3.
PEMBAHASAN
Cita rasa adalah penilaian terhadap sensasi kompleks yang diperoleh selama individu
melakukan pengecapan dan berkaitan erat dengan penerimaan individu terhadap bahan pangan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa selama individu melakukan pengecapan, individu akan
mempersepsi sensasi kompleks yang disebut cita rasa. Citarasa mencakup banyak faktor, seperti
substansi, aroma, tekstur, suhu, warna, dan suara yang ditimbulkan pada saat substansi dikunyah
(Schiffman, 1990). Delwiche (dalam Kharismahayati, 2006) menyatakan bahwa persepsi citarasa
merupakan hasil interaksi antara aspek rasa, bau atau aroma, iritasi akibat persinggungan dengan
bahan kimia, suhu, warna, tekstur, dan bunyi yang dihasilkan saat makanan dikunyah.
Flavor atau essence adalah kesan sensorik dari makanan atau minuman yang diproses secara
kimia (sintetis) agar menyerupai rasa dari bahan alaminya, dan biasanya rasa dari sebuah agen
flavor atau essence ditentukan oleh indera perasa dari penampakan, rasa, dan baunya. Indera
perasa yang mendeteksi rasa di mulut dan tenggorokan serta suhu dan tekstur dari sebuah
flavorist, juga sangat penting dalam menentukan keseluruhan kualitas rasa daris ebuah
flavor/essence tersebut, dengan demikian, rasa dari sebuah bahan alami dapat diubah menjadi
bahan buatan atau bahan sintetis (proses kimia) yang mampu menciptakan kesan rasa yang
hampir sama dengan bahan yang alaminya.
Flavor atau essence didefinisikan sebagai zat yang memberikan rasa substansi lain,
mengubah karakteristik zat terlarut, menyebabkan ia menjadi manis, asam, dan lain-lain.
Meskipun istilah flavor atau essence dalam bahasa umum menunjukkan sensasi kimia dari
gabungan rasa dan bau, namun kualitas rasa dari flavor atau essence tersebut lebih baik dari
bahan alaminya. Karena biaya tinggi atau kurang tersedianya ekstrak rasa alami, maka
diciptakanlah ekstrak rasa buatan untuk memenuhi kebutuhan konsumen, ekstrak rasa buatan
yang paling komersial adalah sifat-identik, yang berarti bahwa ekstrak rasa buatan tersebut
adalah produk atau hasil kimia yang setara dengan rasa alami tetapi disintetis secara kimia dan
bukan diekstrak dari sumber bahan alami.
Kebanyakan rasa buatan adalah campuran khusus dan sering terdiri dari senyawa kompleks
tunggal dari rasa alami yang digabungkan bersama-sama baik meniru atau meningkatkan rasa
dari bahan alaminya. Campuran ini rumuskan untuk memberikan rasa yang unik dari suatu
produk makanan/minuman dan untuk menjaga konsistensi rasa antara batch produk yang berbeda
atau setelah perubahan resep agar kualitasnya terjaga, berbagai macam senyawa kimia yang
dapat dijadikan sebagai flavor/essence.
Berpuluh-puluh tahun yang lalu telah berhasil disintesis senyawa-senyawa yang digunakan
untuk menimbulkan aroma. Umumnya yang digunakan adalah ester-ester yang dalam jumlah
sangat kecil dapat memberikan aroma yang baik. Senyawa-senyawa ester-ester tertentu
(flavormatik) mempunyai aroma buah-buahan. Misalnya amil asetat menyerupai aroma pisang,
vanillin memberikan aroma serupa ekstrak panili, dan amil kaproat mempunyai aroma apel dan
nanas.
Senyawa yang digunakan untuk menghasilkan rasa buatan hampir sama dengan yang terjadi
secara alami. Ini telah dikemukakan bahwa rasa buatan mungkin lebih aman untuk dikonsumsi
dari pada rasa alami karena standar kemurnian dan konsistensi campuran yang ditegakkan baik
oleh perusahaan atau oleh hukum. Rasa alami mungkin masih mengandung kotoran dari
sumbernya, sementara ras buatan biasanya lebih murni dalam proses pembuatannya dan
diharuskan untuk menjalani tes lebih dahulu sebelum dijual untuk dikonsumsi.
Penggunaan senyawa flavor oleh industri pangan ditujukan untuk memperkuat flavor produk
atau untuk membentuk flavor produk yang spesifik yang pada akhirnya dapat meningkatkan
mutu sensoris produk tersebut. Selain itu, produksi flavor juga disesuaikan dengan keinginan
konsumen. Bahkan sekarang ini ada kecenderungan konsumen menginginkan satu flavor dapat
digunakan pada lebih dari satu jenis makanan. Secara umum, produksi jenis flavor oleh industri
pangan dilakukan melalui pertimbangan mutu, ekonomi, dan keinginan konsumen, sehingga
penelitian-penelitian flavor juga mengarah pada, selain nilai ilmiah, nilai ekonomis produk dan
keinginan konsumen. Penggunaan senyawa flavor sintetis sering masih menjadi pilihan industri
pangan karena lebih murah dibandingkan dengan senyawa flavor alami.
Istilah artifisial flavor adalah sejumlah zat yang berfungsi untuk memberikan rasa, yang
tidak berasal dari bahan-bahan alam, akan tetapi berasal dari sintesis murni atau modifikasi dari
bahan alam (semisintesis). Di dalam penggunaan flavor artificial (sintetik dan semi sintetik),
harus diperhatikan hal-hal berikut :
1. Stabilitas
2. Konsentrasi yang digunakan perlu memperhatikan : komposisi produk
3. Bentuk fisik
4. Usia guna
5. pH
6. Temperature pengolahan
7. Kondisi penyimpanan
8. Reaktivitas komponen
9. Target pasar : usia pengguna : orang tua, dewasa, anak-anak
10. Campuran : perbandingan / konsentrasi sangat menentukan rasa akhir.