Anda di halaman 1dari 83

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM KIMIA PANGAN II

OLEH :
KELOMPOK XXIV

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
2015

HALAMAN PENGESAHAN
Laporan ini merupakan salah satu syarat telah menyelesaikan mata
kuliah Kimia Pangan II pada Semester Genap 2015/2016 di Fakultas Teknologi
Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Mataram, 13 Juni 2015
Mengetahui,
Co. Ass Praktikum Kimia Pangan II

Praktikan,

Bq Mustika Sari
NIM. J1A 012 015

Penina
NIM. J1A 013 100

Elya Herwati
NIM. J1A 012 035

Putu Laksmi Santi Dewi


NIM. J1A 013 102

Kiswandani
NIM. J1A 012 061

Rabiatul Adawiyah
NIM. J1A 013 104

Riezka Zuhriatika R
NIM. J1A 012 111

Rahmawati Muhaemin
NIM. J1A 013 106

Rina Heldiyanti
NIM. J1A 012 115

Ratna Sari
NIM. J1A 013 108

Yusilawati
NIM. J1A 012 143

Robiatul Hadawiyah
NIM. J1A 013 110

Menyetujui,
Koordinator Praktikum Kimia Pangan II

Siska Cicilia, STP., M.Sc.

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan, karena atas berkat dan
rahmat-Nya laporan tetap Kimia Pangan II ini dapat terselesaikan sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat mata
kuliah Kimia Pangan II di Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas
Mataram.
Dalam kesempatan ini tidak lupa kami haturkan terima kasih kepada
dosen, koordinator praktikumdan

para Co. Assisten yang telah banyak

membantu serta membimbing kami baik dalam praktikum maupun dalam


penyusunan laporan ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih
banyak

kekurangannya

baik

dari

segi

isi,

penampilan

maupun

teknik

pengetikannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran-saran yang
sifatnya

membangun

demi

perbaikan

dan

penyempurnaan

laporan

ini

selanjutnya.
Akhir kata kami berharap agar laporan ini dapat menjadi sumbangan ilmu
pengetahuan

bagi

rekan-rekan

yang

lain

dan

juga

dapat

menambah

pengetahuan kita.

Mataram, Juni 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL.......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................ii
KATA PENGANTAR........................................................................................iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iv
DAFTAR TABEL..............................................................................................vi
ACARA I PENGENALAN ALAT DAN BAHAN
PENDAHULUAN..............................................................................
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................
PELAKSANAAN PRAKTIKUM.........................................................
PEMBAHASAN................................................................................
KESIMPULAN..................................................................................

1
3
5
6
10

ACARA II GELATINISASI
PENDAHULUAN .............................................................................
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
PELAKSANAAN PRAKTIKUM.........................................................
HASIL PENGAMATAN.....................................................................
PEMBAHASAN................................................................................
KESIMPULAN..................................................................................

11
13
15
17
19
22

ACARA III PIGMEN


PENDAHULUAN .............................................................................
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
PELAKSANAAN PRAKTIKUM.........................................................
HASIL PENGAMATAN.....................................................................
PEMBAHASAN................................................................................
KESIMPULAN..................................................................................

23
24
26
27
28
32

ACARA IV PENENTUAN ANGKA PEROKSIDA DAN ANGKA FFA


PENDAHULUAN .............................................................................33
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................35
PELAKSANAAN PRAKTIKUM.........................................................38
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN..................................40
PEMBAHASAN................................................................................45
KESIMPULAN..................................................................................48
ACARA IV ANTIOKSIDAN
PENDAHULUAN .............................................................................49
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................51
PELAKSANAAN PRAKTIKUM.........................................................54
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN..................................56

PEMBAHASAN................................................................................59
KESIMPULAN..................................................................................62
ACARA V DENATURASI PROTEIN
PENDAHULUAN .............................................................................63
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................64
PELAKSANAAN PRAKTIKUM.........................................................66
HASIL PENGAMATAN.....................................................................67
PEMBAHASAN................................................................................68
KESIMPULAN..................................................................................72
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Tabel Hasil Pengamatan Pembentukan Gelatinisasi
Tepung Tapioka, Beras dan Maizena pada berbagai larutan..............17
3.1 Tabel Hasil Pengamatan Tekstur Daun dan Batang Sebelum
dan Sesudah Dimasak.......................................................................27
4.1 Tabel Hasil Pengamatan Penentuan Angka Peroksida dan
Angka FFA.........................................................................................40
5.1 Tabel Hasil Pengamatan Perubahan Kepadatan
dan Kekeruhan Telur..........................................................................67

ACARA I
PENGENALAN ALAT DAN BAHAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Laboratorium seperti sebuah dapur yang berisikan berbagai alat dan
bahan, baik yang sederhana maupun canggih. Setiap alat mempunyai bentuk
dan fungsi yang berbeda. Peralatan praktikum merupakan alat yang sering
digunakan ketika kegiatan praktikum berlangsung.
Secara umum alat-alat praktikum terbagi menjadi dua (2) yaitu glassware
dan non-glassware. Glassware adalah peralatan yang terbuat dari kaca seperti
tabung reaksi, sedangkan non-glassware adalah peralatan yang tidak terbuat
dari kaca seperti Hot Plate. Fungsi dan cara kegunaan dari masing-masing alat
dari glassware maupun non-glassware sangat penting untuk diketahui. Selain
alat-alat, terdapat bahan-bahan kimia yang ada di laboratorium bersifat mudah
terbakar. Spesifikasi dari bahan-bahan kimia jelas terutama dalam Material
Safety Data Sheet (MSDS).
Hampir semua proses kimia berlangsung dalam larutan sehingga penting
untuk memahami sifat-sifat larutan. Larutan merupakan sesuatu yang penting
bagi manusia dan mahluk hidup pada umumnya. Banyak reaksi kimia yang
dikenal, baik di dalam laboratorium atau di industri terjadi di larutan. Larutan
pada dasarnya adalah fase yang homogen yang mengandung lebih dari satu
komponen. Larutan dapat dibedakan menjadi daya hantar yaitu elektrolit dan non
elektrolit, kejenuhan yaitu tidak jenuh, jenuh dan kelewat jenuh dan sifat kualitatif
yaitu larutan encer dan larutan pekat. Oleh karena itu, pengenalan larutan dan
alat serta bahan praktikum kimia pangan perlu dilakukan, sehingga praktikan

dapat mengetahui dan memahami penggunaan alat dan bahan serta larutan
yang ada dalam laboratorium.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui alat-alat dan
bahan yang digunakan di laboratorium serta cara pembuatan larutan.

TINJUAN PUSTAKA
Umumnya peralatan yang digunakan di laboratorium kimia hampir sama
dengan alat-alat yang digunakan di dalam laboratorium mikrobiologi. Alat-alat
yang digunakan di laboratorium memiliki suhu penyimpanan tersendiri. Bahan
bahan kimia juga ditempatkan di tempat yang mempunyai kesesuaian dengan
sifatnya. Melakukan suatu percobaan di laboratorium harus memilih peralatan
yang cocok untuk digunakan, sehingga tidak terjadi kesalahan. Di laboratorium
terdapat banyak bahan-bahan kimia yang berbahaya yang bersifat mudah
terbakar, meledak atau melukai para praktikan saat bekerja di dalam
laboratorium.

Tingkat

bahaya

masing-masing

bahan

juga

berbeda-beda

(Moningka, 2010).
Penggunaan dari bahan kimia sangat berpengaruh pada saat alat yang
digunakan, karena alat-alat dirancang dengan bahan yang berbeda-beda.
Ketahanan alat juga berbeda-beda ada yang tahan terhadap panas dan kondisi
normal, sehingga dalam penggunaan alat dan bahan sangat menentukan
keberhasilan dari penelitian. Di dalam melakukan praktikum, praktikan harus
mengetahui terlebih dahulu bahaya apa saja yang terjadi dari penggunaan
bahan-bahan kimia, sehingga diperlukan pemahaman mengenai Material Safety
Data Sheet (MSDS) yang merupakan informasi mengenai sifat-sifat dari bahan
kimia yang harus diperhatikan dalam penggunaannya dan bagaimana cara
penolongan

pertama

apabila

terjadi

kecelakaan

atau

kesalahan

ketika

menggunakan. Adapun identitas dari bahan-bahan kimia yaitu informasi umum


tentang bahaya, informasi komponen yang berbahaya, reaktivitas bahan, bahan
mudah terbakar atau tidak, sifat kimia bahan, sifat fisika bahan, dampak

kesehatan, pertolongan pertama (apabila terkena) dan penyimpanan (Anomim C,


2013).
Larutan termasuk bahan kimia sehingga larutan adalah campuran yang
bersifat homogen antara molekul, atom atau ion dari suatu zat atau lebih. Di
dalam larutan terdapat zat terlarut dan zat pelarut. Dimana zat pelarut disebut
dengan solvent, sedangkan zat terlarut disebut dengan solute. Larutan dibagi
menjadi beberapa kategori yaitu daya hantar (Larutan elektrolit dan larutan non
elektrolit), kejenuhan (tidak jenuh, jenuh dan kelewat jenuh) dan sifat kualitatif
(larutan pekat dan larutan encer) (Harjadi, 2007).
Banyaknya zat terlarut dalam jumLah larutan tertentu disebut dengan
konsentrasi larutan, yang termasuk dalam konsentrasi larutan yaitu Molaritas dan
Molalitas. Molaritas adalah jumLah mol zat terlarut per liter larutan, sedangkan
Molalitas adalah jumLah mol zat terlarut per 1000 gram pelarut. Di dalam
kegiatan praktikum harus mengenal berbagai alat dan bahan yang akan
digunakan

mulai

dari

mengenali

bentuk,

fungsi

dan

bagaimana

cara

penggunaannya. Hal tersebut sangat membantu dalam proses atau pelaksanaan


praktikum (Anonima, 2012).
Alat merupakan salah satu pendukung dari keberhasilan suatu pekerjaan
di laboratorium, sehingga untuk memudahkan dan melancarkan berlangsungnya
praktikum, pengetahuan mengenai kegunaan alat seta bahan sangat diperlukan.
Pengenalan mengenai alat yang digunakan akan mempengaruhi kinerja ketika
praktikum. Praktikan yang menguasai alat maupun bahan dengan baik ketika
praktikum akan terlihat lebih terampil dan teliti dalam bekerja ketika praktikum,
sehingga praktikan akan mendapatkan hasil yang baik dan terhindar dari

kecelakaan atau kesalahan yang dapat membahayakan ketika praktikum di


dalam laboratorium (Laila, 2009).

PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 09 April 2015 di
Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan
Agroindustri Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum
a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat pada praktikum ini adalah pipet ukur,labu ukur dan
neraca analitik.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan pada praktikum ini adalah larutan H2SO4 dan
larutan KIO3, etanol.

PEMBAHASAN
Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat yang
jumLahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat terlarut) atau solute,
sedangkan zat yang jumLahnya lebih banyak dari pada zat-zat lain dalam larutan
tersebut (zat pelarut) atau solvent. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam
larutan dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran
zat terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan dan solvasi
(Harjadi, 2007)
1. Pembuatan larutan H2SO4 96% menjadi H2SO4 5%
Jawab :

Massa larutan pekat = volume x densitas


= 1 mL x 1,84 gram/mL.
= 1,84 gram

Massa H2SO4

= massa larutan x konsentrasi


= 1,84 gram x 96%
= 1,7664 gram

Massa Air

= massa larutan massa H2SO4


= 1,84 1,7664
= 0,07364 gram.

Untuk membuat larutan dengn konsentrasi 5% maka rumus yang digunakan


adalah 5%

= massa H2SO4 / (massa H2SO4+ massa air dari

larutan+ massa air tambahan).


5%

= 1,7664 (1,7664+0,07364+ x)
= 1,7664 (1,84004 + x)

0,092 + 0,05 x

= 1,7664

= 344,88 gram.

Apabila kita asumsikan bahwa densitas air adalah 1 gram / mL maka air yang
ditambahkan untuk membuat larutan 5% dari larutan pekat 96% adalah
sebanyak 35,32 mL untuk setiap 1 mL larutan H2SO4 pekat 96%.
2. Pembuatan etanol 5% dengan volume 50mL
Dipipet sebanyak 2,5 mL etanol absolute dengan menggunakan pipet
ukur, kemudian dimasukan ke dalam labu ukur 50mL kemudian
dilarutakan dengan aquades sampai batas 50mL.
Jawab :
Perhitungan
Adapun metode perhitungan yang digunakan adalah dengan
konsentrasi larutan persen volume. Dimana menyatakan volume (mL) zat
terlarut dalam volume larutan (m).
=

mL zat terlarut
mL zat terlarut+ mL pelarut

5%

mL zat
50

100 mL

= 250

mL

= 2,5 mL

v/ v

x 100%

x 100%

3. Pembuatan larutan 0,01 m KIO3 (volume 50 mL )


Jawab :
Perhitungan
Adapun metode perhitungan yang digunakan adalah dengan
menghitung molalitas (jumLah zat terlarut per liter larutan ).
M

mol zat terlarut


kg pelarut

Mol zat terlarut (n)

gram zat terlarut


Mr zat terlarut

gram zat terlarut


Mr zat terlarut x L.larutan

0,01 gram

gram zat terlarut


214 x 0,05 L

Gram

= 0,017 gram.

Apabila cara kerja dalam pembuatan larutan 0,01 M KIO 3 adalah ditimbang
sebanyak 0,107 gram KIO3 dengan menggunakan neraca analitik, kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur berukuran 50 mL. kemudian dilarutan dengan
menambahkan aquades sampai batas (50mL).
4. Pembuatan larutan 0,1 M H2SO4 dengan volume 50mL
Larutan 0,01 M H2SO4 adalah mencari gram yang terlarut dengan
menggunakan rumus molalitas (m) yang menyatakan jumLah mol zat terlarut
per kilogram (1000 gram) pelarut.
Jawab :

Perhitungan
Gram

= Mr x V x M
= 98 x 0,05 x 0,1

H2SO4 98% : kemurnian H2SO4


H2SO4 98%

= 1,84 x 96%
= 1,8032 gram / mL

H2SO4

m
V

1,8032 gram / mL = 0,49 / v


V

= 0,272 mL

10

Jadi volume H2SO4 yang diperlukan untuk membuat larutan H2SO4 0,1 M dengan
volume 50 mL adalah 0,272 mL.
Faktor yang mempengaruhi kelarutan anatara lain temperatur, pH, efek
ion, hidrolisis, pengaruh kompleks, sifat pelarut dan sebagainya.

11

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan yaitu :
1. Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom
dan ion satu zat atau lebih.
2. Larutan H2SO4 5% dapat dibuat dari larutan H2SO4 96% dengan cara
menambahkan air sebanyak 334,88 gram untuk setiap 10 mL larutan
H2SO4.
3. Pembuatan etanol 5% dengan volume 50 mL diperlukan etanol sebanyak
2,5 mL.
4. Larutan 0,01 M KIO3 dengan volume 50 mL dibuat dengan cara
menambahkan 0,107 gram KIO3.
5.

Pembuatan larutan 0,1 M H2SO4 dengan volume 50 mL adalah dengan


menambahkan volume H2SO4 sebanyak 0,272 mL.

12

ACARA II
GELATINISASI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gelatin merupakan granula pati yang dapat dibuat membengkok luar
biasa. Tetapi bersifat tidak dapat kembali lagi kondisi semula. Pati yang
mengalami

gelatinisasi

terdiri

dari

granula-granula

yang

membengkak

tersuspensi didalam air panas dan molekul-molekul amilosa yang terdispersi


dalam air (Winarno, 2004).
Karbohidrat merupakan sumber energi utama dalam kebanyakan
makanan kita. Bentuk karbohidrat yang dapat dicerna dalam bahan pangan
umumnya adalah zat pati dan berbagai jenis gula seperti sukrosa, fruktosa,
laktosa, sedang selulosa pektin dan hemiselulosa tersebut dalam jumLah cukup,
tetapi tidak dicerna agar dapat diserap oleh tubuh, alat pencernaan menghidrolisi
berbagai bentuk polimer dari karbohidrat menjadi monomerik (Buckle, 2007).
Gelatinisasi
obatandan

digunakan pada industri makanan, farmasi dan obat-

industri lainnya. Penggunaan dibidang pangan diantaranya untuk

produk permen, coklat , hasil olah susu, es krim dan produk daging. Gelatin juga
digunakan dalam produk kosmetik tablet, kapsul, perekat (lem), pelapis kertas
dan pembuatan film untuk fotografi. Dalam produk-produk pangan, gelatin
terutama karena kemampuannya sebagai penstabil dan pengemulsi produkproduk pangan (Tessa, 2005). Oleh karena itu, perlu dilakukan uji gelatinisasi
pada bahan pangan agar diketahui proses gelatinisasi dan faktor-faktor yang
mempengaruhi gelatinisasi.

13

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari pratikum ini adalah untuk mengetahui proses
terjadinya gelatinisasi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

14

TINJAUAN PUSTAKA
Pati adalah polisakarida yang dikemas dalam bentuk granula dan disusun
oleh monomer -D-glukopiranosil yang berikatan melalui ikatan glikosidik -1,4
dan atau -1,6 dengan penghilangan air. Granula pati memiliki beragam bentuk
(bulat, oral, lenticular, poligonal) dan ukuran (diameter 2-100 m) yang sudutnya
spesifik spesies. Umumnya, granula pati serelia lebih kecil dari pati umbi-umbian
dan kacang-kacangan. Amilosa dan amilopektin adalah polisakarida utama
penyusun pati (Syamsir, 2012).
Di dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil
yang sering disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik
setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi (Hill dan Kelley, 1942).
Selain ukuran granula karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman granula,
lokasi hilum, serta permukaan granulanya (Hadge dan Osman, 1976).
Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa,
amilopektindan

material antara seperti, protein dan lemak (Bank dan

Greenwood, 1975). Umumnya pati mengandung 15-30% amilosa, 70-85%


amilopektin dan 5-10% material antara. Struktur dan jenis maerial antara tiap
sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut. Secara
umumnya dapat dikatakan bahwa pati biji-bijian mengandung bahan antara yang
lebih besar dibandingkan pati batang dan pati umbi (Greenwood, 1975).
Granula pati tidak larut dalam air dingin, tetapi akan mengembang dalam
air panas. Apabila suspensi pati dipanaskan sampai suhu 60-700oC, granula pati
yang berukuran relatif besar akan membengkak sangat cepat. Jika suhu
pemanasan terus meningkat, secara maksimal. Bentuk mikroskopis granula
menandakan sumber patinya. Konstituen utama pati adalah amilosa (15-20%)

15

yang mempunyai struktur heliks tak bercabang dan memberikan warna biru
dengan iodin serta dengan jelas cenderung mengadakan retrodegradasi dari
amilopektin (80-85%) yang tersusun dari rantai bercabang dan hanya
memberikan warna merah dengan indah karena tidak terbentuk heliks serta
sedikit cenderung mengadakan retrodegradasi (Muljohardjo, 1987).
Gelatinisasi merupakan fenomena pembuatan gel yang diawali dengan
pembengkakan granula pati akibat penyerapan air. Bila pati mentah dimasukkan
ke dalam air dingin, granula pati akan menyerap air dan mulai bengkak namun
terbatas, sekitar 30% dari berat tepung. Proses pemanasan adonan tepung
menyebabkan granula semakin membengkak karena penyerapan air semakin
banyak.

Suhu

dimana

pembengkakan

gelatinisasi (Anonim, 2008).

maksimal

disebut

dengan

suhu

16

PELAKSANAAN PRATIKUM
Waktu dan Tempat Pratikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 16 April 2015 di
Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan
Agroindustri Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum

a. Alat-alat pratikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam pratikum ini adalah
timbangan analitik, pipet ukur, tabung reaksi, penjepit, pemanas atau
kompor listrik, gelas ukur, stopwatchdan termometer.
b. Bahan-bahan Pratikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam pratikum ini adalah
tepung beras, tepung maizana, taipoka HCI 10%, NaOH, aquades dan
larutan gula.
Prosedur Kerja
Disiapkan alat dan bahan praktikum
Ditimbang 1 gram bahan tepung
Dimasukkan kedalam tabung reaksi
Ditambahkan masing-masing larutan sesuai perlakuan kemudian digojog
Dipanaskan selama 30 menit pada suhu 37oC
Diamati pembentukan gel setiap 10 menit dan dicatat hasilnya

17

HASIL PENGAMATAN
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Pembentukan Gelatinisasi Tepung Tapioka, Beras
dan Maizena pada Berbagai Larutan
Perlakuan
Waktu
Keterangan
Tepung maizena + Aquades
10 menit ke 1
10 menit ke 2
+
10 menit ke 3
+
Tepung maizena + NaOH
10 menit ke 1
10 menit ke 2
+
10 menit ke 3
+
Tepung beras + HCI
10 menit ke 1
10 menit ke 2
10 menit ke 3
Tepung beras + Larutan gula
10 menit ke 1
10 menit ke 2
10 menit ke 3
Tepung maizena + Aquades
10 menit ke 1
10 menit ke 2
+
10 menit ke 3
+
Tepung maizena + NaOH
10 menit ke 1
10 menit ke 2
+
10 menit ke 3
+
Tepung maizena + HCI
10 menit ke 1
10 menit ke 2
10 menit ke 3
Tepung maizena + Larutan gula
10 menit ke 1
10 menit ke 2
10 menit ke 3
Tapioka + Aquades
10 menit ke 1
10 menit ke 2
10 menit ke 3
Tapioka + NaOH
10 menit ke 1
++
10 menit ke 2
++
10 menit ke 3
Tapioka + HCI
10 menit ke 1
10 menit ke 2
10 menit ke 3
Tapioka + Larutan gula
10 menit ke 1
10 menit ke 2
+
10 menit ke 3
+

Keterangan :

18

+++

= Sangat cepat terbentuk gel

++

= Cepat terbentuk gel

= Lambat

= Tidak terbentuk gel

19

PEMBAHASAN
Pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman hijau melalui
proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang tidak larut dalam
air pada temperatur ruangan yang memiliki ukuran dan bentuk tergantung pada
jenis tanamannya. Pati digunakan sebagai pengental dan penstabil dalam
makanan. Pati alami (natif) menyebabkan beberapa permasalahan yang
berhubungan dengan retrogradasi, kestabilan rendahdan ketahanan pasta yang
rendah (Fortuna, Juszczak dan Palasinski, 2001).
Pati dapat dikonversi dengan cara menghidrolisis suspensi pati secara
terkendali dengan menggunakan asam dan pemanasan. Beberapa bagian dari
ikatan glikosidik akan mengalami pemutusan dengan perlakuan asam sehingga
dapat dihasilkan molekul pati yang lebih pendek. Hal ini mengakibatkan sifat
kemampuan gelatinisasi pati menurun, dimana akan dihasilkan pati dengan
viskositas yang lebih rendah pada saat pemanasan. Dengan demikian,
konsentrasi pati yang dapat digunakan dalam proses pengolahan dapat lebih
besar. Pati akan lebih larut dengan viskositas yang lebih rendah, tetapi dapat
menghasilkan struktur gel yang lebih kuat (Kusnandar, 2011).
Pada pratikum ini bertujuan untuk mengetahui proses terbentuknya
gelatinisasi pati, gelatinisasi merupakan fenomena pembentukan gel yang
diawali dengan pembengkakan granula pati akan penyerapan air. Sampel yang
digunakan untuk proses gelatinisasi adalah tepung maizena, tepung berasdan
tepung tapioka. Tepung beras, tepung maizena dan tepung tapioka yang
dicampurkan HCI 10% tidak terjadi pembentukan gel dari sebelum dipanaskan
sampai dipanaskan selama 30 menit pada suhu 37 oC. Hal ini juga terjadi pada
tepung beras dan tepung maizena yang dicampurkan dengan larutan gula dan

20

tepung tapioka dengan campuran aquades. Pada tepung maizena yang


ditambahkan aquades dan NaOHdan tepung tapioka yang ditambahkan larutan
gula terjadi pembentukan gel yang lambat. Sedangkan pembentukan gel yang
terjadi cepat terdapat pada pencampuran tepung tapioka dengan NaOH.
Berdasarkan hasil diatas granula tidak dapat larut dalam HCI, larutan
gula dan aquades. Hal ini disebabkan karena HCI bersifat asam yang
menyebabkan pembentukan gelatinisasi lambat dan karena asam juga dapat
menghidrolisis pati. Tetapi apabila dipanaskan granula pati kembali membengkak
dengan cepat pada temperatur panas tertentu. Hal ini terjadi karena granula pati
menyebabkan air dan mengikat air tanpa adanya pengadukan dengan adanya
gelatinisasi

terjadi

juga

perubahan

viskositas.

Pemanasan

yang

lama

mengakibatkan viskositas yang semakin tinggi. Larutan gula mempunyai


kemampuan untuk mengikat air sehingga mengganggu proses gelatinisasi dan
mengakibatkan tidak terbentuknya gel. Sedangkan NaOH yang digunakan
bersifat basa dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengikat air sehingga
tidak mengganggu proses gelatinisasi dan menyebabkan terbentuknya gel. Hasil
pengamatan diatas sesuai dengan pendapat Winarno (2004), penambahan gula
juga berpengaruh pada kekentalan gel yang terbentuk. Hal ini disebabkan gula
akan mengikat air, sehingga pembengkakan butir-butir granula pati lebih lambat,
akibatnya suhu gelatinisasi tinggi.
Menurut teori Harper (1981) dalam Masniawati (2012) mekanisme
terjadinya gelatinisasi dapat dibagi menjadi tiga tahapan. Pertama, granula pati
mulai berinteraksi dengan molekul air dan dengan peningkatan suhu suspensi
terjadinya pemutusan sebagian besar ikatan intermolekul pada kristal amilosa.
Kemudian pada tahap kedua terjadinya pengembang granula pati. Tahap akhir

21

adalah mulai berdifusinya molekul-molekul amilosa keluar dari granula sebagai


akibat dari meningkatnya suhu (panas) dan air yang berlebihan, hal ini
menyebabkan granula mengembang lebih lanjut. Proses gelatinisasi terus terjadi
sampai seluruh molekul amilosa terdifusi keluar granula dan hanya menyisakan
amilopektin.
Menurut Winarno (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi gelatinisasi
adalah pH, konsentrasi pati, suhu, penambahan senyawa lain. Pembentukan
optimum pada pH 4-7. Bila pH terlalu tinggi, pembentukan gel akan makin cepat
tercapai tetapi cepat turun lagi. Sedangkan, bila pH terlalu rendah terbentuknya
gel lambat daripada pH 4-7, kecepatan pembentukan gel lebih lambat daripada
pH 10, tetapi bila pemanasan diteruskan, viskositas tidak berubah. Makin tinggi
suhu maka semakin cepat pembentukan gel. Penambahan senyawa lain,
misalnya gula. Penambahan gula juga berpengaruh pada kekentalan. Hal ini
mengikat air, sehingga membentuk butir-butir pati terjadi lebih lambat.

22

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Gelatinisasi merupakan fenomena pembentukan gel yang diawali dengan
pembengkakan granula pati akan menyerap air.
2. Pembentukan gel paling cepat pada tepung tapioka yang ditambahkan
NaOHdan

pembentukan gel paling lambat pada tepung beras yang

ditambahkan dengan HCl dan larutan gula.


3. Pembentukan gel terbentuk pada campuran NaOH, karena NaOH bersifat
basa semakin tinggi pH maka pembentukan gel akan lebih cepat.
4. Pembentukan gel tidak terbentuk pada campuran HCI, karena HCI bersifat
asam, apabila pH terlalu rendah maka gel akan terbentuk lambat.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi gelatinisasi adalah pH, suhu, konsentrasi
pati dan penambahan senyawa lain.

23

ACARA III
PIGMEN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sayuran merupakan bahan pangan asal tumbuhan yang biasanya
mengandung kadar air yang tinggi dan dikonsumsi dalam keadaan segar atau
diolah dengan pemasakan. SejumLah sayuran dapat dikonsumsi secara mentah
(tanpa pemasakan) terlebih dahulu, atau yang sering disebut lalapan. Selain itu
ada juga jenis sayur yang harus diolah terlebih dahulu dengan cara direbus,
dikukus, diuapkan, digoreng, atau disangrai.
Warna hijau yang terdapat pada daun sayuran berasal dari adanya
pigmen klorofil (zat hijau daun). Klorofil ini dipengaruhi oleh adanya pH (derajat
keasaman). Sayuran akan berwarna hijau olive dalam keadaan asamdan dalam
keadaan basa, sayuran dapat berubah menjadi hijau cerah.
Pada daun hijau, klorofil dapat mudah hilang, misalnya bayam. Klorofil
awalnya terlindung dalam jaringan tumbuhan yang terikat pada lipoprotein.
Adanya pemanasan dapat mengkoagulasikan protein sehingga warna hijau
berubah menjadi hijau kecoklatan atau bahkan menjadi kecoklatan. Mengingat
pentingnya proses terjadinya perubahan pigmen selama proses pengolahan,
oleh karena itu perlu dilakukan praktikum tentang pigmen.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses
terjadinya perubahan pigmen selama proses pengolahan.

24

TINJAUAN PUSTAKA
Sayur-mayur merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuhan
(bahan makanan nabati). Bagian tumbuhan yang dapat dibuat sayur, mungkin
daun (sebagian sayur adalah daun), batang (wortel adalah umbi batang), bunga
(jantung pisang), buah muda (kacang panjang), labu, nangka muda dapat
dikatakan bahwa semua bagian tumbuhan dapat dijadikan bahan makanan
sayur. Sayur yang berwarna hijau merupakan sumber kaya karoten (provitamin
A); semakin tua warna hijau itu, semakin banyak kandungannya akan karoten
tersebut. Terdapat hubungan yang erat antara klorofil (hijau daun) dan karoten di
dalam tumbuhan dan kedua-duanya terdapat bersama-sama di butir kloroplas.
Sayur yang berwarna hijau tua tersebut diantaranya kangkung, daun singkong,
daun katuk, daun papaya, genjerdan daun kelor (Sediaoetama, 2004).
Zat warna alam adalah zat warna yang diperoleh dari alam misalnya dari
hewan, mineral-mineraldan

tumbuhan baik secara langsung maupun tidak

langsung. Zat pewarna alam ini diperoleh dengan ekstraksi atau perebusan
secara tradisional. Bagian-bagian tanaman yang dapat dipergunakan untuk zat
pewarna alam adalah kulit kayu, batang, daun, akar, bunga, bijidan

getah.

Setiap tanaman dapat merupakan sumber zat warna alami karena mengandung
pigmen alami (Sutara, 2009).
Klorofil merupakan pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas
bersama-sama dengan karoten dan xantofil. Ada dua jenis klorofil yang telah
berhasil diisolasi, yaitu klorofil A dan klorofil B. klorofil A termasuk dalam pigmen
yang disebut porfirin klorofil dalam daun yang masih hidup berikatan dengan
protein. Di dalam proses pemanasan proteinnya terdenaturasi dan klorofil
dilepaskan klorofil yang berwarna hijau dapat berubah menjadi coklat akibat

25

subtitusi magnesium oleh hidrogen membentuk feofitin (klorofil yang kehilangan


magnesium). Selama pemasakan bayam dan sawi, terbentuk asam-asam
organik yang dapat menurunkan pH (Winarno, 2004).
Manusia dan hewan telah mengkonsumsi antosianin sejak lama bersama
buah-buahan dan sayuran dan tanpa ada efek samping yang merugikan. Pigmen
ini sangat berpotensi sebagai pengganti pewarna makanan sintetik. Zat warna
merah yang banyak terdapat di alam dikelompokkan ke dalam dua golongan,
yaitu karotenoid dan antosianin. Antosianin tergolong pigmen yang disebut
flavonoid yang pada umumnya larut dalam air. Warna pigmen antosianin
berwarna merah, biru, violetdan

biasanya dijumpai pada bunga, buah-

buahandan sayur-sayuran (Winarti, 2010).


Pigmen antosianin mudah turun selama proses dan penyimpanan bahan
makanan, yang dapat memiliki dampak yang dramatis pada kualitas warna dan
juga dapat mempengaruhi sifat gizi. JumLah pigmen antosianin isi dan indeks
untuk polimer warna dan kecoklatan yang mudah diukur dengan metode
fotometri sederhana. Setelah pigmen individu, perubahan mereka dapat dipantau
dengan kinerja tinggi kromatografi cair (Wro lstad et al, 2005).

26

PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 07 Mei 2015 di Laboratorium
Kimia dan Biokimia Pangan, Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri
Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum

a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah
kompor listrik, batang pengaduk, gelas beker, piring, baskomdan
stopwatch.
b. Bahan-Bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
air, bayam, kangkungdan kelor.
Prosedur Kerja
Dibersihkan bahan yang akan digunakan

Diamati tekstur dan warna (daun dan batang)

Dimasukkan ke dalam air mendidih selama 5 menit

Diamati tekstur dan warna daun dan batang

Dicatat hasil pengamatan

27

28

HASIL PENGAMATAN
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Sayuran Sebelum dan Sesudah Pemanasan
Perubahan yang Terjadi
Sebelum
Sesudah
Sampel
Tekstur
Warna
Tekstur
Daun Batang
Daun
Batang
Daun
Batang

Warna
Daun

Batang

Kangkung

Lunak

Keras

Hijau
tua

Hijau
muda

Lembek

Lebih
lunak

Hijau
tua

Hijau
tua

Kelor

Lunak

Keras

Hijau
tua

Hijau
muda

Lembek

Agak
lunak

Hijau
tua

Hijau
muda

Bayam

Lunak

Keras

Hijau
muda

Hijau
muda

Lembek

Lebih
lunak

Hijau
tua

Hijau
muda

29

PEMBAHASAN
Praktikum kali ini membahas mengenai karakteristik dan pengaruh
berbagai perlakuan terhadap pigmen. Pigmen atau zat warna adalah zat yang
terdapat di permukaan suatu benda. Zat warna atau pigmen yang terdapat pada
buah-buahan dan sayuran ada bermacam-macam, beberapa yang penting yaitu
yang tergolong dalam kelompok klorofil karotenoid, antosianin, antoxantin, serta
tannin (Winarno, 1991). Pigmen ini ada yang bersifat stabil dan ada pula yang
bersifat terpengaruh oleh perlakuan tertentu.
Klorofil merupakan pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas
bersama-sama dengan karoten dan xantofil. Klorofil bersifat rusak oleh
pemanasan dan asam. Kontrol dari kerusakan yang disebabkan oleh pemanasan
dan larutan asam adalah perubahan warna dari warna dasar yaitu hijau menjadi
warna kecoklatan. Semakin tinggi suhu yang digunakan dan semakin rendah pH
larutan asam, maka semakin cepat kerusakan klorofil pada daun (Man, 1997).
Hasil pengamatan pada perubahan pigmen terhadap 3 bahan, yaitu
kangkung, kelor dan bayam adalah pada sampel kangkung sebelum dipanaskan
tekstur dan warna dari kangkung adalah lunak dan hijau tua pada bagian daun,
sedangkan pada bagian batang, tekstur dan warnanya adalah keras dan hijau
muda. Setelah dipanaskan selama 5 menit dengan air mendidih tekstur dan
warna dari daun adalah lembek dan berwarna hijau tua, sedangkan pada batang,
tekstur dan warnanya adalah lebih lunak dan hijau tua. Sampel daun kelor
sebelum dipanaskan tekstur daun dan batangnya adalah lunak dan kerasdan
warna baik daun maupun batang adalah hijau tua dan hijau muda. Setelah
dipanaskan tekstur daun dan batang kelor adalah lembek dan agak lunak,
sedangkan warna pada daun dan batang kelor adalah hijau tua dan hijau muda.

30

Sampel terakhir yang digunakan adalah bayam, dimana tekstur daun dan batang
bayam sebelum dipanaskan adalah lunak dan keras, sedangkan warna daun dan
batang bayam sebelum dipanaskan adalah hijau muda dan hijau muda. Setelah
bayam dipanaskan, tekstur pada daun dan batang bayam adalah lembek dan
lebih lunak, sedangkan warna pada daun dan batang bayam adalah hijau tua
dan hijau muda.
Berdasarkan hasil pengamatan pigmen yang terdapat pada kangkung
adalah klorofil, perubahan tekstur daun sebelum dan sesudah dipanaskan terjadi
karena perlakuan panas yang diberikan pada sayuran akan memperlunak
jaringan dari sayuran tersebut sehingga teksturnya menjadi lunak. Sedangkan
pada tekstur batang juga terjadi perubahan sebelum dan sesudah dipanaskan
karena akan memperlunak jaringan dari sayuran tersebut sehingga teksturnya
menjadi lebih lunak. Pada warna, terjadi perubahan dari hijau muda menjadi
hijau tua pada batang karena senyawa organik asam akan keluar dan atom
hidrogen menggantikan posisi magnesium sehingga menghasilkan feofitin
selanjutnya senyawa bebas magnesium feofitin a yang merupakan pigmen hijau
keabu-abuandan

feofitin b yang merupakan pigmen hijau olive terbentuk.

Pemanasan sampel secara terbuka menyebabkan lepasnya senyawa plant acid


yang bersifat volatil yang bila diendapkan dalam kuah akan menyebabkan reaksi
pemindahan magnesium (Vacklovik, 2008; Anonim, 2011; Lusia, 2012; dan
Makarim, 2013). Pada warna dari daun kangkung itu sendiri tidak terjadi
perubahan warna yang diakibatkan karena asam-asam organik dapat teruapkan
keluar dan warna hijau dapat lebih dipertahankan (Winarno, 2004).
Sayuran kelor pada tekstur daun dan batang menjadi lebih lunak
dibandingkan sebelum pemasakan karena adanya perlakuan panas yang

31

diberikan sehingga akan memperlunak jaringan tersebut. Sedangkan pada warna


juga tidak terjadi perubahan baik pada batang maupun daun kelor, dikarenakan
berdasarkan literatur yang ada pemanasan secara terbuka akan menyebabkan
asam-asam organik dapat teruapkan keluar dan warna hijau dapat dipertahankan
(Winarno, 2004). Sayuran bayam mengahasilkan perubahan warna pada daun
sebelum dan sesudah dipanaskan adalah warna bayam ternyata lebih hijau
setelah melalui proses pemanasan, dikarenakan jika bayam dipanaskan akan
menghasilka feofitin. Pada panci yang terbuka, sebagian feofitin berubah menjadi
gas. Menurut literatur yang ada (Winarno, 1984), perubahan warna ini
diakibatkan oleh substitusi magnesium oleh hidrogen membentuk feofitin (klorofil
yang kehilangan magnesium). Reaksi tersebut berjalan cepat pada larutan yang
bersifat asam. Jika perubahan warna diakibatkan oleh substitusi, maka
perubahan pH diakibatkan karena pada saat pemasakan bayam.
Untuk perubahan dari tekstur daun dan batang menjadi lunak, disebabkan
oleh karena air masuk kedalam sel jaringan bayam sehingga tekanan osmosis
dalam sel vakuola tanaman dan dengan tekanan protoplasma melawan dinding
sel dan menyebabakan diikat kencang. Bila air di dalam sel berkurang, maka sel
akan lunak dan teksturnya menjadi layu. Selain itu di dalam bayam terususun
dari selulosa. Selulosa merupakan polimer dari glukosa dengan ikatan glikosidik
1-4. Ikatan glikosidik 1-4 dapat putus dengan adanya pemanasan. Saat
dipanaskan, sebagian ikatan tersebut putus. Oleh sebab itu, bayam menjadi
lunak (Darwindra, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pigmen klorofil pada
sayuran hijau adalah adanya perubahan cahaya, temperatur, pH dan oksigen.
Dimana adanya perubahan pH dapat menyebabkan reaksi feofitinisasi, reaksi

32

pembentukan klorofilid dan reaksi oksidasi senyawa klorofil akan bekerja stabil
dalam menunjukkan warna hijau pada rentang temperatur kamar hingga 100C
dan pada pH sekitar netral (7-8). Pada pH asam (3-5) dan pH basa (11-12)
klorofil mengalami reaksi dan menghasilkan berbagai senyawa turunan klorofil
(Anonim, 2011).

33

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Pigmen atau zat warna adalah zat yang terdapat dipermukaan suatu benda.
2. Tekstur pada daun dan batang kelor dan kangkung menjadi lunak karena
perlakuan panas yang memperlunak jaringan tersebut, tetapi warna tidak
berubah setelah mengalami pemanasan karena asam-asam organik dapat
teruapkan keluar sehingga warna hijau dapat dipertahankan.
3. Sayuran bayam setelah dipanaskan terjadi perubahan warna pada daun
menjadi lebih hijau karena jika bayam dipanaskan akan menghasilkan
feofitin.
4. Perubahan tekstur daun dan batang bayam menjadi lunak disebabkan oleh
karena air masuk kedalam sel jaringan, bila air didalam sel berkurang, maka
sel akan lunak dan teksturnya menjadi layu.

5. Faktor yang mempengaruhi perubahan pigmen klorofil pada sayuran hijau


adalah adanya perubahan cahaya, temperatur, pH dan oksigen.

34

ACARA IV
PENENTUAN ANGKA PEROKSIDA DAN ANGKA FFA
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Minyak merupakan salah satu bahan yang penting dalam proses masakmemasak. Minyak berfungsi sebagai media penghantar panas dalam proses
penggorengan. Namun penggunaan minyak berulang-ulang atau minyak curah
dapat mempengaruhi cita rasa makanan yang digoreng. Selain itu, penggunaan
minyak curah juga tidak baik untuk kesehatan karena dapat menyebabkan
kanker bila terus dikonsumsi. Hal ini disebabkan karena minyak curah
mengandung radikal bebas, sehingga terjadi peningkatan bilangan peroksida dan
angka FFA.
Bilangan peroksida adalah indeks jumLah lemak atau minyak yang telah
mengalami oksidasi. Angka peroksida sangat penting untuk mengidentifikasi
tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh
dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida.
Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan
metode titrasi iodimetri.
Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen
diambil dari senyawa oleafin menghasilkan radikal bebas. Keberadaan cahaya
dan logam berperan dalam proses pengambilan hidrogen tersebut. Radikal
bebas yang terbentuk bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi,
selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan
peroksida dan radikal bebas yang baru. Oleh karena itu, perlu dilakukan
praktikum ini untuk menentukan angka peroksida dan angka FFA.

35

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui angka peroksida
dan angka FFA pada minyak jenuh dan minyak tidak jenuh.

36

TINJAUAN PUSTAKA
Penggorengan merupakan proses termal kimia yang menghasilkan
karakteristik makanan goreng dengan warna coklat keemasan, tekstur krispi,
penampakandan flavor yang diinginkan, sehingga makanan gorengan sangat
popular. Selama penggorengan terjadi hidrolisa, oksidasidan

dekomposisi

minyak yang dipengaruhi oleh bahan pangan dan kondisi penggorengan.


Produksi komponen-komponen minyak selama penggorengan ditransfer dari
bahan makanan yang digoreng, beberapa komponen tersebut dapat menurunkan
daya terima konsumen dan memberikan efek yang dapat merugikan kesehatan.
Salah satu fenomena yang dihadapi dalam proses penggorengan adalah
menurunnya kualitas minyak setelah digunakan secara berulang pada suhu yang
relatiif tinggi (160-180C). Paparan oksigen dan suhu tinggi pada minyak goreng
akan memicu terjadinya proses oksidasi (Aminah, 2010).
Minyak bekas merupakan minyak yang sudah tidak layak konsumsi.
Biasanya berwarna gelap, menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Mutu
minyak bekas sudah sangat rendah karena adanya kandungan senyawa
peroksida dan asam lemak bebas yang tinggi. Standar Nasional Indonesia (SNI)3741-1995 memberikan batasan terhadap angka peroksida yang berbahaya
untuk konsumsi yaitu standar maksimal untuk angka peroksida adalah 2 mL/gr.
Minyak yang telah rusak mempunyai angka peroksida serta asam lemak bebas
yang tinggi apabila dicampurkan dengan minyak baru maka dapat meningkatkan
angka peroksida dan asam lemak bebas dari minyak tersebut. Angka peroksida
yang meningkat dapat menurunkan mutu minyak goreng, sehingga kualitas
makanan jajanan yang digoreng menggunakan minyak tersebut juga rendah
bahkan dapat membahayakan kesehatan (Mulasari, 2012).

37

Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi


mutu dan nilai dari minyak dan bahan yang digoreng. Pada minyak yang rusak
terjadi proses oksidasi, polimerisasi dan hidrolisis. Proses tersebut menghasilkan
peroksida yang banyak toksik dan asam lemak bebas yang sukar dicerna oleh
tubuh. Senyawa polimer yang dihasilkan akibat pemanasan yang berulang-ulang
dapat menimbulkan gejala keracunan antara lain iritasi saluran pencernaan, diare
dan kanker. Selain itu akan timbul rasa tengik akibat oksidasi yang pengaruhnya
tidak diharapkan pada bahan pangan yang digoreng. Pengaruh tersebut antara
lain mengakibatkan kerusakan gizi, tekstur dan cita rasa. Indikator kerusakan
minyak antara lain adalah angka peroksida dan asam lemak bebas. Angka
peroksida menunjukkan banyaknya kandungan peroksida di dalam minyak akibat
proses oksidasi dan polimerisasi. Angka peroksida menunjukkan banyaknya
kandungan peroksida di dalam minyak akibat proses oksidasi dan polimerisasi.
Asam lemak bebas menunjukkan jumLah asam lemak bebas yang dikandung
oleh minyak yang rusak, terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis
(Gunawan, 2003).
Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida yang berarti ester dari
gliserol. Lemak dan minyak juga merupakan senyawa ester hasil hidrolisis lemak
dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol. Asam karboksilat ini juga
disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak
bercabang. Lemak dan minyak termasuk dalam golongan lipid yang merupakan
penghasil energi terbesar. Makanan yang mengandung paling banyak lemak
trans adalah margarin. Minyak sayur berbentuk gas pada suhu ruang karena
mengandung lemak tak jenuh. Minyak goreng sawit yang dikenal dengan
sebutan minyak curah umumnya hanya mengandung satu kali proses fraksinasi

38

sehingga masih mengandung fraksi padat yang relatif lebih banyak dari minyak
komersil yang menggunakan dua kali lipat proses fraksinasi atau pemisahan
(Windana, 2008).
Bilangan peroksida adalah indeks jumLah lemak atau minyak yang telah
mengalami oksidasi. Angka peroksida sangat penting untuk mengidentifikasi
tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh dapat
teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara
yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan
metode titrasi iodimetri (AnonimB, 2013).

39

PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 21 Mei 2015 di laboratorium
Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri
Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum
a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
penangas air, timbangan analitik, Erlenmeyer, pipet ukur, pipet tetes, filler,
stopwatch, buret, bulp, gelas volume, gelas beker, sendok botol jar, tisudan
kertas label.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
minyak curah baru, minyak curah satu kali pakai, minyak curah dua kali
pakai, minyak BIMOLI baru, minyak BIMOLI satu kali pakai, minyak BIMOLI
dua kali pakai, larutan KI jenuh, larutan aquades, amilum 1%, Na 2S2O3,
larutan alcohol panas, larutan asam asetat, kloroform, indikator PPdan
NaOH.
Prosedur Kerja
a. Penentuan Angka Peroksida

Ditimbang 5 gram bahan dan ditimbang 30 mL larutan asam berikatan


kloroform kemudian digojog
Ditimbang 0,5 gr larutan KI jenuh kemudian didiamkan selama 30 menit di
ruang gelap
Ditambahkan aquades 30 mL dan amilum 1% sebanyak 2 tetes
Dititrasi dengan Na2S2O3 o,1 N sampai warna kuning menghilang
Dihitung volume Na2S2O3 yang digunakan

40

Dihitung angka peoksida dengan rumus:


Angka Peroksida =

mL Na 2S 2 O3 x N Na 2 S2 O3
Berat Bahan (g)

x 100

b. Penentuan Bilangan Asam


Ditimbang 20 gr sampel minyak goreng

Ditambahkan alkohol panas sebanyak 50 mL


Didiamkan selama 10 menit dan ditambahkan 2 tetes indikator PP
Dititrasi NaOH 0,1 N dan dihitung volume NaOH yang digunakan
Dihitung angka FFA denga rumus:
Angka FFA =

mL NaOH x N NaOH x 256


Berat bahan (g)

x 100

41

HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Penentuan Angka Peroksida dan Angka FFA
No.
Bahan
Volume
Volume
Angka
Na2S2O3
NaOH
Peroksid
(mL)
(mL)
a
(mL/gr)
1.
Miyak curah baru
1,4
0,5
2,8
2.
Miyak curah satu kali pkai
0,75
0,7
1,5
3.
Miyak curah dua kali pakai
2,15
2,5
4,3
4.
Minyak BIMOLI baru
0,3
0,3
0,6
5.
Minyak BIMOLI satu kali
2,8
0,4
5,6
pakai
6.
Minyak BIMOLI dua kali pakai
1,2
0,8
2,4

Angka FFA
(mL/gr)
64
89,6
320
38,4
51,2
102,4

Hasil Perhitungan
1. Minyak Goreng Curah Baru

Bilangan Peroksida
Diketahui:

Volume Na2S2O3

= 1,4 mL

N Na2S2O3

= 0,1 N

Berat Bahan

= 5 gr

Bilangan Peroksida

mL Na 2S 2 O3 x N Na 2 S2 O3
Berat Bahan (g)

1,4 x 0,1
5

100
x 100

= 2,8 mL/gr

Bilangan FFA
Diketahui:

mL NaOH

= 0,5 mL

N NaOH

= 0,1 N

Berat Bahan = 20 gr
Bilangan FFA

mL NaOH x N NaOH x 256


Berat Bahan (g)

x 100

42

0,5 x 0,1 x 256


20

x 100

= 64 mL/gr
2. Minyak Goreng Curah Satu Kali Pakai

Bilangan Peroksida
Diketahui:

Volume Na2S2O3

= 0,75 mL

N Na2S2O3

= 0,1 N

Berat Bahan

= 5 gr

Bilangan Peroksida

mL Na 2S 2 O3 x N Na 2 S2 O3
Berat Bahan (g)

x 100

0,75 x 0,1
5

x 100

= 1,5 mL/gr

Bilangan FFA
Diketahui:

mL NaOH

= 0,7 mL

N NaOH

= 0,1 N

Berat Bahan

= 20 gr

Bilangan FFA

mL NaOH x N NaOH x 256


Berat Bahan (g)

0,7 x 0,1 x 256


20

100

= 1,5 mL/gr
3. Minyak Goreng Curah Tiga Kali Pakai

Bilangan Peroksida

x 100

43

Diketahui:

Volume Na2S2O3

= 2,15 mL

N Na2S2O3

= 0,1 N

Berat Bahan

= 5 gr

Bilangan Peroksida

mL Na 2S 2 O3 x N Na 2 S2 O3
Berat Bahan (g)

x 100

2,15 x 0,1
5

x 100

= 4,3 mL/gr

Bilangan FFA
Diketahui:

mL NaOH

= 2,5 mL

N NaOH

= 0,1 N

Berat Bahan

= 20 gr

Bilangan FFA

mL NaOH x N NaOH x 256


Berat Bahan (g)

2,5 x 0,1 x 256


20

100

= 320 mL/gr
4. Minyak Goreng Komersial Baru

Bilangan Peroksida
Diketahui:

Volume Na2S2O3

= 0,3 mL

N Na2S2O3

= 0,1 N

Berat Bahan

= 5 gr

x 100

44

Bilangan Peroksida

mL Na 2S 2 O3 x N Na 2 S2 O3
Berat Bahan (g)

x 100

0,3 x 0,1
5

x 100

= 0,6 mL/gr

Bilangan FFA
Diketahui:

mL NaOH

= 0,3 mL

N NaOH

= 0,1 N

Berat Bahan

= 20 gr

Bilangan FFA

mL NaOH x N NaOH x 256


Berat Bahan (g)

0,3 x 0,1 x 256


20

100

= 38,4 mL/gr
5. Minyak Goreng Komersial Satu Kali Pakai

Bilangan Peroksida
Diketahui:

Volume Na2S2O3

= 2,8 mL

N Na2S2O3

= 0,1 N

Berat Bahan

= 5 gr

Bilangan Peroksida

mL Na 2S 2 O3 x N Na 2 S2 O3
Berat Bahan (g)

x 100

2,8 x 0,1
5

x 100

x 100

45

= 56 mL/gr

Bilangan FFA
Diketahui:

mL NaOH

= 0,4 mL

N NaOH

= 0,1 N

Berat Bahan

= 20 gr

Bilangan FFA

mL NaOH x N NaOH x 256


Berat Bahan (g)

0,4 x 0,1 x 256


20

100

= 51,2 mL/gr
6. Minyak Goreng Komersial Tiga Kali Pakai

Bilangan Peroksida
Diketahui:

Volume Na2S2O3

= 1,2 mL

N Na2S2O3

= 0,1 N

Berat Bahan

= 5 gr

Bilangan Peroksida

mL Na 2S 2 O3 x N Na 2 S2 O3
Berat Bahan (g)

x 100

1,2 x 0,1
5

= 2,4 mL/g

Bilangan FFA
Diketahui:

mL NaOH

= 0,8 mL

N NaOH

= 0,1 N

Berat Bahan

= 20 gr

x 100

x 100

46

Bilangan FFA

mL NaOH x N NaOH x 256


Berat Bahan (g)

0,8 x 0,1 x 256


20

100

= 102,4 mL/gr

x 100

47

PEMBAHASAN
Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida yang berarti
triestergliserol. Lemak dan minyak juga merupakan senyawa ester. Hasil
hidrolisis lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol. Asam
karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang
panjang dan tidak bercabang. Lemak dan minyak termasuk dalam golongan lipid
yang merupakan penghasil energi terbesar. Makanan yang paling banyak
mengandung lemak trans adalah margarin (Widana, 2008).
Mutu minyak bekas sudah sangat rendah karena adanya kandungan
senyawa peroksida dan asam lemak bebas yang tinggi. Standar Nasional
Indonesia (SNI)-3741-1995 memberikan batasan terhadap angka peroksida yang
berbahaya untuk konsumsi yaitu standar maksimal untuk angka peroksida adalah
2 mL/gr. Minyak yang telah rusak mempunyai angka peroksida serta asam lemak
bebas yang tinggi. Angka peroksida yang meningkat dapat menurunkan mutu
minyak goreng, sehingga kualitas makanan jajanan yang digoreng menggunakan
minyak tersebut juga rendah bahkan dapat membahayakan kesehatan.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai penentuan angka
peroksida dan angka FFA pada minyak jenuh dan tidak jenuh digunakan sampel
minyak curah baru, minyak curah satu kali pakai, minyak curah dua kali pakai,
minyak BIMOLI baru, minyak BIMOLI satu kali pakaidan minyak BIMOLI dua kali
pakai. Hasil yang diperoleh untuk bilangan peroksida pada minyak curah baru
adalah 2,8 mL/gr dan angka FFA 64 mL/gr. Sedangkan bilangan peroksida pada
minyak curah satu kali pakai adalah 1,5 mL/gr dengan angka FFA 89,6 mL/gr.
Untuk bilangan peroksida pada minyak curah dua kali pakai adalah 4,3 mL/gr
dengan angka FFA 320 mL/gr. Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan

48

bahwa minyak curah baru memiliki angka atau bilangan peroksida yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan minyak curah satu kali pakai. Kemungkinan hal
ini terjadi karena pada saat proses titrasi praktikan melakukan kesalahan pada
saat pembacaan volume Na2S2O3. Sedangkan minyak curah dua kali pakai
memiliki hasil yang paling tinggi jika dibandingkan dengan minyak curah baru dan
minyak curah satu kali pakai hal ini menunjukkan bahwa minyak curah dua kali
pakai telah terjadi reaksi oksidasi pada minyak yang menyebabkan minyak
berwarna kecoklatan dan berbau tengik. Sedangkan untuk angka FFA terjadi
peningkatan angka asam lemak bebas secara teratur terhadap angka FFA pada
sampel minyak curah baru, minyak curah satu kali pakaidan minyak curah dua
kali pakai. Peningkatan angka lemak bebas menunjukkan sejumLah asam lemak
bebas yang dikandung oleh minyak yang rusak, terutama karena adanya proses
oksidasi dan hidrolisis.
Penentuan angka peroksida dan angka FFA pada minyak BIMOLI
diperoleh hasil berupa bilangan peroksida untuk minyak BIMOLI baru adalah 0,6
mL/gr dengan angka FFA 38,4 mL/gr. Sedangkan untuk minyak BIMOLI satu kali
pakai diperoleh bilangan peroksida 5,6 mL/gr dengan angka FFA 51,2 mL/gr.
Pada minyak BIMOLI dua kali pakai diperoleh bilangan peroksida 2,4 mL/gr
dengan angka FFA 102,4 mL/gr. Peningkatan bilangan peroksida dan asam
lemak bebas (FFA) menunjukkan bahwa pada minyak BIMOLI satu dan dua kali
pakai telah mengalami proses oksidasi dan polimerisasi pada peningkatan
bilangan peroksida yang menunjukkan banyaknya kandungan peroksida pada
minyak. Peningkatan angka FFA menunjukkan sejumLah asam lemak bebas
yang dikandung oleh minyak karena adanya proses oksidasi dan hidrolisis.
Peningkatan angka peroksida dan angka FFA ini menandakan bahwa kualitas

49

minyak semakin rendah, begitupun sebaliknya. Semakin rendah angka FFA,


maka kualitas minyak semakin bagus (Winarno, 2004).
Indikator kerusakan minyak biasanya digunakan angka peroksida dan
angka FFA, dimana pada praktikum ini minyak curah baru memiliki angka
peroksida yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan minyak BIMOLI baru. Hal
ini disebabkan karena dalam proses pemasaran minyak curah hanya dikemas
dengan menggunakan plastik tipis transparan yang mudah terpapar sinar
matahari apabila berada dalam kondisi terbuka ditambah lagi dengan adanya
oksigen menyebabkan minyak curah cepat mengalami oksidasi sehingga angka
peroksida dan FFA meningkat. Sedangkan minyak BIMOLI baru dikemas dengan
menggunakan plastik yang lebih tebal. Selain itu, minyak BIMOLI yang diproduksi
di pabrik memiliki tambahan antioksidan dan pengawet seperti BHA (Butilated
Hydroxy

Anisole)

dan

BHT

(Butilated

Hydroxy

Toluene)

yang

dapat

memperpanjang umur simpan minyak tanpa peningkatan angka peroksidan dan


FFA yang signifikan.
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya bilangan
peroksida dan FFA adalah suhu pemanasan dan oksigen. Semakin tinggi suhu
pemanasan dan dengan adanya udara atau oksigen dapat meningkatkan angka
peroksida dan angka FFA, karena dapat mempercepat reaksi oksidasi. Paparan
cahaya atau sinar matahari juga turut berperan dalam mempengaruhi tingginya
angka peroksida dan FFA. Kondisi pengemasan minyak curah lebih mudah
terpapar sinar dari pada minyak BIMOLI.

50

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan, perhitungan dan pembahasan, maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Minyak merupakan senyawa trigliserida yang berarti triester gliserol. Hasil
hidrolisis lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol.
2. Angka FFA pada minyak curah baru, munyak curah satu kali pakaidan
minyak curah dua kali pakai terjadi peningkatan secara teratur yang
menunjukkan bahwa minyak telah mengalami oksidasi dan hidrolisis.
3. Minyak BIMOLI baru, minyak BIMOLI satu kali pakaidan minyak BIMOLI dua
kali

pakai

terjadi

peningkatan

bilangan

peroksida

dan

FFA

yang

mengidentifikasikan bahwa kualitas minyak semakin rendah.


4. Minyak curah baru memiliki angka peroksida dan FFA yang lebih tinggi dari
pada miyak BIMOLI baru. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas minyak
BIMOLI baru lebih tinggi dibandingkan minyak curah, yang disebabkan
pengemasan minyak curah yang mudah terpapar sinar dibandingkan dengan
kemasan minyak BIMOLI baru.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya angka peroksida dan FFA pada
minyak adalah suhu pemanasan, oksigen, sinardan kondisi penyimpanan.

51

ACARA IV
ANTIOKSIDAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang mampu menghilangkan,
membersihkan, menahan pembentukan ataupun memadukan efek spesifik
oksigen reaktif. Penggunaan senyawa antioksidan dan anti radikal bebas saat ini
semakin meluas seiring dengan semakin besarnya pemahaman masyarakat
tentang peranan antioksidan dalam menghambat penyakit seperti penyakit
jantung, kanker serta gejala penuaan. Masalah-masalah ini berkaitan dengan
kemampuan antioksidan dan kemampuan untuk bekerja sebagai inhibitor reaksi
oksidasi oleh radikal bebas reaktif yang menjadi salah satu penyebab terjadinya
penyakit-penyakit diatas (Tahir, dkk., 2003).
Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan yaitu
antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan alami merupakan
antioksidan yang diperoleh dari hasil ekstraksi bahan alami. Sumber antioksidan
alami yaitu sayur-sayuran, buah-buahan, biji-bijian dan lainnya. Sedangkan
antioksidan sintetik merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa
reaksi kimia, misalakan Butyl Hydroxy Anisole (BHA), Butyl Hydroxytoluene
(BHT), TBHQ, PGA (Ketarin, 2008).
Fungsi

utama

antioksidan

yaitu

digunakan

sebagai

upaya

untuk

memperkecil terjadinya proses oksidasi dari lemak dan minyak, memperkecil


terjadinya proses kerusakan dalam makanan, memperpanjang umur simpan,
meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung di dalam makanan serta
mencegah kerusakan selama dalam penyimpanan dan pengolahan. Antioksidan
tidak hanya digunakan dalam industri makanan, tetapi secara luas telah banyak

52

dimanfaatkan dalam industri farmasi, industri petrolium dan industri karet. Oleh
karena itu perlu dilakukan praktikum antioksidan, sehingga mengetahui efektifitas
penambahannya pada minyak goreng.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui efektifitas
senyawa antioksidan yang ditambahkan pada minyak.

53

TINJAUAN PUSTAKA
Antioksidan adalah bahan tambahan yang digunakan untuk melindungi
komponen-komponen makanan yang bersifat tidak jenuh (mempunyai ikatan
rangkap), terutama lemak dan minyak. Meskipun demikian antioksidan dapat
pula digunakan untuk melindungi komponen lain seperti vitamin dan pigmen,
yang juga banyak mengandung ikatan rangkap di dalam strukturnya (Purnomo,
2006). Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang
disebabkan spesies oksigen reaktif yang mampu menghambat terjadinya
penyakit degeneratif serta mampu menghambat peroksida lipid pada makanan.
Antioksidan alami umumnya mempunyai gugus hidroksi dalam struktur
molekulnya (Sunarni, 2007).
Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi
lemak. Untuk mempermudah pemahaman tentang mekanisme kerja antioksidan
perlu dijelaskan lebih dahulu mekanisme oksidasi lemak. Oksidasi lemak terdiri
dari tiga tahap utama yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Pada tahap inisiasi
terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan asam
lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom
hidrogen pada tahap selanjutnya, yaitu propagasi, radikal asam lemak akan
bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (Larasati, 2008).
Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan
reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi dapat disebabkan
oleh 4 macam mekanisme reaksi yaitu 1) pelepasan hidrogen dari antioksidan, 2)
pelepasan elektron dari antioksidan, 3) adisi lemak ke dalam cincin aromatik
pada antioksidan dan 4) pembentukan senyawa kompleks antara lemak dan
cincin aromatik dari antioksidan. Dengan penambahan antioksidan dapat

54

menghambat kehilangan flavor, dikarenakan pada proses autooksidasi dari


minyak atau lemak menghasilkan sejumLah aldehida. Efektivitas antioksidan
primer

dapat

ditingkatkan

dengan

mengkombinasikannya

menggunakan

antioksidan yang sama jika dipakai secara tersendiri. Sebagai contoh antioksidan
BHA dicampur dengan BHT menghasilkan efek sinergis. Beberapa jenis
antioksidan, terutama golongan phenolat bersifat dapat menguap pada suhu
kamar. Antioksidan akan kehilangan potensi jika tidak mempunyai kemampuan
lagi untuk mengikat hidrogen atau elektron atau menjadi bagian dari molekul
lemak (Ketaren, 2008).
Antioksidan yang baik akan bereaksi dengan radikal asam lemak segera
setelah senyawa tersebut terbentuk. Dari berbagai antioksidan yang ada,
mekanisme kerja serta kemampuannya sebagai antioksidan sangat bervariasi.
Seringkali, kombinasi beberapa jenis antioksidan memberikan perlindungan yang
lebih baik (sinergisme) terhadap oksidasi dibanding dengan satu jenis
antioksidan saja. Sebagai contoh asam askorbat seringkali dicampur dengan
antioksidan yang merupakan senyawa fenolik untuk mencegah reaksi oksidasi
lemak (Burhanuddin, 2003).
Adanya ion logam, terutama besi dan tembaga, dapat mendorong
terjadinya oksidasi lemak. Ion-ion logam ini sering kali diinaktivasi dengan
penambahan senyawa pengkelat dapat juga disebut bersifat sinergistik dengan
antioksidan karena menaikan efektivitas antioksidan utamanya (Juwanda, 1990).
Peroksida merupakan suatu tanda adanya pemecahan atau kerusakan
pada minyak karena terjadi oksidasi (kontak dengan udara), yang meyebabkan
bau atau aroma tengik pada minyak. Ukuran dari ketengikan dapat diketahui
dengan menentukan bilangan peroksida. Semakin tinggi bilangan peroksida

55

maka semakin tinggi pula tingkat ketengikan suatu minyak. Pengukuran angka
peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan hiperoksida
yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Oksidasi lemak oleh
oksigen terjadi secara spontan jika bahan dibiarkan kontak dengan udara,
sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan
kondisi penyimpanannya (Aminah, 2010).

56

PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 28 Mei 2015 di Laboratorium
Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri
Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum
a.

Alat-alat praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
timbangan analitik, pipet ukur, buret, pipet tetes, gelas beaker dan
erlenmeyer.

b. Bahan-bahan praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
aquades, asam asetat kloroform, amilum 1%, Na 2S2O3 0,1 N, minyak goreng
curah baru, minyak goreng curah 1 kali pakai, minyak goreng curah 2 kali
pakai, minyak goreng komersil BIMOLI baru, minyak goreng komersil
BIMOLI 1 kali pakai, minyak goreng komersil BIMOLI 2 kali pakai,
antioksidan (TBA) dan KI jenuh.
Prosedur Kerja
Ditimbang 50 gram sampel minyak goreng dan tambahkan antioksidan TBA
sebanyak 0,06 gram.

Disimpan pada suhu kamar selama tujuh hari.


Ditimbang 5 gram dan ditambah 30 mL asam asetat kloroform.

Ditambahkan 0,5 mL KI jenuh.

Dihitung angka peroksida dengan rumus

mlNa 2 S 2 O3 Na 2 S 2 O3 1000

57

Diamkan selama dua menit, ditambah 30 mL aquades dan amilum 1%.

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N hingga warna biru hilang.

Dihitung angka peroksida dengan rumus :


Angka Peroksida =

mL Na 2 S2 O3 N Na2 S2 O3 100
berat bahan (gr)

58

HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


5.1 Hasil Pengamatan Uji Penambahan Antioksidan
Sampel
Volume
Na2S2O3 (mL)
Minyak goreng curah baru.
1,3
Minyak goreng curah 1x pakai.
1,3
Minyak goreng curah 2x pakai.
3,3
Minyak goreng komersial BIMOLI baru.
0,4
Minyak goreng komersial BIMOLI 1x pakai .
1,2
Minyak goreng komersial BIMOLI 2x pakai.
0,6
Hasil perhitungan
1. Minyak Goreng Curah Baru
Diketahui : Volume Na2S2O3

= 1,3 mL

N NaS2O3

= 0,1 mL

Berat bahan

=5

Angka Peroksida

gram

mL Na 2S 2 O3 x N Na 2S 2O 3 x 100
berat bahan
=

1,3 x 0,1 x 100


5

= 2,6 mL/gr
2. Minyak Goreng Curah 1X Pakai
Diketahui : Volume Na2S2O3

= 1,3 mL

N NaS2O3

= 0,1 mL

Berat bahan

=5

Angka Peroksida

gram

mL Na 2S 2 O3 x N Na 2S 2O 3 x 100
berat bahan

Angka
Peroksida
2,6
2,6
6,6
0,8
2,4
1,2

59

1,3 x 0,1 x 100


5

= 2,6 mL/gr
3. Minyak Goreng Curah 2 X Pakai
Diketahui : Volume Na2S2O3

= 3,3 mL

N NaS2O3

= 0,1 mL

Berat bahan

=5

Angka Peroksida

gram

mL Na 2S 2 O3 x N Na 2S 2O 3 x 100
berat bahan
=

1,3 x 0,1 x 100


5

= 6,6 mL/gr
4. Minyak Goreng Komersil BIMOLI Baru
Diketahui : Volume Na2S2O3

= 0,4 mL

N NaS2O3

= 0,1 mL

Berat bahan

=5

Angka Peroksida

gram

mL Na 2S 2 O3 x N Na 2S 2O 3 x 100
berat bahan
=

0,4 x 0,1 x 100


5

= 0,8 mL/gr
5. Minyak Goreng Curah Baru
Diketahui : Volume Na2S2O3
N NaS2O3

= 1,2 mL
= 0,1 mL

60

Berat bahan
Angka Peroksida

=5

gram

mL Na 2S 2 O3 x N Na 2S 2O 3 x 100
berat bahan
=

1,2 x 0,1 x 100


5

= 2,4 mL/gr

6. Minyak Goreng Curah Baru


Diketahui : Volume Na2S2O3

= 0,6 mL

N NaS2O3

= 0,1 mL

Berat bahan

=5

Angka Peroksida

gram

mL Na 2S 2 O3 x N Na 2S 2O 3 x 100
berat bahan
=

0,6 x 0,1 x 100


5

= 1,2 mL/gr

61

PEMBAHASAN
Antioksidan merupakan senyawa kimia yang dapat menghindarkan
minyak dari kerusakan akibat reaksi dengan oksigen. Reaksi oksidasi akan
menghasilkan radikal bebas sebagai hasil reaksi awal antara minyak dan
oksigen. Radikal bebas bersifat reaktif sehingga dapat bereaksi kembali akan
oksigen membentuk peroksida. Antioksidan ditambahkan untuk mencegah reaksi
lanjutan peroksida menjadi hidroperoksida. Hidroperoksida merupakan pertanda
bahwa minyak telah mengalami ketengikan, sehingga apabila antioksidan
ditambahkan ketika telah terbentuk hidroperoksida maka hal ini sama dengan
sia-sia karena antioksidan tidak dapat menghambat pembentukan senyawa
lanjutan hidroperoksida (senyawa volatil).
Di dalam praktikum digunakan senyawa kimia seperti KI dengan tujuan
untuk membebaskan iodin yang ditandai dengan terbentuknya warna kuning
pada sampel. Ditambahkanya senyawa lain seperti aquades dengan tujuan agar
larutan dapat bercampur merata dengan sampel. Sebelum dilakukan titrasi
ditambahkan amilum, dengan tujuan sebagai indikator adanya iodin.. Dilakukan
titrasi sampai titik ekivalen yaitu tepat saat warna biru hilang. Sedangkan
penambahan larutan asam asetat kloroform bertujuan sebagai pelarut karena
minyak bersifat tidak larut dalam air dan larut dalam pelarut organik seperti
kloroform.

Mekanisme

antioksidan

dalam

menghambat

oksidasi

atau

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat disebabkan oleh 4 macam mekanisme reaksi yaitu 1) pelepasan hidrogen
dari antioksidan, 2) pelepasan elektron dari antioksidan, 3) adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan. Dengan penambahan antioksidan

62

dapat menghambat kehilangan flavor, dikarenakan pada proses autooksidasi dari


minyak atau lemak menghasilkan sejumLah aldehida.
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan hasil angka peroksida yang
dihasilkan setelah dititrasi dalam hubungannya dengan konsentrasi antioksidan
yang digunakan adalah sebagai berikut untuk minyak goreng curah baru 0,06 gr
antioksidan menghasilkan angka peroksida 2,6 mL/gr dengan volume Na 2S2O3
yang digunakan 1,3 mL untuk titrasinya. Sementara untuk minyak goreng curah
satu kali pakai didapatkan angka peroksida yang sama dengan minyak goreng
curah baru 2,6 mL/gr dengan volume Na 2S2O3 yang digunakan 1,3 mL untuk
titrasinya. Sedangkan untuk minyak goreng curah dua kali pakai angka
peroksidanya yaitu 6,6 mL/gr dengan volume titrasi 3,3 mL. Angka peroksida
untuk minyak goreng komersil BIMOLI baru dengan 0,06 gr antioksidan
menghasilkan angka peroksida 0,8 mL/gr dengan volume Na2S2O3 yang
digunakan 0,4 mL untuk titrasinya, angka peroksida untuk minyak goreng
komersil BIMOLI satu kali pemakaian yaitu 2,4 gr dengan volume Na 2S2O3 yang
digunakan 1,2 mL untuk titrasinya dan untuk minyak goreng komersil BIMOLI dua
kali pemakaian menunjukkan angka peroksida yaitu 1,2 mL/gr dengan volume
titrasinya yaitu 0,6 mL.
Angka peroksida tertinggi dihasilkan oleh minyak goreng curah dua kali
pemakaian dengan konsentrasi antioksidan 0,06 gr didapatkan nilai peroksida
6,6 mL/gr dan volume titrasi Na 2S2O3 3,3 mL. Angka peroksida terendah
dihasilkan oleh minyak goreng komersil BIMOLI baru yaitu 0,8 mL/gr dengan
volume titrasi 0,4 mL. Efektivitas maksimal antioksidan dalam menangkal
kerusakan akibat oksigen terlihat pada minyak goreng komersil BIMOLI baru.
Besar

kecilnya nilai angka peroksia yang dihasilkan tergantung pada

63

kecenderungan minyak untuk mengalami oksidasi. Minyak BIMOLI cenderung


lebih mudah untuk mengalami oksidasi jika dibandingkan dengan minyak curah,
karena kandungan asam lemak jenuhnya. Menurut Ketaren (1986), bahwa
minyak dalam kemasan umumnya terdiri dari asam-asam lemak jenuh,
sedangkan minyak curah merupakan minyak satu kali penggorengan yang terdiri
atas banyak asam-asam lemak jenuh dari pada asam lemak tidak jenuh. Oleh
karena itu pada penambahan 0,06 gr antioksidan akan menghasilkan angka
peroksida yang setara.
Terjadinya penurunan bilangan peroksida, ditentukan diduga karena
ekstrak senyawa aktif yang ada pada Sargassum fillependula dapat mencegah
atau menghambat autooksidasi dari lemak atau minyak, sehingga asam lemak
tidak jenuh pada minyak ikan lemuru tidak dapat berikatan dengan radikal bebas.
Aminah (2010), yang menyatakan bahwa peningkatan bilangan peroksida
signifikan dengan peningkatan suhu penyimpanan. Di dalam mencegah
terjadinya proses oksidasi dapat dilakukan dengan cara senyawa antioksidan
tersebut berinteraksi dengan radikal bebas yang terdapat di dalam sistem atau di
dalam minyak goreng dan membentuk produk substrat non radikal serta suatu
radikal antioksidan. Jika radikal antioksidan yang dihasilkan cukup stabil, maka
akan dapat mencegah reaksi berikutnya, maka radikal antioksidan tersebut tidak
akan berperan sebagai inisiator berikutnya. Salah satu cara yang sering
digunakan untuk mencegah terjadinya oksidasi pada minyak diantaranya adalah
dengan aplikasi antioksidan. Penggunaan bertjuan untuk meminimalkan
ketengikan menghambat terbentuknya produk oksidasi dan memperpanjang
daya simpan.

64

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan, perhitungan dan pembahasan maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan diantaranya sebagai berikut :
1. Antioksidan adalah senyawa yang mampu menghindarkan minyak dari
kerusakan akibat reaksi dengan oksigen.
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara angka peroksida yang dihasilkan
dan volume Na2S2O3 yang digunakan setelah ditambahkan antioksidan pada
sampel.
3. Minyak BIMOLI baru merupakan sampel minyak goreng yang memiliki angka
peroksida terendah, dikarenakan belum pernah digunakan.
4. Antioksidan bekerja sangat efektif pada minyak goreng BIMOLI dua kali
pemakaian. Penambahan 0,06 gr antioksidan akan menghasilkan angka
peroksida yang rendah yaitu 1,2 mL/gr.
5. Besar kecilnya angka peroksida ditentukan oleh kecendrungan minyak untuk
megalami oksidasi.

65

ACARA V
DENATURASI PROTEIN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telur merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi, kandungan gizi
lengkap dengan sifat gizi yang mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Telur
harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dengan nilai gizi yang tinggi.
Kandungan protein merupakan parameter kualitas telur. Jika protein dihidrolisis
secara sempurna maka akan terbentuk asam-asam amino sebagai hasilnya
(AnonimA, 2013).
Protein merupakan makromolekul terbanyak yang dapat ditemui dalam
sel hidup yang merupakan komponen penting dan utama untuk sel hewan dan
sel manusia. Protein dapat diisolasi dari seluruh sel ke bagian sel lainnya. Di
dalam hal ini, protein mempunyai peran penting dalam biologi yang sangat
penting sebaga zat pembentuk, transport, katalisator, reaksi kimia, hormon,
racun dan yang lainnya. Protein memiliki fungsi utama antara lain untuk
memperbaiki jaringan yang sudah rusak, untuk pertumbuhan jaringan baru,
sebagai enzim dan sebagai hormon.
Denaturasi protein adalah proses perubahan struktur lengkap dan
karakteristik bentuk protein akibat dari gangguan interaksi sekunder, tersier dan
kuartener struktural. Perlakuan panas dapat menyebabkan proses denaturasi
berlangsung lebih cepat. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum ini untuk
mengetahui proses denaturasi protein pada suatu bahan.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan diadakan praktikum ini adalah untuk mengetahui proses
terjadinya denaturasi protein pada satu bahan akibat proses pemanasan.

66

TINJAUAN PUSTAKA
Telur merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi, kandungan gizi
lengkap dengan sifat gizi yang mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Telur
harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dengan nilai gizi yang tinggi.
kandungan protein merupakan parameter kualitas telur. Jika protein dihidrolisis
secara sempurna maka akan terbentuk asam-asam amino sebagai hasilnya.
Protein tersusun atas kira-kira 20 macam asam amino yang berikatan satu sama
lain dengan ikatan peptida yang dibentuk antara gugus karboksil asam amino
dengan gugus amino dan asam amino berikutnya (AnonimA, 2013).
Protein adalah komponen yang terdiri atas asam karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen dan beberapa ada yang mengandung sulfur dan fosfor.
Tersusun atas rangkaian asam amino dengan berat molekul yang relatif sangat
besar, yaitu berkisar 8000 sampai 10000. Protein yang hanya tersusun atas
asam amino disebut protein sederhana. Adapun protein yang mengandung
bahan selain asam amino seperti turunan vitamin, lemak dan karbohidrat disebut
protein kompleks. Pengujian kelarutan protein terhadap pemanasan dilakukan
dengan menggunakan putih telur ayam yang apabila protein tersebut dipanaskan
maka warnanya berubah menjadi cokelat dan baunya seperti bau rambut
terbakar. Protein dalam keadaan murni tidak memiliki rasa. Viskositas larutan
protein dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi protein (Sumardjo, 2008).
Denaturasi protein adalah proses perubahan struktur lengkap dan
karakteristik bentuk protein akibat dari gangguan interaksi sekunder, tersier dan
kuartener struktural. Karena fungsi biokimia protein tergantung pada tiga dimensi
bentuknya atau susunan senyawa yang terdapat pada asam amino. Hasil
denaturasi protein adalah hilangnya aktivitas biokimia yang terjadi dalam

67

senyawa protein itu sendiri. Denaturasi protein juga tidak mempengaruhi


kandungan struktur utama protein yaitu C, H, O dan N. Meskipun beberapa
protein

mengalami kemungkinan

untuk kehilangan

kandungan senyawa

karakteristik struktural saat terdenaturasi, namun kebanyakan protein tidak akan


mengalami hal tersebut, hanya saja tidak menutup kemungkinan juga protein
akan merubah struktur kecil di dalamnya saat proses denaturasi (Stoker, 2010).
Putih telur mempunyai kandungan protein yang tinggi. Protein yang
terkandung dalam putih telur meliputi ovomucin, globulin, ovomakoid dan
ovalbumin. Putih telur dibagi menjadi empat yaitu outer thin layer, outer thick
layer, inner thin layer dan inner thick layer. Protein putih telur memiliki
kemampuan untuk membentuk buih yang berbeda-beda yaitu pada uji daya buih,
stabilisator buih, daya koagulasi dan daya kembang sponge cake. Sifat-sifat
tersebut akan berubah selama proses penyimpanan. Pembentukan buih pada
putih telur diganti oleh tingkat pengocokan. Pengocokan yang terlalu lama akan
membentuk sedikit buih jika dibandingkan dengan pengocokan putih telur dalam
waktu sebentar (Novia, dkk., 2013).
Panas dapat digunakan untuk mengacaukan satuan hidrogen dan
interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat
menunjukkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein
bergerak akibat bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul
tersebut.

Protein

telur

mengalami

denaturasi

dan

terkoagulasi

selama

pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang


dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein
tersebut (Ophart, 2003).

68

PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 28 Mei 2015 di Laboratorium
Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri
Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum

a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
penangas air, stopwatch, tabung reaksi, penjepit, gelas beker, kertas label,
botol reagen, pipet ukur,rak tabung, gelas ukur dan termometer.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
telur ayam kampung, telur bebek, telur ayam ras dan air.
Prosedur Kerja
Diambil cairan putih telur sebanyak 5-10 mL

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi


Dipanaskan selama 15 menit pada suhu 70oC
Diamati pembentukan padatan dan kekeruhan setiap 5 menit

69

HASIL PENGAMATAN
Tabel 6.1 Hasil Pengamatan Perubahan Kepadatan dan Kekeruhan Telur
Bahan
Waktu
Perubahan
5 menit
Agak keruh dan menggumpal
Telur Bebek
10 menit
Agak keruh dan menggumpal
15 menit
Agak keruh dan menggumpal
5 menit
Sangat keruh dan menggumpal
Telur Ayam
10 menit
Keruh dan menggumpal
Kampung
15 menit
Sangat keruh dan menggumpal
5 menit
Keruh dan menggumpal
Telur Ayam
10 menit
Sangat keruh dan menggumpal
Ras
15 menit
Keruh dan menggumpal

70

PEMBAHASAN
Telur merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi, kandungan gizi
lengkap dengan sifat gizi yang mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Telur
harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dengan nilai gizi yang tinggi.
Kandungan protein merupakan parameter kualitas telur. Jika protein dihidrolisis
secara sempurna maka akan terbentuk asam-asam amino sebagai hasilnya.
Protein tersusun atas kira-kira 20 macam asam amino yang berikatan satu sama
lain dengan ikatan peptida yang dibentuk antara gugus karboksil asam amino
dengan gugus amino dan asam amino berikutnya (AnonimA, 2013).
Protein adalah komponen yang terdiri atas asam karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen dan beberapa ada yang mengandung sulfur dan fosfor.
Tersusun atas rangkaian asam amino dengan berat molekul yang relatif sangat
besar, yaitu berkisar 8000 sampai 10000. Protein yang hanya tersusun atas
asam amino disebut protein sederhana. Adapun protein yang mengandung
bahan selain asam amino seperti turunan vitamin, lemak dan karbohidrat disebut
protein kompleks. Pengujian kelarutan protein terhadap pemanasan dilakukan
dengan menggunakan putih telur ayam yang apabila protein tersebut dipanaskan
maka warnanya berubah menjadi cokelat dan baunya seperti bau rambut
terbakar. Protein dalam keadaan murni tidak memiliki rasa. Viskositas larutan
protein dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi protein (Sumardjo, 2008).
Denaturasi protein adalah proses perubahan struktur lengkap dan
karakteristik bentuk protein akibat dari gangguan interaksi sekunder, tersier dan
kuarterner struktural. Karena fungsi biokimia protein tergantung pada tiga
dimensi bentuknya atau susunan senyawa yang terdapat pada asam amino.
Hasil denaturasi protein adalah hilangnya aktivitas biokimia yang terjadi dalam

71

senyawa protein itu sendiri. Denaturasi protein juga tidak mempengaruhi


kandungan struktur utama protein yaitu C, H, O dan N. Meskipun beberapa
protein

mengalami kemungkinan

untuk kehilangan

kandungan senyawa

karakteristik struktural saat terdenaturasi, namun kebanyakan protein tidak akan


mengalami hal tersebut, hanya saja tidak menutup kemungkinan juga protein
akan berubah struktur kecil di dalamnya saat proses denaturasi terasi (Stoker,
2010).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai denaturasi protein
digunakan sampel telur bebek, telur ayam kampung dan telur ayam ras. Hasil
yang diperoleh untuk telur bebek pada 5 menit pertama, 5 menit kedua dan 5
menit ketiga diperoleh hasil berupa warna putih telur yang agak keruh dan
menggumpal menunjukkan bahwa telah terjadi denaturasi protein yang dapat
mengubah sifat protein menjadi lebih sukar larut dan semakin keras. Menurut
Damin (1997) ovomucin terurai menjadi struktur yang lebih sederhana. Interaksi
antara protein dan panas mengakibatkan terjadinya koagulasi protein. Umumnya
protein mengalami denaturasi dan koagulasi pada rentang suhu sekitar 550C750C.
Putih telur ayam kampung setelah dilakukan proses pemanasan pada
suhu 700C diperoleh hasil berupa warna yang sangat keruh dan menggumpal
pada 5 menit pertama dan 5 menit ke tiga. Pembentukan warna ini menandai
bahwa telah terjadi proses denaturasi protein pada telur. Protein yang
terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang
bersifat hidrofobik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembalikan akan terjadi
jika protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal dan
mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang menjadi

72

asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat (Winarno,
1992).
Putih telur ayam ras diperoleh hasil berupa perubahan warna dari putih
telur menjadi warna keruh dan menggumpal pada saat 5 menit pertama dan 5
menit ke tiga. Hal ini disebabkan karena pemanasan yang dilakukan pada suhu
700C akan membuat protein telur terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat
airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan
terputusnya interaksi non kovalen yang ada pada struktur dari protein tetapi tidak
memutuskan ikatan kovalen yang berupa ikatan peptida (Ophart, 2003).
Berdasarkan hasil pengamatan menyatakan bahwa telur ayam kampung
berwarna sangat keruh dan mengalami penggumpalan jika dibandingkan dengan
telur ayam ras dan telur bebek. Hal ini disebabkan karena proses denaturasi
protein. Pemanasan putih telur pada suhu sekitar 600C-700C mengakibatkan
albumin membuka lipatannya dan menghasilkan satu endapan berwarna putih
dan endapan tidak dapat kembali kebentuk semula. Telur ayam kampung dan
telur bebek memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dari pada telur ayam
ras. Proses denaturasi protein berlangsung secara tetap dan tidak berubah.
Suatu protein yang mengalami denaturasi akan mengalami perubahan viskositas
atau berkurangnya kelarutan cairan sehingga terjadi penggumpalan. Semakin
dilakukan pemanasan maka molekul akan bergerak semakin cepat dan memutus
ikatan hidrogen di dalamnya (Winarno, 1992). Hal ini Menandakan bahwa telur
ayam kampung lebih mudah mengalami denaturasi jika dibandingkan dengan
telur ayam ras dan telur bebek.
Faktor-Faktor penyebab terjadinya denaturasi protein antara lain suhu,
semakin tinggi suhu dapat menyebabkan protein cepat terdenaturasi dan

73

mengalami kerusakan. Kemudian pH, jika terjadi penambahan kadar asam atau
basa pada protein maka dapat memutus kandungan struktur dari protein.
Tekanan dapat menjadi penyebab denaturasi protein, juga aliran listrik, adanya
campuran bahan kimia, alkohol dan agen reduksi (AnonimA, 2013).

74

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan antara lain:
1. Telur merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi, kandungan gizi
lengkap dengan sifat gizi yang mudah dicerna dan diserap oleh tubuh.
2. Protein adalah komponen yang terdiri atas asam karbon, hidrogen, oksigen,
nitrogen dan beberapa ada yang mengandung sulfur dan fosfor.
3. Denaturasi protein adalah proses perubahan struktur lengkap dan
karakteristik bentuk protein akibat dari gangguan interaksi sekunder, tersier
dan kuarterner struktural.
4. Dari ketiga sampel, telur ayam kampung lebih mudah terdenaturasi
dibandingkan telur bebek dan telur ayam ras, karena telur ayam kampung
memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan telur lainnya.
5. Faktor-faktor penyebab terjadinya denaturasi protein antara lain suhu, pH,
tekanan aliran listrik, adanya campuran bahan kimia,alkohol dan agen
reduksi.

DAFTAR PUSTAKA
Aminah, Siti., 2010. Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifat
Organoleptik Tempe Pada Pengulangan Penggorengan.
Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 01 No. 01.
AnonimA, 2013. Hidrolisis Protein.
http://FriendlyChemistryWeb.blogspot.com (Diakses pada tanggal 31
Mei 2015).
Anonim B , 2013. Penentuan Angka Peroksida Pada Minyak.
http:// sistinurrahmah.blogspot.com (Diakses pada tanggal 24 Mei 2015)
AnonimC, 2013. Pengertian singkat laboratorium.http:// www.laboratorium.com
(Diakses pada 9 April 2015).
AnomimA, 2012. Tata tertib praktikum. http://ahmadsani.web.id (Diakses pada 9
April 2015).
AnonimB, 2012. Tepung.
http://id.wikipedia.org/wiki/tepung (Diakses 21 April 2015).
Anonim, 2011. Kimpang6. www.scribd.com/doc/49766762/kimpang6#download.
(Diakses pada tanggal 10 Mei 2015).
Anonim, 2008. Gelatinisasi pati/Adonan Berbasis pati.
h t t p : / / simonbwiajanarko.wordpress.com/2008/06/20/gelatinisasi-patiadonan-berbasis pati. (Diakses tanggal 21 April 2015).
Banks,W dan C.T.Green Wood., 1975. Starch its components. Halsted press.
John wiley and sons. N.Y.
Basuki, 1988. Dilema alang-alang dan penutup tanah kacang Di proyek.
PIRBUN Karet Majelang Tanaman Dikonveksi HIGI IV.Bogor
Buckle, K.A.R.A. Edwards, G.H. Kleeet, M. Waltun., 2007. Ilmu pangan.
Universitas Indonesia (U1-Press) Jakarta
Burhanuddin, dkk., 2003. Kimia Organik I. Gramedia Press. Jakarta.
Darwindra, H.D., 2010. Pigmen.
http://www.Harisdiantofiles.wordpress.com/2010/01/proser-exe.com.pdf
(Diakses pada tanggal 10 Mei 2015)
Fortuna. T., Juszczak L. And palasinski M., 2001. Properties of Corn and wheat
starch Phosphates Obtained from Granules Segregated According to
their Size. EJPAU. Vol 4.
Gunawan, dkk., 2003. Analisis Pangan Penentuan Angka Peroksida Dan Asam
Lemak Bebas Pada Minyak Kedelai dan Variasi Menggoreng. JSKA.Vol
6(3).

Hadge, J.E dan E.M. Osman., 1976. Carbohydrates. Didalam Food Chmistry.
D.R. Fennma,ed. Macel Deker.inc.New York dan Barel
Harjadi, W., 2007. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT.Gramedia .Jakarta
Hill and Kelley., 1942. Organic Chmistry. The blakistan co. Philadelphia. Toronto
Juwanda, 1990. Biokimia Dalam Industri. Erlangga. Jakarta
Ketaren., 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak. UI Press. Jakarta
Laila. 2009. Alat-alat yang berada pada praktikum. UIN press. Yogyakarta
Larasati, G., 2008. Mengenal Antioksidan Dalam Bahan Pangan. Citra Jaya
Press. Makssar.
Lusia, N.R. 2012. Kimpang.
http://www.lusia09.blogspot.com/2012/11/kimpang.htmL (Diakses pada
tanggal 10 Mei 2015).
Makanim, Nabila.2013. Zat Warna Tanaman. www.scribd.com/doc/187773236/Acang5-zat-warna-tanaman (Diakses pada tanggal 10 Mei 2015).
Man, J.M.de.1997. Kimia Makanan. Penerbit ITB. Bandung
Moningka. 2010. Pengenalan alat-alat laboratorium. UGM press. Yogyakarta
Mulasari, dkk., 2012. Kandungan Peroksida Pada Minyak Goreng di Pedagang
Makanan Gorengan Sepanjang Jalan Prof. Dr. Soepomo Umbulharjo.
Arc.com Health.Vol 1(2) :120-123.
Muljoharjo, M., 1987. Teknologi pengolahan Pati. PAU pangan dan Gizi UGM.
Yogyakarta.
Novia, dkk., 2013. Evaluasi Sifat Putih Telur Ayam Pasteurisasi Ditinjau dari
Daya Buih, Stabilitas Buih, Daya Koagulasi dan Daya Kembang Spore
Cake. Universitas Brawijaya. Malang
Ophart, C.E., 2003. Virtual Chembook. Elmurst Collage
Purnomo, H., 2006. Trigliserol Dalam Bahan Pangan. Cakrawala Press.
Surabaya.
Soedioetama. Achmad, Dr., 2004. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesi Di
Indonesia Jilid II. Dian Rakyat. Jakarta
Stoker, H.S., 2010. General, Organic and Biological Chemistry Fifth Edition.
Page 684. Cengage Learning. Belmont, CA USA

Sumardjo, D., 2008. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Kedokteran dan
Program Strata 1 Fakultas Bioeksakta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Sutara, Ketut Pande., 2009. Jenis Tumbuhan Sebagai Pewarna Alam Pada
Beberapa Perusahaan Tenun di Gianjar. Jurnal Bumi Lestari. Vol 9.
No.2.
Tahir, I., Wijaya, K.dan D, Widianingsih., 2003. Seminar On CheometricsChemistry Dept Gajah Mada University. Terapan Analisis Hansch Untuk
Aktivitas Antioksidan Senyawa Turunan Flavonol.
Tessa., 2005. Properties of Gelatins from skins on Fish Black Tilapia
(Oreochroms mozambicus ) and Rea Tilapia. Jurnal Food Chmistry. Vol.
11.
Vaclovik, 2008. Essential of Food Science 2 nd Edition. Kluker Academic. London
Widana, 2008. Analisis Pangan. IPB Press. Bogor
Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Winarno, F.G., 1992.Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia. Jakarta
Winarno, F.G., 1964. Kimia Pangan Dan Gizi.Gramedia. Jakarta
Winarti, S., 2010. Stabilitas Warna Merah Ekstrak Bunga Rosela Untuk Pewarna
Makanan Dan Minuman.Jurnal Teknologi Pertanian Vol 11.No 2
Wro Istad, E. Ronald., 2005. Tracking Color and Pigment Changes inAnthocyanin
Product Internasional. Journal of Food Science and Technology No 16

Anda mungkin juga menyukai