Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami
bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa,
anti gumpal, pemucat dan pengental. Bahan Tambahan Pangan atau aditif makanan juga
diartikan sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan
untuk meningkatkan mutu.
Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu
aditif sengaja dan aditif tidak sengaja. Aditif sengaja adalah aditif yang diberikan dengan sengaja
dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita
rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan lainnya.
Sedangkan aditif yang tidak sengaja adalah aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah
sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan.
Bila dilihat dari asalnya, aditif dapat berasal dari sumber alamiah (misalnya lesitin); dan
dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa benar dengan bahan
alamiah yang sejenis, baik dari susunan kimia maupun sifat metabolismenya (misal asam
askorbat).
Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara umum oleh masyarakat,
termasuk dalam pembuatan pangan jajanan. Masih banyak produsen pangan yang
menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya
tidak boleh digunakan dalam pangan.
Warna merupakan salah satu aspek yang penting untuk produk makanan. Pada
bahan pangan, warna menjadi ukuran terhadap mutu dan indikator kesegaran atau
kematangan. Produk pangan memerlukan nilai gizi dan tekstur yang baik, tetapi juga
memiliki rasa yang enak dan warna yang menarik agar konsumen tertarik membeli
produk pangan tersebut (Winarno, 1992). Bahan pangan akan tampak berwarna saat
ditambahkan zat pewarna.
Pewarna makanan adalah bahan tambahan yang dapat memperbaiki kualitas
makanan yang terlihat pucat dan tidak menarik selama proses pengolahan menjadi lebih
berwarna dan menarik. (Winarno, 2002). Menurut Lazuardi (2010), Pewarna yang
ditambahkan pada makanan akan memperkuat penampilan makanan yang akan
berpengaruh menjadi lebih menarik, pemberian warna yang menarik pada makanan dan
menyeragamkan warna dalam produksi makanan seperti es krim, minuman, permen.
Berdasarkan sumbernya, zat pewarna untuk makanan dapat dibagi menjadi dua
yaitu pewarna alami dan sintetik (Winarno, 1992). Pewarna alami merupakan zat
pewarna alami yang diperoleh dari tumbuhan, hewan atau sumber-sumber mineral
(Winarno, 1997). Tanaman memiliki warna yang bisa digunakan sebagai pewarna alami
7
pada makanan. Beberapa pewarna alami 6 yang berasal dari kunyit, paprika, dan bit
digunakan sebagai pewarna pada bahan pangan yang aman dikonsumsi (Cahyadi, 2009).
Menurut Winarno (1997) pewarna sintetik adalah zat warna buatan yang diperoleh dari
proses kimia buatan yang mengandalkan bahan kimia. Menurut Winarno (1992), zat
pewarna sintetik harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan
sebagai pewarna makanan.
Zat pewarna yang diizinkan penggunaanya dalam makanan dikenal dengan
certified color dan permitted color. Cara mengetahui perbedaan antara zat pewarna
sintetik dan zat perwarna alami dapat dilihat pada Tabel 1.
dampak positif bagi produsen dan konsumen yaitu membuat makanan lebih
menarik dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah
pada kesehatan konsumen seperti kanker mulut, kanker kulit, dan kerusakan
diberikan secara tidak sengaja maupun sengaja diwarnai dengan pewarna yang
bukan food grade, atau pewarna tekstil yang tidak diizinkan digunakan
dalam bahan pangan (Cahyadi, 2009). Oleh sebab itu, untuk penggunaan
pewarna tekstil dapat diganti oleh pewarna alami yang terbukti aman untuk
.
Tabel 2. Macam-macam pewarna alami
Golongan Pigmen Jumlah Senyawa Warna Sumber
Flavonoid 600 Tak berwarna, Sebagian
kuning terbesar tanaman
Antosianin 120 Orange, merah Tanaman
dingin. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi,
dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Perubahan yang terjadi pada cita rasa
bahan pangan biasanya lebih kompleks daripada yang terjadi pada warna bahan pangan.
Pada kopi misalnya telah dikenal 200 komponen penyebab cita rasa dan aroma, meskipun
masingmasing dalam konsentrasi yang sangat rendah. Zat-zat organik ini sangat sensitif
terhadap udara, panas dan berinteraksi satu sama lain. Cita rasa kopi, susu, daging dan
sebagian besar bahan pangan lainnya biasanya tidak stabil, yaitu dapat mengalami
perubahan selama penanganan, pengolahan dan penyimpanan.
3. Cita Rasa Sintetik
Penilaian terhadap berbagai produk makanan sangat dipengaruhi oleh persepsi cita rasa
(wells &Prensky, 1996). Selama makan atau minum, individu akakn melakukan persepsi
terhadap cita rasa. Cita rasa adalah penilaian terhadap sensori kompleks yang diperoleh
selama individu melakukan pengecapan dan berkaitan erat dengan penerimaan individu
terhadap bahan pangan. Jadi dapat disimpulkan bahwa selama individu melakukan
pengecapan, individu akan mempersepsi sensasi kompleks yang disebut cita rasa. Cita
rasa banyak mencakup factor seperti substansi, aroma, tekstur, suhu, warna dan suara
yang ditibulkan pada saat substansi dikunyah (schiffman, 1990). Delwiche menyatakan
bahwa persepsi cita rasamerupakan hasil interaksi antara aspek: rasa, bau atau aroma,
iritasi akibat persinggungan dengan bahan kimias suhu, warna tekstur dan bunyi yang
dihasilkan saat makanan dikunyah.
4. Pembangkit Cita Rasa
5. Analisis dan Pengukuran Cita Rasa