHI, M.Ag


Kata kekuasaan sering disebut juga dengan kompetensi, yang berasal dari
bahasa Belanda competentie, yang diterjemahkan dengan kewenangan atau
kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu[1].
Adapun Kompetensi Peradilan Agama dapat dirumuskan sebagai : Kekuasaan
negara dalam menerima, memeriksa, mengadili dan memutus, dan menyelesaikan
perkara-perkara tententu antara orang-orang yang beragama Islam untuk
menegakan hukum dan keadilan[2]. Yang dimaksud kekuasaan negara adalah
kekuasaan kehakiman. Sedangkan yang dimaksud dengan perkara-perkara tertentu
adalah perkara-perkara yang disebutkan dalam undang-undang tentang Peradilan
Agama. Sedangkan Pengadilan Agama (PA) adalah pengadilan tingkat pertama
dalam lingkungan peradilan agama[3]. Hal itu menunjukan bahwa Pengadilan
Agama adalah satuan (unit) penyelenggara Peradilan Agama. Adapun satuan
penyelenggara peradilan pada tingkat kedua (banding) adalah Pengadilan Tinggi
Agama (PTA), sedangkan pengadilan pada tingkat kasasi adalah Mahkamah Agung
(MA). Dengan kata lain, bahwa pengadilan adalah badan peradilan yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman untuk menegakan hukum dan keadilan[4].
Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman (judicial power) di Indonesia dilaksanakan
oleh Mahkamah Konstitusi dan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum
termasuk peradilan khusus di bawahnya, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan
Peradilan Tata Usaha Negara, yang berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai
Pengadilan Negara Tertinggi[5]. Pengadilan pada keempat lingkungan peradilan
tersebut memiliki cakupan dan batasan pemberian kekuasaan untuk mengadili
(attributi van rechtsmacht) itu, ditentukan oleh bidang yuridiksi yang dilimpahkan
undang-undang kepadanya.
Pasal 4 Undang-undang No. 7 Tahun 1989 berbunyi :
1. Pengadilan Agama berkedudukan di kotamadya atau di ibu kota kabupaten,
dan daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten.
2. Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di Ibukota propinsi, dan daerah
hukumnya meliputi wilayah Propinsi.
Berkenaan dengan hal itu, terdapat atribusi cakupan dan batasan kekuasaan
peradilan agama. Pengadilan Agama merupakan pengadilan yang berkedudukan di
kota atau kabupaten dan memiliki kewenangan hukum untuk mengadili perkara yang
ada di wilayah kota atau kabupaten dimana pengadilan itu berada. Sedangkan
Pengadilan Tinggi Agama adalah pengadilan yang berkedudukan di wilayah ibu kota
propinsi yang memiliki kewenangan sebagai pengadilan tingkat banding yang
membawahi pengadilan agama-pengadilan agama yang berada di wilayah propinsi
tersebut untuk memeriksa perkara banding dari pengadilan agama yang ada di
bawahnya.

Kekuasaan pengadilan pada masing-masing lingkungan terdiri atas kekuasaan


relative (relative competentie) dan kekuasaan mutlak (asolute competentie).
Kekuasaan relatif berhubungan dengan daerah hukum suatu pengadilan, baik
pengadilan tingkat pertama maupun pengadilan tingkat banding. Artinya, cakupan
dan batasan kekuasaan relative pengadilan ialah meliputi daerah hukumnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan[6].
Kompetensi Absolut Peradilan Agama
Prof. DR. Soedikno Mertokusumo, SH, didalam bukunya : HUKUM ACARA
PERDATA INDONESIA menjelaskan kompetensi absolut atau kewenangan mutlak
pengadilan yaitu wewenang badan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara
tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan dalam
lingkungan pengadilan lain. Kompetensi absolut atau kewenangan mutlak ini
memberi jawaban atas pertanyaan : apakah peradilan tertentu itu pada umumnya
berwenang memeriksa jenis perkara tertentu yang diajukan kepadanya dan bukan
wewenang pengadilan yang lain. Kompetensi absolut /wewenang mutlak disebut
juga artibusi kekuasaan kehakiman[7].
Dengan kata lain yang dimaksud dengan kompetensi absolut adalah kekuasaan
pengadilan yang berhubungan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau
tingkatan pengadilan, dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis
pengadilan atau tingkatan pengadilan lainnya, misalnya : Pengadilan Agama
berkuasa atas perkara perkawinan bagi mereka yang beragama Islam sedangkan
bagi yang selain Islam menjadi kekuasaan Peradilan Umum[8].
Batas-batas kewenangan mengadili antar lingkungan Peradilan tersebutlah yang
dimaksud dengan kompetensi absolut. Artinya apa yang telah ditegaskan menjadi
porsi setiap lingkungan peradilan, secara mutlak menjadi kewenangannya untuk
memeriksa dan memutus perkaranya. Lingkungan peradilan lain secara mutlak tidak
berwenang untuk mengadilinya[9].
Kompetensi absolut pengadilan dalam lingkungan pengadilan agama diatur dalam
Pasal 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undangundang Nomor 3 Tahun 2006, dimana dibangun atas azaz Personalitas Keislaman,
yang mana dalam Pasal 2 disebutkan bahwa Peradilan Agama merupakah salah
satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang
beragama Islam mengenai perkara-perkara perdata tertentu yang diatur dalam Pasal
49 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2006, yaitu bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah,
wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syari'ah.
Kompetensi Relatif
Kewenangan relatif atau kewenangan nisbi adalah untuk menjawab pertanyaan
kepada pengadilan dimanakah gugatan atau tuntutan harus diajukan. Kekuasan
relatif diartikan sebagai kekuasaan pengadilan yang satu jenis dan satu tingkatan,
dalam perbedaannya dengan kekuasaan pengadilan yang sama jenis dan sama
tingkatan lainnya[10], misalnya antara Pengadilan Agama Bandung dengan

Pengadilan Agama Cimahi. Kompetensi relatifini pada dasarnya berkaitan dengan


wilayah hukum suatu pengadilan.[11] Pasal 4 UU No. 7 Tahun 1989 ayat (1)
menyebutkan : Pengadilan Agama berkedudukan di Kotamadya atau di ibukota
Kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kotamadya atau Kabupaten.
Didalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) diterangkan bahwa tidak tertutup kemungkinan
adanya pengecualian. Misalnya, Untuk Pengadilan Agama dalam wilayah PTA Jawa
Timur ada dua Pengadilan Agama sebagai pengecualian dari yang disebut dalam
Undang-undang, yaitu Pengadilan Agama Kangean untuk wilayah kabupaten
Sumenep; dan Pengadilan Agama Bawean untuk wilayah Kabupaten Gresik. Untuk
Kota Batu yang telah ditetapkan sebagai Daerah Tingkat II belum dibentuk
Pengadilan Agama. Contoh lain, di wilayah PTA Bandung, Pengadilan Agama
Cimahi yang merupakan Pengadilan Agama untuk wilayah Kabupaten Bandung,
memiliki yuridiksi untuk Kota Cimahi, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung
Barat.
Oleh karena Hukum Acara Perdata yang dinyatakan berlaku bagi Pengadilan dalam
lingkungan Pengadilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku bagi
Peradilan Umum (Pengadilan Negeri) yaitu HIR/RBG, maka pada dasarnya
ketentuan-ketentuan di dalam HIR/RBG, yang mengatur ke pengadilan dimana
gugatan harus diajukan, berlaku juga bagi Pengadilan Agama, termasuk
kewenangan Pengadilan Tinggi untuk memutus untuk tingkat pertama dan terakhir
dalam hal terjadi sengketa wewenang antar pengadilan tingkat pertama yang
menyangkut kewenangan relatif.
Berkaitan dengan hal tersebut maka Pengadilan Tinggi Agama memiliki kekuasaan
kehakiman yang khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) dan (2) UU
No. 7/1989 yang berbunyi :
(1) Pengadilan Tinggi Agama bertugas dan berwenang mengadili perkara yang
menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding.
(2) Pengadilan Tinggi Agama juga bertugas dan berwenang mengadili di tingkat
pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar-Pengadilan Agama
di daerah hukumnya.
Sedangkan Kewengan Mahkamah Agung RI diatur dalam Pasal 1 dan 2 UU No. 14
tahun 1985 jo UU No. 5 tahun 2004. Kekuasaannya diatur dalam Pasal 28 s/d 39
UU No. 14/1985 jo. UU No. 5 tahun 2004yang berbunyi :
Pasal 1
Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman
sebagaimanadimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Pasal 28
(1) Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus:
a. Permohonankasasi;
b. Sengketa tentang kewenangan mengadili;

c. Permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan yang


telahmemperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksudkan ayat (1)
Ketua Mahkamah Agung menetapkan pembidangan tugas dalam Mahkamah
Agung.
Pasal 29
Mahkamah Agung memutus permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan
Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir dari semua Lingkungan Peradilan.
Pasal 30
Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan
Pengadilan-pengadilan dari semua Lingkungan Peradilan karena :
a.
Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
b.
Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
c.
Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundangundangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan.
Pasal 31
(1) Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji secara materiil hanya
terhadap peraturan perundang-undangan di bawah ini Undang-undang
(2) Mahkamah Agung berwenang menyatakan tidak sah semua peraturan
perundang-undangan dari tingkat yang lebih rendah daripada Undang-undang
atasalasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
(3) Putusan tentang pernyataan tidak sahnya peraturan perundang-undangan
tersebut dapat diambil berhubungan dengan pemeriksaan dalam tingkat kasasi.
Pencabutan peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah tersebut,
dilakukan segera oleh instansi yang bersangkutan.
Pasal 32
(1) Mahkamah Agang melakukan pengawasan tertinggi terhadap
penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan
kekuasaan kehakiman.
(2) Mahkamah Agung mengawasi tingkah laku dan perbuatan para Hakim di
semua lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya.
(3) Mahkamah Agung berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal
yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua Lingkungan Peradilan.
(4) Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk, tegoran, atau
peringatan yang dipandang perlu kepada Pengadilan di semua Lingkungan
Peradilan.
(5) Pengawasan dan kewenangan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat
(1) sampai dengan ayat (4) tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam
memeriksa dan memutus perkara.

Pasal 33
(1) Mahkamah Agung memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua
sengketa tentang kewenangan mengadili :
a. Antara Pengadilan di lingkungan Peradilan yang satu dengan
Pengadilan di Lingkungan Peradilan yang lain;
b. Antara dua Pengadilan yang ada dalam daerah hukum Pengadilan
Tingkat Banding yang berlainan dari Lingkungan Peradilan yang sama;
c. Antara dua Pengadilan Tingkat Banding di Lingkungan Peradilan yang
sama atau antara lingkungan Peradilan yang berlainan.
(2) Mahkamah Agung berwenang memutus dalam tingkat pertama dan
terakhir, semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan
muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang
berlaku.
Pasal 34
Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali pada
tingkat pertama dan terakhir atas putusan Pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan-alasan yang diatur dalam Bab IV Bagian
Keempat Undang-undang ini.
Pasal 35
Mahkamah Agung memberikan nasihat hukum kepada Presiden selaku Kepala
Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi.
Pasal 36
Mahkamah Agung dan Pemerintah melakukan pengawasan atas Penasihat Hukum
dan Notaris.
Pasal 37
Mahkamah Agung dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang
hukum baik diminta maupun tidak kepada Lembaga Tinggi Negara yang lain.
Pasal 38
Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberikan petunjuk
kepada Pengadilan di semua Lingkungan Peradilan dalam rangka pelaksanaan
ketentuan-ketentuan Pasal 25 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Yuridiksi relatif ini memiliki arti penting sehubungan hukum acara dengan ke
Pengadilan Agama mana orang akan mengajukan perkaranya dan sehubungan
dengan hak eksepsi Tergugat. Dalam hukum acara diatur mengenai ke pengadilan
agama mana perkara diajukan sebagai berikut :
a.
Berdasarkan azaz Actor sequitor Forum Rei yaitu gugatan di ajukan di
Pengadilan Agama tempat tinggal tergugat[12].
b.
Azaz Actor sequitor Forum sitei yaitu gugatan di ajukan di Pengadilan
Agama tempat barang ( tidak bergerak ) yang menjadi obyek sengketa[13].
c.
Pengecualian terhadap asaz Actor Sequitor Forum Rei antara lain :

Apabila tempat tinggal tergugat tidak di ketahui.


Apabila tergugat lebih dari satu, dan tempat tinggalnya berlainan, di
ajukan di tempat tinggal salah seorang tergugat.
Apabila tergugat terdiri yang berhutang ( debitur utama ) dan
penangggung / penjamin maka gugatan diajukan di Pengadilan tempat
debitur utama.
Apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui dan obyeknya
menyangkut barang tetap, di Pengadilan tempat barang tetap berada.
Apabila ada pemilihan domisili, di Pengadilan yang di pilih Pasal 118 HIR
/ 142 RBG.
Terhadap perkara yang diajukan kepada Pengadilan yang secara relatif
tidak berwenang, maka hakim dapat menyatakan dirinya tidak berwenang,
apabila ada eksepsi dari tergugat.
d. Selain itu terdapat Kompetensi Relatif yang khusus berlaku di Pengadilan
Agama, yaitu :
1. Permohonan Izin Kawin di Pengadilan Agama tempat Pemohon[14].
2. Dispensasi perkawinan di Pengadilan Agama tempat Pemohon
menikah[15].
3. Poligami di ajukan di Pengadilan tempat Pemohon[16].
4. Pencegahan perkawinan diajukan ke Pengadilan Agama tempat KUA
Perkawinan dimana perkawinan akan dilaksanakan[17].
5. Penolakan perkawinan di ajukan di Pengadilan Agama tempat KUA
Perkawinan dimana perkawinan akan dilaksanakan[18].
6. Pembatalan perkawinan di ajukan ke Pengadilan Agama tempat suami,
Perkawinan istri, atau dimana tempat perkawinan dilaksanakan.
7. Cerai talak diajukan ke Pengadilan Agama tempat Termohon terkecuali :
- Istri meninggalkan kediaman tempat tinggal bersama.
- Istri diluar negeri.
- Istri tidak diketahui tempat tinggalnya.
- Jika suami/istri bertempat tinggal diluar negeri, maka permohonan dapat
diajukan ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat atau ke Pengadilan Agama
tempat perkawinan dilaksanakan.
1.
Cerai Gugat di Pengadilan Agama penggugat bertempat tinggal kecuali :
- Penggugat meninggalkan tempat tinggal bersama maka diajukan di
tempat tergugat.
- Jika Suami/Istri bertempat tinggal diluar Negeri, maka dapat diajukan ke
Pengadilan Agama Jakarta Pusat atau dimana perkawinan
dilaksanakan[19]
1.
Harta Bersama di ajukan ke Pengadilan Agama tempat tergugat kecuali di
kumulasikan dengan perceraian maka diajukan ditempat termohon atau
ditempat penggugat[20].

[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus besar bahasa Indonesia (


Jakarta: Balai Pustaka,1996), h 516.
[2] Dalam Pasal 2 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disebutkan bahwa : Peradilan Agama
adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan
yang beragam Islam mengenai perkara-perkara sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini.
[3] Baca juga UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Pasal 1.
[4] Ibid.
[5] Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 2.
[6] Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia (Jakarta; Raja Grafindo
Persada, 2000), hal 218.
[7] Soedikno Mertokusumo, sebagaimana dikutip oleh Muchinum,Komptensi
Peradilan Agama Relatif dan Absolut dalam Kapita Selekta Hukum Perdata
Agama dan Penerapannya, (Bogor; Pusdiklat Teknis Bailtbang Diklat Kumdil
MARI, 2008), hal 127.
[8] Roihan A Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta; Raja Grafindo
Persada, 2006), hal 27.
[9] Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan
Agama(Jakarta; Sinar Grafika, 2007), hal 138.
[10] Roihan A Rasyid, Op.Cit, hal 25.
[11] Muchinum, Op.Cit, hal 127
[12] Pasal 118 (1) HIR /Pasal 142 (5) RBG.
[13] Pasal 118 (3) HIR / 142 (5) RBG.
[14] Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 6 (5).
[15] Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 7 (2).
[16] Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 4.
[17] Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 14,15,16.
[18] Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 21.
[19] HIR Pasal 73, UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Pasal 66,
86 ayat (1).
[20] HIR Pasal 118, UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Anda mungkin juga menyukai