Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Republik Rakyat China atau biasa disebut Republik Rakyat Tiongkok
merupakan Negara yang memiliki wilayah Geografis terluas di wilayah Asia Pasifik.
Wilayah geografis yang luas juga dibarengi oleh Demografis yang sangat padat.
Sebagai salah satu pusat industry di Asia Pasifik, kemajuan ekonomi dan
industrialisasi Tiongkok pun juga tak luput dari berbagai masalah. Salah satu masalah
tersebut adalah permasalahan Ekologis cukup serius yang menimpa negara tersebut di
tahun 2014. Sebagai salah satu negara Industri dengan penduduk paling tinggi di Asia
Pasifik, Tiongkok dihadapkan pada masalah pencemaran udara yang akhir-akhir ini
membuat resah warga dan pemerintah Tiongkok.
Masalah pencemaran udara di Tiongkok sudah mencapai level sangat serius
karena bisa melumpuhkan Aktifitas Negara tersebut di berbagai bidang. Sejumlah
kota besar di Tiongkok diselimuti kabut polusi dengan tingkat yang cukup
membahayakan kesehatan sepanjang hari. Kabut ini menyelimuti banyak kota di
Tiongkok seperti, Beijing, Hebei, Henan, Shandong, Shanxi, dan Saanxi. Kabut Polusi
ini hampir melumpuhkan aktivitas sehari-hari warga Tiongkok karena jarak pandang
sangat terbatas. Di Beijing sendiri 111 perusahaan terpaksa menunda atau
menghentikan aktivitas operasinya akibat Kabut yang menyelimuti seluruh kota dan
mengakibatkan jarak pandang kurang dari 100 M. salah satu kota yang paling parah
mengalami kabut polusi ini Xiantai, yang menyisahkan jarak pandang hanya sekitar 2
M saja.
Pencemaran Udara ini, setidaknya telah menyebabkan 8562 kasus kematian
Prematur di 4 Kota Besar Tiongkok. Tidak hanya itu, Pencemaran Udara ini secara
1

langsung juga mengakibatkan kerugian di bidang ekonomi sebesar 6,8 Miliar Yuan
atau sekitar Rp.10,6 Triliun selama satu minggu Tiongkok mengalami Pencemaran
Udara.
Peralatan pembaca kadar PM 2,5 (partikel kecil di udara yang bisa dengan
mudah masuk ke dalam paru-paru yang dalam kasus tertentu bisa menimbulkan
kematian) menunjukkan angka 501 mikrogram per meter kubik. Padahal, Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan kadar PM 2,5 maksimal adalah 25. Hal tersebut
berarti bahwa kadar PM 2,5 di Tiongkok jauh diatas ambang batas normal yang
berarti sangat berbahaya bagi kesehatan. Kualitas udara yang semakin memburuk
sangat dikhawatirkan dapat merusak kesehatan bahkan keberlangsungan hidup warga
Tiongkok. Bahkan ironi pun muncul saat seorang milyader asal Tiongkok Chen
Guangbiao berinisiatif untuk menjual kaleng Udara segar yang ia kemas dari Udara
Alam pedalaman Tiongkok yang masih Asri. Hal ini tentu menjadi ironi jika
kemudian Udara bersih yang semestinya menjadi Hak Publik menjadi barang langkah
dan diperdagangkan.
Dalam menanggapi permasalahan lingkungan yang muncul, Tiongkok
terhitung telah melakukan tindakan-tindakan yang berkenaan dengan usaha-usaha
perlindungan lingkungan hidup, baik dalam tingkat domestik maupun internasional.
Pada tingkat domestik berdasarkan data tahun 2010, Tiongkok telah menggandakan
peningkatan kapasitas pembangkit listrik tenaga surya dan juga tenaga angin selama
enam tahun berturut-turut. Kemudian pada tahun 1998, Tiongkok mendirikan Kantor
Komite Koordinasi Nasional Perubahan Iklim untuk menangani koordinasi kegiatan
perubahan iklim. Komite tersebut merupakan badan lintas departemen yang
bertanggung jawab atas musyawarah dan koordinasi pada isu-isu kebijakan iklim
terkait dan kegiatan, dan negosiasi dengan pihak asing. Koordinasi juga dilakukan
oleh Komisi Nasional Pembangunan dan Reformasi Tiongkok (Tiongkoks National

Development and Reform Commission) yang menghasilkan kerangka Program


Nasional Perubahan Iklim (National Program for Climate Change/NPCC) pada tahun
2007.
Sementara itu, di tingkat internasional, Tiongkok sendiri sejak tahun 1970-an
telah mulai secara bertahap terlibat aktif dalam proses-proses negosiasi maupun
kesepakatan internasional dalam upaya penyelamatan lingkungan. Hal ini
dibuktikannya dengan telah bergabungnya Tiongkok kepada lebih dari 50 perjanjianperjanjian perlindungan lingkungan internasional, di antaranya United Nation
Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Protokol Montreal, Protokol
Kyoto, Convention on Biological Diversity, dan UN Convention to Combat
Desertification. Di dalam (UNFCCC) pertama tahun 1992 sendiri, Tiongkok
merupakan negara pertama yang meratifikasi UNFCCC. Sementara itu, dalam
Protokol Kyoto tahun 1997, Tiongkok juga merupakan salah satu negara yang
menandatanganinya pada tahun 1998 dan kemudian meratifikasinya pada tahun 2002.
Tiongkok masuk dalam kategori negara NonAnnex 1 berdasarkan kesepakatan dari
UNFCCC karena meskipun mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup besar,
namun masih banyak dari penduduk Tiongkok yang hidup dengan penghasilan
dibawah 1,25 dollar per hari sehingga di masukkan kedalam kategori negara
berkembang. Status Tiongkok sebagai negara berkembang ini kemudian menjadikan
usaha pengentasan kemiskinan di Tiongkok masih menjadi prioritas utama, dengan
solusi utama yang ditawarkan adalah semakin digiatkannya industrialisasi dengan
batu bara sebagai solusi utama masalah kebutuhan energi. Hal tersebut membuat
Tiongkok menjadi negara nomor 1 sebagai penghasil green house gasses (GHG)
terbesar dan diproyeksikan akan terus ada peningkatan jika tidak ada tindakan yang
akan berdampak buruk bagi keadaan alam di Tiongkok sendiri maupun belahan dunia
lain secara keseluruhan.
3

Dalam perjalanannya di berbagai perundingan dalam UNFCC, di satu sisi,


Tiongkok telah cukup banyak memberikan kontribusi. Sebagai negara berkembang
yang tidak memiliki batasan emisi mengikat dalam periode komitmen pertama (20082012) dari Protokol Kyoto, melakukan pelaporan mengenai proposal GHG tahunan
kepada conference of parties (COP) meskipun sebenarnya negara non-Annex 1 tidak
diharuskan melakukannya, Tiongkok menyampaikan proposal tersebut pada COP
Februari 2007. Tiongkok juga merupakan peserta aktif dalam Clean Development
Mechanism (CDM) yang didirikan berdasarkan Protokol Kyoto.
CDM merupakan kredit emisi hibah untuk pengurangan karbon di negara
berkembang, yang dapat digunakan oleh negara maju dalam memenuhi target
pengurangan emisi mereka. Hal ini memberikan pengurangan emisi dengan biaya
yang lebih rendah bagi negara maju dan menghasilkan investasi dalam pembangunan
bersih di negara berkembang. Antusiasme Tiongkok untuk berperan aktif dalam CDM
ini bahkan sudah ditunjukkan sejak tahun 2002, di mana struktur regulasi dan
kerangka implemetasi CDM telah siap untuk disetujui, di saat negara-negara seperti
Australia dan Rusia bahkan belum meratifikasi Protokol Kyoto.
Sejauh ini, Tiongkok merupakan sumber terbesar dari kredit CDM, terhitung
lebih dari 40% dari yang dihasilkan sampai saat ini. Selain itu, peran Tiongkok dalam
proses-proses bilateral maupun multilateral dalam usahausaha untuk menanggulangi
masalah lingkungan hidup ini juga banyak ditunjukkan, misalnya melalui Kemitraan
Asia-Pasifik untuk Pembangunan Bersih dan Iklim, Kemitraan Teknologi Iklim,
Strategi untuk Air Bersih dan Kerjasama Energi, Minyak AS-Tiongkok dan Forum
Gas Industri, Kemitraan Internasional untuk Ekonomi Hidrogen, International
Thermonuclear Experimental Reactor (ITER), dan sejumlah program tambahan
sebagian besar disponsori oleh pemerintah federal AS. Dalam perundingan di

UNFCCC, Tiongkok membangun aliansi bersama negara-negara berkembang lain,


G77 yang biasa disebut G77+Tiongkok. Kelompok G77 + Tiongkok ini menuntut
PBB dan negara-negara maju untuk menyusun sebuah skema penyelesaian masalah
lingkungan hidup yang disesuaikan dengan konteks pembangunan dan dalam basis
Common but Differentiated Resposibility yang akan dibahas lebih lanjut kemudian.
Hal tersebut dilakukan untuk menyelaraskan posisi negara-negara berkembang
sebelum dan selama negosiasi termasuk kewajiban dan tanggung jawab yang dimiliki
oleh masing-masing pihak dalam penyelesaian masalah lingkungan hidup ini.
Tiongkok yang menjadi salah satu kekuatan besar dalam perpolitikan dunia
mampu memperkuat posisi tawar menawar negara-negara berkembang yang termasuk
ke dalam kelompok ini, untuk membawa kepentingan-kepentingan dari negara
berkembang menjadi isu penting yang perlu dibahas dalam perundingan.
Selain itu, meskipun Tiongkok telah dikenal luas sebagai negara yang
menentang dengan keras adanya sebuah kerangka kerja sama yang bersifat legally
binding yang terlihat selama proses negosiasi UNFCCC selama ini, namun Tiongkok
mulai menyetujui dibentuknya sebuah perjanjian yang bersifat legally binding dalam
pengimplementasian pengurangan emisi karbon setelah tahun 2020. Hal tersebut
kemudian diwujudkan dalam pertemuan dan perundingan UNFCCC di Durban.
Pertemuan tersebut mendorong negara-negara seperti Tiongkok sendiri dan India yang
menjadi emmiter besar untuk berkomitmen mengurangi emisi dan juga Amerika
Serikat yang menolak meratifikasi Protokol Kyoto dapat melaksanakan tanggung
jawabnya untuk mengurangi gas karbon yang dihasilkannya.
Berbagai track record Tiongkok dalam mendukung dan berkomitmen untuk
mengurangi permasalahan dibidang Lingkungan memberikan gambaran bahwa
pemerintah Tiongkok sedikit banyak bersifat environmentalisme dan sadar bahwa

lingkungan merupakan factor penting selain politik dan ekonomi. Meskipun dalam
perjalanannya Tiongkok yang merupakan Negara berkembang acapkali menjadi
penyumbang kerusakan lingkungan terutama Pencemaran Udara terbesar, Negara
yang sedang berkembang pesat di bidang Ekonomi terutama industrinya ini tetap
berkomitmen menjaga lingkungan melalui berbagai konvensi dan kebijakan Negara
yang dibuat.
Berbagai Pihak pun dikambing hitamkan atas Pencemaran Udara yang terjadi
di Tiongkok ini. Antara lain, sector industry yang aktif membakar batu bara hingga
400 juta Ton pertahunnya dianggap menjadi penyumbang terbesar dalam krisis Udara
Bersih Tiongkok ini. Banyaknya kendaraan yang lalu lalang di jalanan Tiongkok
setiap Hari pun tidak luput menjadi pihak yang bertanggung jawab mengakibatkan
Krisis Udara Bersih di Tiongkok. Berbagai permasalahan yang kompleks semakin
menyudutkan pemerintah Tiongkok yang dianggap telah tutup mata terhadap
penyebab krisis udara bersih ini sehingga dapat terjadi.
Jika Pemerintah Tiongkok terus membiarkan hal ini terjadi, maka krisis Udara
dan Ekologi Tiongkok ini akan menjadi Bom waktu bagi Masyarakat, Ekonomi,
Industri dan bannyak Element terkait lainnya dari Republik Rakyat Tiongkok. Dalam
waktu yang lebih lama, Isu Lingkungan dan Stabilitas Ekologi ini akan menjadi
masalah yang semakin Rumit serta dapat mempengaruhi hubungan Tiongkok dengan
Negara Sekitarnya. Bahkan dalam Konteks Pencemaran yang Lebih Luas masalah ini
dapat mempengaruhi Iklim bahkan system Ekologi dunia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemerintah Tiongkok menanggulangi pencemaran Udara yang
terjadi di Tiongkok?
C. Kerangka Berfikir
1. Konsep Environmetalisme
Environmentalisme adalah gerakan sosial yang dimotori kaum yang peduli
terhadap lingkungan hidup. Gerakan ini berusaha dengan segala cara, tanpa
6

kekerasan, mulai dari aksi jalanan,lobi politik hingga pendidikan publik untuk
melindungi kekayaan alam dan ekosistem. Kaum environmentalis peduli pada isuisu pencemaran air dan udara, kepunahan spesies, gaya hidup rakus energi,
ancaman perubahan iklim dan rekayasa genetika pada produk-produk makanan.
(Matthew Paterson; 2001).
Dapat dikatakan, environmentalis menerima framework dari keberadaan
struktur politik, sosial, ekonomi, dan normatif dari politik dunia dan berusaha
menyelaraskan isu lingkungan didalamnya. Berbeda dengan green theory yang
menganggap struktur tersebut sebagai alasan utama krisis lingkungan dan
berpendapat bahwa struktur ini haruslah mendapat tantangan. Dalam hubungan
internasional posisi environmentalis tidaklah ada bedanya, mereka tetap menerima
adanya negara dan struktur politik yang ada, dan bahwa negara akan memberikan
perhatian yang serius terhadap isu lingkungan.
Sedangkan green theory cenderung skeptis terhadap negara, bahwa negara
akan memberikan respon seperti yang dikemukakan oleh environmentalis.
Lembaga lingkungan global sangat penting bagi keberlangsungan lingkungan di
Tiongkok terutama masalah Udara karena manusia tidak dapat terlepas dari udara
dalam kehidupan sehari- hari termasuk di Tiongkok, sehingga diperlukan peranan
yang berbasis lingkungan dan penyelamatan lingkungan di Tiongkok. Rakyat
melalui Media dan LSM pemerintah Tiongkok merealisasikan undang undang
mengenai lingkungan hidup dan masalah pencemaran udara secara efektif dan
menyelaraskan antara pembangunan dengan lingkungan karena selama ini
pemerintah Tiongkok lebih berfokus pada masalah politik, ekonomi dan keamanan
tidak berfokus pada masalah lingkungan karena masalah lingkungan masih di
anggap isu low politics oleh beberapa negara termasuk Tiongkok.
2. Konsep Non Governmental Organization ( NGO )

Istilah non-governmental organization digunakan sejak berdirinya PBB


pada tahun 1945, tepatnya pada pada Piagam PBB Pasal 71 Bab 10 tentang
peranan konsultatif non-governmental organization. Awalnya istilah ini digunakan
untuk

membedakan

antara

hak

partisipatif

badan-badan

pemerintah

(intergovernmental agencies) dan organisasi-organisasi swasta international


(international private organizations). (Niniek Suparni; 1994: 17) Defenisi
international NGO (INGO) pertama kali diberikan dalam resolusi 288 (X)
ECOSOC pada 27 Pebruari 1950: setiap organisasi internasional yang tidak
didirikan atas dasar sebuah perjanjian internasional. World Bank, mendefenisikan
NGO sebagaim organisasi swasta yang menjalankan kegiatan untuk meringankan
penderitaan,

mengentaskan

kemiskinan,

memelihara

lingkungan

hidup,

menyediakan layanan sosial dasar atau melakukan kegiatan pengembangan


masyarakat. Dalam sebuah dokumen penting World Bank, Working With NGOs,
disebutkan, Dalam konteks yang lebih luas, istilah NGO dapat diartikan sebagai
semua organisasi nirlaba (non-profit organization) yang tidak terkait dengan
pemerintahan. Dari sekian banyak peran yang dimainkan oleh NGOs, 6 hal
berikut ini merupakan yang penting:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Pengembangan dan pembangunan infrastruktur


Mendukung inovasi, uji coba dan proyek percontohan
Memfasilitasi komunikasi
Bantuan teknis dan pelatihan
Penelitian , monitoring, dan evaluasi
Advokasi untuk dan dengan masyarakat miskin

Penyelesaian masalah pencemaran udara di Tiongkok menjadi sebuah


keinginan masyarakat Tiongkok, sehingga diharapkan pemerintah Tiongkok dapat
memliki inisiatif dalam mengaplikasikan permasalahan tersebut pada ahli
lingkungan, bukan menyerahkan pada aspek ekonomi, karena pencemaran
lingkungan ini terjadi karena tidak terkendalinya pembangunan ekonomi dan
8

berbagai sector industry yang dikuasai NGO sehingga menyebabkan pencemaran


air di Tiongkok.

D. Hipotesa
Pencemaran Udara di Tiongkok yang dapat dikatakan sebagai Ancaman
Nasional karena telah mengganggu kesehatan masyarakat dan berbagai aktivitas
ekonomi di Tiongkok merupakan akibat dari kurangnya control Pemerintah dan
management resiko terhadap penyebab Pencemaran Udara ini.
Pemerintah yang hanya Fokus terhadap kestabilan Politik, Ekonomi, dan
Keamanan telah melupakan Lingkungan sehingga tidak dapat mengontrol dengan
baik pertumbuhan industry dan kerusakan lingkungan yang terjadi di Tiongkok.
Untuk menyelesaikan masalah ini, pemerintah Tiongkok harus menetapkan Undangundang dan berbagai kebijakan untuk mengontrol laju Industri yang bisa merusak
lingkungan. Kebijakan tersebut bisa saja berupa pembatasan, ataupun mengganti
komoditi industry yang bersifat merusak lingkungan dengan komoditi yang lebih
ramah lingkungan.
E. Batasan Penelitian
Penelitian ini memiliki batasan dimulai sejak tahun 2008 sampai dengan
berbagai kasus pencemaran Ekologi yang terjadi di Tiongkok sampai tahun 2014.
Namun tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan data yang Relevan dari
waktu sebelumnya untuk mendukung Penulisan studi ini.
F. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk kepentingan penulis, penelitian ini dapat digunakan sebagai
pendalaman lebih lanjut terhadap ilmu pengetahuan umumnya, dan ilmu
hubungan internasional pada khususnya yang selama ini diperoleh penulis
selama proses perkuliahan.
2. Penelitian ini dimaksudkan

untuk

membuktikan

hipotesa

yang

dikemukakan dan menjawab permasalahan yang ada.


9

3. Penuelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan penulis dalam


memperoleh gelar sarjana ilmu social dan politik.
4. Untuk mengetahui kebijakan yang diambil oleh pemerintah Tiongkok
dalam rangka menangani kasus pencemaran Udara di Negarannya.
G. Manfaat Penelitian
Dengan disusunnya makalah ini, Penulis mengharapkan hasil dari analisis ini
menjadi bermanfaat secara akademis dan ilmiah bagi penulis dan pembaca yang lain
dan mampu menjadi bahan bacaan yang menambah Khazanah ilmu pengetahuan
dalam mengkaji berbagai persoalan terutama yang berhubungan dengan study
hubungan internasional.
H. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini bersifat deskriptif, teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah studi kepustakaan yaitu menggunakan data sekunder yang berasal dari buku
iteratorr, laporan hasil penelitian, jurnal, majalah, surat kabar, dokumen dan data yang
berasal dari internet untuk mendukung jalannya penelitian

I. Sistematika Penulisan
Secara Garis besar sistematika penulisan pada tulisan ini akan menjadi sebagai
berikut:
BAB I
Dalam BAB ini penulis memaparkan latar belakang masalah yang terjadi
terkait pencemaran udara yang terjadi di Tiongkok. Akan dijelaskan juga kronologi
singkat yang menyebabkan permasalahan lingkungan di Tiongkok kemudian muncul
dan menjadi masalah yang sangat kompleks. Selain itu di BAB I (PENDAHULUAN)
ini penulis juga memaparkan apa yang menjadi masalah, dan apa yang menjadi tujuan
serta manfaat penulis menyusun makalah ini. Yang terakhir penulis juga meletakkan
hipotesa di bagian pendahuluan ini.
BAB II

10

Dalam BAB ini penulis akan memaparkan berbagai permasalahan lingkungan


yang dihadapi Oleh Pemerintahan Tiongkok, Khususnya Permasalahan Udara
BAB III
Dalam BAB ini penulis membahas bagaimana posisi Tiongkok dalam isu
Lingkungan dan berbagai perjanjian lingkungan yang telah diratifikasi oleh Tiongkok.
BAB IV
Dalam BAB ini Penulis akan memaparkan Kebijakan dan Keputusan yang
diambil oleh Pemerintah Tiongkok dalam rangka menghadapi masalah Krisis
Lingkungan yang Terjadi di Tiongkok.
J. Referensi
Anonim, Regional Financial Cooperation. Diakses pada 4 Juni 2014
Fukuyama, Francis. Re-Envisioning Asia, Foreign Affairs. 2005
Malik, Mohan, China And The East Asian Summit: More Discord Than Accord, AsiaPasific Center for Security Studies. 2006
Mohtar,Masoed. 1994, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi,
Jakarta, PT Pustaka LP3ES Indonesia.
Shrik, Susan L. Chinas Multilateral Diplomacy in The Asia-Pasific. Diakses dari
U.S.-China Economic and Security Review Cimmision
Stubbs, Richard, ASEAN Plus Three: Emerging East Asian Regionalism?. 2002
Weiguo Lu, Reforms of Chinas Trade Policy.1995
Anonim.2010.Teori-Teori Hubungan internasional (online), ( http://julianmuhammad-hasan.blogspot.com/2011/11/teori-teori-hubunganinternasional.html, diakses 15 April 2015).

11

Anonim. Greenpeace Telah Temukan Hormon Pencemaran Lingkungan, terdapat di (online)


http://www.metrogaya.com/home/greenpeace-temukan diakses pada 15 April 2015

Anonim. Gara-gara polisi property Tiongkok jadi tak berharga


http://bisnis.liputan6.com/read/789889/gara-gara-polusi-properti-Tiongkok-jaditak-berharga diakses pada 15 april 2015.
Anonym. Tiongkok berjuang keras atasi polusi
http://health.kompas.com/read/2013/03/14/02512247/Tiongkok.Berjuang.Keras.
Atasi.Polusi. Diakses pada 15 april 2015
Anonim. Kualitas udara terburuk sepanjang sejarah.
http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/01/14/mglhc9kualitas-udara-beijing-terburuk-sepanjang-sejarah. Diakses pada 15 april 2015.
Anonim. Cegah polusi udara Tiongkok buat stasiun udara segar.
http://metropolitan.pelitaonline.com/news/2014/04/09/cegah-polusi-udaraTiongkok-buat-stasiun-kantong-udara-segar#.U1Ygp5Gebj8. Diakses pada 15
april 2015
Anonim. Polusi gas buang di Tiongkok memaksa kebijakan pembatasan penjualan
mobil. http://www.strategydesk.co.id/2014/01/polusi-gas-buang-di-Tiongkokmemaksa-pemberlakukan-kebijakan-pembatasan-penjualan-mobil/ diakses pada
15 april 2015
http://www.mobilkomersial.com/atasi-polusi-Tiongkok-berikan-insentif-baru-untukmobil-listrik/
http://nasional.sindonews.com/read/2013/02/21/35/720275/Tiongkok-paksa-2-000perusahaan-ikut-asuransi-polusi
http://businesslounge.co/2013/12/28/pemerintah-Tiongkok-targetkan-kurangi-polusidalam-lima-tahun/
12

13

Anda mungkin juga menyukai