Bab Ii Tinjauan Pustaka
Bab Ii Tinjauan Pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
ini merupakan cekungan asimetris. Sebelah barat dekat paparan sunda terdapat
Cekungan Barito dengan kemiringan relatif datar, ke arah timur menjadi cekungan
yang dalam yang dibatasi oleh sesar-sesar naik ke arah barat dari punggungan
Meratus yang merupakan bongkah naik. Cekungan Barito disebelah barat dibatasi
oleh paparan sunda, sebelah timur Pegunungan Meratus, sebelah utara dibatasi
oleh Adang Flexure. (Satyana, dkk.,1994)
2.1.1
Tektonik Regional
Pulau Kalimantan sendiri merupakan daerah tektonik yang relatif stabil,
merupakan bagian dari Lempeng Mikro Sunda yang mempunyai karakteristik dan
tatanan struktur yang cukup berbeda dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia,
yang dipengaruhi oleh zona subduksi.
Lempeng Mikro Sunda merupakan pecahan atau fragmental Lempeng
Eurasia yang terpisah ke bagian tenggara akibat tumbukan dengan kerak Benua
Asia dan pola tektonik yang berkembang pada Cekungan Barito mengikuti pola
tektonik pada Lempeng Mikro Sunda. Pada dasarnya pola tektonik yang terjadi
pada Lempeng Mikro Sunda merupakan proses pemisahan akibat tekanan yang
terjadi pada lempeng itu sendiri. Faktor eksternal yang ikut berperan dalam
a. Blok Schwaner
Blok ini oleh Van Bemmelen dianggap sebagai bagian dari Paparan Sunda
yang mengalami pengangkatan sejak Zaman Kapur Akhir, dimana batuannya
terdiri dari batuan beku dan batuan malihan yang berumur Pra-Tersier. Bagian
timur dari blok ini mengalami gerak penurunan pada Paleogen dan tertutup
oleh sedimen Tersier yang tidak terlipat. Bagian ini dikenal sebagai Pelataran
Barito (Barito Platform).
b. Blok Paternoster
Blok ini dianggap suatu daerah tektonik yang kompleks, terdiri dari pelataran
paternoster yang terletak di lepas pantai Kalimantan Tenggara dan sebagian
daerah di daratan Kalimantan. Blok ini hanya sebagian yang mengalami
pengangkatan.
c. Pegunungan Meratus
Daerah ini terletak diantara Blok Schwaner dan Blok Paternoster, yang
merupakan daerah dengan pengendapan yang cukup tebal. Daerah ini
mengalami perlipatan dan tersesarkan serta terangkat dengan kuat.
d. Tinggian Kuching
Tinggian Kuching atau Kuching high terbentuk akibat dari pengangkatan yang
terjadi pada busur kepulauan dengan daerah perairan dangkal di sekitarnya,
yang merupakan bagian yang tinggi pada Zaman Paleogen di Kalimantan
Utara. Daerah ini terpisah dari Kalimantan Baratlaut yang mengalami suatu
penurunan dengan cepat. Tinggian Kuching merupakan sumber (source) untuk
pengendapan di daerah baratlaut dan tenggara selama Neogen.
yang sekarang
2.1.2
Stratigrafi Regional
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, batuan dasar
(basement) pada cekungan barito terdiri dari pencampuran antara batuan dasar
dari lempeng benua Paparan Sunda dibagian barat yang dikenal dengan sebutan
Barito Platform, dan batuan dasar pada zona akresi dibagian timur, yaitu
Pegunungan Meratus. Secara umum stratigrafi sedimen-sedimen Tesier pada
Cekungan Barito dari formasi tua ke formasi muda secara berurut adalah sebagai
terpilah buruk, bermassa dasar batupasir kuarsa berbutir kasar. Facies ini
merupakan bagian paling bawah dari Formasi Tanjung yang diendapkan
tidak selaras diatas batuan alas Para-Tersier, tebalnya berkisar antara 8
meter dan 15 meter. Di tepi barat Pegunungan Meratus, Facies
Konglomerat lebih tebal dari yang di tepi timurnya. Di beberapa tempat
di tepi timur ditemukan sisipan batupasir berbutir kasar dengan
ketebalan antara 75 cm dan 100 cm, yang memperlihatkan structure
sedimen lapisan silang-siur berskala menengah. Adanya perbedaan
ketebalan pada Facies Konglomerat dan structure perlapisan silang-siur
pada batupasir menunjukkan arah arus purba dari barat.
b. Facies Batupasir Bawah terdiri dari batupasir berbutir sedang sampai
kasar setempat konglomeratan. Batupasir ini disusun terutama oleh
butiran kuarsa dengan sedikit kepingan batuan vulkanik, rijang, dan
feldspar. Facies ini berlapis tebal yaitu antara 50 cm dan 200 cm.
Structure sedimennya adalah lapisan sejajar, lapisan silang-siur dan
lapisan tersusun. Tebal facies ini terukur di tepi barat Pegunungan
Meratus antara 46 meter dan 48 meter, sedangkan di bagian tengah dan
tepi timurnya antara 30 meter dan 35 meter.
c. Facies Batulempung Bawah terdiri dari batulempung berwarna kelabu
(kecoklatan sampai kehitaman), dengan sisipan batubara dan batupasir.
Ketebalan facies ini berkisar dari 28 meter sampai 68 meter. Structure
sedimen di dalam batulempung, yang terlihat berupa lapisan pejal,
laminasi sejajar, setempat berlaminasi silang-siur dengan ketebalan
berkisar antara 3 cm sampai 5 cm. Batubara berwarna hitam mengkilap
10
11
2.
3.
4.
12
Gambar 2.2 Kolom stratigrafi dari Cekungan Barito yang menunjukan formasi ,
paleofacies, dan kejadian tektonik (Satyana,dkk,.1994)
2.1.3
Petroleum System
13
2.1.3.2 Maturation
Dari analisismaturasi Lower Tanjung source rock diketahui :
Pada bagian baratlaut matursi hidrokarbonnya immature
30 meter,
dengan nilai porisitas dan permeabilitas rata-rata yang bagus. Tidak seperti Z.860,
batupasir Z.825 tipis dan diskontinyu ( melensa ) dengan ketebalan 3
5 meter.
(Gambar 2.3)
Tahap 3 reservoarnya terdiri dari Batupasir
Batupasir-E di endapakn pada pantai/ barrier bar pada lingkungan garis pantau
yang terus mengalami regresi.Ketebalan maksimum dari batupasir- E ini 30 meter.
(Gambar 2.3)
Selain batupasir pada Formasi Tanjung, terdapat beberapa potensi
reservoir lainnya, antaralain batugamping pada Formasi Berai, yang
14
formasi Upper Tanjung. Batuan mudstone marine ini menyediakan sealing yang
efektif bagi reservoir Lower Tanjung. Tersusun atas 800 meter dengan dominasi
neritic shale dan silty shale.
2.1.3.5 Trap
Hydrocarbon terbentuk, bermigrasi dari Lower-middle tanjung coals,
carbonaceous shales, dan lower warukin carbonaceous shales. Kitchen utama
terletak pada depocentre basin sekarang.
Sealing rocks dihasilkan dari intra-formational shales. Generation,
migration, dan pemerangkapan hydrocarbon terjadi sejak middle early miocene
(20 Ma). Barito basin merupakan contoh dari efek interaksi tektonik terhadap
tempat pembentukan hydrocarbon (petroleum system).
15
2.2
secara fisika, kimia, dan biologi berbeda dengan roman lainnya misalnya gurun,
sungai lembah, dan delta (Selley, R.C., 1985), dan dalam penentuan roman muka
bumi tersebut ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, yaitu: geologi,
geomorfologi, iklim, cuaca, kedalaman, temperatur, dan salinitas serta sistem
aliran termasuk juga flora dan fauna yang terdapat dalam lingkungan
sedimentasinya. Faktor-faktor tersebut sangat berkaitan, sehingga apabila ada
perubahan pada salah satu faktornya maka akan menyebabkan perubahan lainnya.
Menurut Boggs (1987), lingkungan pengendapan adalah suatu tempat
16
17
18
material tersebut kearah laut dan terlihat perubahan bentuk channel dari tipe
braided pada daerah proximal ketipe straight pada daerah distal (Gambar 2.6).
Meskipun demikian harus ditekankan pula bahwa perubahan tersebut tidaklah
mutlak karena tergantung pada morfologi daerah sistem fluvial tersebut. Seperti
keterangan di atas, Selley (1982) berpendapat bahwa bentuk utama dari channel
yang ada yaitu bentuk atau tipe braided dan tipe meander.
Gambar. 2.5. Klasifikasi channel berdasarkan pada bentuk dan tipe sedimen
pengisi yang berasosiasi dengan variabel kestabilan relatif (Schumm, 1981 dalam
Evaluation and Respone of Fluvial System)
2.2.1.1 Sistem Braided
Sistem sungai braided ini terbentuk oleh jalinan channel dengan intensitas
kelokan yang kecil. Pada daerah ini pengerosian terjadi dengan cepat, proses
19
20
21
22
2.2.2
merupakan akumulasi sedimen fluvial pada muara sungai. Delta akan terbentuk
bila pasokan (supply) sedimen dari sungai lebih besar daripada sedimen yang
didispersikan oleh gelombang dan pasang laut atau danau, sehingga akan
terbentuk keseimbangan dinamika antara arus sungai dan mekanisma yang
bekerja pada suatu cekungan. Bersamaan dengan pembentukan delta tersebut,
terbentuk pula morfologi delta yang khas dan dapat dikenali pada sistem delta
yang ada. Morfologi delta tersebut secara umum terbagi atas tiga komponen
utama, yaitu: delta plain, delta front dan prodelta. (Gambar 2.9)
2.2.2.1 Dataran Delta (Delta Plain)
Delta plain merupakan bagian delta yang bersifat subaerial yang terdiri
dari channel yang sudah ditinggalkan. Delta plain merupakan baigan daratan dari
delta dan terdiri atas endapan sungai yang lebih dominan daripada endapan laut
dan membentuk suatu daratan rawa-rawa yang didominasi oleh material sedimen
berbutir halus, seperti serpih organik dan batubara. Pada kondisi iklim yang
cenderung kering (semi-arid) sedimen yang terbentuk didominasi oleh lempung
dan evaporit. Wright, 1975).
Daratan delta plain tersebut ditoreh oleh saluran saluran sungai yang
bercabang-cabang yang dikenal dengan sebutan distributaries channel jika arus
yang datang berasal dari sistem sungai fluvial dan disebut tidal channel jika arus
yang datang berasal dari arah laut akibat kuatnya arus tidal.
23
dengan adanya bidang erosi pada bagian dasar urutan fasies dan menunjukkan
kecenderungan menghalus ke atas. Struktur sedimen yang umumnya dijumpai
adalah cross bedding, ripple cross stratification, scour and fill dan lensa-lensa
lempung.
Endapan point bar terbentuk apabila terputus dari channel-ya. Sedangkan
levee alami berasosiasi dengan distributary channel sebagai tanggul alam yang
memisahkan dengan interdistributary channel. Sedimen pada bagian ini berupa
pasir halus dan rombakan material organik serta lempung yang terbentuk sebagai
hasil luapan material selama terjadi banjir.
24
25
26
sedimennya lebih tipis dan memperlihatkan pengaruh proses endapan laut yang
tegas.
Karakteristik batuan sedimen pada tiap sub-lingkungan pada delta akan
menunjukan karakter yang berbeda satu dengan yang lainnya, tergantung kepada
letak diendapkannya batuan sedimen tersebut. Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan proses sedimentasi pada tiap sub-lingkungan yang ada pada delta yang
dipengaruhi oleh supply sedimen, tempat akomodasi, arus sedimentasi, pengaruh
muka air laut dan lain sebagainya. Pada Gambar 2.10 diperlihatkan beberapa
suksesi vertikal dari batuan sedimen pada tiap sub-lingkungan delta.
Gambar.2.10 Suksesi vertikal dari batuan sedimen di tiap lokasi pada sistem delta.
(Nichols, 2009)
27
Kegunaan dasar dari wireline logs dilihat dari aspek petrofisika dan
geologi umum dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Kegunaan Dasar Wireline Logs; - (Pada dasarnya) kegunaan kualitatif;
+ kegunaan semi-kuantitatif dan kuantitatif; * kuantitatif
Kegunaan
Petrofisika
Geologi Umum
SP
Resistivity
Gamma Ray
*
-
Sonic
Density
Neutron
Pengendapan
Lingkungan
Stratigrafi
Fasies
Mineral
Korelasi
Identifikasi
Litologi (umum)
Identifikasi Gas
Hidrokarbon
Formasi
Saturasi
Lempung
Salinitas Air
Volume
Permeabilitas
Porositas
Log
28
PSP
SSP
29
b)
porositas formasi.
30
Tiap batuan dibawah permukaan bumi akan menunjukan respon log yang
berbeda-beda, tergantung pada batuan itu, kandungan fluida pada batuan, dan
jenis log itu sendiri yang mempunyai reaksi terhadap kandungan tertenu yang
dimiliki oleh batuan. Beberapa contoh respon log dari berbagai jenis log dari tiap
litologi akan ditunjukan pada gambar 2.11.
2.3.5
Anotasi Elektrofasies
Elektrofasies dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian respon dan
karakteristik well log yang dapat dipisahkan dari elektrofasies lain (Rider, 1996).
Fasies dalam ilmu geologi umum, mungkin tidak identik dengan elektrofasies.
Tujuan utama anotasi elektrofasies adalah mempersiapkan kumpulan data well log
untuk analisis lingkungan pengendapan atau fasies. Anotasi yang harus ditandai
pada log adalah:
31
perusahaan dan waktu yang berbeda, maka perlu dilakukan normalisasi nilai
Gamma Ray agar semua sumur memiliki nilai baseline/cut offyang sama.
b. Trend Lines
Suatu tren log merupakan perubahan menerus dalam satu nilai log melalui
beberapa ketebalan, baik bertambah maupun berkurang. Tren mungkin bisa
lebih dari satu meter, jika berhubungan dengan lapisan-lapisan dan kontak
lapisan, puluhan meter, jika berhubungan dengan siklus atau sikuen, atau lebih
dari ratusan meter jika berhubungan dengan struktur yang besar atau pengisi
cekungan. Tren melalui ketebalan yang kecil dapat terjadi dalam tren yang
lebih panjang sebagai variasi ordo kedua (Gambar 2.12). Tren dengan
ketebalan yang besar mungkin mengindikasikan perubahan yang menerus
dalam sedimentasi.
32
c. Shapes
Suatu bentuk log dapat dikenali, tetapi tidak dengan pola log yang kompleks.
Bagaimanapun, bentuk-bentuk ini mungkin terjadi dalam setiap litologi, pada
setiap log, dalam setiap bentuk dan di banyak skala. Bentuk harus ditandai
pada log yang akan menjadi indikator fasies (Gambar 2.13).
1.
2.
3.
33
suatu perubahan fasies secara vertikal yang saling berhubungan (secara lateral).
Di bawah ini perubahan-perubahan mendadak yang dapat diidentifikasi:
1. Perubahan yang berhubungan dengan Litologi: erosi, penggenangan,
catastrophe
2. Perubahan non-litologi: ketidakselarasan, sesar, perubahan diagenetis,
perubahan fluida
e. Anomali
Nilai anomali log memiliki arti stratigafi. Konsentrasi mineral-mineral yang
tidak biasa pada ketidakselarasan atau dalam tanah-tanah yang keras akan
sering menciptakan suatu puncak gamma ray yang besar (Gambar 2.15).
2.4
merupakan salah satu bagian pekerjaan paling utama bagi para ahli ilmu
kebumian (earth scientist) untuk menginterpretasi keadaan bawah permukaan.
34
Gambar 2.14 Contoh dari abrupt breaks (perubahan mendadak) (Rider, 1996)
35
2.
3.
4.
Horizon-horizon kunci
6.
7.
8.
9.