PENGUMPULAN DATA
2.1
UMUM
Pembangunan jalan Sedang harus pula diperhitungkan kemungkinan
pengembangan yang akan terjadi di sekitar jalan tersebut, perubahan alinyement
dan desain geometri akan menjadi sangat sulit karena biaya sangat mahal, karena
itu ketelitian perencanaan sangat diperlukan.
2.2
STANDAR PERENCANAAN
2.2.1
Klasifikasi Jalan
Klasifikasi jalan menunjukkan standard operasi yang dibutuhkan dan
merupakan suatu bantuan yang berguna bagi perencana. Di Indonesia
Untuk klasifikasi jalan sedang yang didasarkan pada fungsinya, besar
volume kendaraan serta lalu lintas yang dilayaninya atau yang diharapkan akan
melaluinya sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Jalan
FUNGSI
VOLUME LALU
LINTAS (dlm SMP)
Primer:
KELAS
I
- Arteri
>50.000
- Kolektor
<50.000
II
>20.000
<20.000
II
>6.000
II
<6.000
III
>500
III
<500
IV
Sekunder:
- Arteri
- Kolektor
- Jalan Lokal
Kelas I
Kelas jalan ini mencakup semua jalan utama dan dimaksudkan untuk
dapat melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam komposisi lalu
lintasnya tak terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor.
Jalan raya dalam kelas ini merupakan jalan-jalan raya yang berjalur
banyak dengan konstruksi perkerasan dari jenis yang terbaik dalam arti
tingginya tingkatan pelayanan terhadap lalu lintas.
b.
Kelas II
Kelas jalan ini mencakup semua jalan-jalan sekunder. Dalam komposisi
lalu lintasnya terdapat lalu lintas lambat. Kelas jalan ini, selanjutnya
berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintasnya, dibagi dalam tiga kelas,
yaitu : II A, II B dan II C.
c. Kelas II A
Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur atau lebih dengan konstruksi
permukaan jalan dari jenis aspal beton (hotmix) atau yang setarap,
dimana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat, tapi
tanpa kendaraan yang tak bermotor.
d. Kelas II B
Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan
konstruksi
e. Kelas II C
Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi
permukaan jalan dari jenis penetrasi tunggal dimana dalam komposisi
lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor.
f. Kelas III
Kelas jalan ini mencakup semua jalan-jalan penghubung dan
merupakan konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua. Konstruksi
permukaan jalan yang paling tinggi adalah pelaburan dengan aspal.
2.2.2
Lalu Lintas
Pada umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri dari campuran kendaraan
cepat, kendaraan lambat, kendaraan berat, kendaraan ringan dan kendaraan yang
tidak bermotor.
Dalam hubungannya dengan kapasitas jalan, pengaruh dari setiap jenis
kendaraan tersebut terhadap keseluruhan arus lalu lintas, diperhitugkan dengan
membandingkannya terhadap pengaruh dari suatu mobil penumpang. Pengaruh
mobil penumpang dalam hal ini dipakai sebagai satuan dan disebut Satuan
Mobil Penumpang atau disingkat SMP.
Untuk menilai setiap kendaraan kedalam satuan mobil penumpang (SMP),
bagi jalan-jalan di daerah datar digunakan koefisien di bawah ini :
a. Sepeda
0,5
2,5
e. Bus
Kondisi Topografi
Topografi merupakan faktor penting dalam menentukan lokasi jalan dan
pada umumnya mempengaruhi alinyemen sebagai standard perencanaan
geometrik seperti landai jalan, jarak pandangan, penampang melintang dan
sebagainya.
Untuk memperkecil biaya pembangunan, suatu standard perlu disesuaikan
dengan keadaan topografi. Dalam hal ini jenis medan dibagi dalam tiga golongan
umum yang menurut besarnya lereng melintang dalam arah kurang lebih tegak
lurus sumbu jalan raya.
Adapun pengaruh medan meliputi hal-hal :
a. Tikungan
Jari-jari tikungan dan pelebaran perkerasan diambil sedemikian rupa
sehingga terjamin keamanan jalannya kendaraan-kendaraan dan
pandangan bebas yang cukup luas.
b. Tanjakan
Adanya tanjakan yang curam, dapat mengurangi kecepatan kendaraan
dan kalau tenaga tariknya tidak cukup, maka berat muatan kendaraan
2.2.4
LERENG MELINTANG
0 sampai 9,9 %
10 sampai 24,9 %
dari 25 % ke atas
Kecepatan Rencana
Kecepatan merupakan faktor utama dari segala macam transportasi. ada
dua definisi tentang kecepatan rencana :
a. Menurut The Highway Capacity Committe of the Highway Research
Board (HCCHRBp18)
Kecepatan
rencana
adalah
kecepatan
yang
dipilih
untuk
2)
3)
Cuaca.
4)
lapangan (terein), type dari jalan raya yang bersangkutan dan biayanya.
Bentuk-bentuk seperti belokan, kemiringan jalan (super elevasi)
dipengaruhi secara langsung dengan design speed. Sedang bentukbentuk lain seperti lebar perkerasan, bahu jalan dan kebebasan samping
secara tidak langsung dipengaruhi/mempunyai hubungan dengan design
speed tetapi mempengaruhi kecepatan kendaraan.
Pemilihan dari design speed dipengaruhi sifat lapangan dan
pemikiran ekonomis. Sebagai pedoman umum untuk ini keadaan terrein
dapat dibagi dalam tiga keadaan:
1) daerah datar.
2) daerah perbukitan.
3) derah pegunungan.
Sedang penggunaan daerah dapat dibedakan dalam dua golongan,
yaitu :
1) daerah pedalaman.
2) daerah kota.
Suatu jalan yang ada didaerah datar mempunyai design speed yang
lebih tinggi dari pada yang ada di daerah pegunungan ataupun daerah
bukit. Suatu jalan di daerah terbuka mempunyai design speed yang
lebih tinggi dari pada daerah kota.
2.2.5
Jarak Pandang
Yang dimaksud dengan jarak pandang adalah panjang bagian jalan didepan
pengemudi yang masih dapat dilihat dengan jelas diukur dari titik kedudukan
pengemudi.
Syarat jarak pandang yang diperlukan dalam perencanaan jalan raya untuk
mendapatkan keamanan yang setinggi-tingginya bagi lalu lintas adalah seperti
dijelaskan dalam pasal-pasal berikut :
D2 =
D3 =
jarak
antara
kendaraan
menyusul
setelah
gerakan
t1 =
m =
t2
D3 =
D4 =
Alinyemen Horizontal
1.
Umum
Alinyemen horizontal atau trase suatu jalan adalah garis proyek
sumbu jalan tegak lurus pada pertemuan atau bidang horizontal. Trase
jalan yang dimaksud tertera pada bidang batas gambar, biasanya disebut
gambar situasi jalan yang secara umum menunjukkan arah dari jalan
yang ditunjukkan. Hal ini karena kendaraan mempunyai panjang tertentu,
sedang ada waktu membelok yang diberi belokan adalah roda depan.
Alinyemen horizontal harus ditetapkan sebaik-baiknya kecuali untuk
memenuhi syarat-syarat teknik lalu lintas, juga harus mempertimbangkan
penyediaan drainase yang cukup baik dan memperkecil pekerjaan tanah
yang diperlukan. Kemungkinan akan pembangunan bertahap harus telah
diperhatikan, misalnya peningkatan kekuatan perkerasan, perbaikan
alinyemen baik vertikal maupun horizontal, yang diperlukan di kemudian
hari dapat dilakukan dengan penambahan biaya sekecil-kecilnya.
2.
Perencanaan Lengkung
Bagian yang kritis pada alinyemen horizontal adalah bagian lengkung,
dimana terdapat gaya yang akan melemparkan kendaraan keluar daerah
tikungan yang disebut gaya sentrifugal. Atas dasar ini, maka perencanaan
tikungan diusahakan agar dapat memberikan keamanan dan kenyamanan,
sehingga perlu dipertimbangkan:
TC
CT
R
100
80
60
40
30
1500
1100
700
300
180
Untuk tikungan yang jari-jari lebih kecil dari harga di atas, maka
bentuk tikungan yang dipakai adalah spiral-circle-spiral.
Rumus perhitungan untuk bentuk circle :
T
R tg 0,5
T tg 0,25
(R2 + T2 ) - R
R (Sec 0,5 - 1)
0,01745. . R
Keterangan :
PI Sta =
TC
tangen circle
CT
circle tangen
derajat)
TS
ST
yang
panjangnya
diperhitungkan
dengan
( m . V3 ) : ( R . Ls )
Ls min =
0,022 . { V3 : ( R . C )} - {(2,727 . V . k ) : C }
Keterangan :
Ls
Superelevasi
: 0,10
fm
= 1432,4 : R
= - 2 S
Lc
= c . 2 Rc : 360
= Lc + 2 LS
TS
= ( Rc + p ) tg 0,5 + k
ES
= ( Rc + p ) sec 0,5 - Rc
Keterangan :
PI sta =
nomor stasiun
jari-jari ( ditetapkan )
LS
Lc
TC
CT
R
V =
e =
fm =
e
en
en
en
e
TL
TD
TL
TD
Cara A
TD
Cara B
TL
Cara C
em
Lc
Ls
TC
CT
Ls
e normal
bagian lengkung
bagian lurus
Lc
Ls
TC
CT
Ls
e maks
e = 0%
e normal
bagian lengkung
bagian lurus
Lc
Ls
SC
CS
Ls
ST
e = 0%
e normal
bagian lurus
bagian lurus
em
TS
ST
TL
0%
en
TD
SC = CS
LS
LS
S
m
A
R
R
B
R
S<L
m = R - R cos
m =
R ( 1 - cos )
R : 90
90 S : R
28,65 S : R
R (1 - cos
28,65 S
R'
Keterangan :
garis AB
= garis pandangan
lengkung AB
= jarak pandangan
2.2.7
= jarak pandangan, m
Alinyemen Vertikal
1.
Umum
Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang
permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah
vertikal
yang
dipilih
tersebut
dapat
dengan
mudah
mengikuti
perkembangan lingkungan.
Alinyemen vertikal disebut juga penampang memanjang jalan yang
terdiri dari garis-garis lurus dan garis-garis lengkung. Garis lurus tersebut
dapat datar, mendaki atau menurun, biasa disebut berlandai. Landai jalan
dinyatakan dengan persen.
Pada umunya gambar rencana suatu jalan dibaca dari kiri ke kanan,
maka landai jalan diberi tanda positif untuk pendakian dari kiri ke kanan,
dan landai negatif untuk penurunan dari kiri. Pendakian dan penurunan
memberi efek yang berarti terhadap gerak kendaraan.
2. Perencanaan Lengkung
Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan
dengan mempergunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut
direncanakan
sedemikian
rupa
sehingga
memenuhi
keamanan,
Lengkung
vertikal
cembung,
adalah
lengkung
dimana
titik
Ev
g1%
PLV
g1
PTV
g2 %
P
Y
X
0,5/ L
Rumus
umum
parabola
dY2/dx2
(konstanta)
dY/dx = rx + C
x=0
dY/dx = g1
x=L
dY/dx = g2
C = g1
rL + g1 = g2
r = (g2 - g1)/L
dy
dx
( g 2 g 1 ) .x g 1
L
( g 1 g 2 ) x 2 g 1 .x C '
L2
Y=
x = 0 kalau Y = 0, sehingga C = 0
( g 1 g 2 ) x 2 g 1 .x
L2
Y=
Dari sifat segitiga sebangun diperoleh :
(y + Y) : g1 . . L = x : L
y + Y = g1. x
g1. x = Y + y
Y = - (g1 - g2)/2L. x2 + Y + y
y=
( g1 g 2 ) x 2
2L
y=
A .x 2
200 L
Ev =
AL
800
Kecepatan
Rencana
Lengkung
km/jam
100
Cembung
Standar Min
Radius
(m)
Minimum
6500
(m)
10.000
80
60
50
40
30
20
Cekung
Cembung
Cekung
Cembung
Cekung
Cembung
Cekung
Cembung
Cekung
Cembung
Cekung
Cembung
Cekung
3000
3000
2000
1400
1000
800
700
450
450
250
250
100
100
4000
4500
3000
2000
1500
1200
1000
700
700
400
400
200
200
A S2
100 ( 2h1 2h2 )
L=
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti
menurut Bina Marga, dimana h1 = 10 cm = 0,10 m dan h 2 = 120 cm
= 1,20 m, maka:
L = AS2 : 399 = CAS2
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan menyiap
menurut Bina Marga, dimana h1 = 110 cm = 1,10 m dan h2 = 130
cm = 1,30 m, maka :
A S2
309,6
= CAS2
L=
PPV
h1
PLV
g1
EV
L/2
L
S
L/2
100h1/g1
g2
PTV
h2
100 h2/g2
L = 2S -
200 h1 ( h1 h2 )
200 h2 ( h1 h2 )
A x h1
A x h2
L = 2S -
309,6
A
= 2S -
C1
A
L = 2 S - 200
L=
( 1,20 1,20 2 )
A
2 S C1
A
Persyaratan drainase
Kenyamanan mengemudi
Keluwesan bentuk
S
B
B
60 cm
A/100
V
O
L/2
S - L/2
L=
AxV 2
380
Garis Pandang
g1 %
h1
L
S
Konst. Atas
( h1 + h2 ) : 2
C
h2
g2 %
PPV
L=
LAxS 2
3480
Garis Pandang
g1 %
h1
PLV
Konst. Atas
( h1 + h2 ) : 2
h2
E
E
PTV
g2 %
PPV
L=2S-
AV2
380
Keterangan :
V
d. Menentukan Kelandaian
Kelandaian adalah suatu besaran untuk menunjukkan besarnya
kenaikan/penurunan vertikal dalam suatu satuan jarak horisontal(%).
Gambar rencana suatu jalan dibaca dari kiri ke kanan maka landai
pendakian sebelah kiri (+) dan penurunannya (-).
1) Landai Minimum
Landai minimum sebetulnya tidak merupakan syarat mutlak
dalam perencanaan jalan, apabila kalau dilihat dari sudut teknik
lalu lintas, bahwa landai yang datarpun tidak merupakan suatu
keberatan bahkan merupakan keadaan ideal.
Dalam perencanaan disarankan menggunakan:
a) Landai datar untuk jalan-jalan di atas tanah timbunan yang tidak
mempunyai kereb. Lereng melintang jalan dianggap cukup
untuk mengalirkan air di atas badan jalan dan kemudian ke
lereng jalan.
b) Landai 0,15 % dianjurkan untuk jalan-jalan di atas tanah
timbunan dengan medan datar dan mempergunakan kereb.
Kelandaian ini cukup membantu mengalirkan air hujan ke inlet
atau saluran pembuangan.
c) Landai minimum sebesar 0,3 % - 0,5 % dianjurkan
dipergunakan untuk jalan-jalan di daerah galian atau jalan yang
memakai kereb. Lereng melintang hanya cukup untuk
mengalirkan air hujan yang jatuh diatas badan jalan, sedangkan
landai jalan dibutuhkan untuk membuat kemiringan dasar
saluran samping
2) Landai Maksimum
Kelandaian 3 % mulai meberikan pengaruh kepada gerak
kendaraan
mobil
penumpang,
walaupun
tidak
seberapa
kecepatan
jalan
kendaraan
atau
mulai
(AASHTO 90 )
(Bina Marga)
Landai
Landai
Maks
maks std
Mtlk
7
11
6
10
Datar
Perbukitan
Pegunungan
4
3
3
5
4
4
7
6
5
5
4
9
8
mempergunakan
gigi
rendah.
Pengurangan
kecepatan
truk
e. Tinjauan Lengkung
1) Lengkung Cembung
+ g2
+ g1
- g2
- g1
A
- g1
- g2
y= Ev =
( AxL)
800
A= g2 - g1
Masalah yang timbul pada lengkung cembung adalah penyediaan
jarak pandang yang tidak memadai.
2) Lengkung Cekung
- g1
+ g2
- g1
+ g2
A
A
- g2
+ g1
medan
klasifikasi jalan
pembiayaan
Dalam menentukan harga A = g2 - g1 ada dua cara :
2.3
= Ev =
( g 2 g1 ) xL
800
DATA PRIMER
Data primer merupakan data data yang didapatkan langsung dari
lapangan. Untuk data-data primer berupa Data Curah Hujan, CBR Tanah Dasar,
Hasil Survei Lalu Lintas, dan Data Perkerasan Eksisting.
1.
Data curah hujan rata-rata bulanan dan sifat hujan di Provinsi Aceh
Tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel. 2.5.
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agus Sep
Okt
Nov
Des
440,10 649,40 660,00 605,30 377,70 300,50 407,70 372,6 370,70 340,90 396,00 211,40
2.
Data CBR Tanah Dasar diperoleh dari 15 (lima belas) titik sampel
lapangan yang dapat dilihat pada Tabel 2.6.
CBR Tanah Dasar
Tabel 2.6 CBR Tanah Dasar
No.
CB
R
3.
1
8
2
7
3
8
4
7
5
9
6
8
7
11
8
10
9
12
10
7
11
7
12
8
13
9
14
10
15
9
Data hasil survey lalu lintas tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 2.7.
16,235
5,370
5,936
4,928
383
22
510
488
7A
7B
7C
148
76
123