Kelompok 5
11141040000023
11141040000033
11141040000039
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................3
1.1
Latar Belakang................................................................................................3
1.2
Rumusan Masalah...........................................................................................3
1.3
Tujuan Makalah..............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................4
2.1
2.2
2.2
2.3
Kesimpulan...................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................25
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas
yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup
analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung
jawab.
Keluarga adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang
hidup bersama sebagai satu kesatuan atau unit masyarakat terkecil dan
biasanya selalu ada hubungan darah, ikatan perkawinan atau ikatan lainnya,
tinggal bersama dalam satu rumah yang dipimpin oleh seorang kepala
keluarga dan makan dalam satu periuk.
1.2
Rumusan Masalah
Mengetahui pengertian Etika berkeluarga
Mengetahui Prinsip Etika sebelum berkeluarga
Mengetahui Etika dalam perjalanan berkeluarga
Mengetahui Menjadi keluarga sakinah, mawadah, warahmah
1.3
Tujuan Makalah
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika dan Keluarga
Etika adalah sebuah cabang filsafat yang bericara mengenai nilai dan
norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai
cabang filsafat, etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dan rasional
mengenai nilai dan norma moral yang menenttukan dan terwujud dalam sikap
dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai
kelompok.1 Jadi dapat di simpulkan bahwa tujuan digunakanya etika dalam
pergaulan antar elemen-elemen di masyarakat pada hakikatnya supaya tercipta
suata hubungan yang harmonis serasi dan saling menguntungkan.2
Keluarga adalah unit terkecil yang memiliki suatu ikatan hubungan dan
tinggal bersama dalam satu atap serta memiliki peran masing-masing anggota.
Keluarga ini terdiri dari seorang suami (ayah), istri (ibu) dan anak-anaknya.3
Jadi, etika berkeluarga menurut islam adalah suatu sikap atau perilaku
seseorang yang memiliki ikatan hubungan dengan nilai-nilai islami dalam
rumah tangga.
2.2 Prinsip Etik Sebelum Berkeluarga.
Islam telah mengajarkan tentang pentingnya menjunjung tinggi moralitas
di dalam hidup ini, sampai-sampai Allah swt menjelaskan bahwa orang yang
berbuat baik, tentunya akan mendapatkan pasangan yang baik juga. Sebaliknya,
jika seseorang suka berbuat keburukan, maka untuknya pasangan yang sesuai
dengan perbuatannya. Oleh karenanya, tidak pantas rasanya ketika seseorang
1 Drs.h.burhanuddin salam. 2002. etika social, rineka cipta,Jakarta.
2 Dr. H. Budi Untung, S.H., M.M. 2012. Hukum dan etika bisnis, cv. Andi offset,Jakarta.
hal.62
3 Harnilawati. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Sulawesi Selatan:Pustaka
As-Salam.
yang amoral berharap berpasangan dengan muslimah yang baik, begitu juga
sebaliknya. Allah swt berfirman :
{26 : }
Artinya : Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan lakilaki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita
yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah
untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari
apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan
dan rezki yang mulia (surga) [QS. An-Nuur : 26]
Bahkan di dalam ayat yang lain, dengan tegas Allah swt mengharamkan
para pelaku zina untuk menikah dengan siapapun kecuali teman berzinahnya.
Allah swt berfirman :
: }
{3
Artinya : Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang
berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak
dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan
yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin. [QS. An-Nuur :
3]
Dua ayat di atas menjadi dasar kongkrit dalam melakukan pembinaan
personal secara baik untuk mendapatkan pasangan yang baik. Hal ini
dipentingkan karena Islam sendiri menjelaskan bahwa keluarga itu dibangun di
atas pondasi kebaikan, maka ketika kebohongan, kedurhakaan, sudah tercipta
sebelum terjadinya perkawinan maka cita-citabaiti jannati (rumahku adalah
surgaku) dan visi sakinah, mawaddah dan rahmah tidak akan pernah terbangun.
keluarga
sehingga
mendapatkan
visi
yang
baik,
adalah
menciptakan sifat dan perangai yang baik agar dapat menghadirkan pasangan
yang serasi dengannya.
Stressing yang kedua adalah pada kata al-zina dan al-syirku yang tertuang
di dalam QS. 24:3. Kedua kata di atas menunjukkan tentang amal perbuatan,
seperti
kata
zina
yang
berasal
dari
akar
kata
yang
terdiri
dari
huruf zai, nun dan ya, yang berarti berbuat zina atau melakukan hubungan
badan tanpa ikatan yang sah menurut agama. Berdasarkan pemaknaan di atas,
maka maksud etik yang kedua ini adalah pada tataran amaliyah atau perbuatan,
dan standar atau alat ukurnya adalah apa yang terlihat oleh mata. Jika nilai etik
yang pertama adalah pada tataran sifat yang standarnya adalah kearifan lokal,
maka nilai etik yang kedua adalah sesuatu yang tidak bisa terbantahkan karena
bukti terlihat secara nyata di depan mata. Ayat lain yang juga menggambarkan
tentang penciptaan etika yang baik, dari segi sifat dan perbuatan sebelum
berkeluarga adalah firman Allah tentang kisah Nabi Musa as., dengan dua orang
wanita anak Nabi Syuaib as.
Ketika sedang mengambil air dan membawanya ke rumah untuk
kebutuhan rumah tangga. Diperjalanan pada awalnya kedua wanita tersebut
berjalan di muka Nabi Musa as., namun karena begitu banyak kemaksiatan
yang terlihat olehnya dari tubuh kedua wanita tersebut, maka pada akhirnya
Nabi Musa as. meminta kepada mereka untuk berjalan di belakangnya agar
dapat terhindar dari kemaksiatan. Adapun prinsip etik yang dibangun di dalam
ayat ini adalah rasa malu yang dalam pada diri seseorang untuk melakukan
kemaksiatan meskipun peluang itu ada ketika bertemu dengan lawan jenis.
Dengan prinsip etik ini, tidak ada satupun yang terlukai dan tersakiti sebelum
membangun bahtera tumah tangga.
*
*
{23-25 : }
bersifat
alamiah
dengan
fungsi
melindungi,
memelihara
dan
lembaga
keluargalah,
individu
manusia
akan
membangun
diakui
bahwa
sebelum
datangnya
Islam,
prinsip-prinsip
tua.
Adapun
pembahasan
mengenai
etika
berkeluarga
dalam
derajat)
inilah
yang
dapat
menciptakan
penjelasan
di
atas,
maka
jelaslah
bahwa job
[14]{ }
Artinya : Manakala wanita membuka pakaiannya di rumah selain
rumah suaminya, maka dia sungguh telah menghancurkan tabir antara
dia dan Allah swt. [HR. Ibnu Majah]
2)
3)
Menjaga rumah dan perasaan pasangan. Dalam hal ini, etika yang sangat
dibutuhkan adalah keterbukaan dan komunikasi. Hadits yang menjelaskan
tentang jangan berpuasa kecuali mendapat izin suami, pada dasarnya
merupakan perintah untuk membangun komunikasi yang baik antara
suami-istri.
10
4)
Memberikan kebutuhan jasmani dari rizki yang halal. Hal ini di jelaskan
oleh Allah seperti di dalam surat QS. al-Araf ;
{157 : } }}
Artinya : dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk [QS. al-Araf : 157]
B.
*
{14-15 : }
Artinya : Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu. [14] Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka
janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian
hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah
kamu kerjakan. [15] [QS. Luqman : 14-15]
Melalui ayat di atas, dapat dirangkum perintah Luqman kepada anaknya
mengenai etika anak kepada orang tua:
11
1. Selalu bersyukur,
2. Taat dalam kebaikan,
3. Berani mengambil sikap menolak dengan cara yang baik dalam hal
kemaksiatan.
Dari ketiga prinsip ini, maka sesungguhnya yang menjadi standar atau
alat ukur dalam melaksanakannya adalah kesabaran, baik dari segi ucapan
ataupun perbuatan.
Adapun ketika orang tua sudah meninggal maka seorang anak juga tidak
boleh menanggalkan etika ketaatan terhadap keduanya. Dalam hal ini,
Rasulullah Muhammad saw menjelaskan ; Salah seorang dan kaum Anshar
datang kepada Rasulullah saw, kemudian berkata, Wahai Rasulullah, apakah
aku masih mempunyai kewajiban bakti kepada orang tua yang harus aku
kerjakan setelah kematian keduanya? Rasulullah saw. bersabda, Ya ada, yaitu
empat hal: mendoakan keduanya, memintakan ampunan untuk keduanya,
melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman-teman keduanya, dan
menyambung sanak famili di mana engkau tidak mempunyai hubungan
kekerabatan kecuali dari jalur keduanya. Itulah bentuk bakti engkau kepada
keduanya setelah kematian keduanya. [HR Abu Daud]
Berdasarkan ayat-ayat dalam surat Luqman dan hadits di atas, Abu Bakr
Jabir al-Jaziri menyebutkan bahwa setelah seorang muslim mengetahui hak
kedua orang tua atas dirinya, dan menunaikannya dengan sempurna karena
mentaati Allah swt, dan merealisir wasiat-Nya, maka juga menjaga etika-etika
berikut ini terhadap kedua orang tuanya ;
1. Taat kepada kedua orang tua dalam semua perintah dan larangan keduanya,
selama di dalamnya tidak terdapat kemaksiatan kepada Allah dan
pelanggaran terhadap syariat-Nya. Karena, manusia tidak berkewajiban taat
kepada manusia sesamanya dalam bermaksiat kepada Allah, berdasarkan
firman Allah, Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka
janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
12
13
{34 : }
Artinya : Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu
14
{229 : }
Artinya : Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang maruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak
15
halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya
(suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada
dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka
itulah orang-orang yang zalim. [QS. al-Baqarah : 229]
2.3
4 Andi, Mappiare. 1983. Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional. hlm. 153
5 Muhammad, M. Dlori. 2005 Dicinta Suami (Istri) Sampai Mati. Jogjakarta: Katahati. hlm.
16-23
16
masalah. Hal itu harus didasarkan pada satu tujuan yaitu keharmonisan
rumah tangga.
3. Pemenuhan nafkah lahir batin dalam keluarga. Dengan nafkah maka
harapan keluarga dan anak dapat terealisasi sehingga tercipta
kesinambungan dalam rumah tangga
Menurut Basri untuk meraih keharmonisan rumah tangga sumi istri perlu
memiliki sifat-sifat ideal dan menerapkannya dalam rumah tangga, sifat
tersebut adalah:6
Persyaratan fisik biologis yang sehat-bugar. Hal ini penting karena; untuk
menjalankan tugasnya keduanya memerlukan tubuh atau anggota badan
yang berfungsi baik dan sehat. Seperti berkomunikasi, bekerja, kehidupan
seksualitas, daya tarik, dan sebagainya. Jika mereka memiliki tubuh dan
fisik yang sehat terutama otak maka keluarga akan terbantu dengan sisi
kreatif dari otak. Tubuh merupakan dasar untuk hidup
Psikis-rohaniah yang utuh. Kondisi psikis-rohaniah yang utuh sangat
diperlukan dalam menunjang kemampuan seseorang dalam menghadapi
dan menyelesaikan masalah dalam rumah tangga.dengan mental yang sehat
akan mampu mengendalikan emosi yang kadang tergoncang karena
berbagai macam alasan dan situasi. Taraf kepribadian dan rohani yang utuh
dan teguh sangat diperlukan, karena dalam perjalanannya godaan dan
cobaan datang secara silih berganti, baik dalam moral kesusilaan, keadilan,
kejujuran, tanggung jawab sosial dan keagamaan.
Mental yang sehat dapat menyebabkan seseorang mampu
menghadapi kenyataan sebagaimana adanya dan akan berusaha meraih
kebahagiaan hidup tanpa merugikan orang lain, ia akan mampu beradaptasi
dengan efektif dan wajar. Bermacam-macam aspek kepribadian dan unsur
akhlak budi pekertinya akan utuh dan teguh serta menjaga taraf keluhuran
dan kehormatannya. Psikis-rohaniah yang utuh dapat mambuat kedua
pasangan memelihara daya tarik yang membuat mereka betah dan bahagia
dalam rumah tangganya.
Kondisi sosial dan ekonomi yang cukup memadai untuk memenuhi hidup
rumah tangga. Hal ini dapat berupa semangat dan etos kerja yang baik
dalam
memenuhi
nafkah,
kreatifitas
dan
semangat
untuk
mengusahakannya, sehingga keluarga akan terpenuhi kebutuhannya
Zakiah Daradjat menjelaskan babarapa persyaratan dalam mencapai keluarga
yang harmonis, adapun syarat tersebut adalah:
1. Saling mengerti antar suami isteri, yaitu;
6 Hasan Basri. 2002. Keluarga Sakinah Tinjauan Psikologi dan Agama. Yogyakarta; Pustaka
pelajar.hlm. 32-37
17
2.
3.
4.
5.
7 Hawari. Al-Quran: Ilmu Kedokteran Jiwa Dan Kesehatan Jiwa. hlm. 805-808.
19
Keluarga harmonis dimulai dengan keluarga yang akrab. Diperlukan upaya dan
cara pandang yang lebih matang untuk menciptakannya, banyak hal yang dapat
mempengaruhi kualitas dari keharmonisan tadi. Namun yang lebih penting
adalah menjaga keintiman, caranya adalah:8
1. Toleransi. Toleransi disini adalah memahami bahwa orang-orang yang kita
cintai mungkin mempunyai gambaran yang berbeda dalam fikiran mereka
tentang cara menghadapi suatu peris tiwa. Jadi dalam keluarga tidak
meributkan hal sepele, mencoba menyamakan persepsi dan bekerja sama.
2. Waktu bersama-sama, menggali kreatifitas dan mengambil manfaatnya
bagi keluarga. rencanakan waktu khusus, isi momen-momen istimewa,
ubah acara rutin dengan melibatkan seluruh keluarga, nikmati bersama hobi
anda, dan libatkan diri dengan melibatkan anak dalan kegiatan yang
digemari.
3. Jatuh-bangun (terus berusaha). Jangan menyerah terus mencoba
pendekatan baru untuk menjalin hubungan yang lebih mendalam dengan
anak, pasangan, dan sesuaikan dengan minat, usia, serta keadaan.
4. Terjunlah kedunia (menunjukkan kasih sayang dalam tindakan).
5. Kurangi menggurui, perbanyak mendengar. Berusahalah untuk saling
menghormati sudut pandang dan impian satu sama lain.
6. Sarana hidup sebagai penyimpanan keyakinan yang harus ditanamkan. Hal
ini dilakukan dengan membuat kotak, buku, dan sebagainya untuk
menyimpan gagasan, nilai, yang layak disimpan dalam kotak tersebut,
namun sebelumnya harus melalui komunikasi dengan keluarga, serta cara
penggunaannya diatur oleh keluarga.
7. Cinta menyeluruh. Tunjukkan dan sering-seringlah menunjukkan cinta
anda
Keluarga yang harmonis tidaklah dapat diraih tanpa kekompakan keluarga.
Adapun menurut Derek dan Powel untuk menuju kekompakan tersebut dapat
diraih dengan 8 prinsip, yaitu:9
Berdamai dengan masa lalu, yaitu berusaha mengidentifikasi masa lalu
yang mempengaruhi cara pandang kita dalam menjalani kehidupan
keluarga. Selesaikan masalah yang teridentifikasi, dan temukan hal positif.
Lakukan perubahan perilaku yang merupakan dampak dari masa lalu.
Dengarkan dengan baik suara yang datang sebagai pesan masa lalu, dan
hapus semua kenangan buruk. Kaji kembali pendekatan sebagai orang tua,
8 Mimi Doe. 2002. SQ Untuk Ibu: Cara-Cara Praktis dan Inspiratif Untuk Mewujudkan
Ketentraman Ruhani. Bandung: Penerbit Kaifa. hlm. 65-66.
9 Darlene Powell & Derek S. Hubson. 2002. Menuju Keluarga Kompak: 8 Prinsip Praktis
Menjadi Keluarga yang Sukses. Bandung: Kaifa.
20
dan jangan malu-malu untuk bercerita tentang masa lalu dengan keluarga
untuk pelajaran bagi mereka.
Berdamailah dengan pasangan, yaitu mengidentifikasi hal-hal yang dapat
mempengaruhi kualitas hubungan akibat perbedaan yang dimiliki. Galilah
perbedaan itu dan komunikasikanlah sehingga mendapat solusi. Jagalah
cara menyampaikan dan menerima kritik, dan mintalah bantuan ahli bila
memang diperlukan.
Ciptakan komunikasi dua arah, yaitu cobalah untuk memahami perbedaan
model komunikasi masing-masing, dan memperbaiki cara komunikasi yang
destruktif. Mengembangkan cara komunikasi yang lebih efektif dalam
keluarga. Nyatakan hal yang ingin disampaikan dengan efektif dan baik,
dan ciptakan suasana dan pola komunikasi yang efektif bagi anggota
keluarga.
Akrabilah lingkungan terdekat, yaitu semua yang berhubungan dengan kita
seperti teman dekat, tetangga, kerabat, komunitas, sekolah anak, pemuka
agama, lingkungan kerja, dan sebagainya. Banyak alasan untuk
menerapkan keakraban dengan mereka. Selain sebagai teman berbagi,
mungkin mereka dapat membantu menginspirasi, dan memberi dukungan
untuk kita dalam mejalani kehidupan keluarga, begitu pula sebaliknya.
Arahkan perilaku anak, yaitu terapkan disiplin yang positif dengan cara
berkomunikasi dengan anak tentang sasran dan tujuan bersama maupun
tujuan pribadi. Setelah terjadi komunikasi dan pengertian mengenai
harapan atau sasaran tadi maka orang tua hendaknya memberikan
dukungan dan pujian pada perilaku yang positif atau mendukung sasaran
tadi, walaupun tidak sesempurna pada awalnya, tekankan saja pujian positif
ini.
Memberikan teguran pada perilaku yang telah keluar dari sasaran atau
harapan yang disepakati sebelumnya, teguran ini hendaknya mengena pada
perilaku khusus dan berjalan singkat, hindari hukuman fisik. Libatkan
semua anggota keluarga sebagai tim dalam pembentukan dan
penjagaannya. Adakan komukasi dan diskusi dengan tim secara efektif.
Dan mintalah pendapat ahli bila diperlukan, adakan refleksi diri, dan
instropeksi untuk mengevaluasi, serta mendapatkan cara yang tepat
memperlakukan anak.
Memelihara hubungan persaudaraan, yakni menerima perbedaan diantara
anggota keluarga dan menganggap persaingan yang terjadi akibat
perbedaan tadi adalah sesuatu yang normal. Memanfaatkan area persaingan
tadi menjadi area tim yang saling membantu dan meneguhkan satu sama
lain Membanding-bandingkan anak bukanlah hal yang tepat karena akan
menimbulkan jurang permusuhan. Adakan waktu khusus untuk keluarga,
baik melakukan hal barsama, minat bersama, dan sebagainya, adakan
keseimbangan baik hubungan, komunikasi, maupun penanganan konflik.
21
22
23
24
DAFTAR PUSTAKA
al-Baihaqi, Abu Bakr Ahmad bin al-Husain bin Ali. 1334 H. al-Sunan al-Kubra, alHindi: Majelis Dairah al-Maarif al-Nizhamiyah al-Kainah.
al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdillah. 1987. al-Jami al-Shahih alMukhtashar. Beirut: Dar Ibnu Katsir.
al-Darimi, Adullah bin Abd al-Rahman Abu Muhammad. 1407 H. Sunan alDarimi, Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi.
al-Ja`iri, Abu Bakr Jabir. 1999. Minhaj alMuslim. Beirut: Dar al-Fikr.
Al Munawar, Said Aqil Husin. 2003. al-Quran Membangun Tradisi Kesalehan
Hakiki. Jakarta: Ciputat Press.
al-Quzhawaini, Muhammad bin Yazid Abu Abdillah. Sunan Ibnu Majah, Beirut:
Dar al-Fikr.
al-Syaibani, Ahmad bin Hanbal Abu Abdillah. Musnad al-Imam Ahmad binHanbal.
Kairo: Mu`assasah Qurthubah.
al-Turmudzi, Muhammad Ibnu Isa Abu Isa. al-Jami al-Shahih Sunan al-Turmudzi.
Tahqiq Ahmad Muhammad Syakir. Dkk. Beirut: Dar Ihya al- Turats
al-Arabi.
Bint asy-Syathi. 1984. Tarajim Sayyidat Bait al-Nubuwwah. Beirut: Dar al-Kitab
al- Arabi.
Luis, Maluf. 2003. al-Munjid fi al-Lughah wa al-Alam. Beirut: Dar al-Masyriq.
25
26
27