Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia telah mengalami polarisasi dari dua kekuatan sistem ekonomi, ditandai dengan adanya
dua negara adidaya sebagai representasi dari dua sistem ekonomi tersebut, Amerika dan
Sekutu Eropa Baratnya merupakan bagian kekuatan dari Sistem Ekonomi Kapitalis,
sedangkan Sistem Ekonomi Sosialis diwakili oleh Uni Soviet dan Eropa Timur serta negara
China dan Indochina seperti Vietnam dan Kamboja. Dua Sistem Ekonomi ini lahir dari dua
muara Ideologi yang berbeda sehingga Persaingan dua Sistem Ekonomi tersebut, hakikatnya
merupakan pertentangan dua ideologi politik dan pembangunan ekonomi. Posisi negara
Muslim setelah berakhirnya Perang Dunia ke-2 menjadi objek tarik menarik dua kekuatan
ideologi tersebut, hal ini disebabkan tidak adanya Visi rekonstruksi pembangunan ekonomi
yang dimiliki para pemimpin negara muslim dari sumber Islami orisinil pasca kemerdekaan
sebagai akibat dari pengaruh penjajahan dan kolonialisme barat.
Sistem Ekonomi Islam tidak terlepas dari seluruh sistem ajaran Islam secara integral dan
komphensif. Sehingga prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam mengacu pada saripati ajaran
Islam. Kesesuaian Sistem tersebut dengan Fitrah manusia tidak ditinggalkan, keselarasan
inilah sehingga tidak terjadi benturan-benturan dalam Implementasinya, kebebasan
berekonomi terkendali menjadi ciri dan Prinsip Sistem Ekonomi Islam, kebebasan memiliki
unsur produksi dalam menjalankan roda perekonomian merupakan bagian penting dengan
tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar, tidak adanya
batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dengan segala
potensi yang dimilikinya, kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan
pribadinya yang tak terbatas di kendalikan dengan adanya kewajiban setiap indivudu
terhadap masyarakatnya.

Page | 1

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Prinsip-prinsip ekonomi
Ilmu ekonomi lahir sebagai sebuah disiplin ilmiah setelah berpisahnya aktifitas produksi dan
konsumsi. Ekonomi merupakan aktifitas yang boleh dikatakan sama halnya dengan
keberadaan manusia di muka bumi ini, sehingga kemudian timbul motif ekonomi, yaitu
keinginan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Prinsip ekonomi adalah langkah
yang dilakukan manusia dalam memenuhi kebutuhannya dengan pengorbanan tertentu untuk
memperoleh hasil yang maksimal.
2.1.1 Dasar-dasar ekonomi Islam adalah:
1. Bertujuan untuk mencapai masyarakat yang sejahtera baik di dunia dan di akhirat,
tercapainya pemuasan optimal berbagai kebutuhan baik jasmani maupun rohani
secara seimbang, baik perorangan maupun masyarakat. Dan untuk itu alat pemuas
dicapai secara optimal dengan pengorbanan tanpa pemborosan dan kelestarian
alam tetap terjaga.
2. Hak milik relatif perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan
dipergunakan untuk hal-hal yang halal pula.
3. Dilarang menimbun harta benda dan menjadikannya terlentar.
4. Dalam harta benda itu terdapat hak untuk orang lain yang membutuhkan, oleh
karena itu harus dinafkahkan sehingga dicapai pembagian rizki (distribusi harta).
5. Pada batas tertentu, hak milik relatif tersebut dikenakan zakat.
6. Perniagaan diperkenankan, akan tetapi riba dilarang.
7. Tiada perbedaan suku dan keturunan dalam bekerja sama dan yang menjadi ukuran
perbedaan adalah prestasi kerja.
2.1.2 Kemudian landasan nilai yang menjadi tumpuan tegaknya sistem ekonomi Islam
adalah sebagai berikut:
1. Hakikat pemilikan adalah kemanfaatan, bukan penguasaan.
2. Keseimbangan ragam aspek dalam diri manusia.
3. Keadilan antar sesama manusia.
2.1.3 Nilai instrumental sistem ekonomi Islam:
1. Kewajiban zakat.
2. Larangan riba.
3. Kerjasama ekonomi.
4. Jaminan sosial.
5. Peranan negara.
Page | 2

2.1.4 Nilai normatif sistem ekonomi Islam:


1. Landasan aqidah.
2. Landasan akhlaq.
3. Landasan syariah.
4. Al-Quranul Karim.
5. Ijtihad (Rayu), meliputi qiyas, masalah mursalah, istihsan, istishab, dan urf.
Prinsip ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan produktifitas, serta asas manfaat
dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam. Motif ekonomi Islam adalah mencari
keberuntungan di dunia dan di akhirat selaku khalifatullah dengan jalan beribadah dalam arti
yang luas.
Berbicara tentang sistem ekonomi Islam dan sistem ekonomi kapitalis tidak bisa dilepaskan
dari perbedaan pendapat mengenai halal-haramnya bunga yang oleh sebagian ulama dianggap
sebagai riba yang diharamkan oleh al-Quran. Manfaat uang dalam berbagai fungsi baik
sebagai alat penukar, alat penyimpan kekayaan dan pendukung peralihan dari sistem barter ke
sistem perekonomian uang, oleh para penulis Islam telah diakui, tetapi riba mereka sepakati
sebagai konsep yang harus dihindari dalam perekonomian. Sistem bunga dalam perbankan
(rente stelsel) mulai diyakini oleh sebagian ahli sebagai faktor yang mengakibatkan semakin
buruknya situasi perekonomian dan sistem bunga sebagai faktor penggerak investasi dan
tabungan dalam perekonomian Indonesia, sudah teruji bukan satu-satunya cara terbaik
mengatasi lemahnya ekonomirakyat. Larangan riba dalam Islam bertujuan membina suatu
bangunan ekonomi yang menetapkan bahwa modal itu tidak dapat bekerja dengan sendirinya,
dan tidak adakeuntungan bagi modal tanpa kerja dan tanpa penempatan diri pada resiko
samasekali. Karena itu Islam secara tegas menyatakan perang terhadap riba dan ummat Islam
wajib meninggalkannya (Qs.al-Baqarah:278), akan tetapi Islam menghalalkan mencari
keuntungan lewat perniagaan (Qs.83:1-6
2.2 LANDASAN -LANDASAN EKONOMI DALAM ISLAM
Landasan Ekonomi Islam, Dalam filsafat ilmu, ilmu terbagi atas tiga (3) bagian, yaitu:
Ontologi (segala yang berkaitan dengan terbentuknya ilmu), Epistemologi (makna ilmu), dan
Aksiologi (segi gunalaksana ilu).
2.2.1

Landasan Ekonomi Islam Ditinjau Dari Segi Ontologi

Page | 3

Ekonomi konvensional, jika dilihat dari aspek Ontologi, mereka menggunakan


landasan filsafat positivisme yang berdasarkan pada pengalaman dan kajian empiris
(nyata/ fakta), dan tidak percaya pada petunjuk tuhan (sekuler). Dengan demikian,
dalam ilmu ekonomi konvensional yang mendorong untuk melakukan kegiatan
ekonomi itu semata-mata hanya untuk kepentingan pribadi (self-interest). Sedangkan
dalam Islam yang menjadi pendorong adalah kehendak Allah SWT, yaitu; dalam
rangka mengabdi dan mencari Ridha Allah SWT.
2.2.2

Landasan Ekonomi Islam Ditinjau Dari Segi Epistimologi

Secara Epistemologi, ekonomi berasal dari Okonomia (Greek atau Yunani), kata
Oikonomia berasal dari dua kata Oikos yang berarti rumah tangga dan Nomos yang
berarti aturan. Jadi ilmu ekonomi adalah ilmu mengatur rumah tangga. Secara
Terminology, Samuelson merumuskan, Ilmu ekonomi didefenisikan sebagai kajian
tentang perilaku manusia dalam hubungan dengan pemanfaatan sumber-sumber
prospektif yang langka untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa serta
mendistribusikannya untuk dikonsumsi".
Berdasarkan ruang lingkup ekonomi sebagaimana tersebut diatas, maka Islam sebagai
sebuah agama yang mengatur segala aspek kehidupan, tentu saja mempunyai cara
untuk berekonomi. Dalam kaitan ini, Yusuf Halim al-Alim mendefinisikan ilmu
ekonomi Islam sebagai Ilmu tentang hukum-hukum syariat aplikatif yang diambil
dari dalil-dalil yang terperinci terkait dengan mencari, membelanjakan harta.

2.2.3

Landasan Ekonomi Islam Ditinjau Dari Segi Aksiologi

Ditinjau dari aspek Aksiologi, tujuan Ekonomi Islam adalah bahwa setiap kegiatan
manusia didasarkan kepada pengabdian kepada Allah dan dalam rangka melaksanakan
tugas dari Allah untuk memakmurkan bumi, maka dalam berekonomi umat Islam
harus mengutamakan keharmonisan dan pelestarian alam. Kebahagiaan yang dikejar
Page | 4

dalam Islam bukan samata-mata kebahagiaan di dunia saja, tetapi juga kebahagiaan di
akhirat.
2.3 ASPEK EKONOMI ISLAM
2.3.1 Aspek Barang dan Jasa
Barang dan jasa yang di produksi dalam ekonomi islam didasarkan kepada kaidah
(ketentuan) pokok dalam muamalah, yaitu apa saja yang di bolehkan kecuali yang
dilarang. Ini berarti bahwa barang dan jasa yang di produksi hendaknya barang dan
jasa yang di produksi hendaknya barang dan jasa yang halam bukan yang diharamkan.
2.3.2

Aspek Manajemen Produksi

Adanya perhitungan dan kehati-hatian yang matang dalam proses pengolahan suatu
hasil produksi sehingga terhindar dari kerugian dna kehancuran dalam suatu proses
usaha yang dianjurkan didalam islam.
2.3.3

Aspek Penyaluran Produksi

Proses penyaluran hasil produksi baik barang maupun jasa, pada prinsipnya Islam
menekankan akan adanya kelancaran antara produsen dan konsumen sehingga aspek
keadilan menjadi hal yang utama dalam penyaluran barang dan jasa,
2.3.4

Aspek Ketepatgunaan

Dalam ayat tersebut lebih konkrit di jelaskan kikir maupun boros akan melahirkan
akibat yang tercela dan di sesali sehingga aspek ketepatgunaan adalah bersikap
pertengahan, dengan mempertimbangkan setiap pengalokasian teruma dalam masalah
finansial.

2.4 Tata Niaga Dalam Islam


2.4.1 Pengertian tata niaga
Tataniaga adalah sebagai suatu proses menyoroti gerakan perpindahan barang-barang dan
jasa-jasa dari sektor produsen kegiatan sektor konsumen serta segala kejadian dan perlakukan
yang dialami oleh barang. Misalnya, jagung dari usahatani dijual petani, dibeli pedagang,
diproses oleh pabrik, dijadikan tepung maizena, dipacking dalam kantong plastik, botol atau
Page | 5

kaleng, dipetikan dan dikirim kedaerah lain atau eksport dan seterusnya. Dimana tataniaga
memiliki suatu system meliputi cara, model strategi penyampaian barang-barang dan jasajasa dari sektor produsen kegiatan sektor konsumen. Rangkaian dari proses penyampaian itu
banyak variasinya, yang dipengaruhi oleh keadaan sosial budaya dan perekonomian
masyarakat. Komponen-komponen yang bekerja atas suatu sistem tataniaga tertentu selalu
berusaha mencapai tujuan masing-masing. Jadi suatu sistem tata niaga terdiri dari berbagai
sistem ataupun subsistem pengorganisasiannya.
Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain dengan
menggunakan uang sebagai alat tukarnya.
Menurut etimologi, jual beli adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang
lain). Kata lain dari jual beli adalah al-bai, asy-syira, al-mubadah, dan at-tijarah. Menurut
terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain :
1. Menurut ulama Hanafiyah : J u a l b e l i a d a l a h p e r t u k a r a n h a r t a ( b e n d a )
d e n g a n h a r t a berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).
2. Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu : Jual beli adalah pertukaran harta dengan
harta untuk kepemilikan.
3. Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-mugni : Jual beli adalah pertukaran harta
dengan harta, untuk saling menjadikan milik. Pengertian lainnya jual beli ialah
persetujuan

saling

mengikat

menyerahkan/menjual

antara

barang)

penjual

danpembeli

yakni

pihak

yang

(sebagai

pihak

yang

membayar/membeli barang yang dijual). Pada masa Rasullallah SAW harga


barang itu dibayar dengan mata uangyang terbuat dari emas (dinar) dan mata
uang yang terbuat dari perak(dirham).
2.4.2

Landasan atau Dasar Hukum Jual Beli

Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini disyariatkan berdasarkan
Al-Quran, Hadist Nabi, dan Ijma Yakni :
1. Al Quran
Yang mana Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa : 29
Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang
bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara
kamu (QS. An-Nisa : 29).
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS. Al-Baqarah : 275).
2. Sunnah

Page | 6

Nabi, yang mengatakan: Suatu ketika Nabi SAW, ditanya tentang mata pencarian yang
paling baik. Beliau menjawab, Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap
jual beli yang mabrur. (HR. Bajjar, Hakim yang menyahihkannya dari Rifaah
Ibn Rafi). Maksud mabrur dalam hadist adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipumenipu dan merugikan orang lain.
3. Ijma
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa
manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang
lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu,
harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai. Mengacu kepada ayat-ayat Al Quran dan
hadist, hukum jual beli adalah mubah (boleh). Namun pada situasi tertentu, hukum jual beli
itubisa berubah menjadi sunnah, wajib, haram, dan makruh.
2.4.3

Rukun dan Syarat Jual Beli

Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang
harus dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara (hukum islam).
Rukun Jual Beli :
a. Dua pihak membuat akad penjual dan pembeli
b. Objek akad (barang dan harga)
c. Ijab qabul (perjanjian/persetujuan)
1. Orang yang melaksanakan akad jual beli ( penjual dan pembeli )
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli adalah :
a. Berakal, jual belinya orang gila atau rusak akalnya dianggap tidak sah.
b. Baligh, jual belinya anak kecil yang belum baligh dihukumi tidak sah. Akan tetapi,
jika anak itu sudah mumayyiz (mampu membedakan baik atau buruk), dibolehkan
melakukan jual beli terhadap barang-barang yang harganya murah seperti : permen,
kue, kerupuk, dll.
c. Berhak menggunakan hartanya. Orang yang tidak berhak menggunakan harta
milik orang yang sangat bodoh (idiot) tidak sah jual belinya. Firman Allah
( Q.S. An-Nisa(4): 5):
2. Sigat atau Ucapan
Ijab dan Kabul. Ulama fiqh sepakat, bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan
antara penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus diwujudkan
melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan kabul (dari pihak pembeli).
Page | 7

Adapun syarat-syarat ijab kabul adalah :


a. Orang yang mengucap ijab kabul telah akil baliqh.
b. Kabul harus sesuai dengan ijab.
c. Ijab dan kabul dilakukan dalam suatu majlis.
3. Barang Yang Diperjual Belikan
Barang yang diperjual-belikan harus memenuhi syarat-syarat yang diharuskan, antara lain :
a.
b.
c.
d.
e.

Barang yang diperjual-belikan itu halal.


Barang itu ada manfaatnya.
Barang itu ada ditempat, atau tidak ada tapi ada ditempat lain.
Barang itu merupakan milik si penjual atau dibawah kekuasaanya.
Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan pembeli dengan

jelas, baik zatnya, bentuknya dan kadarnya, maupun sifat-sifatnya.


4. Nilai tukar barang yang dijual (pada zaman modern sampai sekarang ini
berupa uang).
Adapun syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual itu adalah :
a. Harga jual disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.
b. Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli, walaupun
secara hukum, misalnya pembayaran menggunakan kartu kredit.
c. Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-muqayadah (nilai tukar
barang yang dijual bukan berupa uang tetapi berupa uang).

2.4.4

Hal-hal Yang Terlarang Dalam Jual Beli

Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain ditinjau dari segi sah
atau tidak sah dan terlarang atau tidak terlarang.
1.

Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan syarat-

2.

syaratnya.
Jual beli yang terlarang dan tidak sah (bathil) yaitu jual beli yang salah satu rukun atau
syaratnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan

3.

(disesuaikan dengan ajaran islam).


Jual beli yang sah tapi terlarang ( fasid ). Jual beli ini hukumnya sah, tidak membatalkan akad

4.

jual beli, tetapi dilarang oleh Islam karena sebab-sebab lain.


Terlarang sebab Ahliah (Ahli Akad). U l a m a t e l a h s e p a k a t b a h w a j u a l b e l i
dikategorikan

sah

apabila

dilakukan

oleh

orang

yang

baliqh,

Page | 8

b e r a k a l , d a p a t m e m i l i h . M e r e k a yang dipandang tidak sah jual belinya sebagai


berikut :
Jual beli yang dilakukan oleh orang gila.
Jual beli yang dilakukan oleh anak kecil. Terlarang dikarenakan anak kecil

belum cukup dewasa untuk mengetahui perihal tentang jual beli.


Jual beli yang dilakukan oleh orang buta. Jual beli ini terlarang karena ia

5.
6.
7.

tidak dapat membedakan barang yang jelek dan barang yang baik.
Jual beli terpaksa
Jual beli fudhul adalah jual beli milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.
Jual beli yang terhalang. Terhalang disini artinya karena bangkrut, kebodohan, atau pun sakit.
Jual beli malja a d a l a h j u a l b e l i o r a n g y a n g s e d a n g d a l a m b a h a y a , y a k n i

8.

u n t u k menghindar dari perbuatan zalim.


Terlarang Sebab Shigat. Jual beli yang antara ijab dan kabulnya tidak ada kesesuaian maka
dipandang tidak sah. Beberapa jual beli yang termasuk terlarang
sebab shiqat sebagai berikut :
Jual beli Muathah. Jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad, berkenaan dengan

barang maupun harganya, tetapi tidak memakai ijab kabul.


Jual beli melalui surat atau melalui utusan dikarenakan kabul yang melebihi
tempat, akad tersebut dipandang tidak sah, seperti surat tidak sampai ketangan orang

yang dimaksudkan.
Jual beli dengan syarat atau tulisan. Apabila isyarat dan tulisan tidak dipahami dan

tulisannya jelek (tidak dapat dibaca), maka akad tidak sah.


Jual beli barang yang tidak ada ditempat akad. Terlarang karena tidak
memenuhi syarat iniqad (terjadinya akad). Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan

9.

kabul.
Jual beli munjiz adalah yang dikaitkan dengan suatu syarat atau ditangguhkan pada

waktu yang akan datang.


Terlarang Sebab Maqud Alaih (Barang jualan) Maqud alaih a d a l a h h a r t a y a n g
dijadikan alat pertukaran oleh orang yang akad, yang biasa disebut
mabi

(barang jualan) dan harga. Tetapi ada beberapa masalah yang

disepakati oleh sebagian ulama, tetapi diperselisihkan, antara lain :


Jual beli benda yang tidak ada atau dikhwatirkan tidak ada.
Jual beli yang tidak dapat diserahkan. Contohnya jual beli burung yang ada di

udara, dan ikan yang ada didalam air tidak berdasarkan ketetapan syara.
Jual beli gharar adalah jual beli barang yang menganung unsur menipu (gharar).
Jual beli barang yang najis dan yang terkena najis. Contohnya : Jual beli

bangkai, babi, dll.


Jual beli air

Page | 9

Jual beli barang yang tidak jelas (majhul). Terlarang dikarenakan akan

mendatangkan pertentangan di antara manusia.


Jual beli yang tidak ada ditempat akad (gaib) tidak dapat dilihat. Jual beli
sesuatu sebelum dipegangi . J u a l b e l i b u a h - b u a h a n a t a u t u m b u h a n
apabila belum terdapat buah, disepakati tidak ada akad. Setelah ada buah,

10.

tetapi belum matang, akadnya fasid.


Terlarang Sebab Syara. Jenis jual beli yang dipermasalahkan sebab syara nya diantaranya
adalah :
jual beli riba

Jual beli dengan uang dari barang yag diharamkan. Contohnya jual beli khamar,

anjing, bangkai.
Jual beli barang dari hasil pencegatan barang yakni mencegat pedagang dalam
perjalanannya menuju tempat yang dituju sehingga orang yang mencegat barang
itu mendapatkan keuntungan.

Jual

beli

melakukan

waktu
transaksi

adzan
jual

j u m a t . Terlarang dikarena bagi laki-laki yang


belid a p a t

mengganggukan

aktifitas

k e w a j i b a n n y a s e b a g a i m u s l i m dalam mengerjakan shalat jumat.


Jual beli anggur untuk dijadikan khamar .
Jual beli barang yang sedang dibeli oleh orang laing. Jual beli hewan
ternak yang masih dikandung oleh induknya.

2.4.5 Barang Yang Dilarang Diperjual Belikan Dalam Islam


1. Jual beli yang diharamkan
2. Barang yang tidak ia miliki.

Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu. [HR Tirmidzi].
3. Jual beli Hashat.
Yang termasuk jual-beli Hashat ini adalah jika seseorang membeli dengan
menggunakan undian atau dengan adu ketangkasan.
4. Jual beli Mulamasah.
Mulamasah artinya adalah sentuhan. Maksudnya jika seseorang berkata: Pakaian
yang sudah kamu sentuh, berarti sudah menjadi milikmu dengan harga sekian. Atau Barang
yang kamu buka, berarti telah menjadi milikmu dengan harga sekian.
5. Jual Beli Najasy

Page | 10

Bentuk praktek najasy adalah sebagai berikut, seseorang yang telah ditugaskan
menawar barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut dengan harga yang lebih
tinggi dari yang biasa. Hal itu dilakukannya dihadapan pembeli dengan tujuan memperdaya si
pembeli. Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya semata-mata
ingin memperdaya si pembeli dengan tawarannya tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan.
2.4.6 Barang yang tidak boleh diperjualbelikan:
1. Khamer (Minuman Keras)
Dari Aisyah ra, ia berkata: Tatkala sejumlah ayat akhir surat al-Baqarah turun, Nabi saw
keluar (menemui para sahabat) lantas bersabda (kepada mereka), Telah diharamkan jual
beli arak. (Muttafaqunalaih: Fathul Bari IV: 417 no: 2226, Muslim III: 1206 no: 1580,
Aunul Mabud IX: 380 no: 3473, dan Nasai VII: 308).
2. Bangkai, Babi dan Patung
Dari Jabir bin Abdullah ra, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda ketika
Beliau di Mekkah pada waktu penaklukan kota Mekkah, Sesungguhnya Allah dan RasulNya telah mengharamkan menjual arak, bangkai, babi dan patung. Rasulullah saw ditanya,
Bagaimana pendapatmu tentang lemak bangkai, karena itu dipergunakan untuk mengecat
perahu-perahu, meminyaki kulit-kulit dan dijadikan penerangan lampu oleh orang-orang?
Beliau jawab, Tidak boleh, karena haram. Kemudian Rasulullah saw pada waktu itu
bersabda, Allah melaknat kaum Yahudi, karena ketika Allah mengharamkan lemak bangkai,
justeru mereka mencairkannya, lalu menjualnya, kemudian mereka makan harganya.
(Muttafaqun alaih: Fathul Bari IV: 424 no: 2236, Muslim III: 1207 no: 1581, Tirmidzi II:
281 no: 1315, Aunul Mabud IX: 377 no: 3469, Ibnu Majah II: 737 no: 2167 dan Nasai VII:
309).
3. Anjing
Dari Abu Masud al-Anshari ra, bahwa Rasulullah saw melarang harga anjing, hasil melacur,
dan upah dukun. (Muttafaqun alaih: Fathul Bari IV: 426 no: 2237, Muslim III: 1198 no:
1567, Aunul Mabud IX: 374 no: 3464, Tirmidzi II: 372 no: 1293, Ibnu Majah II: 730 no:
2159 dan Nasai VII: 309).
4. Gambar yang Bernyawa
Dari Said bin Abil Hasan, ia berkata : Ketika saya berada di sisi Ibnu Abbas ra tibatiba datanglah kepadanya seorang laki-laki lalu bertanya kepadanya Ya Ibnu Abbas, dan
Page | 11

sejatinya aku berprofesi sebagai pelukis gambar-gambar ini. Maka Ibnu Abbas berkata
kepadanya, Saya tidak akan menyampaikan kepadamu melainkan apa yang saya dengan dari
Rasulullah saw. Aku mendengar Beliau bersabda, Barang siapa yang melukis satu gambar,
maka sesungguhnya Allah akan mengadzabnya hingga ia meniupkan ruh padanya, padahal
ia tidak mungkin selam-lamanya meniupkan ruh padanya. Maka laki-laki itu berubah
dengan perubahan yang besar dan wajahnya menguning. Kemudian Ibnu Abbas berkata
kepadanya, Celaka engkau! Jika engkau membangkang dan akan tetap meneruskan
profesimu ini, maka hendaklah engkau (menggambar) pepohonan ini; dan segala sesuatu
yang tidak bernyawa. (Muttafaqun alaih: Fathul Bari IV: 416 no: 2225 dan lafadz ini bagi
Imam Bukhari, Muslim III: 1670 no: 2110 dan Nasai VIII: 215 secara ringkas).

5. Buah-Buahan yang Belum Nyata Jadinya


Dari Anas bin Malik ra, dari Nabi saw, bahwa beliau melarang menjual buah-buahan hingga
nyata jadinya dan kurma hingga sempurna. Beliau ditanya, Apa (tanda) sempurnanya?
Jawab Beliau Berwarna merah atau kuning. (Shahih: Shahihul Jamius Shaghir no: 6928
dan Fathul Bari IV: 397 no: 2167).
Darinya (Anas bin Malik) ra, bahwa Rasulullah saw melarang menjual buah-buahan
sebelum sempurna. Kemudian Beliau ditanya, Apa (tanda) sempurnanya? Beliau
menjawab, Hingga berwarna merah. Kemudian Rasulullah saw bersabda, Bagaimana
pendapatmu apabila Allah menghalangi buah itu untuk menjadi sempurna, maka dengan
alasan apakah seorang di antara kamu akan mengambil harta saudaranya. (Muttafaqun
alaih: Fathul Bari: IV: 398 no: 2198 dan lafadz ini milik Imam Bukhari, Muslim III: 1190
no: 155 dan Nasai VII: 264).
6. Biji-Bijian yang Belum Mengeras
Dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah saw melarang menjual buah kurma hingga
nyata jadinya, dan (melarang) menjual gandum hingga berisi serta selamat dari hama; Beliau
melarang penjualnya dan pembelinya. (Shahih: Mukhtashar Muslim no: 917, Muslim III:
1165 no: 1535, Aunul Mabud IX: 222 no: 3352, Tirmidzi II: 348 no: 1245 dan Nasai VII:
270).
2.5 Hutang Piutang
2.5.1 Pengertian Hutang Piutang
Page | 12

Di dalam fiqih Islam, utang piutang atau pinjam meminjam telah dikenal dengan
istilah Al-Qardh. Makna Al-Qardh secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qathu yang
berarti memotong. Harta yang diserahkan kepada orang yang berhutang disebut AlQardh, karena merupakan potongan dari harta orang yang memberikan utang.
Sedangkan secara terminologis (istilah syari), makna Al-Qardh ialah menyerahkan
harta (uang) sebagai bentuk kasih sayang kepada siapa saja yang akan
memanfaatkannya dan dia akan mengembalikannya (pada suatu saat) sesuai dengan
padanannya. Atau dengan kata lain, utang piutang adalah memberikan sesuatu yang
menjadi hak milik pemberi pinjaman kepada peminjam dengan pengembalian di
kemudian hari sesuai perjanjian dengan jumlah yang sama.
Sedangkan menurut ahli fiqih utang atau pinjaman adalah transaksi antara dua pihak
yang satu menyerahkan uangnya kepada yang lain secara sukarela untuk dikembalikan
lagi kepadanya oleh pihak kedua dengan hal yang serupa. Atau seseorang
menyerahkan uang kepada pihak lain untuk dimanfaatkan dan kemudian
dikembalikan lagi sejumlah yang diutang.
2.5.2

Hukum Utang Piutang

Hukum memberi utang piutang bersifat fleksibel tergantung situasi dan toleransi,
namun pada umumnya memberi hutang hukumnya sunnah. Akan tetapi memberi
utang atau pinjaman hukumnya bisa menjadi wajib ketika diberikan kepada orang
yang membutuhkan seperti memberi utang kepada tetangga yang membutuhkan uang
untuk berobat karena keluarganya ada yang sakit. Hukum memberi utang bisa menjadi
haram, misalnya memberi hutang untuk hal-hal yang dilarang dalam ajaran Islam.
Memberikan utang atau pinjaman kepada orang lain yang sangat membutuhkan adalah
hal yang dianjurkan karena di dalamnya terdapat unsur tolong-menolong dan akan
diberikan pahala yang besar oleh Allah SWT.
Dalil dari Al-Quran adalah firman Allah:







Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan
dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (QS. Al-Baqarah:
245)
Page | 13

Adapun yang menjadi dasar utang piutang dapat dilihat pada ketentuan Al-Quran dan
Al-Hadits, dalam Al-Quran terdapat dalam surat Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi :




Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu
kepada Allah, sesungguhnya Allah SWT amat berat siksa-Nya. (Q.S al-Maidah : 2)
Sedangkan dalam sunnah Rasululllah SAW. Dapat ditemukan antara lain dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah sebagai berikut:




))

Seorang muslim yang mempiutangi seorang muslim dua kali, seolah-olah telah
bersedekah kepadanya satu kali.
2.5.3

Keutamaan Memberi Utangan

Syariat Islam menjanjikan serangkaian keutamaan bagi mereka yang memberikan


pinjaman kepada saudaranya dengan niat yang tulus penuh keikhlasan. Seseorang
yang mau membantu saudaranya saat ditimpa kesulitan, maka Allah SWT akan
membantunya di akhirat nanti. Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang
membebaskan atas diri seorang muslim, satu penderitaan dari penderitaan-penderitaan
di dunia, maka Allah akan mengangkatnya dari kesulitan pada hari kiamat. Barang
siapa memudahkan kesusahan yang ada pada seseorang, maka Allah akan
memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. (HR Muslim)
Keutamaan yang lain adalah, bahwa pahala memberikan utang atau pinjaman ternyata
lebih besar dari seorang yang menyedekahkan hartanya. Sabda Rasulullah SAW :
Saya melihat pada waktu di-isra-kan, pada pintu surga tertulis Pahala shadaqah
sepuluh kali lipat dan pahala pemberian utang delapan belas kali lipat lalu saya
bertanya pada Jibril Wahai Jibril, mengapa pahala pemberian utang lebih besar ? Ia
menjawab Karena peminta-minta sesuatu meminta dari orang yang punya, sedangkan
seseorang yang meminjam tidak akan meminjam kecuali ia dalam keadaan sangat
membutuhkan. (HR Ibnu Majah)
2.5.4

Anjuran Menghindari Utang

Page | 14

Meskipun aktifitas utang piutang bukanlah hal yang tercela dalam Islam, namun sejak
awal syariat kita menganjurkan kepada kita untuk menahan diri agar tidak berutang
kecuali benar-benar terpaksa. Karena tanpa disadari, seorang yang berutang akan
tersiksa dengan utangnya secara tidak langsung. Rasulullah SAW pun berdoa untuk
terhindar dari lilitan utang , beliau berdoa : Ya Tuhanku! Aku berlindung diri
kepadaMu dari berbuat dosa dan utang. Kemudian ia ditanya: Mengapa Engkau
banyak minta perlindungan dari utang ya Rasulullah? Ia menjawab: Karena seseorang
kalau berutang, apabila berbicara berdusta dan apabila berjanji menyalahi." (HR
Bukhari)
Bahkan anjuran untuk menghindari utang ini digambarkan dalam beberapa riwayat,
dimana Rasulullah SAW tidak ingin menyolatkan mereka yang meninggal dalam
keadaan berutang, tetapi menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya.
Diriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW didatangkan jenazah orang yg
berutang, maka beliau bertanya apakah ia meninggalkan harta untuk melunasi
utangnya. Jika diberitakan bahwa ia meninggalkan harta untuk melunasi utangnya,
Rasulullah menshalatinya, jika tidak maka Rasulullah mengatakan kepada kaum
muslimin : shalatilah sahabatmu (HR Muslim)
Namun hal di atas tidak berlangsung untuk seterusnya, setelah masa fathu makkah
(kemenangan atas makkah ), setiap kali ada yang meninggal Rasulullah SAW
senantiasa menegaskan : jika ia berutang dan tidak meninggalkan harta, maka aku
adalah walinya, namun jika ia meninggalkan harta yang cukup maka itu untuk ahli
warisnya
2.5.5

Menambah Bayaran Utang

Melebihkan bayaran dari sebanyak utang, kalau kelebihan itu memang kemauan yang
berutang dan tidak atas perjanjian sebelumnya, maka kelebihan itu boleh (halal) bagi
yang mengutangkannya, dan menjadi kebaikan untuk orang yang membayar utang.
Sabda Rasulullah SAW :
Maka sesungguhnya sebaik-baik kamu ialah orang yang sebaik-baiknya pada waktu
membayar utang (Muttafaqun Alaih).
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah telah berutang hewan, kemudian beliau
bayar dengan hewan yang lebih tua umurnya dari pada hewan yang yang beliau utang
itu, dan Rasulullah bersabda, Orang yang paling baik diantara kamu ialah orang
yang dapat membayar utangnya dengan yang lebih baik. (HR. Ahmad & Tirmidzi).
Page | 15

Adapun tambahan yang dikehendaki oleh yang berpirutang atau telah menjadi
perjanjian sewaktu akad, hal itu tidak boleh. Tambahan itu tidak halal atas yang
berpiutang untuk mengambilnya.
Sabda Rasulullah SAW :
Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka itu salah satu dari beberapa
macam riba (HR Baihaqi).

2.6 ASURANSI
2.6.1 Pengertian asuransi
Kata Asuransi berasal dari bahasa Belanda assurantie, dan dalam bahasa Inggris
disebut insurance. Kata tersebut kemudian disalin dalam bahasa Indonesia dengan
kata pertanggungan. Kemudian dalam bahasa Arab asuransi digunakan dengan
istilah at-tamin, penanggungnya disebut muammin, dan tertanggung disebut dengan
muamman lahu atau mustamin.
Menurut Adiwarman Karim, attamin, asuransi atau pertanggungan adalah suatu akad
yang konsekwensinya salah satu pihak menjanjikan pihak lain untuk menanggung
kerugian yang mungkin dihadapinya sebagai imbalan dari apa yang diberikan
kepadanya yang disebut premi asuransi. Sementara dalam Kitab Undang-Undang
Perniagaan (Wetboek van Koophandel) bahwa yang dimaksud dengan asuransi adalah
suatu persetujuan dimana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang dipinjam
untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin
akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas
akan terjadi.
Jadi Asuransi adalah sebuah akad pertanggungan yang mengharuskan penanggung
(muamin) atau dalam hal ini adalah perusahaan untuk memberikan kepada nasabah
atau kliennya (Muamman) sejumlah harta sebagai konsekwensi daripada akad itu,
baik itu berbentuk imbalan, gaji atau ganti rugi barang dalam bentuk apapun sesuai
dengan yang tertera dalam akad ketika terjadi bencana maupun kecelakaan atau
terbuktinya sebuah bahaya yang tertera dalam akad (transaksi), sebagai imbalan uang
(premi) yang dibayarkan secara rutin, berkala maupun secara kontan dari klien atau
nasabah tersebut kepada perusahaan asuransi (muammin) disaat hidupnya.

Page | 16

2.6.2

Manfaat Asuransi

Pada dasarnya asuransi memberikan manfaat bagi pihak tertanggung, antara lain:
1. Rasa aman dan perlindungan
Polis asuransi yang dimiliki oleh tertanggung akan memberikan rasa aman dari risiko
atau kerugian yang mungkin timbul. Kalau risiko atau kerugian tersebut benar-benar
terjadi, pihak tertanggung (insured) berhak atas nilai kerugian sebesar nilai polis atau
ditentukan berdasarkan perjanjian antara tertanggung dan penanggung.
2. Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil
Prinsip keadilan diperhitungkan dengan matang untuk menentukannilai pertanggungan
dan premi yang harus ditanggung oleh pemegang polis secara periodik dengan
memperhatikan secara cermat faktor-faktor yang berpengaruh besar dalam asuransi
tersebut. Untuk mendapatkan nilai pertanggungan, pihak penanggung sudah membuat
kalkulasi

yang tidak merugikan kedua

belah

pihak. Semakin besar nilai

pertangguangan, semakin besar pula premi periodik yang harus dibayar oleh
tertanggung.
3. Polis asuransi dapat dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit.
4. Berfungsi sebagai tabungan dan sumber pendapatan
Premi yang dibayarkan setiap periode memiliki substansi yang sama dengan tabungan.
Pihak penanggung juga memperhitungkan bunga atas premi yang dibayarkan dan juga
bonus (sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak).
5. Alat penyebaran risiko
Risiko yang seharusnya ditanggung oleh tertanggung ikut dibebankan juga pada
penanggung dengan imbalan sejumlah premi tertentu yang didasarkan atas nilai
pertanggungan.
6. Membantu meningkatkan kegiatan usaha
Investasi yang dilakukan oleh para investor dibebani dengan risikokerugian yang bisa
diakibatkan oleh berbagai macam sebab (pencurian, kebakaran, kecelakaan, dan lainlain).
2.6.3

Berbagai Alasan Terlarangnya Asuransi

Berbagai jenis asuransi asalnya haram baik asuransi jiwa, asuransi barang, asuransi
dagang, asuransi mobil, dan asuransi kecelakaan. Secara ringkas, asuransi menjadi
bermasalah karena di dalamnya terdapat riba, qimar (unsur judi), dan ghoror (ketidak
jelasan atau spekulasi tinggi).
Berikut adalah rincian mengapa asuransi menjadi terlarang:

Page | 17

1. Akad yang terjadi dalam asuransi adalah akad untuk mencari keuntungan
(muawadhot). Jika kita tinjau lebih mendalam, akad asuransi sendiri mengandung
ghoror (unsur ketidak jelasan). Ketidak jelasan pertama dari kapan waktu nasahab
akan menerima timbal balik berupa klaim. Tidak setiap orang yang menjadi nasabah
bisa mendapatkan klaim. Ketika ia mendapatkan accident atau resiko, baru ia bisa
meminta klaim. Padahal accident di sini bersifat tak tentu, tidak ada yang bisa
mengetahuinya. Boleh jadi seseorang mendapatkan accident setiap tahunnya, boleh
jadi selama bertahun-tahun ia tidak mendapatkan accident. Ini sisi ghoror pada waktu.
Sisi ghoror lainnya adalah dari sisi besaran klaim sebagai timbal balik yang akan
diperoleh. Tidak diketahui pula besaran klaim tersebut. Padahal Rasul shallallahu
alaihi wa sallam telah melarang jual beli yang mengandung ghoror atau spekulasi
tinggi sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata,

- -
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang dari jual beli hashoh (hasil
lemparan kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari jual beli ghoror
(mengandung unsur ketidak jelasan) (HR. Muslim no. 1513).
2. Dari sisi lain, asuransi mengandung qimar atau unsur judi. Bisa saja nasabah tidak
mendapatkan accident atau bisa pula terjadi sekali, dan seterusnya. Di sini berarti ada
spekulasi yang besar. Pihak pemberi asuransi bisa jadi untung karena tidak
mengeluarkan ganti rugi apa-apa. Suatu waktu pihak asuransi bisa rugi besar karena
banyak yang mendapatkan musibah atau accident. Dari sisi nasabah sendiri, ia bisa
jadi tidak mendapatkan klaim apa-apa karena tidak pernah sekali pun mengalami
accident atau mendapatkan resiko. Bahkan ada nasabah yang baru membayar premi
beberapa kali, namun ia berhak mendapatkan klaimnya secara utuh, atau sebaliknya.
Inilah judi yang mengandung spekulasi tinggi. Padahal Allah jelas-jelas telah
melarang judi berdasarkan keumuman ayat,




Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, maysir (berjudi),
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk

Page | 18

perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat


keberuntungan (QS. Al Maidah: 90). Di antara bentuk maysir adalah judi.
3. Asuransi mengandung unsur riba fadhel (riba perniagaan karena adanya sesuatu yang
berlebih) dan riba nasiah (riba karena penundaan) secara bersamaan. Bila
perusahaan asuransi membayar ke nasabahnya atau ke ahli warisnya uang klaim yang
disepakati, dalam jumlah lebih besar dari nominal premi yang ia terima, maka itu
adalah riba fadhel. Adapun bila perusahaan membayar klaim sebesar premi yang ia
terima namun ada penundaan, maka itu adalah riba nasiah (penundaan). Dalam hal
ini nasabah seolah-olah memberi pinjaman pada pihak asuransi. Tidak diragukan
kedua riba tersebut haram menurut dalil dan ijma (kesepakatan ulama).
4. Asuransi termasuk bentuk judi dengan taruhan yang terlarang. Judi kita ketahui
terdapat taruhan, maka ini sama halnya dengan premi yang ditanam. Premi di sini
sama dengan taruhan dalam judi. Namun yang mendapatkan klaim atau timbal balik
tidak setiap orang, ada yang mendapatkan, ada yang tidak sama sekali. Bentuk seperti
ini diharamkan karena bentuk judi yang terdapat taruhan hanya dibolehkan pada tiga
permainan sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,



Tidak ada taruhan dalam lomba kecuali dalam perlombaan memanah, pacuan unta,
dan pacuan kuda (HR. Tirmidzi no. 1700, An Nasai no. 3585, Abu Daud no. 2574,
Ibnu Majah no. 2878. Dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani). Para ulama memisalkan
tiga permainan di atas dengan segala hal yang menolong dalam perjuangan Islam,
seperti lomba untuk menghafal Al Quran dan lomba menghafal hadits. Sedangkan
asuransi tidak termasuk dalam hal ini.
5. Di dalam asuransi terdapat bentuk memakan harta orang lain dengan jalan yang
batil. Pihak asuransi mengambil harta namun tidak selalu memberikan timbal balik.
Padahal dalam akad muawadhot (yang ada syarat mendapatkan keuntungan) harus
ada timbal balik. Jika tidak, maka termasuk dalam keumuman firman Allah Taala,

Page | 19

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku saling ridho
di antara kamu (QS. An Nisa: 29). Tentu setiap orang tidak ridho jika telah
memberikan uang, namun tidak mendapatkan timbal balik atau keuntungan.
6.

Di dalam asuransi ada bentuk pemaksaan tanpa ada sebab yang syari. Seakan-akan
nasabah itu memaksa accident itu terjadi. Lalu nasabah mengklaim pada pihak
asuransi untuk memberikan ganti rugi padahal penyebab accident bukan dari mereka.
Pemaksaan seperti ini jelas haramnya.

2.6.4

Kriteria Asuransi Yang Halal

Asuransi sistem syariah pada intinya memang punya perbedaan mendasar dengan
yang konvensional, antara lain:
1. Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Di mana nasabah
yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan
akad asuransi konvensional bersifat tadabuli (juAl beli antara nasabah dengan
perusahaan).
2. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan
berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi
konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
3. Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan
hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi
konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki
otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
4. Bila ada peserta yang terkena musibah, untuk pembayaran klaim nasabah dana
diambilkan dari rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan
untuk keperluan tolong-menolong. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana
pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
5. Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan
perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi

Page | 20

konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim,
nasabah tak memperoleh apa-apa.
6. Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah yang
merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen,
produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam.
Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.
2.7 RIBA DALAM EKONOMI ISLAM
2.7.1 Pengertian Riba
Ditinjau dari Bahasa Arab riba memiliki makna tambahan, tumbuh, dan menjadi
tinggi. Riba menurut Bahasa adalah menambah dan berkembang, sedangkan menurut
istilah adalah tambahan dalam hal-hal tambahan tertentu.Adapun pengertian riba
menurut beberapa Ulama adalah sebagai berikut :
a.

Menurut Mughni Muhtaj oleh Syarbini, riba adalah suatu akad atau transaksi atas
barang yang ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya menurut syariat
atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang menjadi objek akad atau salah

b.

satunya.
Menurut Al-Jurnaini merumuskan definisi riba yaitu kelebihan atau tambahan
pembayaran tanpa ada ganti atau imbalan yang disyariatkan dari salah seorang bagi

c.

dua orang yang membuat akad.


Menurut Imam Ar-Razi dalam tafsir Al-Quran, riba adalah suatu perbuatan
mengambil harta kawannya tanpa ganti rugi, sebab orang yang meminjamkan uang
1000 rupiah mengganti dengan 2000 rupiah, maka ia mendapat tambahan 1000 rupiah

d.

tanpa ganti.
Menurut Ijtima Fatwa Ulama Indonesia, riba adalah tambahan tanpa imbalan yang
terjadi karena penanggungan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya atau
biasa disebut dengan riba nasiat
2.7.2 Hukum Riba dalam Islam
Dalam Islam memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman
haram.

Riba

diharamkan

dalam

keadaan

apapun

dan

dalam

bentuk

apapun.diharamkan atas pemberian piutang dan juga atas orang yang berhutang
darinya dengan memberikan bunga baik yang berhutang itu adalah orang miskin atau
orang kaya. Berkaitan dengan hal tersebut,hukum riba telah dipertegas dala Al-Quran
dan Al-Hadist sebagai berikut :
Page | 21

a.Dalam surah al-Baqarah ayat 275, Allah berfirman orang-orang yang makan (mengambil)
riba tidak dapat berdiri melainkan seeperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba), maka baginya apa yang telah diambil dahulu (sebelum datang larangan) dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang-orang yang mengukangi (mengambil riba)
b.

maka orang itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya .


Firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 278-279, Hai orang-orang yang beriman
bertakwalah kepada Allah dan tingalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba),
maka permaklumkanlah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika
kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kami tidak

menganiaya dan tidak (pula) dianiaya


c.Dalam surah Ali AImran:130 Allah berfirman, hai orangorang yang beriman, janganlah
kammu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah
d.

supaya kamu mendapatkan keberuntungan.


Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, jauhilah 7 hal yang
membinasakn, pertama melakukan kemusyrikan kepada Allah, kedua sihir, ketiga
membunuh jiwa yang telah diharamkan kecuali dengan cara yang haq. Keempat
makan riba, kelima memakan harta anak yatim, keeenam melarikan diri pada hari
pertemuan dua pasukan, dan ketujuh menuduh berzina dengan perempuan baik-baim

yang tidak tahu menahu tentang urusan ini dan beriman kepada Allah.
e.Dari Jabir ra Rasulullah saw melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, dua saksinya, dan
penulisnya. Dan beliau bersabda, mereka semua sama.
f. Dari Abdullah bin Hazhalah ra dari Nabi saw bersabda, satu dirham yang riba dimakan
g.

seseorang padahl ia tahu adalah lebih berat daripada tiga puluh enam pelacur.
Dari Ibnu Masud ra bahwa Nabi saw bersabda, riba itu memounyai tujuh puluh tiga
pintu, yang paling ringan (dasarnya) seperti seorang anak menyetubuhi ibunya.
2.7.3

Sebab-sebab Riba Diharamakan

Ada beberapa alasan mengapa Islam sangat melarang keras riba dalam perekonomian
Islam adalah :
a.

Bahwa kehormatan harta manusia sama dengan kehormatan darahynya. Oleh karena
itu mengambil harta kawannya tanpa ganti sudah pasti haram
Page | 22

b.

Bergantung pada riba dapat menghalangi manusia dari kesibukan kerja sebab jika si
pemilik uang yakin bahwa degan melauli riba dia akan memperoleh tmabahan uang
baik kontan maupun berjangka, maka ia akan memudahkan persoalan mencari
penghidupan sehingga hamper-hampir dia tidak mau menanggung beratnya usaha,

c.

dagang, dan pekerjaan yang berat


Riba akan menyebabkan terputusnya sikap yang baik (maruf) antara sesama dalam
bidang pinjam meminjam. Sebab jika riba itu haram maka seseorang akan merasa
senang meminjamkan uang 1000 rupiah dan kembalinya 1000 rupiah juga. Sedangkan
riba jika riba dihalalkan maka sudah pasti kebutuhan orang akan menganggap berat

d.

denga pinjamannya 1000 rupiah diharuskan mengembalikan 2000 rupiah.


Pada umumya pemberi piutang adalah orang kaya sedangkan peminjam adalah orang
miskin. Maka pendapat yang membolehkan riba berarti meberikan jalan kepada orang
kaya untuk mengambil harta orang miskin yang lemah sebagai tambahan. Sedangkan
tidak layak berbuat demikian sebagai sarana memperoleh rahmat dari Allah swt.
2.7.4

Cara Menghindari Riba dalam Ekonomi Islam

Pandangan tentang riba dalam era kemajuan zaman kini juga mendorong maraknya
perbankan Syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung di dapat dari sistem
bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional pada umumnya.
Karena, menurut sebagian pendapat bunga bank termasuk riba. Hal yang sangat
mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya
akad di awal jadi ketika nasabah sudah menginventasikan uangnya pada bank dengan
tingkat suku bunga tertentu, maka akan dapat diketahui hasilnya dengan pasti.
Berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil untuk
deposannya.
Hal diatas membuktikan bahwa praktek pembungaan uang dalam berbagai bentuk
transaksi saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah saw
yakni riba nasiat. Sehingga praktek pembungaan uang adalah haram. Sebagai
pengganti bunga bank, Bank Islam menggunakan berbagai cara yang bersih dari unsur
riba antara lain:
a. Wadiah atau titipan uang, barang dan surat berharga atau deposito
b. Mudarabah adalah kerja sama antara pemlik modal dengan pelaksanaan atas dasar
perjanjian profit and loss sharing
c. Syirkah (perseroan) adalah diamana pihak Bank dan pihak pengusaha sama-sama
mempunyai andil (saham) pada usaha patungan (jom ventura)
Page | 23

d. Murabahan adalah jual beli barang dengan tambahan harga ataaan.u cost plus atas
dasar harga pembelian yang pertama secara jujur
e. Qard hasan (pinjaman yag baik atau benevolent loan), memberikan pinjaman tanpa
bunga kepada para nasabah yang baik sebagai salah satu bentuk pelayanan dan
penghargaan
f. Menerapkan prinsip bagi hasil, hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya,
maka yang dibagi adalah keuntungan dari yang di dapat kemudian dibagi sesuai
dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Misalnya, nisbahnya dalah
60% : 40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang di dapat oleh pihak
bank.
Selain cara-cara yang telah diterapkan pada Bank Syariah, riba juga dapat dihindari
dengan cara berpuasa. Mengapa demikian? Karena seseorang yang berpuasa secara
benar pasti terpanggil untuk hijrah dari sistem ekonomi yang penuh dengan riba ke
sistem ekonomi syariah yang penuh ridho Allah. Puasa bertujuan untuk mewujudkan
manusia yang bertaqwa kepada Allah swt dimana mereka yang bertaqwa bukan hanya
mereka yang rajin shalat, zakat, atau haji, tapi juga mereka yang meninggalkan
larangan Allah swt.
Puasa bukan saja membina dan mendidik kita agar semakin taat beribadah, namun
juga agar aklhak kita semakin baik. Seperti dalam muamalah akhlak dalam muamalah
mengajarkan agar kita dalam kegiatan bisnis menghindari judi, penipuan, dan riba.
Sangat aneh bila ada orang yang berpuasa dengan taat dan bersungguh-sungguh
namun masih mempraktekan riba. Sebagai orang yang beriman yang telah
melaksanakan puasa, tentunya orang itu akan meyakini dengan sesungguhnya bahwa
Islam adalah agama yang mengatur segala aspek kehidupan (komprehensif) manusia,
termasuk masalah perekonomian. Umat Islam harus masuk ke dalam Islam ssecara
utuh dan menyeluruh dan tidak sepotong-potong. Inilah yang dititahkan Allah pada
surah al-Baaqarah : 208, Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam
Islam secara kaffah (utuh dan totalitas) dan jangan kamu ikuti langkah-langkah
syetan. Sesungguhnya syetan itu adalah musuh nyata bagimu.
Ayat ini mewajibkan orang beriman untuk masuk ke dalam Islam secara totalitas baik
dalam ibadah maupun ekonomi, politik, social, budanya, dan sebgainya. Pada masalah
ekonomi, masih banyak kaum muslim yang melanggar prinsip islam yaitu ajaran
ekonomi Islam. Ekonomi Islam didasarkan pada prinsip sayariah yang digali dari Al-

Page | 24

Quran dan sunnah. Dalam kitab fiqih pun sangat banyak ditemukan ajaran-ajaran
muamalah Islam. Antara lain mudharabah, murabahah, wadiah, dan sebagainya.
2.7.5

Manfaat Berekonomi Tanpa Dengan Riba

Keharusan berekonomi secara syariah ini lantaran penerapanya memiliki manfaat


yang sangat besar bagi umat Islam. Pertama umat Islam bisa menjalankan agamanya
dalam bidang ekonomi yang pada gilirannya menggiringnya kepada pengamalan
Islam secara utuh. Kedua, menerapkan dan mengamalkan sistem ekonomi sayariah
mendapat dua keuntungan, yaitu duniawi dan ukhiawi. Keuntungan duniawi berupa
uang, keuntungan akhirat berupa pahala ibadah melalui pengamalan syariah Islam dan
terhindar dari dosa riba. Ketiga, memajukan ekonomi Islam lewat lembaga keuangan
syariah, berarti umat Islam berupaya mengentaskan kemiskinan.

2.8 Etika dalam Berbisnis


2.8.1 DEFINISI ETIKA
Secara etimologi, Etika (ethics) yang berasal dari bahasa Yunani ethikos mempunyai
beragam arti : pertama, sebagai analisis konsep-konsep terhadap apa yang harus,
mesti, tugas, aturan-aturan moral, benar, salah, wajib, tanggung jawab dan lain-lain.
Kedua, aplikasi ke dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral. Ketiga,
aktualisasi kehidupan yang baik secara moral.
DEFINISI BISNIS
Kata bisnis dalam Al-Quran biasanya yang digunakan al-tijarah, al-bai,
tadayantum, dan isytara. Tetapi yang seringkali digunakan yaitu al-tijarah dan dalam
bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijarata, yang
bermakna berdagang atau berniaga. At-tijaratun walmutjar yaitu perdagangan,
perniagaan (menurut kamus al-munawwir).
DEFINISI ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan kalau etika sebagai perangkat prinsip
moral yang membedakan apa yang benar dari apa yang salah, sedangkan bisnis adalah
suatu serangkaian peristiwa yang melibatkan pelaku bisnis, maka etika diperlukan
dalam bisnis.

Page | 25

Dengan demikian dapat dipahami bahwa, Etika bisnis adalah norma-norma atau
kaidah etik yang dianut oleh bisnis, baik sebagai institusi atau organisasi, maupun
dalam interaksi bisnisnya dengan stakeholdersnya.
b al-Asfahani dalam al-mufradat fi gharib al-Quran , at-Tijarah bermakna
pengelolaan harta benda untuk mencari keuntungan.
2.8.2
1.

DASAR HUKUM
Al Baqarah : 282

Yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa
yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan
janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu
orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika
tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari
saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang
mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila
mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun
besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah
dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan
tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika)
kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan
janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang
demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan
bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu;dan Allah Maha mengetahui segala
sesuatu.
Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan
sebagainya.
2.

An Nisa' : 29

Page | 26

Yang artinya :Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Larangan membunuh diri
sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain
berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.
3.

At Taubah : 24

Yang artinya: Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteriisteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang
kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu
cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah
sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang fasik.
4.

An Nur : 37

Yang artinya : laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh
jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari)
membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan
penglihatan menjadi goncang.
5.

As Shaff : 10

Yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu
perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?.
2.8.3

Berikut ini ada 5 ketentuan umum etika berbisnis dalam Islam

1.

Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang
memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi,
politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep
konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh. Dari konsep ini maka islam
menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan.
Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal
maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem
Islam.

2.

Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Page | 27

Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat
curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan.
Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar
atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci
keberhasilan bisnis adalah kepercayaan.
Al-Quran memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur
dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk
pengurangan takaran dan timbangan.

Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca
yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya, (Q.S. alIsra: 35).
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat
adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah
dalam Surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya: Hai orang-orang beriman,hendaklah
kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah
SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap
suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil
lebih dekat dengan takwa.
3.

Kehendak Bebas (Free Will)


Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan
itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak
adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya
dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.

Page | 28

Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang


tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap
masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
4.

Tanggung jawab (Responsibility)


Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena
tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi
tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya
secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan
batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab
atas semua yang dilakukannya.

5.

Kebenaran: kebajikan dan kejujuran


Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari
kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks
bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi
proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan
maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan. Dengan prinsip
kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap
kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama
atau perjanjian dalam bisnis, disebutkan dalam hadits Jabir bin Abdillah bahwa
Rasulullah e melaknat mereka semuanya dan menegaskan bahwa mereka semua sama
saja (Shahih Muslim No. 1598)

6.

Tidak memakan harta orang lain dengan cara bathil


Tidak halal bagi seorang muslim untuk mengambil harta orang lain secara tidak sah.
Allah I dengan tegas telah melarang hal ini dalam kitabNya. Ini meliputi segala
kegiatan yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain yang menjadi rekakan
bisnisnya, baik itu dengan cara riba, judi, kamuflase harga, menyembunyikan cacat
barang atau produk, menimbun, menyuap, bersumpah palsu, dan sebagainya. Orang
yang memakan harta orang lain dengan cara tidak sah berarti telah berbuat dhalim
(aniaya) terhadap orang lain. Allah I berfirman: Dan janganlah sebahagian kamu

Page | 29

memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan
kamu membawa harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian
daripada harta benda orang lain itu dengan dosa, padahal kamu mengetahui.(QS Al
Baqarah 188)
7.

Komitmen terhadap peraturan dalam bingkai syariat


Soerang pebisnis muslim tidak akan membiarkan dirinya terkena sanksi hukuman
undang-undang hukum positif yang berlaku di tenagh masyarakat. Misalnya dalam
hal pajak, rekening membenahi sistem akuntansi agar tidak terkena sangsi karena
melanggar hukum. Hal itu dilakukannya bukan untuk menetapkan adanya hak
membyuat hukum ekpada manusia, tetapi semata-mata untuk mengokohkan
kewajiban yang diberikan Allah I padanya dan mencegah terjadinya keruskan yang
mungkin timbul

8.

Tidak membahayakan/merugikan orang lain


Rasulullah e telah memberikan kaidah penting dalam mencegah hal-hal yang
membahayakan, dengan sabdanya Tidak dihalalkan melakukan bahaya atau hal yang
membahayakan orang lain (Irwaul Ghalil No 2175). Termasuk katagori
membahayakan orang lain adalah menjual barang yang mengancam kesehatan orang
lain seperti obat-obatan terlarang, narkotika, makanan yang kedaluwarsa. Atau
melakukan hal yang membahayakan pesaingnya dan berpotensi menghancurkan usaha
pesaingnya, seperti menjelek-jelekkan pesaing, memonopoli, menawar barang yang
masih dalam proses tawar-menawar oleh orang lain. Seorang pebisnis muslim
hendaknya bersikap fair dalam berkompetisi, dan tidak melakukan usaha yang
mengundang bahaya bagi dirinya maupun orang lain.

9.

Loyal terhadap orang beriman


Pebisnis muslim sekaliber apapun tetaplah bagian dari umat Islam. Sehingga sudah
selayaknya ia melakukan hal-hal yang membantu kokohnya pilar-pilar masyarakat
Islam dalam skala interasional, regional maupun lokal. Tidak sepantasnya ia
bekerjasama dengan pihak yang nyata-nyata menampakkan permusuhannya terhadap
umat Islam. Ini merupakan bagian dari prinsip Al Wala (Loyalitas) dan Al Bara

Page | 30

(berlepas diri) yang merupakan bagian dari aqidah Islam. Sehingga ketika
melaksanakan usahanya, seorang muslim tetap akan mengutamakan kemaslahatan
bagi kaum muslimin dimanapun ia berada. Allah I berfirman : Janganlah orang-orang
mumin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orangorang mumin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan
Allah, kecuali karena memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan
Allah memperingatkan kamu terhadap diri -Nya. Dan hanya kepada Allah kembali.
(QS Ali Imran 28)
10.

Mempelajari hukum dan adab muamalah islam


Dunia bisnis yang merupakan interaksi antara berbagai tipe manusia sangat berpotensi
menjerumuskan para pelakunya ke dalam hal-hal yang diharamkan. Baik karena
didesak oleh kebutuhan perut, diajak bersekongkol dengan orang lain secara tidak sah
atau karena ketatnya persaingan yang membuat dia melakukan hal-hal yang terlarang
dalam agama. Karena itulah seorang Muslim yang hendak terjun di dunia ini harus
memahami hukum-hukum dan aturan Islam yang mengatur tentang muamalah.
Sehingga ia bisa memilah yang halal dari yang haram, atau mengambil keputusan
pada hal-hal yang tampak samar (syubhat).
Mengingat pentingnya mempelajari hukum-hukum jual beli inilah, Khalifah Umar bin
Khatab mengeluarkan dari pasar orang-orang yang tidak paham hukum jual beli.

BAB III
Page | 31

PENUTUP
3.1 Simpulan
Sistem ekonomi Islam tidak sama dengan sistem-sistem ekonomi yang lain. Ia berbeda
dengan sistem ekonomi yang lain. Ia bukan dari hasil ciptaan akal manusia seperti sistem
kapitalis dan komunis. Ia adalah berpandukan wahyu dari Allah SWT. Sistem ciptaan akal
manusia

ini

hanya

mengambil

kira

perkara-perkara

lahiriah

semata-mata

tanpa

menitikberatkan soal hati, roh dan jiwa manusia. Hasilnya, matlamat lahiriah itu sendiri tidak
tercapai dan manusia menderita dan tersiksa kerananya. Berlaku penindasan, tekanan dan
ketidakadilan. Yang kaya bertambah kaya dan yang miskin bertambah miskin. Ekonomi Islam
pula.sangat berbeda.
3.2 Saran
Sistem Ekonomi Islam merupakan perwujudan dari paradigma Islam. Pengembangan
Sistem Ekonomi Islam bukan untuk menyaingi sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi
sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai
kelebihan-kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang telah
ada. Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna
mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat sebagai nilai
ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim tetapi, seluruh umat yang
ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya sekedar dapat memnuhi kebutuhan hidup
secara limpah ruah di dunia,tetapi juga dapat memenuhi kebutuhan sebagai bekal di akhirat
nanti.jadi harus ada keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan di dunia maupun di akhirat
nanti.

Page | 32

Anda mungkin juga menyukai