Anda di halaman 1dari 4

6

Bahan Tambahan Makanan

Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami
bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa,
anti gumpal, pemucat dan pengental. Bahan Tambahan Pangan atau aditif makanan juga
diartikan sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan
untuk meningkatkan mutu.

Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu
aditif sengaja dan aditif tidak sengaja. Aditif sengaja adalah aditif yang diberikan dengan sengaja
dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita
rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan lainnya.
Sedangkan aditif yang tidak sengaja adalah aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah
sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan.

Bila dilihat dari asalnya, aditif dapat berasal dari sumber alamiah (misalnya lesitin); dan
dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa benar dengan bahan
alamiah yang sejenis, baik dari susunan kimia maupun sifat metabolismenya (misal asam
askorbat).

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa


BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai pangan dan biasanya bukan
merupakan ingredien khas pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan
sengaja ditambahkan kedalam pangan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan,
pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan tersebut.

Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara umum oleh masyarakat,
termasuk dalam pembuatan pangan jajanan. Masih banyak produsen pangan yang
menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya
tidak boleh digunakan dalam pangan.

1. Pigmen dan Zat Warna

Warna merupakan salah satu aspek yang penting untuk produk makanan. Pada
bahan pangan, warna menjadi ukuran terhadap mutu dan indikator kesegaran atau
kematangan. Produk pangan memerlukan nilai gizi dan tekstur yang baik, tetapi juga
memiliki rasa yang enak dan warna yang menarik agar konsumen tertarik membeli
produk pangan tersebut (Winarno, 1992). Bahan pangan akan tampak berwarna saat
ditambahkan zat pewarna.
Pewarna makanan adalah bahan tambahan yang dapat memperbaiki kualitas
makanan yang terlihat pucat dan tidak menarik selama proses pengolahan menjadi lebih
berwarna dan menarik. (Winarno, 2002). Menurut Lazuardi (2010), Pewarna yang
ditambahkan pada makanan akan memperkuat penampilan makanan yang akan
berpengaruh menjadi lebih menarik, pemberian warna yang menarik pada makanan dan
menyeragamkan warna dalam produksi makanan seperti es krim, minuman, permen.
Berdasarkan sumbernya, zat pewarna untuk makanan dapat dibagi menjadi dua
yaitu pewarna alami dan sintetik (Winarno, 1992). Pewarna alami merupakan zat
pewarna alami yang diperoleh dari tumbuhan, hewan atau sumber-sumber mineral
(Winarno, 1997). Tanaman memiliki warna yang bisa digunakan sebagai pewarna alami
7
pada makanan. Beberapa pewarna alami 6 yang berasal dari kunyit, paprika, dan bit
digunakan sebagai pewarna pada bahan pangan yang aman dikonsumsi (Cahyadi, 2009).
Menurut Winarno (1997) pewarna sintetik adalah zat warna buatan yang diperoleh dari
proses kimia buatan yang mengandalkan bahan kimia. Menurut Winarno (1992), zat
pewarna sintetik harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan
sebagai pewarna makanan.
Zat pewarna yang diizinkan penggunaanya dalam makanan dikenal dengan
certified color dan permitted color. Cara mengetahui perbedaan antara zat pewarna
sintetik dan zat perwarna alami dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan antara zat pewarna alami dan sintetik


Pembeda Zat pewarna sintetis Zat pewarna alami
Warna yang Lebih cerah, lebih Lebih pudar, tidak
dihasilkan homogen homogen
kestabilan Stabil Kurang stabil
Variasi warna Banyak Sedikit
Ketersediaan Tidak terbatas Terbatas
Harga Lebih murah Lebih mahal
Sumber: Asmara (2010).

Penggunaan bahan pewarna sintetik dalam makanan memberi

dampak positif bagi produsen dan konsumen yaitu membuat makanan lebih

menarik dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah

selama pengolahan. Akan tetapi, dapat menimbulkan dampak negatif juga

pada kesehatan konsumen seperti kanker mulut, kanker kulit, dan kerusakan

otak (Winarno dan Sulistyowati, 1994).

Berbagai jenis minuman dan pangan yang beredar di Indonesia yang

diberikan secara tidak sengaja maupun sengaja diwarnai dengan pewarna yang

bukan food grade, atau pewarna tekstil yang tidak diizinkan digunakan

dalam bahan pangan (Cahyadi, 2009). Oleh sebab itu, untuk penggunaan

pewarna tekstil dapat diganti oleh pewarna alami yang terbukti aman untuk

digunakan sebagai pewarna makanan atau minuman. Macam-macam pigmen

alami dapat dilihat pada Tabel 2


8

.
Tabel 2. Macam-macam pewarna alami
Golongan Pigmen Jumlah Senyawa Warna Sumber
Flavonoid 600 Tak berwarna, Sebagian
kuning terbesar tanaman
Antosianin 120 Orange, merah Tanaman

Beta antosianin 20 Tak berwarna Tanaman


Tanin 20 Tak berwarna, Tanaman
kuning
Klorofil 25 Hijau, cokelat Tanaman
Kuinon 200 Kuning sampai Tanaman,
hitam bakteri, algae
Betalain 70 Kuning, merah Tanaman
Karotenoid 300 Tak berwarna, Tanaman, hewan
kuning, merah
Xanton 20 Kuning Tanaman
Pigmen heme 6 Merah, coklat Tanaman
Sumber: Clydesdale dan Francis (1976)

2. Bau dan Cita Rasa


Cita rasa bahan pangan sesungguhnya terdiri dari tiga komponen yaitu bau, rasa, dan
rangsangan mulut. Bau makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut.
Bau lebih banyak berhubungan dengan alat panca indera penghidu. Bau-bauan baru dapat
dikenali bila berbentuk uap, dan molekulmolekul komponen bau tersebut harus sempat
menyentuh silia (bulu) sel olfaktori, diteruskan ke otak dalam bentuk impuls listrik, oleh
ujung-ujung olfaktory. Manusia mampu mendeteksi dan membedakan sekitar enam belas
juta jenis bau. Indera penghidu tidak tergantung pada penglihatan, pendengaran ataupun
sentuhan. Pada umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak
merupakan berbagai ramuan atau campuran empat bau utama yaitu harum, tengik, dan
hangus. Secara kimiawi sulit dijelaskan mengapa senyawa-senyawa menyebabkan aroma
yang berbeda. Penerimaan indera penghidu akan berkurang oleh adanya senyawa-
senyawa tertentu seperti formaldehid. Kelelahan daya penghidu terhadap bau (fatique of
odor) dapat terjadi dengan cepat. Rasa lebih banyak melibatkan panca indera lidah.
Penginderaan cecapan dapat dibagi menjadi empat cecapan utama yaitu asin, asam,
manis, dan pahit. Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup
cecapan yang terletak pada papila yaitu noda merah jingga pada lidah. Selain komponen
citabahan
Cita rasa rasa, pangan
komponen yang jugaterdiri
sesungguhnya pentingdaritimbulnya perasaan
tiga komponen yaituseseorang
bau, rasa, setelah
dan menelan
suatu makanan. Bahan makanan yang mempunyai sifat merangsang syaraf perasa di
bawah kulit muka, lidah, maupun gigi akan menimbulkan perasaan tertentu. Misalnya
bila memakan rempah-rempah yang mempunyai kesan tertentu seperti pedas, panas atau
9

dingin. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi,
dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Perubahan yang terjadi pada cita rasa
bahan pangan biasanya lebih kompleks daripada yang terjadi pada warna bahan pangan.
Pada kopi misalnya telah dikenal 200 komponen penyebab cita rasa dan aroma, meskipun
masingmasing dalam konsentrasi yang sangat rendah. Zat-zat organik ini sangat sensitif
terhadap udara, panas dan berinteraksi satu sama lain. Cita rasa kopi, susu, daging dan
sebagian besar bahan pangan lainnya biasanya tidak stabil, yaitu dapat mengalami
perubahan selama penanganan, pengolahan dan penyimpanan.
3. Cita Rasa Sintetik
Penilaian terhadap berbagai produk makanan sangat dipengaruhi oleh persepsi cita rasa
(wells &Prensky, 1996). Selama makan atau minum, individu akakn melakukan persepsi
terhadap cita rasa. Cita rasa adalah penilaian terhadap sensori kompleks yang diperoleh
selama individu melakukan pengecapan dan berkaitan erat dengan penerimaan individu
terhadap bahan pangan. Jadi dapat disimpulkan bahwa selama individu melakukan
pengecapan, individu akan mempersepsi sensasi kompleks yang disebut cita rasa. Cita
rasa banyak mencakup factor seperti substansi, aroma, tekstur, suhu, warna dan suara
yang ditibulkan pada saat substansi dikunyah (schiffman, 1990). Delwiche menyatakan
bahwa persepsi cita rasamerupakan hasil interaksi antara aspek: rasa, bau atau aroma,
iritasi akibat persinggungan dengan bahan kimias suhu, warna tekstur dan bunyi yang
dihasilkan saat makanan dikunyah.
4. Pembangkit Cita Rasa
5. Analisis dan Pengukuran Cita Rasa

Anda mungkin juga menyukai