Dalam suatu riset Chariri dan Ghozali (2001) menuliskan bahwa pendekatan
klasikal lebih menitikberatkan pada mekiran normative yang mengalami
kejayaannya pada tahun 1960-an. Pada tahun 1970-an terjadi pergeseran
pendekatan dalam riset akuntansi. Alasan yang mendasari pergeseran ini adalah
bahwa pendekatan normative yang telah berjaya selama satu decade tidak dapat
menghasilkan teori akuntansi yang siap digunakan dalam praktik sehari-hari. Alasan
kedua yang mendasari usaha pemahaman akuntasi secara empiris secara mendalam
adalah adanya gerakan dari masyarakat peneliti akuntansi yang menitifberatkan
pada pendekatan ekonomi dan perilaku perkembangan ekonomi keuangan, terutama
munculnya hipotesis pasar efisien (efficient market hypothesis) dan teori keagenan
(agency theory), yang menciptakan suasana baru bagi riset empiris manajemen dan
akuntansi. Chicago mengembangkan apa yang disebut dengan teori akuntansi positif
(positive accounting theory) yang menjelaskan akuntansi itu ada, apa itu akuntansi,
mengapa akuntanmelakukan apa yang mereka lakukan. Dan apa fenomena itub
terhadap manusia dan penggunaan sumber daya.
Filosofi Paradigma Metodologi Riset
Suatu pengetahuan (knowledge) dibangun berdasarkan asumsi-asumsi
filosofis tertentu. Menurut Burrel dan Morgan (1979), asumsi asumsi tersebut
adalah ontology (ontology), epistemology (epismology), hakikat manusia (human
nature), dan metodology (methodology). Ontology berhubungan dengan hakikat atau
sifat atau realitas atau objek yang akan yang akan diinvestigasi. Epismologi
berhubungan dengan sifat dari ilmu pengetahuan, bentuk dari ilmu pengetahuan
tersebut, dan bagaimana mendaptkan serta menyebarkannya. Epistemology ini
memberikan perhatian bagaimana cara untuk menyerap ilmu pengetahuan dan
mengkomunikasikannya. Pendekatan subjektivisme memberikan penekanan bahwa
pengetahuan bersifat sangat subjektif dan spiritual atau transcendental, yang
didasarkan pada pengalaman dan padangan manusia. Hal ini sangat berbeda
dengan pendekatan objektivisme yang berpandangan bahwa pengetahuan itu berada
dalam bentuk yang tidak berwujud, (Burrel Dan Morgan: 1979). Asumsi mengenai
sifat manusia merujuk pada hubungan antara manusia dengan lingkunganya.
Burrel dan Morgan memandang bahwa filsafat ilmu harus mampu melihat
keterkaitan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya. Pendekatan
voluntarisme memberikan penekanan pada esensi bahwa manusia berada didunia
ini untuk memecahkan fenomena social sebagai mahkluk yang memiliki kehendak
dan pilihan bebas . manusia pada sisi ini dilihat sebagai pencipta dengan
mempunyai perspektif untuk menciptkan fenomena social dengan daya
kreativitasnya (Sukoharsono 2000) sebaliknya, pendekatan determinsme
memandang bahwa manusia dan akktivitasnya ditentukan oleh situasi atau
Di dalam filsafat, pengujian empiris dinyatakan dalam dua cara (Chua :1986) yaitu :
1. Dalam aliran positivis ada teori dan seperangkat pernyataan hasil observasi
independen yang digunakan untuk membenarkan atau memverifikasi
kebenaran teori (pendekatan hypothetiico-deductive)
2. Dalam pandangan Popperin, karena pernyataan hasil observasi merupakan
teori yang dependen dan dapat dipalsukan, maka teori-teori ilmiah tidak
dapat dibuktikan kebenarannya tetapi memungkinkan untuk ditolak
Metodologi yang riset yang digunakan oleh para fungsionalis mengikuti
metodologi yang digunakan dalamilmu alam .penganut aliran ini melakukan
deskripsi atas variabel, membangun dan menyatakan hipotesis,mengunpulkan data
kuantitatif,dan melakukan analisis statistika (Macintosh,1994).Beberapa riset
empiris dalam akuntansi keperilakuan yang menggunakan pendekatan paragdigma
fungsionalis ini (menggunakan pengumpulan data survey atau kuesioner dan analisis
statistika) yang dijelaskan oleh Dillard dan Becker dengan masalah risetnya antara
lain adalah:Govinrarajan dan Gupta (1985) yang menemukan hubungan antara
system pengendalian dan strategi unit bisnis strategis dengan kinerja;
Beberapa kelemahan metodologi paradigma funsionalis dalam riset akuntansi
,terutama akuntansi keperilakuan,mulai dirasakan oleh peneliti akuntansi
lainnya.mereka mulai mempertanyakan apakah pandangan ontology realitas fisik
dalah tepat untuk memahami fenomena social ?Capra dan iwan(1998) menyatakan
bahwa :
1. mengadopsi paradigma ala Descartes dan metode-metode ala Newton (yang
sangat mekanistis).meskipun demikian, kerangka ala Descartes sering kali
tidak sesuai untuk fenomena-fenomena yang mereka gambarkan dan
akibatnya model-model mereka semakin tidak realistis.
2. Ekonomi termasuk akuntansi ini ditandai dengan pendekatan reduksionis
dan terpecah-pecah,para ahli ekonomi termasukakuntansi biasanya gagal
mengetahui bahwa ekonomi,termasuk akuntansi,hanyalah salah satu
aspekdari suatu keseluruhan susunan ekologis dan social,suatu system hidup
yang berdiri atas manusia dalam interaksinya yang terus-menerus.
Sedangkan wahyudi (1999)menyatakan bahwa pemikiran akuntansi utama
tidak memberikan perhatian pada perdebatan filosofi antara pemikiran
Popper,masalah lain yang timbul daripemikiran akuntansi utama tidak memberikan
pada perbedaan filosofi antara pemikiran popper, lakatos, khun, dan Feyerbend.
Masalah lain yang timbul dari pemikiran akuntansi utama adalah pertanyaan dari
peneliti akuntansi tentang relevansi filosofi ilmu pengetahuan alam, sebagai dasar
metodologi riset akuntansi yang seharusnya lebih banyak mendekati ilmu social.
Kelemahan mertode utama tersebut, menyebabkan pemikiran akuntansi mulai
mencari metode metode lain atau metode alternative yang dapat secara tepat
digunakan oleh akuntansi dalam memecahkan masalah masalah social.
b. Paradigma Interpretif
Paradigm ini juga disebut dengan interaksional subjektif (mancintosh,
1994). Menurut Chua (1986). Pendekatan alternative ini berasal dari filsuf jerman
yang menitikberatkan pada peranan bahasa, interprestasi, dan poemahaman dalam
ilmu social. Sedangkan menurut Burrel dan morgan, paradigma ini menggunakkan
cara pandang yang nominalis yang melihat realitas social sebagai sesuatu yang hanya
merupakan tabel, nama, atau konsep yang digunakan untruk membangun realitas,
dan bukanlah sesuatu yang nyata, melainkan hanyalah penanam atas sesuatu yang
diciptakan oleh manusia atau merupakan produk manusia itu sendiri. Dengan
demikian, realitas social merupakan sesuatu yang beradadalam diri manusia itu
sendiri, sehingga bersifat subjektif bukan objektif sebagimana yang dipahami oleh
paradigma fungsionalis. Pendekatan ini memmfokuskan pada sifat subjektif dunia
social dan berusaha untuk memahami kerangka berpikir objek yang sedang
dipelajarinya. Fakusnya ada pada diri individu dan persepsi manusia terhadap
realitas, independen di luar mereka. Bagi paradigm interpretif ini, ilmu pengetahuan
tidak digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi, namun untuk memahami
(triyuwono, 2000). Berkaitan dengan system pengedalian dan akuntansi
manajemen, menurut macintoosh (1994), terdapat dua perbedaan antara paradigma
fungsional dengan interpretif. Perbedaan pertama adalah bahwa paradigma
interpretif memusatkan perhatian tidak hanya pada bagaimana membuat perusahan
berjalan dengan baik, tetapi juga bagaimana menghasilkan pemahaman yang luas
dan mendalam mengenai bagaimana manajer dan karyawan dalam organisasi
memahami akuntansi, berpikir tentang akunttansi, serta berinteraksi dan
menggunakan akuntansi. Perbedaan kedua adalah bahwa para interaksionis tidak
percaya pada keberadaan realitas organisasi yang tunggal dan konkret, melainkan
pada situasi yang ditafsirkan organisasi organisasi dengan caranya masing masin.
Paradigma interpretif memasukkan aliran etnometodelogi dan
interaksionisme simbolis fenomenologis. Yang didasarkan pada aliran sosiologis,
hermenetis, dan fenomenoloogis. Tujuan pendekatan interpretif ini adalah untuk
menganalis realitas social dan bagaimana realitas social tersebut terbentuk. Terdapat
dua aliran riset dengan pendekatan interpretif ini (dillard dan Becker), yairtu :
1. Tradisional, yang menekankan pada penggunaan studi kasus, wawancara
lapangan, dan analisasi historis.
2. Metode Fuocauldian, yang menganut teori social dan Michael Foucault
sebagai pengganti konsep tradisional histooris yang disebut dengan
tindakan dengan cara membrikan arti atau makna dalam suatu dilema moral
disekitar alokasi sumber daya pelayanan kesehatan.
e.
Paradigma posmodenisme
Posmodernisme menyajikan suatu wacana sosial yang sedang muncul yang
meletakan dirinya diluar paradigm modern . sehingga tidak tepat bila wacana ini
dimasukkan kedalan skema paradigm yang telah dibahas sebelumnya. Bahkan dapat
dikatakan bahwa paradigm posmodernisme ini merupakan op[osisi dari paradigm
modern.
Tujuan metode arkeologis ini adalah untuk menetapkan serangkaian diskusi,
yaitu sistim wacana,dan untuk menentukan suatu rangkaian dari awal sampai akhir
bagi pemikiran Foucaul. Wacana global universal yang dibentuk oleh paradigma
modern merupakan bentuk logosentrisme yang memiliki kuasa yang dapat
menciptakan kegagalan dalam kehidupan manusian,serta menyebabkan timbulnya
rasisme,diskriminasi,pengangguran dan stagnasi. Dengan metode genealogis
Foucaul melakukan kritik terhadap pengetahuan yang tertindas oleh pengetahuan
yang sedang berkuasa. Kegagalan ini merupakan konsekuensi logis dari ketidak
mampuan modernismeuntuk melihat manusia secara utuh. Hal ini tercermin dalam
kleilmuannya yang cenderung logosentrisme. Menurut tryuwono (1997) cirri utama
dari logoosentrisme :
1. Pola piker posisi biner(dualistic dikotomis) yang
hirearki,seperti,esensi,ekstensi,bahasa lisan-tulisan,konsep metafora,jiwabadan,makna-bentuk,dan sebagainya
2. Aspek keilmuan. Ilmu-ilmu positif produk modernisme banyak menekankan
pada asepk praktis dan fungsi, dan sebaliknya sebaliknaya melecehkan aspek
nilai (etika). Hal ini dari pernyataan ilmu-ilmu positif yang mengklaim bahwa
ilmu pengetahuan harus netral dan bebas dari nilai.
3. Aspek praktis ,yaitu bentuk standard an praktik akuntansi yang mengklaim
bahwa praktik akuntansi harus secara universal atau internasional. Klaim ini
diwujudkan dengan adanya gerakan yang disebut dengan harmonosasi
akuntansi. Bagi pemikir Fucault,wacana global dan universal tersebut
memiliki hubungan timbal-balik antara kuasa dan pengetahuan.
Fucault beranggapan bahwa kuasa tidak hanya terpusat dan terkosentersi
pada para penguasa yang sedang berkuasa dalam organisasi-organisasi formal, tetapi
juga pada semua aspek kehidupan mayarakat,termasuk ilmu pengetahuan
posmodernisme versi fucault terutama diartikulasikan dalam bentuk kekuasaan
pengetahuan yang secara jelas mengatakan bahwa terdapat hubungan timbal- balik
antara kuasa dan pengetahuan.