Anda di halaman 1dari 4

SOLUSI KETAHANAN PANGAN INDONESIA: PADI DI

LAHAN MARGINAL
Oleh: Rizfi Fariz Pari
Peningkatan populasi menyebabkan peningkatan kebutuhan manusia. Kondisi ini mendorong
manusia untuk meningkatkan kualitas makanan yang dikonsumsi. Terdapat tiga kebutuhan
pokok manusia, yaitu sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan pangan manusia dipenuhi
melalui bidang pertanian, sehingga perkembangan teknologi bidang pertanian berkembang
cukup pesat belakangan ini. Dimulai dari perkembangan metode bertani untuk meningkatkan
kuantitas produk, sampai pengolahan makanan dan metode penyimpanannya.
Diantara tiga kebutuhan pokok sebagai manusia, terjadi persaingan fungsi lahan antara lahan
pertanian sebagai pemenuh kebutuhan pangan dan lahan perumahan sebagai pemenuh
kebutuhan papan. Kondisi ini tidak menguntungkan bagi lahan pertanian, karena peningkatan
kebutuhan pangan tidak diiringi dengan kesadaran manusia mengenai pentingnya lahan
pertanian dan petani itu sendiri. Konversi lahan pertanian menjadi perumahan terjadi dengan
sangat pesat beberapa tahun belakangan ini. Salah satu pilihan untuk menyelesaikan polemik
kepentingan ini adalah dengan memanfaatkan lahan marginal. Berdasarkan data dari Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian pada tahun 2007, luas total lahan kering di Indonesia
adalah 22.393.917 ha, sedangkan luas total lahan rawa di Indonesia diperkirakan mencapai
33.393.570 hektar yang terdiri dari 20.096.800 hektar (60,2%) lahan pasang surut dan
13.296.770 hektar (39,8%) lahan rawa non-pasang surut (lebak). Saat ini, lahan ini belum
dimanfaatkan secara optimal. Penelitian dibidang bioteknologi untuk menciptakan tanaman
yang bisa tumbuh dilahan kering sedang gencar dilakukan.
Sebagai makanan pokok, padi adalah komoditas paling penting bagi masyarakat Indonesia.
Sehingga komoditas ini yang paling besar diharapkan perkembangannya. Pada tahun 2013,
pemerintah memprediksikan kebutuhan beras nasional sebesar 32 juta ton dengan asumsi
masyarakat Indonesia sebanyak 235 juta orang dan kebutuhan beras setiap orang sebesar 139
kg/orang. Sedangkan prediksi produksi beras nasional adalah 39 juta ton. Namun
kenyataannya, Indonesia hanya memproduksi 38 juta ton. Selisih antara kebutuhan dengan
total produksi padi disimpan oleh pemerintah untuk mengatasi kenaikan penduduk. Target
produksi beras pada tahun 2014 adalah lebih dari 4 juta ton beras. Untuk mencapai hal
tersebut, dapat dilakukan pemanfaatan lahan lain untuk penanaman padi.
Perkembangan tanaman padi di lahan marginal sulit dilakukan, karena tanaman padi
membutuhkan lahan yang kaya nutrisi dan sistem irigasi yang baik. Hal ini mengakibatkan
sulitnya padi untuk dikembangkan di lahan marginal. Salah satu solusi untuk masalah ini
adalah dengan mengembangan tanaman padi transgenic untuk lahan marginal.
Tanaman padi sangat sensitive terhadap cekaman kekeringan. Menurut Fischer dan Fukai
(2003), pembungaan tanaman padi yang terkena cekaman kekeringan akan tertunda selama 23 minggu. Tanaman tahan kekeringan memiliki akar yang sanggup untuk menembus tanah
kering, memiliki kutikula yang tebal untuk mengurangi kehilangan air dan dapat

menyesuaikan diri dengan kadar garam didalam selnya. Dengan mengadaptasikan kriteria
tersebut ke padi melalui rekayasa genetika, kita bisa mendapatkan padi tahan kekeringan.
Berdasarkan hasil analisis PCR yang dilakukan oleh Inez pada tahun 2006, diketahui bahwa
gen HdZip Oshox merupakan gen yang responsive terhadap cekaman kekeringan. Dengan
mentransformasikan gen ini ke padi, bisa didapatkan padi transgenic tahan kekeringan.
Peneliti telah melakukan hal tersebut kepada beberapa varietas padi, seperti padi rojolele,
padi indica, dan lain-lain.
Selain di lahan kering, lahan pasang surut juga berpotensi menjadi ladang padi. Masalah
terbesar pada lahan pasang surut adalah tanah yang mengandung sulfat sehingga bersifat
asam dan ketinggian air yang sulit dikendalikan karena terkait dengan pasang-surut. Selain
itu, lahan pasang-surut juga rentan dengan kehadiran jamur sebagai hama bagi padi. Terdapat
beberapa varietas padi yang tahan pada lahan pasang surut, yaitu Banyuasin, Batanghari,
Dendang, Indragiri, Punggur, Margasari, Martapura, Siak Raya, Lambur dan Mandawak.
Namun setiap varietas padi memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Misalnya
Padi Banyuasin dan Padi Batanghari tahan terhadap bercak coklat dan blast, kelebihan ini
bisa diadopsi kepada varietas lainnya dengan rekayasa genetik. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Dwinita pada tahun 2005, telah ditemukan gen pengendali ketahanan terhadap
penyakit blast yaitu Pirf2-1(t), Pir2-3(t), dan Pir9-2(t). Dengan mengadopsikan gen-gen
tersebut pada varietas padi yang unggul di lahan pasang surut, bisa didapatkan padi
produktifitas tinggi yang tahan terhadap penyakit.
Pemanfaatan lahan marginal sebagai lahan pertanian sangat menjanjikan untuk menjaga
ketahanan pangan masyarakat Indonesia. Target produksi beras tahunan dari pemerintah bisa
dicapai dengan memanfaatkan lahan ini. Lahan marginal kecil kemungkinannya untuk
menjadi rebutan dengan kebutuhan lainnya. Kelebihan produksi dari kebutuhan masyarakat
dapat dimanfaatkan untuk di eksport sehingga dapat menambah pendapatan Negara. Dengan
teknologi rekayasa genetika, lahan marginal dapat dimanfaatkan secara optimal. Kualitas padi
yang dihasilkan juga bisa dijaga dengan baik.

Referensi

Fischer, K., & Fukai, S. (2003). How Rice Responds to Drought. In K. Fischer, Breeding
Rice for Drought-Prone Encironments (pp. 32-36). Los Banos: International Rice
Research Institute.
Hidayat , I. (2012, Mei 6). PENYAKIT BLAS (Pyricularia Oryzae Cav) PADA TANAMAN
PADI & PENGENDALIANNYA. Retrieved from Petani:
http://epetani.pertanian.go.id/budidaya/penyakit-blas-pyricularia-oryzae-cav-padatanaman-padi-pengendaliannya-5282
Loedin, I. H., Nugroho, S., Mulyaningsih, E. S., Erdayani, E., Pantauw, C. F., Astuti, D., . . .
Sulaeman, E. (2007). Transformasi Genetika Untuk Merakit Varietas Padi Toleran
Pada Kekeringan dan Penyakit Blast. Bogor: IPB.
Mulyaningsih, E. S., Aswidinnoor, H., Sopandie, D., Ouwerkerk, P., & Loedin, I. (2010).
Transformasi Padi Indica Kultivar Batutegii dan Kasalath Dengan Gen Regulator HDZip untuk Perakitan Varietas Toleran Kekeringan. J. Agron. Indonesia, 1-7.
Mulyaningsih, E. S., Hermawan, R., & Loedin, I. H. (2009). Genetic Transformation of
Transcription Factor (35S-oshox4) Gene inti Rice Genome and Transformant Analysis
of hpt Gene by PCR and Hygromycin Resistance Test. Biodiversitas, 63-69.
Ningrum, D. K. (2014). Pengaruh Kekeringan terhadap Produktifitas Padi pada Varietas
Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13. Bogor: IPB.
Sesbany, & Vandalisna. (2010). Strategi Peningkatan Produktivitas Padi di Lahan Pasang
Surut. Agria Ekstensia, 24-47.
Sihombing, M. (2014, Februari 25). Kementrian Pertanian. Retrieved from Portal Nasional
Republik Indonesia:
http://www.indonesia.go.id/in/kementerian/kementerian/kementerian-pertanian/974pertanian/13893-produksi-beras-indonesia-bakal-terus-meningkat
Utami, D. W., Moeljopawiro, S., Aswidinnoor, H., Setiawan, A., & Hanarida, I. (2005). Gen
Pengendali Sifat Ketahanan Penyakit Blast (Pyricularia grisea Sacc.) pada Spesies
Padi Liar Oryza rufipogo Griff. dan Padi Budidaya IR64. AgroBiogen, 1-6.

SOLUSI KETAHANAN PANGAN INDONESIA: PADI DI LAHAN


MARGINAL

TUGAS ESSAY METODOLOGI PENELITIAN

OLEH:
RIZFI FARIZ PARI
P051140031/BTK

BIOTEKNOLOGI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

Anda mungkin juga menyukai