Anda di halaman 1dari 22

Laporan Praktikum M.

K Sanitasi Higiene

Hari/Tanggal PJ Dosen Asisten

: Senin/8 Oktober 2012 : Neny Mariyani, STP : Yuvita Alfa Nurani Wirayani Febi Haloho

SANITASI RUANG, UDARA, DAN PEKERJA


Kelompok 6/B-P2

Aiydi Basytin Hanif Ayu Putri Dharma Nova Tenri Dewi Andal Jumenda K Zaky Satrio P

J3E111018 J3E111050 J3E111091 J3E211157 J3E211160

SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Sanitasi memegang peranan penting dalam industri pangan karena merupaka usaha taua tindakan ynag diterapkan untuk mencegah terjadinya perpindahan penyakit pada makanan. Dengan menerapkan sanitasi yang tepat dan baik, maka keamanan dari pangan yang diproduksi akan dijmin aman untuk dikonsumsi. Kata Hygiene menurut Lukman (2008), berarti kondisi atau tindakan untuk meningkatkan kesehatan atau ilmu yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan. Higiene mencakup usaha perawatan kesahatah dirii akaibat pekerjaan. Udara merupakan salah satu sumber kontaminasi dalam pengolahan pangan. Tingkat pencemaran udara tidak mengandung mikroflora secara alami, tetapi kontaminasi dari lingkungan sekitarnya mengakibatkan udara mengandung berbagai mikroorganisme. Mikroorganisme yang terdapat di udara biasanya melekat pada bahan padat, misalnya debu, atau terdapat di dalam droplet air. Menurut Irianto (2002), jumlah mikroorganisme yang mencemari udara juga ditentukan oleh sumber pencemaran di dalam lingkungan, misalnya dari saluran pernapasan manusia yang disemprotkan melalui batuk dan bersin. Ruangan merupakan salah satu sumber kontaminasi dalam pengolahan pangan. Jika di dalam suatu ruangan banyak terdapat debu dan air, mikroba yang ditemukan di dalamnya juga bermacam-macam. Tingkat pencemaran udara di dalam ruangan oleh mikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti laju ventilasi, padatnya orang, dan sifat serta taraf kegiatan orang-orang yang menempati ruangan tersebut. Mikroorganisme dapat terhembuskan dalam bentuk percikan dari hidung dan mulut. Sanitasi dalam pengolahan pangan ditentukan juga oleh kebersihan pekerja yang melakukan pengolahan, karena baik tangan, kaki, rambut maupun pakaian

yang kotor dapat menyebabkan kontaminasi pada makanan yang diolahnya. Mikroorganisme yang sering terdapat pada kulit misalnya bakteri pembentuk spora dan stapilokoki, sedangkan pada rambut sering terdapat kapang. 1.2 Tujuan Tujuan dari praktikum sanitasi udara, ruang dan pekerja ini adalah untuk memberikan pemahaman dan keterampilan kepada mahasiswa mengenai metode pengujian sanitasi udara, ruang dan hygiene pekerja.

BAB II HASIL PENGAMATAN


2.1 Hasil Pengamatan 2.1.1 Sanitasi Udara (kuantitatif)
Tabel 1. Hasil pengamatan sanitasi udara di beberapa tempat

Perlakuan Toilet Laboratorium Mikro Laboratorium Olah 1 Laboratorium Olah 2 Laboratorium Olah 4 Laboratorium Olah 5 Kantin

Jumlah NA 139 524 63 356 183 72 62

Jumlah APDA 4 1 1 7 5 7 4

Densitas/m2/jam NA APDA 4,3 x 104 mo/m2/jam 1,2 x 103 mo/m2/jam 1,6 x105 mo/m2/jam 2,0 x 104 mo/m2/jam 1,1 x 105 mo/m2/jam 5,8 x 104 mo/m2/jam 2,3 x 104 mo/m2/jam 2,0 x 104 mo/m2/jam 3,1 x 102 mo/m2/jam 3,1 x 102 mo/m2/jam 2,2 x 103 mo/m2/jam 1,6 x 103 mo/m2/jam 2,2 x 103 mo/m2/jam 1,2 x 103 mo/m2/jam

2.1.2 Sanitasi Ruang (kuantitatif)


Tabel 2. Hasil pengamatan sanitasi ruang di beberapa tempat

Tempat

Sebelum dibersihkan 9 45 43 56 TBUD 47 16

Sesudah dibersihkan 1 22 2 7 48 32 8

Sebelum dibersihkan CFU/m2 1,6x104 7,8x104 7,5x104 9,9x104 8,2x104 2,8x104

Sesudah dibersihkan CFU/m2 1,7x103 3,8x104 3,4x103 1,2x104 8,4x104 5,6x104 1,4x104

CB Link Lab mikro Lab olah 1 Lab olah 2 Lab olah 3 Lab olah 4 UKS

2.1.3 Sanitasi Pekerja 2.1.3.1 Sanitasi Tangan Pekerja (kualitatif)


Tabel 3. Hasil pengamatan sanitasi tangan pekerja dengan beberapa perlakuan

Sebelum dicuci VJA ++ +++ EMBA ++ + +++ ++++ ++ +++ +++

Sesudah dicuci VJA + + EMBA +++ ++ +++ ++ ++++ ++

Setelah dicuci dengan sabun VJA +++ +++ + EMBA +++ ++++ ++ ++++ ++ ++++

Setelah dicuci dengan gel VJA + + EMBA +++ +++ ++ +++

*Keterangan : (-) Tidak tumbuh (+) Tumbuh sedikit (++) Tumbuh sedang (+++) Tumbuh banyak

2.1.3.2 Sanitasi Tangan Pekerja (kuantitatif)


Tabel 4. Hasil pengamatan sanitasi tangan pekerja dengan beberapa perlakuan

Perlakuan Sebelum dicuci Dicuci dengan air saja Dicuci dengan sabun Tangan dicuci sabun+Antiseptik Dicuci dengan gel antiseptik lalu pegang rambut Tangan dicuci dengan tisu basah Tangan dicuci dengan tisu basah lalu pegang rambut

100 146/60 113/157 110/128 143/133

10-1 40/9 61/18 50/78 97/77

10-2 48/15 43/56 7/17 50/46

Cfu/ml 1,4x102 2,0x102 1,6x102 2,4x102

TBUD/TBUD TBUD/TBUD

69/41

5,5x102

5/11

3/13

10/12

8,0x100

175/100

153/114

128/120 3,6x102

2.1.3.3 Sanitasi Rambut Pekerja (kualitatif)


Tabel 5. Hasil pengamatan sanitasi rambut pekerja dengan beberapa perlakuan

Media APDA NA APDA NA APDA NA APDA

Tidak dicuci 2-3 hari + + +++ -

Dicuci hari itu ++++ +++ + ++ -

*Keterangan : (-) Tidak tumbuh (+) Tumbuh sedikit (++) Tumbuh sedang (+++) Tumbuh banyak

BAB III PEMBAHASAN


3.2 Pembahasan Sanitasi adalah suatu istilah yang secara tradisional dikaitkan dengan kesehatan terutama kesehatan manusia. Oleh karena kesehatan manusia dapat dipengaruhi oleh semua faktor-faktor dalam lingkungan, maka dalam prakteknya, implikasi saniter meluas hingga kesehatan semua organisme hidup. Sanitasi didefinisikan sebagai pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dalam rantai perpindahan penyakit tersebut. Potensi mikroba untuk merusak pangan dan menimbulkan penyakit pada manusia, organisme lain dan tanaman, berarti bahwa mikrobiologi harus memegang peranan yang sangat penting dalam ilmu sanitasi. Oleh karena itu orang yang berkepentingan dalam sanitasi industri pangan perlu memiliki pengertian dasar tentang mikroorganisme dalam kaitannya dengan manusia dan pengawasan terhadap mikroorganisme dalam lingkungan tertentu seperti udara , ruangan, dan pekerja itu sendiri. Udara sebenarnya bukan merupakan habitat untuk mikroorganisme. Selsel mikroorganisme dalam udara bersama kontaminan bersama debu atau dengan tetesan ludah. Mikroorganisme yang banyak terdapat di udara adalah bakteri, dan jamur atau khamir. Mikroba tersebut ada di udara dalam bentuk vegetatif atau dalam bentuk generatif. Mikroorganisme dalam ruangan dapat berasal dari lingkungan luar (seperti serbuk sari, jamur, dan spora) dan dapat pula berasal dari dalam ruang (seperti serangga, jamur pada ruang lembab, kutu binatang peliharaan, dan bakteri). Pekerja yang menangani pangan dalam suatu industri pangan merupakan sumber kontaminasi yang penting, karena kandungan mikroba patogen pada manusia dapat menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan. Kebiasaan tangan (hand habits) dari pekerja pengelola pangan mempunyai andil yang besar dalam peluang melakukan perpindahan kontaminan dari manusia ke makanan. Kebiasaan tangan ini dikaitkan dengan pergerakan-pergerakan

tangan yang tidak disadari seperti menggaruk kulit, menggosok hidung, merapikan rambut, menyentuh atau meraba pakaian dan hal-hal lain yang serupa. Untuk itulah, higienitas sanitasi lingkungan dan keamanan makanan menjadi sangat penting agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Melihat pentingnya hal tersebut maka kami berinisiatif melakukan praktikum uji kontaminasi mikroba/sanitasi lingkungan dan pekerja. 3.2.1 Sanitasi Udara Dari praktikum yang dilakukan, dapat dilihat koloni yang tumbuh pada medium NA dan APDA. Pengamatan dilakukan pada tujuh tempat berbeda,

yaitu: toilet, laboratorium mikro, laboratorium olah 1, laboratorium olah 2, laboratorium olah 4, laboratorium olah 5 dan kantin. Dua cawan petri masingmasing berisi media NA dan APDA diletakkan pada tujuh tempat yang berpotensi terhadap pertumbuhan mikroba. Cawan yang telah diberi media kemudian dibiarkan terbuka selama 30 menit. Metode ini disebut Spend Dish Time. Dari data yang telah didapat, dari ketujuh tempat ini, mikroorganisme yang paling banyak tumbuh pada media NA terletak pada laboratorium mikro, yaitu sebanyak 1,6 x105 mo/m2/jam, sedangkan mikroba yang tumbuh pada medium APDA terletak pada laboratorium olah 2 dan 5, yaitu sebanyak 2,2 x 103 mo/m2/jam. Dapat diartikan bahwa mikroba yang tumbuh pada medium NA yang diletakan pada Lab. Mikro adalah sejenis bakteri berwarna putih, kuning dan orange. Lab. Mikro terdapat banyak bakteri, mungkin dikarenakan laboratorium ini banyak digunakan untuk penelitian berbagai jenis objek. Sedangkan pada media APDA yang diletakkan pada lab. Olah 2 dan 5 paling banyak ditumbuhi oleh kapang dan khamir. Lab. Olah 2 dan 5 adalah tempat untuk mengolah makanan. Makanan paling sering dikontaminasi oleh kapang atau khamir. Oleh sebab itu pada laboratorium ini banyak terdapat kapang khamir. Pada medium PCA yang diletakkan pada lab Mikro dan lab olah 1 paling sedikit terdapat koloni, yaitu 3,1 x 102 mo/m2/jam dan pada medium NA koloni paling sedikit terdapat pada cawan yang diletakkan pada lab. Olah 1 dan kantin, yaitu 2,0 x 104 mo/m2/jam. Jadi dapat dikatakan bahwa lab. Olah 1 tidak terdapat terlalu banyak kontaminasi dari mikroba.

Jumlah dan macam mikroorganisme dalam suatu volume udara bervariasi sesuai dengan lokasi, kondisi cuaca dan jumlah orang yang ada. Daerah yang berdebu hampir selalu mempunyai populasi mikroorganisme atmosfer yang tinggi. Sebaliknya hujan, salju atau hujan es akan cenderung mengurangi jumlah organisme di udara dengan membasuh partikel yang lebih berat dan mengendapkan debu. Jumlah mikroorganisme menurun secara menyolok di atas samudera, dan jumlah ini semakin berkurang pada ketinggian (altitude) yang tinggi Menurut Irianto (2002), jumlah mikroorganisme yang mencemari udara juga ditentukan oleh sumber pencemaran di dalam lingkungan, misalnya dari saluran pernapasan manusia yang disemprotkan melalui batuk dan bersin, dan partikel-partikel debu, yang terkandung dalam tetes-tetes cairan berukuran besar dan tersuspensikan, dan dalam inti tetesan yang terbentuk bila titik-titik cairan berukuran kecil menguap. Organisme yang memasuki udara dapat terangkut sejauh beberapa meter atau beberapa kilometer; sebagian segera mati dalam beberapa detik, sedangkan yang lain dapat bertahan hidup selama bermingguminggu, berbulan-bulan, bahkan lebih lama lagi. 3.2.2 Sanitasi Ruang Percobaan menumbuhkan menumbuhkan mikroorganisme juga dilakukan untuk melihat sanitasi ruang. Terdapat tujuh ruangan yang menjadi bahan uji. ketujuh ruangan tersebut adalah CB link, Laboratorium mikro, Laboratorium olah 1, Laboratorium olah 2, Laboratorium olah 3, Laboratorium olah 4 dan UKS. Percobaan ini juga dilakukan untuk melihat dua perbedaan antara lantai yang dibersihkan dengan desinfektan dengan lantai yang tidak dibersihkan. Metode yang digunakan untuk sanitasi ruang adalah dengan RODAC. RODAC (Replicate Oraganism Direct Agar Contact Method) merupakan . cara menghitung jumal mikroorganisme, terutama permukaan lantai, meja peralatan dan lain - lain. Metode ini dipilih karena cepat untuk mengetahui hasilnya , tidak dibutuhkan waktu yang terlalu lama. Metode RODAC dilakukan dengan menempelkan cawan petri atau suntikan yang berisi media yang telah padat dan menekannya ke permukaan yang diuji. Selanjutya diinkubasi selama 2 hari untuk melihat koloni yang tumbuh dan dapat dilakukan perhitungan. Menurut

Rahmawan (2011), metode ini diterapkan pada peralatan atau sesuatu yang permukaannya rata atau datar seperti panci, piring, talenan, lantai dan yang lainnya. Hal ini dilakukan untuk melihat efektivitas pembersihan dan desinfeksi yang dilakukan, jika kontaminasinya tinggi akan sulit dilakukan perhitungan (Lukman dan Soejoedono, 2009). Kali ini digunakan PDA sebagi media. Potato Dextrose Agar (PDA) merupakan salah satu media yang banyak digunakan untuk membiakkan kapang dan khamir. Didapat hasil yang bervariasi dari hasil percobaan. Terjadi perbedaan atau perubahan jumlah koloni setelah dibersihkan dengan desinfektan den sebelum dibersihkan. Jumlah koloni pada lantai yang sudah dibersihkan berkurang jika dibandingkan dengan lantai yang belum di bersihkan. Dari ketujuh tempat yang dijadikan tempat pengujian, CB. Link merupakan tempat yang paling sedikit terdapat kapang dan khamir, sedangkan laboratorium olah 3 terdapat paling banyak dibandingkan dengan tempat yang lainnya. Sekalipun pada laboratorium olah 3 sudah dibersihkan dengan desinfektan tapi tetap memiliki jumlah kapang dan khamir paling banyak. Banyaknya mikroba mungkin disebabkan oleh para manusia yang datang membawa cemaran atau bisa saja dari udara. Perbedaan jumlah mikroba pada setiap ruangan ini mungkin diakibatkan kegunaan dari masing masing lab yang berbeda. Sehingga memberikan dampak yang berbeda karena sumber kontaminasi yang berbeda pula. Maka dari itu khususnya jika bekerja pada industri pangan, aspek sanitasi sangat diperhatikan. Sanitasi yang buruk akan berdampak buruk juga terhadap proses pengolahan serta hasilnya. Ruangan merupakan salah satu bagian yang perlu diperhatikan sanitasinya. Sanitasi ruangan dapat dipelihara atau tetap dijaga kebersihannya dengan cara membersihkannya dengan rutin. Membersihkan akan lebih efektif jika menggunakan desinfektan. Dari hasil percobaan terlihat bahwa lantai yang dibersihkan jumlah mikrobanya berkurang. Misalnya pada laboratorium olah 2 sebelum dibersihkan jumlah mikrobanya 9,9x104 CFU/m2 dan sesudah dibersihkan sebesar 1,2x104 CFU/m2. Hal ini berarti desinfektan ini efektif, memberikan hasil yang baik. Menurut Harrigan (1998), jumlah mikroorganisme < 5 cfu/cm2 termasuk golongan sanitasi memuaskan.

3.2.3. Sanitasi Tangan Pekerja (Kualitatif) Pekerja yang menangani pangan dalam suatu industri pangan merupakan sumber kontaminasi yang penting, karena kandungan mikroba patogen pada manusia dapat menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan. Manusia yang sehat merupakan sumber potensial mikroba-mikroba seperti Staphylococcus aureus, baik koagulase positif maupun koagulase negatif; Salmonella, Clostridium perfringens dan streptokoki (enterokoki) dari kotoran (tinja). Stapilokoki umum terdapat dalam kulit, hidung, mulut dan tenggorokan, serta dapat dengan mudah dipindahkan ke dalam makanan. Sumber kontaminasi potensial ini terdapat selama jam kerja dari para pekerja yang menangani makanan. Setiap kali tangan pekerja mengadakan kontak dengan bagian-bagian tubuh yang mengandung stapilokoki, maka tangan tersebut akan terkontaminasi dan segera akan mengkontaminasi makanan yang tersentuh. Tangan dengan luka atau memar yang terinfeksi merupakan sumber stapilokoki virulen, demikian pula luka yang terinfeksi pada bagian tubuh lain, karena mungkin pekerja tersebut menggaruk atau menyentuh luka tersebut. Organisme yang berasal dari alat pencernaan dapat melekat pada tangan pekerja yang mengunjungi kamar kecil dan tidak mencuci tangannya dengan baik sebelum kembali bekerja. Mikroba patogen yang berasal dari alat pencernaan yang mampu menimbulkan penyakit melalui makanan adalah: Salmonella, Streptokoki fekal, Clostridium perfringens, EEC (Enteropathogenic Escherichia coli) dan Shigella. Kebiasaan tangan (hand habits) dari pekerja pengelola pangan mempunyai andil yang besar dalam peluang melakukan perpindahan kontaminan dari manusia ke makanan. Kebiasaan tangan ini dikaitkan dengan pergerakan-pergerakan tangan yang tidak disadari seperti menggaruk kulit, menggosok hidung, merapikan rambut, menyentuh atau meraba pakaian dan hal-hal lain yang serupa. Pada praktikum kali ini dilakukan uji sanitasi pekerja pada tangan mahasiswa. Pada uji kebersihan tangan, media yang digunakan yaitu media EMBA dan VJA. Uji kebersihan tangan bertujuan untuk mengetahui banyaknya koloni pada beberapa media seperti VJA dan EMBA dengan cara menggunakan tangan kotor, tangan setelah dicuci air, tangan setelah dicuci dengan sabun , dan tangan setelah menggunakan antiseptik. Pada media EMBA, sampel yang

digunakan yaitu menggunakan tangan kotor, tangan setelah dicuci air,tangan setelah dicuci dengan sabun, dan tangan setelah menggunakan antiseptik. Masingmasing dilakukan perlakuan dengan menyentuhkan tangan kotor, tangan setelah dicuci air, tangan setelah dicuci dengan sabun, dan tangan setelah menggunakan antiseptic pada empat dearah agar berbeda. Kemudian media-media pada cawan tersebut diinkubasi pada suhu 30oC selama 2 hari kemudian kembali dilakukan pengamatan. Hasil yang diperoleh pada media VJA untuk tangan sebelum dicuci tidak ditemukan koloni pada kelompok 1,2,3,4, dan 6. Pada kelompok 5 dan 7 ditemukan koloni berwarna hitam yang menandakan adanya Staphylococcus aureus. Pada tangan dicuci air hanya ditemukan pada kelompok 3 dan 7. Pada tangan yang dicuci dengan sabun hanya ditmeukan pada kelompok 3, 5, dan 7, dan pada kelompok 3 jumlah koloni yang ditemukan lebih banyak dari tangan sebelumnya. Pada tangan yang menggunakan antiseptik koloni hanya ditemukan pada kelompok 5 dan 7. Dari pengamatan yang dapat dilihat pada contoh kelompok 7 bahwa jumlah koloni pada tangan sebeum dicuci lebih banyak dari pada tangan yang dicuci air, sabun, dan antiseptic. Dan jumlah koloni yang paling sedikit adalah pada tangan yang menggunakan antiseptic. Sedangkan untuk pengujian dengan media Eosin Methyln Blue Agar (EMBA) hasil yang didapatkan kelompok 1 dari perlakuan pertama hingga ke empat didapatkan adanya peningkatan jumlah koloni, pada kelompok 2 hanya didapatkan pada pada perlakuan tangan sebelum dicuci. Pada kelompok 3 pada tangan sebelum dicuci terdapat 3 poin koloni, selanjutnya 2 poin , 3 poin , dan 3 poin hasil tersebut menandakan pada saat praktik adanya kesalahan atau tidak mencuci tangan dengan benar. Pada kelompok 4 didapatkan hasil yang berkurang di mulai dari perlakuan pertaa hingga keempat. Hasil ini sesuai dengan teori yang ada bahwa tangan yang dicuci dengan sabun lebih baik dari tangan yang hanya dicuci dengan air. Untuk kelompok 5 didapatkan hasil yang rata dan terjadi peningkatan pada perlakuan ketiga yaitu mencuci tangan dengan sabun. Ini diduga karena pada saat proses pencucian tangan yang tidak benar atau adanya kontaminasi air. Pada kelompok 6 pada perlakuan pertama terdapat 3 poin koloni, pada perlakuan kedua terjadi peningkatan jumlah koloni menjadi 4 point, ini diduga disebabkan karena adanya

kontaminasi dari air yang digunakan untuk mencuci, pada perlakuan ketiga hasil didapatkan berkurang dan akhirnya pada perlakuan keempat yaitu dengan antiseptic tidak didapati adanya koloni. Hasil kelompok 7 pada perlakuan pertama didapati 3 point, pada perlakuan kedua didapati 2 poin, tetapi terjadi peningkatan jumlah koloni pada perlakuan ke tiga , dan pada perlakuan keempat 3 point atau tidak berkurang. Dari hasil pengamatan dapat dilihat pada kelompok 4 bahwa antiseptic dapat membunuh kuman secara steril. Antiseptic yang digunakan adalah yang berjenis Triclosan sebagai zat aktifnya. Triclosan juga banyak digunakan pada sabun-sabun sebagai zat aktifnya. Triclosan menghambat biosintesis asam lemak pada bakteri dengan cara menghambat kerja enzim enoyl-acyl carrier protein reductase yang dikode oleh FabI atau homolognya, InhA pada Mycobacterium smegmatis dan Mycobacterium tuberculosis, dengan cara menyempai substrat naturahya. Triclosan juga mempunyai efek membranotropik, yaitu mengganggu stabilitas struktur membran yang mengakibatkan penurunan integritas fungsional membran sel tanpa menginduksi terjadinya lisis sel tersebut. Pada konsentrasi bakterisidal, triclosan menyebabkan kebocoran kalium yang menandakan terjadinya kerusakan membran (Loho 2007). Terdapat beberapa hasil yang pada perlakuan pertama tidak didapati koloni atau lebih sedikit, ini diduga karena mahasiwa yang sudah menyemprotkan alchohol pada saat penuangan media atau pembuatan media. 3.2.4 Sanitasi Tangan Pekerja (Kuantitatif) Tangan pekerja merupakan bagian tubuh yang paling sering kontak dengan bahan pangan selama pengolahan. Perilaku yang kurang baik dari seorang pekerja, misalnya tidak mencuci tangan sebelum bekerja, mengorek kuping, tidak mencuci rambut, memegang hidung yang kena flu, bersin, mengeluarkan dahak selama bekerja, toilet yang kurang bersih dan kebiasaan lainnya sangat potensial dapat memindahkan mikroorganisme patogen yang ada pada tubuhnya ke dalam makanan yang sedang diolah. Hal tersebut dapat berakibat terkontaminasinya makanan tersebut. Sanitasi dalam pengolahan pangan juga ditentukan oleh tingkat kebersihan dan kesehatan pekerja yang melakukan pengolahan seperti tangan kotor yang

dapat menyebabkan kontaminasi pada bahan pangan yang diolahnya. Cara pemebersihan tangan pun mempengaruhi jumlah mikroba yang dapat

menimbulkan kontaminasi dalam jumlah melebihi batas. Mikroorganisme yang sering terdapat pada kulit ini adalah bakteri pembentuk spora dan Staptylococeus sp. Suatu penelitian menunjukkan bahwa 43 sampai 97 persen pegawai yang bekerja pada berbagai industri pengolahan pangan merupakan pembawa Staptylococeus sp, Coliform sp. dan enterococcus sp. pada tangannya. Pada praktikum sanitasi pekerjaan dilakukan dua percobaan, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Pada percobaan kuantitatif dilakukan pengujian tangan dengan 7 perlakuan, yaitu: 1. Perlakuan tangan sebelum dicuci 2. Perlakuan tangan yang dicucui dengan air saja 3. Perlakuan tangan yang dicuci sabun 4. Perlakuan tangan yang dicuci dengan sabun kemudian diberi antiseptik 5. Perlakuan tangan yang dicuci dengan air setelahnya memegang rambut 6. Perlakuan tangan yang dicuci dengan tissue basah 7. Perlakuan tangan yang dicuci denga tissue basah setelah itu pegang rambut Metode percobaan kuantitatif ini dilakukan dengan metode tuang dengan tiga tingkat pengenceran. Metode tuang adalah dengan menuangkan suspensi terlebih dahulu yang selanjutnya ditambahkan media. Uji kebersihan tangan dilakukan pada media PCA karena yang ditujukan hanya untuk menghitung jumlah koloni mikroorganisme yang tumbuh. Pembuatan pengenceran dilakukan dengan metode celup tangan ke dalam plastik steril yang sudah diisi dengan larutan fisiologis. Sebelumnya tangan dilakukan perlakuan pengujian. Ketika media dimasukkan ke dalam cawan yang telah berisi suspensi perlu dilakuakan homogenisasi dengan menggoyangkan cawan dengan bentuk angka 8 secara perlahan-lahan. Hal ini perlu dilakukan agar pertumbuhan mikroba menyebar di permukaan media. Dari hasil pengamatan setelah inkubasi 2 hari dilihat bahwa bahwa jumlah mikroba lebih banyak terdapat pada perlakuan tangan yang dicuci dengan air

kemudian memegang rambut. Dibilas dengan air saja tidak akan membunuh semua bakteri dan kuman, ditambah memegang rambut yang dapat diidentifikasi tumbuhnya kapang dari ketombe. Pada perlakuan tangan yang belum dicuci dengan jumlah mikroba 1,4 x 102 kemudian hasil pengamatan dibandingkan dengan tangan yang dicuci dengan air saja dengan jumlah mikroba 2,0 x 102 terlihat bahwa jumlah mikroba tangan yang dicuci dengan air saja lebih banyak mengandung mikroba. Pada perlakuan tangan yang belum dicuci ini, pada pengenceran 102 dan 103 adanya hasil yang tidak dimungkinkan karena jumlah mikroba pada perlakuan duplo keduanya tidak masuk range. Hal ini mungkin dapat disebabkan kesalahan praktikan dalam perhitungan. Pada perlakuan tangan yang dicuci dengan air saja dan dibandingkan dengan tangan yang dicuci dengan sabun terlihat bahwa jumlah mikroba lebih banyak terdapat pada perlakuan tangan yang dicuci dengan air saja. Penggunaan air saja dalam mencuci tangan pun tidak efektif untuk membersihkan kulit karena air terbukti tidak dapat melepaskan lemak, minyak, dan protein dimana zat-zat ini merupakan bagian dari kotoran organik. Sedangkan penggunaan sabun sebenarnya dapat membunuh kuman dan bakteri khususnya Staptylococeus sp. tetapi keefektifan sabun masih belum dapat membunuh semua bakteri karena mungkin adanya kontaminasi pada wadah sabun yang dipakai berulang-ulang atau sabun batang yang dapat terjadi kontaminasi silang. Pada perlakuan tangan yang dicuci dengan sabun kemudian diberi antiseptik terlihat jumlah mikroba lebih banyak jika dibandingkan dengan perlakuan tangan yang dicuci dengan sabun saja. Hal ini dapat dikarenakan faktorfaktor eksternal seperti kesalahan praktikan dalam perhitungan atau adanya kontaminasi pada saat platting. Padahal hand sanitizer sudah teruji keefektifannya untuk sanitasi tangan karena kandungannya sebagai antibakteri dan antivirus. Walaupun tidak membunuh seluruh jenis virus dan bakteri, hand sanitizer dengan kandungan alkohol 60% terbukti dapat melawan virus penyebab influenza. Seperti yang terlihat dari hasil pengamatan, pengunaan tisu basah tidak efektif untuk membunuh bakteri yang ada pada tangan. Hal ini disebabkan penggunaan tisu basah dapat terjadinya kontaminasi silang dari pembolak-balikan

tisu yang digunakan. Dari hasil pengamatan perlakuan tangan yang dicuci dengan tisu basah didapatkan hasil yang tidak masuk range. Jumlah mikroba pada tiga tingkat pengenceran menunjukkan jumlah mikroba yang < 25. Hal ini disebabkan terbentuknya koloni yang besar pada media akibat tidak dilakukannya homogenisasi setelah penambahan media ke dalam cawan. 3.2.5 Sanitasi Rambut Pekerja (Kualitatif) Selain itu sanitasi pekerja juga dapat dilihat dari rambut pekerja. Pada percobaan kali ini digunakan dua media yakni NA dan APDA. Rambut yang akan diuji diberi dua perlakuan yaitu rambut yang dicuci dan rambut yang tidak dicuci dua sampai tiga hari. Hal ini dilakukan untuk melihat perbedaan yang terjadi pada rambut. Pengujian ini dilakukan secara kualitatif. Dari hasil yang didapat jika pada media APDA kelompok 1, 3, dan 7 tidak terdapat kapang atau khamir baik pada rambut yang dicuci maupun yang tidak dicuci selama dua sampai tiga hari. Sedangkan pada kelompok 5 terjadi kejanggalan rambut yang dicuci tumbuh mikroba sedikit. Hal ini mungkin salah pada saat melakukan penandaan sehingga data tertukar. Pada media NA kelompok 2, 4 dan 6 baik rambut yang dicuci maupun rambut yang tidak dicuci pada hari itu terlihat adanya pertumbuhan mikroba. Media NA kelompok 2, rambut yang tidak dicuci selama dua sampai tiga hari tumbuh sedikit mikroba, namun pada rambut yang dicuci hari itu pertumbuhan mukrobanya banyak. Hal yang serupa juga terjadi pada media NA kelompok 4, rambut yang dicuci lebih banyak mikroba dibandingkan dengan rambut yang tidak dicuci. Hal ini mungkin dikarenakan orang yang rambutnya dicuci pada hari itu, pergi ke suatu tempat diamana pertumbuhan mikrobanya pesat. Misalnya di pasar, jika orang itu pergi ke pasar maka udara di sana akan membawa dan berpengaruh pada rambut yang di uji. Pada media kelompok 6 didapat hasil yang sesuai dengan literature yakni rambu yang tidak dicuci lebih banyak tumbuh mikroba dibanding dengan rambut yang dicuci. Maka pekerja yang akan kontak dengan makanan atau proses dalam industri pangan tentunya, harus memperhatikan kebersihan. Menggunakan penutup kepala atau hairnet juga salah satu cara untuk mencegah kontaminasi silang.

3.2.6 Faktor - Faktor Perubahan yang terjadi di dalam lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan sifat fisiologi mikroba. Beberapa golongan sangat tahan terhadap perubahan lingkungan, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan kondisi baru. Adapula golongan mikroba yang sama sekali peka terhadap perubahan lingkungan sehingga tidak dapat menyesuaikan diri. Faktor lingkungan sangat penting artinya di dalam usaha mengendalikan kegiatan mikroba baik untuk kepentingan proses ataupun pengendalian. Mikroba memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dapat berupa faktor abiotik (fisikawi maupun kimiawi) dan faktor biotik (meliputi kehidupan aksenik dan adanya asosiasi kehidupan). Faktor abiotik diantaranya temperatur, pH, kebutuhan air, tekanan osmosis dan oksigen molekuler (Suharni 2009). Hal ini sesuai bahwa terdapat beberapa faktor abiotik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri, antara lain: suhu, kelembapan, cahaya, pH, Aw dan nutrisi. Apabila dfaktor-faktor abiotik tersebut memenuhi syarat, sehingga optimum untuk pertumbuhan bakteri, maka bakteri dapat tumbuh dan berkembang biak.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan Pada percobaan yang dilakukan untuk melihat sanitasi pekerja, ruang dan udara dapat dilakukan dengan beberapa cara. Dapat dilakukan dengan pengamatan secara kualitatif maupun kuantitatif untuk lebih akurat. Pada sanitasi ruang dapat dilihat bahwa udara disekitar kita mengandung kontaminas dari lingkungan sekitar yang membuat udara mengandung mikroorganisme. Tempat yang berbeda akan merupakan kontaminasi yang berbeda pula. Pada sanitasi ruang dilihat efektivitas desinfektan yang digunakan. Dapat dilihat bahwa lantai yang dibersihkan dengan desinfektan memiliki kandungan mikroba yang lebih sedikit dibanding dengan lantai yang tidak dibersihkan. Maka kebersihan ruangan juga penting untuk diperhatikan. Begitu pula pada sanitasi pekerja, rambut dan tangan merupakan aspek yang penting karena akan kontak langsung dengan pengolahan. Rambut yang dibersihkan bisa menjadi kontaminasi yang berbahaya begitu juga dengan tangan yang kotor. Cara membersihkan tangan yang baik adalah dengan menggunakan sabun tidak hanya air saja. Bahkan tisu basah juga tidak terlalu baik untuk membersihkan tangan pekerja. 4.2 Saran Dalam melakukan pengolahan di laboratorium, tentunya praktikan harus bekerja secara benar untuk menghindari terjadinya kontaminasi yang dapat mencemari atau mengubah hasil percobaan menjadi tidak tepat sasaran atau hasil yang diinginkan tidak sesuai dengan literatur yang ada. Penggunaan jenis media yang digunakan untuk pertumbuhan mikroba atau mikroorganisme harus disesuaikan dengan karakteristik mikroba tersebut dan sesuai dengan apa yang ingin dilihat. Sebagai praktikan yang nantinya akan bekerja di industri pangan kita harus lebih memiliki kepedulian lebih dan dalam hidup bermasyarakat kita tidak boleh membuang sampah di sembarang tempat. Serta mematuhi peraturan yang ada, misalnya memakai hairnet, membersihkan tangan dan melepaskan asesoris saat bekerja.

DAFTAR PUSTAKA
Iqbal. 2008. Ada Mikroba di Udara. http://iqbalali.com/ [30 September 2012] Loho, Tony dan Utami Lidya . 2007. Uji Efektivitas Antiseptik Triclosun l% terhadap Stuphylococcas uulFerls, E scherichia coli, Enterococcus fueculis, dan Pseudomon&s ueruginosu. Volume: 57. Halaman 176 Lukman DW. 2008. Definisi Higiene, Sanitasi dan Higiene Pangan. artikel. http://higiene-pangan.blogspot.com/ [30 September] Lukman DW, RR Soejoedono. 2009. Uji Sanitasi Dengan Metode RODAC. Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal Ternak. Bogor. Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner. Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet. Fakultas Kedokteran Hewan. IPB Rahmawan O. 2001. Sumber Kontaminasi dan Teknik Sanitasi. Modul Dasar Bidang Keahlian. Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Pendidikan Menegah Kejuruan. Jakarta Suharni dkk. 2008. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya

DAFTAR LAMPIRAN
Gambar 1. Hasil Pengamatan Kualitatif Media NA

Gambar 2. Hasil Pengamatan Kuantitatif Media PCA

Gambar 3. Hasil Pengamatan Sanitasi Udara Media APDA

Gambar 4. Hasil Pengamatan Sanitasi Udara Media NA

Perhitungan Diketahui: d= 9 cm, buka 30 menit I = 3,14 x 4,52 = 63,585 Perhitungan:


No 1. NA Densitas = 139 x 10000 : 63,585 x 60 : 30 = 4,3 x 104 APDA Densitas = 4 x 10000 : 63,585 x 60 : 30 = 1,2 x 103

2.

Densitas = 524 x 10000 : 63,585 x 60 : 30 = 1,6 x105

Densitas = 1 x 10000 : 63,585 x 60 : 30 = 3,1 x 102 Densitas = 1x 10000 : 63,585 x 60 : 30 = 3,1 x 102 Densitas = 7x 10000 : 63,585 x 60 : 30 = 2,2 x 103 Densitas = 5 x 10000 : 63,585 x 60 : 30 = 1,6 x 103 Densitas = 7 x 10000 : 63,585 x 60 : 30 = 2,2 x 103 Densitas = 4 x 10000 : 63,585 x 60 : 30 = 1,2 x 103

3.

Densitas = 63 x 10000 : 63,585 x 60 : 30 = 2,0 x 10


4

4.

Densitas = 356 x 10000 : 63,585 x 60 : 30 = 1,1 x 105

5.

Densitas = 183 x 10000 : 63,585 x 60 : 30 = 5,8 x 104

6.

Densitas = 72 x 10000 : 63,585 x 60 : 30 = 2,3 x 10


4

7.

Densitas = 62 x 10000 : 63,585 x 60 : 30 = 2,0 x 104

Anda mungkin juga menyukai