Anda di halaman 1dari 63

AKTIFITAS KOMBINASI EKSTRAK TANAMAN LANDEP DENGAN CABAI MERAH

UNTUK PENYAKIT REMATIK

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 TANAMAN LANDEP


2.1.1 Taksonomi Tanaman Landep
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Solanales
Suku
: Acanthaceae
Marga
: Barleria
Jenis
: Barleria prionities L.
2.1.2

Ekologi Penyebaran Tanaman Landep


Tumbuhan ini berasal dari Asia tropik dan Afrika Selatan. Di Indonesia tanaman
landep biasa ditemukan tumbuh liar atau ditanam untuk pagar. Tanaman itu tumbuh di
dataran rendah sampai ketinggian 400 m di atas permukaan laut. Tanaman landep
merupakan tumbuhan perdu yang bertinggi 1,5 2 m. Perbanyakan tanaman
menggunakan benih atau setek batang. Seperti tanaman lain, landep hanya membutuhkan
penyiraman cukup. Dan jika lebih baik lagi dengan cara menjaga kelembapan tanah serta
diberi pupuk dasar terlebih dahulu. Tanaman landep lebih menyukai tempat teduh serta
terbuka.

2.1.3

Nama Lain Tanaman Landep


Dalam bahasa Sunda bernama Jarong, kembang landep, dalam bahasa Jawa tetap
bernaa Landep, Bunga landak dalam bahasa Sumatera, landhep menurut orang Madura,
Katshare'ya menurut orang India, kurantak menurut orang Pakistan, dan Percufine flower
dalam bahasa Inggris.

2.1.4 Morfologi Tanaman Landep


2.1.4.1 Akar
Tanaman landep memiliki akar tunggang berbentuk bulat dan berwarna coklat kotor.

2.1.4.2 Batang
Habitus semak bertinggi 1,5 m ini memiliki batang berkayu segiempat dan berwarna
hijau, berbuku- buku, berambut, dan berduri kuat yang terdapat pada ketiak-ketiak
daun.
2.1.4.3 Daun
Daun tunggal, daun muda berambut, letak berhadapan, panjang tangkai daun 4 - 8
mm. Helai daun jorong sampai lanset atau bundar telur memanjang, ujung dan
pangkal meruncing menyempit sepanjang tangkai, tepi rata agak berombak, panjang
2 - 18 cm, lebar 2 - 6,5 cm, pertulangan menyirip dan warnanya hijau.

2.1.4.4 Bunga
Bunga tunggal, berhadapan, di ketiak daun, daun berbagi dua, panjang 1-2 cm,
kelopak 1,5 cm, benang sari dua, tangkai putik bentuk jarum, mahkota bertajuk
lima, bentuk elips memanjang, kuning.

2.1.4.5 Buah
Buah berbentuk kotak, bulat telur, pipih, ujung agak lancip, keras, hijau.
2.1.4.6 Biji
Biji berbentuk bulat telur, pipih, mengkilat seperti beludru, coklat.
2.1.5

Manfaat Tanaman Landep


Tanaman Landep ini memiliki banyak manfaat, khususnya untuk pengobatan berbagai
macam penyakit. Bagian tanaman yang paling banyak digunakan adalah daun dan akar
tanaman.
Daun berguna untuk pengobatan:
- rematik,
- sakit pinggang,
- demam,
- sakit perut,
- perut busung air,
- kencing kurang lancar,
- kudis,
- gusi nyeri, dan
- beser mani (spermatorea).
Akar berguna untuk mengatasi cacingan, untuk kurap dan panu serta menghilangkan
luka.

2.1.6

Kandungan Kimia Tanaman Landep


Diungkapkan oleh ahli farmasi RS Kariadi Semarang, Alkhamudi SSI, daun
landep mengandung saponin, flavonoida, tanin, garam kalium, dan silikat. Akarnya
mengandung saponin, flavonoida, dan polifenol. Karena kandungan itulah, barangkali

orang-orang farmasi banyak menggunakan kedua bagian dari tumbuhan landep seperti
daun dan akar sebagai bahan baku obat tradisional dan modern.
Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian :
1. Rebusan daun landep dan daun kumis kucing yang diberikan pada tikus putih
menunjukkan kenaikan pengeluaran air kencing secara bermakna. Antara rebusan
daun landep konsenttasi 20%, 40%, dan rebusan daun kumis kucing konsentrasi 10%,
40% tidak menunjukkan perbedaan bermakna (Trifena Fenny Gowinda, Fak. Farmasi
Univ. Widya Mandala, 1992).
2. Lebih tinggi konsentrasi infus daun landep terhadap kelarutan batu ginjal kalsium dan
kalium secara in vitro, bahan yang terlarut semakin banyak, kecuali kalsium,
konsentrasi tertinggi 7,5% (Sudarmono, Fak. Farmasi UGM, 1990).

2.2 TANAMAN CABAI MERAH


2.2.1

Taksonomi Tanaman Cabai Merah


Klasifikasi Tanaman Cabai Merah
Kingdom
: Plantae (tumbuhan)
Sub kingdom
: Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi
: Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
: Asteridae
Ordo
: Solanales
Family
: Solanaceae (suku terung-terungan)
Genus
: Capsicum
Spesies
: Capsicum annum L

2.2.2 Ekologi Penyebaran Tanaman Cabai Merah


Tanaman cabai (hot pepper) berasal dari daratan Amerika Selatan dan Amerika
Tengah. Tanaman tumbuh kira-kira sejak 2500 tahun sebelum Masehi. Masyarakat yang
pertama kali memanfaatkan dan mengembangkan cabai adalah orang Inca di Amerika
Selatan, orang Maya di Amerika Tengah, dan orang Aztek di Meksiko. Mereka
memanfaatkan cabai sebagai bumbu masakan. Christopher Colombus yang mendarat di
pantai San Salvador pada tanggal 12 Oktober 1492 menemukan penduduk setempat
banyak yang menggunakan buah merah menyala berasa pedas sebagai bumbu masakan.
Kemudian Columbus membawa cabai dari benua Amerika ke Spanyol untuk

dipersembahkan kepada Ratu Isabella sebagai hasil temuannya di benua Amerika. Pada
tahun 1500-an, bangsa Portugis mulai memperdagangkan cabai ke Makao dan Goa,
kemudian masuk ke India, Cina, dan Thailand. Sekitar tahun 1513 kerajaan Turki
menduduki wilayah Portugis di Hormuz, teluk Persia. Saat Turki menduduki Hungaria,
cabai pun dibudidayakan di Hungaria.
Hingga sekarang belum ada data yang pasti mengenai kapan tanaman ini dibawa
masuk ke Indonesia. Menurut dugaan, kemungkinan komoditas cabe dibawa oleh
saudagar saudagar dari Persia ketika singgah di Aceh. Sumber lain menyebutkan bahwa
cabai masuk ke Indonesia dibawa oleh bangsa Portugis.
2.2.3 Nama Lain/Nama Lokal
Cabai dalam bahasa Inggris adalah Chili Pepper, dalam bahasa Piliphina disebut Siling
Haba, dan dalam bahasa China disebut la jiao. Cabai dikenal sebagai cabai solak dalam
bahasa Madura dan cabia dalam bahasa Sulawesi. Sedangkan oleh orang Jawa biasa
menyebut cabai sebagai Lombok. Orang Manggarai biasa menyebut cabai sebagai
nggurus.
2.2.4

Morfologi Tanaman Cabai


Cabai termasuk tanaman semusim (annual) yang berbentuk perdu, tumbuh tegak dengan
batang berkayu dan bercabang banyak. Tinggi tanaman dewasa antara 65170 cm dan
lebar tajuk 50100 cm.
2.2.4.1 Akar
Tanaman cabai memiliki perakaran yang cukup rumit dan hanya terdiri dari akar
serabut saja. Biasanya di akar terdapat bintil-bintil yang merupakan hasil simbiosis
dengan beberapa mikroorganisme. Meskipun tidak memiliki akar tunggang, namun
ada beberapa akar tumbuh ke arah bawah yang berfungsi sebagai akar tunggang
semu.

2.2.4.2 Batang

Tanaman cabai merupakan tanaman perdu dengan batang tidak berkayu. Biasanya,
batang akan tumbuh sampai ketinggian tertentu, kemudian membentuk banyak
percabangan. Untuk jenis-jenis cabai rawit, panjang batang biasanya tidak melebihi
100 cm. Namun untuk jenis cabai besar, panjang batang (ketinggian) dapat mencapai
2 meter bahkan lebih. Batang tanaman cabai berwarna hijau, hijau tua, atau hijau
muda. Pada batang-batang yang telah tua (biasanya batang paling bawah), akan
muncul wama coklat seperti kayu. Ini merupakan kayu semu, yang diperoleh dari
pengerasan jaringan parenkim.
2.2.4.3 Daun
Daun tanaman cabai bervariasi menurut spesies dan varietasnya. Ada daun yang
berbentuk oval, lonjong, bahkan ada yang Ian- set. Warna permukaan daun bagian
atas biasanya hijau muda, hijau, hijau tua, bahkan hijau kebiruan. Sedangkan
permukaan daun pada bagian bawah umumnya berwarna hijau muda, hijau pucat atau
hijau. Permukaan daun cabai ada yang halus adapula yang berkerut-kerut. Ukuran
panjang daun cabai antara 3 11 cm, dengan lebar antara 1 5 cm.

2.2.4.4 Bunga
Bunga tanaman cabai juga bervariasi, namun memiliki bentuk yang sama, yaitu
berbentuk bintang. Ini menunjukkan tanaman cabai termasuk dalam sub kelas
Ateridae (berbunga bintang). Bunga biasanya tumbuh pada ketiak daun, dalam
keadaan tunggal atau bergerombol dalam tandan. Dalam satu tandan biasanya
terdapat 2 3 bunga saja. Mahkota bunga tanaman cabai warnanya bermacammacam, ada yang putih, putih kehijauan, dan ungu. Diameter bunga antara 5 20
mm. Bunga tanaman cabai merupakan bunga sempuma, artinya dalam satu tanaman
terdapat bunga jantan dan bunga betina. Pemasakan bunga jantan dan bunga betina
dalam waktu yang sama (atau hampir sama), sehingga tanaman dapat melakukan
penyerbukan sendiri. Namun untuk mendapatkan hasil buah yang lebih baik,

penyerbukan silang lebih diutamakan. Karena itu, tanaman cabai yang ditanam di
lahan dalam jumlah yang banyak, hasilnya lebih baik dibandingkan tanaman cabai
yang ditanam sendirian. Pernyerbukan tanaman cabai biasanya dibantu angin atau
lebah. Kecepatan angin yang dibutuhkan untuk penyerbukan antara 10 20 km/jam
(angin sepoi-sepoi). Angin yang ter lalu kencang justru akan merusak tanaman.
Sedangkan penyerbukan yang dibantu oleh lebah dilakukan saat lebah tertarik
mendekati bunga tanaman cabai yang menarik penampilannya dan terdapat madu di
dalamnya.
2.2.4.5 Buah dan Biji
Buah cabai merupakan bagian tanaman cabai yang paling banyak dikenal dan
memiliki banyak variasi. Buah cabai terbagi dalam 11 tipe bentuk, yaitu serrano,
cubanelle, cayenne, pimento, anaheim chile, cherry, jalapeno, elongate bell, ancho,
banana, dan blocky bell. Hanya ada 10 tipe bentuk buah cabai, di mana tipe elongate
bell dan blocky bell dianggap sama.

2.2.5

Manfaat Tanaman Cabai Merah


Buah cabai jamu memiliki khasiat sebagai obat sakit perut, masuk angin, beri-beri,
rematik, tekanan darah rendah, kolera, influenzaTracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
sakit

kepala,

lemah

syahwat,

bronkitis,

dan

sesak

napas.

di Negara India, cabai telah diasukan ke dalam obat-obatan ayurvedik, dan digunakan
sebagai tonik untuk menangkal berbagai penyakit.
Rasanya yang pedas dan tajam aromatis sehingga cabe jamu banyak dibutuhkan sebagai
bahan pembuatan jamu tradisional dan obat pil/kapsul modern serta bahan campuran
minuman. Rasa pedas itu berasal dari senyawa piperin, dengan kandungan sekitar 4,6
persen.
Selain itu, terdapat kandungan zat Capsaicin dan Lasparaginase yang berfungsi
mengendalikan penyakit kanker. Kandungan vitamin C yang cukup tinggi pada cabai

dapat memenuhi kebutuhan harian setiap orang, namun harus dikonsumsi secukupnya
untuk menghindari nyeri lambung.
Cabai juga mengandung banyak senyawa yang berguna bagi kesehatan manusia. Cabai
mengandung antioksidan yang berfungsi untuk menjaga tubuh dari serangan radikal
bebas. Kandungan terbesar antioksidan ini adalah terdapat pada cabai hijau.
Beberapa manfaat cabai di antaranya adalah:
1. Penghilang Rasa Sakit
Cabai merangsang pelepasan endorphin yang menimbulkan efek menghilangkan rasa
sakit. Karena itu cabai dapat mengurangi rasa sakit akibat herpes, rematik, diabetes
dan kejang otot di bahu.
2. Membantu Melegakan Pernapasan
Rasa pedas dan panas pada cabai bias merangsang sekresi (cairan dalam saluran
pernapasan) untuk membersihkan hidung yang tersumbat dan sinus. Konsumsi cabai
merah akan membersihkan lendir dari hidung dan paru-paru.
3. Baik Untuk Kesehatan Jantung
Cabai merah terbukti mampu menurunkan trigliserida dan kadar kolesterol jahat
dalam darah. Selain itu, cabai akan meningkatkan kemampuan tubuh untuk
melarutkan fibrin, yaitu zat esensial untuk pembentukan pembekuan darah. Sehingga
system peredaran darah dan jantung menjadi lebih sehat.
4. Menjaga Berat Badan
Rasa panas di tubuh kita saat makan cabai merah adalah satu bukti bahwa cabai
merah memiliki efek termogenik atau memproduksi panas dalam tubuh, sebuah efek
yang sama dengan olahraga. Selain itu cabai merah juga membantu mempercapat
proses pencernaan dan metabolism tubuh.
5. Meningkatkan Kekebalan Tubuh
Kandungan vitamin C pada cabai berfungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
Selain itu perpaduan vitamin A, B dan C pada cabai merah akan membantu
melindungi tubuh dari serangan berbagai serangan penyakit. Misalnya saja flu, batuk
dan pilek. Vitamin A bias menangkal infeksi misalnya saja pada saluran hidung, paruparu, saluran kandung kemih, dan saluran kandung kemih.
6. Melawan Radang
Kandungan zat Capsaisin pada cabai merah diketahui mampu menghambat
neuropeptida yang bertanggung jawab pada proses peradangan. Salep atau krim yang
mengandung kapsaisin juga banyak digunakan untuk mengobati nyeri rematik atau
nyeri sendi.
7. Mencegah Kanker

Selain ampuh melawan radang, kapsaisin pada cabai juga bias mencegah penyebaran
sel-sel kanker prostat, demikian hasil penelitian yang dilakukan oleh Cancer Research
yang dilansir whfoods. Akan tetapi satu hal yang harus diwaspadai adalah bahwa
terlalu banyak mengonsumsi cabai justru bias menaikan resiko kanker perut, jadi
perlu berhati-hati.

2.2.6

Kandungan Kimia Tanaman Cabai


Cabai mengandung vitamin A, B, C dan E, serta mengandung mineral seperti
molybdenum, mangan, folat, kalium, thiamin, dan tembaga. Cabai berisi tujuh kali lebih
banyak vitamin C dibandingkan dengan jeruk. Cabai juga mengandung senyawa alkaloid,
capcaisin, yaitu yang memberikan rasa pedas yang kuat. Penelitian awal laboratorium
pada hewan percobaan menunjukan bahwa capcaisin memiliki anti bakteri, anti
karsinogenik, memiliki sifat analgesic dan anti-diabetes. Cabai merah dan hijau yang
segar adalah sumber yang kaya vitamin C yang merupakan antioksidan yang ampuh dan
larut dalam air. Ini dibutuhkan untuk pembentukan kolagen dalam tubuh. Kolagen adalah
protein structural utama dalam tubuh yang diperlukan untuk menjaga integritas pembuluh
darah, kulit, organ, dan tulang. Cabai juga mengandung antioksidan lain, seperti vitamin
A dan flavonoid seperti -karoten, -karoten, lutein, zea-xantin, dan cryptoxantin.
Kandungan tertinggi vitamin dan mineral dala 100 gr cabai:
240% vitamin C (asam askorbat)
39% vitamin B-6 (pirydoxine)
32% vitamin A
13% besi
14% tembaga
7% kalium
Non kolesterol

2.3 SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DAN IDENTIFIKASI / ANALISIS


Dalam tanaman landep, daunnya mengandung saponin, flavonoida, tanin, garam kalium, dan
silikat. Akarnya mengandung saponin, flavonoida, dan polifenol. Sedangkan dalam tanaman
cabai merah terdapat antioksidan seperti vitamin C dan flavonoid seperti -karoten, karoten, lutein, zea-xantin, dan cryptoxantin. Cabai juga mengandung senyawa alkaloid,
capcaisin. Selain itu cabai juga mengandung vitamin A, B dan E.

2.3.1

Fenol
Senyawa fenol merupakan senyawa kimia yang berasal dari tumbuhan yang
mempunyai cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil. Dalam keadaan
murni, senyawa fenol merupakan zat padat tanpa warna, tetapi biasanya teroksidasi dan
berwarna gelap jika kena udara.

Gambar Struktur Fenol


Kelompok senyawa fenol dalam air bertambah jika gugus hidroksil makin
banyak, tetapi kelarutannya tinggi dalam pelarut organik yang bersifat polar.
Tingkat kelarutan fenol dalam air kecil, mudah larut dalam natrium hidroksida
encer, tetapi dalam suasana basa laju oksidasinya meningkat. Golongan senyawa
fenol yang berpotensi sebagai senyawa antioksidan alami adalah beberapa
polifenol antara lain: asam elagat, asam klorogenat, asam kafeat, dan asam tanat
(Sidik, 1997) seperti pada gambar 2.5.

Gambar Struktur Beberapa Senyawa Turunan Fenol Yang Memiliki Aktivitas


Antioksidan
2.3.2 Flavonoid
2.3.2.1 Sumber dan Klasifikasi Flavonoid

Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang ditemukan di alam.


Senyawa-senyawa ini merupakan zat berwarna merah, ungu dan biru, dan sebagian zat
warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh tumbuhan.
Istilah flavonoid yang diberikan pada senyawa-senyawa fenol, berasal dari kata
flavon, yakni nama dari salah satu jenis flavonoid yang terbanyak jumlahnya dan juga
lazim ditemukan. Senyawa-senyawa flavonoid terdiri atas beberapa jenis, bergantung
pada tingkat oksidasi dari rantai propana sistem 1,3 diaril propana.
Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon.
Struktur dasar flavonoid sebagai berikut :

Gambar Struktur Dasar Flavonoid


(Robinson, 1991: 191)
Flavonoid terdiri dari dua cincin benzena (C 6) terikat pada suatu rantai propana
(C3), sehingga membentuk suatu susunan C6 C3 C6. Senyawa-senyawa flavonoid
terdapat dalam suatu bagian tumbuhan tinggi, seperti bunga, daun, ranting, buah, kayu,
kulit kayu, biji dan akar. Senyawa flavonoid tertentu sering kali terkonsentrasi dalam
suatu jaringan tertentu. Contohnya antosianidin merupakan zat warna bunga, buah dan
daun. Sedikit saja catatan adanya flavonoid pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau
berang-berang,

propolis (sekresi lebah), dan didalam sayap kupu-kupu. Flavonoid

tersebut berasal dari tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak
dibiosintesis di dalam tubuh hewan (Harborne, 1987:10).

O
HO

Flavon

Flavonol

O
Isoflavon

Gambar Beberapa jenis flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan


2.3.2.2 Sifat Fisika dan Sifat Kimia Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia senyawa fenol
yaitu agak asam dan dapat larut dalam basa, dan karena merupakan senyawa polihidroksi
(gugus hidroksil) maka juga bersifat polar sehingga dapat larut dalan pelarut polar seperti
metanol, etanol, aseton, air, butanol, dimetil sulfoksida, dimetil formamida. Di samping
itu dengan adanya gugus glikosida yang terikat pada gugus flavonoid sehingga cenderung
menyebabkan flavonoid mudah larut dalam air. Senyawa-senyawa ini merupakan zat
warna merah, ungu, biru, dan sebagai zat berwarna kuning yang ditemukan dalam
tumbuh-tumbuhan. Perkembangan pengetahuan menunjukkan bahwa flavonoid termasuk
salah satu kelompok senyawa aromatik yang termasuk polifenol dan mengandung
antioksidan.
Flavonoid merupakan senyawa polar, sehingga flavonoid juga dapat melarutkan
senyawa

lain

yang

bersifat

polar

seperti

etanol,

metanol,

butanol,

aseton,

dimetilsulfoksida, air dan lain-lain. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti
isoflavon, flavanon, serta flavonol cenderung lebih larut dalam pelarut seperti eter dan
kloroform (Markham, 1988:15).

2.3.2.3 Manfaat Flavonoid


Untuk tumbuhan digunakan untuk pengaturan tumbuh,pengaturan fotosintesis.
Untuk kerja antimikroba dan antivirus. Flavonoid dapat bekerja sebagai inhibitor
pernapasan.
Efek dari flavonoid terhadap macam-macam organisme banyak macamnya dan
dapat dijelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid banyak digunakan
dalam pengobatan tradisional. Beberapa flavonoid dapat menghambat fosfodiesterase,
aldoreduktase, protein kinase dan DNA polimerase. Aktivitas antioksidan flavonoid
menjelaskan flavonoid merupakan komponen aktif tumbuhan yang dapat mengobati
gangguan fungsi hati, antihipertensi, antimutagen, menurunkan agregasi keping darah
(lempengelet) sehinnga dapat mengurangi pembekuan darah dan dapat menghambat
pendarahan (Robinson, 1991:191-192).
2.3.2.4 Identifikasi Flavonoid
Pada pengujian kelompok senyawa flavonoid dilakukan dengan uji Shinoda test
atau metode Wilstater sianidin yakni menggunakan beberapa potongan pita Mg ditambah
HCl 37%. Hasil positif ekstrak mengandung kelompok senyawa flavonoid ditandai
dengan menghasilkan perubahan warna menjadi warna merah, kuning atau orange
(httplib.uin-Malang.ac.idthesischapter_iv04530006-Fatima.ps.pdf). Reaksi kimia uji
flavonoid sebagai berikut :

Reaksi HCl dalam air :


HCl(l)
H+(l) +
Cl-(l)
Reaksi pita magnesium dengan HCl :
Mg(s) + 2H+(l)
Mg2+(l) + H2(g)
Reaksi flavonoid dengan reagen Wilstater Sianidin sebagai berikut

C15H12O5(aq) + Mg(aq)2+
C15H9MgO5+(aq)
Pengujian shinoda test ketika HCl dan Mg direaksikan dengan kelompok senyawa
flavonoid menghasilkan warna merah, orange atau kuning ketika kelompok
senyawa flavonoid akan berikatan dengan Mg.
2.3.3 Alkaloid
2.3.3.1 Sumber dan Klasifikasi Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa organik yang banyak terdapat dalam tumbuhan,
bersifat basa, yang struktur kimianya mempunyai sistem lingkar heterosiklik dengan
nitrogen sebagai heteroatomnya dan secara khas memiliki beberapa racun, stimulan,
memiliki efek penghilang rasa sakit (Robinson, 1991:47). Senyawa organik bahan alam
ini tidak mempunyai tata nama yang sistematik. Tata nama senyawa alkaloida dinyatakan
dengan nama trivial berakhiran ina (sama seperti karbohidrat dengan akhiran osa),
misalnya morfina, kuinina, atrpina. Sampai saat ini alkaloida telah diklasifikasikan atas
beberapa cara.
Senyawa alkaloid dapat ditemukan pada biji, akar, dan kulit batang tumbuhan dengan
cara mengisolasi ekstraknya dengan larutan asam atau dengan alcohol, Senyawa alkaloid
merupakan senyawa metabolit sekunder dalam bahan alam (Harborne, 1987: 234;
Robinson, 1995:161, 281; Achmad, 1986:47)
Semua alkaloid mengandung paling sedikit sebuah atom nitrogen yang biasanya bersifat
basa dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin
heterosiklik. Atom nitrogen alkaloid selalu berada dalam bentuk gugus amin (-NR 2) atau
gugus amida (-CO-NR2 ) dan tidak pernah dalam gugus nitro (-NO2) dan gugus diazo (N=N-) (Achamd, 1986: 49)
Cara untuk mengklasifikasikan alkaloid didasarkan pada jenis cincin heterosiklik
nitrogen yang merupakan bagian dari struktur molekul. Menurut klasifikasi tersebut,

alkaloid dapat dibedakan atas beberapa jenis, seperti alkaloid pirolidin, alkaloid piperidin,
alkaloid isokuinolin, alkaloid indol, alkaloid kuinolin dan sebagainya. Berikut merupakan
contoh gambar struktur dari kelompok senyawa alkaloid :
H
N

H
N
N
N

Pirolidin

Piperidin

Isokuinolin

Kuinolin

Indol

N
H

Gambar Struktur kelompok senyawa alkaloid

2.3.3.2 Sifat Fisika dan Sifat Kimia Alkaloid


Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang paling banyak ditemukan
di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloid ditemukan pada tumbuhan yang tersebar luas
di alam. Semua alkaloid mengandung paling sedikit sebuah atom Nitrogen, biasanya
bersifat basa dan dalam sebagian besarnya atom nitrogen merupakan bagian dari cincin
heterosiklik, sehingga kelompok senyawa alkaloid sebagian besar bersifat basa.
Alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks, spesies
aromatik Kebanyakan berwarna contoh berberin berwarna kuning dan betanin berwarna
merah. Pada umumnya basa bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, meskipun
beberapa pseudo dan protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid quartener sangat larut
dalam air.
Kebanyakan alkaloid bersifat basa, sifat tergantung pada adanya pasangan
elektron pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat

melepaskan elektron, sebagai gugus alkil maka ketersediaan elektron pada nitrogen naik
dan senyawa bersifat basa.
Pada temperatur kamar, kebanyakan alkaloid berupa padatan, beberapa
diantaranya berupa cairan namun tidak banyak jumlahnya. Kebanyakan alkaloid adalah
amina tersier dan memiliki satu atau lebih atom karbon asimetris sehingga dalam larutan
dapat menunjukan kerja optis. Garam-garam alkaloida banyak digunakan sebagai obat
(Sumardjo, 2004: 438).

Gambar 2.6 Struktur Dasar Alkaloid


(Achmad, 1986: 48)
Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan, seperti biji, daun,
ranting dan kulit kayu. Sering kali kadar alkaloid dalam jaringan tumbuhan kurang dari
1%, akan tetapi kulit kayu dari tumbuhan tahunan kadang-kadang mengandung 10-15%
alkaloid (Achmad, 1986:47). Hampir seluruh alkaloid yang ditemukan di alam
mempunyai keaktifan fisiologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang
sangat berguna dalam pengobatan.
Alkaloid, seperti golongan senyawa organik bahan alam lainnya, tidak
mempunyai tatanama sistematik. Oleh karena itu, suatu alkaloid dinyatakan dengan nama
trivial, misalnya kuinin, morfin, dan striknin. Hampir semua nama trivial ini diberi
akhiran in yang mencirikan alkaloid.
2.3.3.3 Manfaat Alkaloid
Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam urat
dalam hewan. Alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan parasit atau pemangsa
tumbuhan. Alkaloid sebagai pengatur tumbuh karena dari segi struktur, beberapa alkaloid
merangsang perkecambahan (Robinson,1995 : 281).

2.3.3.4 Identifikasi Alkaloid


1) Reagen Meyer
Pada pembuatan reagen meyer digunakan KI dan HgCl2, dilarutkan dalam
aquades. Hasil menunjukkan positif mengandung kelompok senyawa alkaloid apabila
terdapat endapan putih dalam suasana sedikit asam (Mulyono 2005 : 71). Reaksi kimia
reagen meyer sebagai berikut :
4 KI(aq) + HgCl2(aq)
K2HgI4(aq)

2K

+
(s)

K2[HgI4](aq)
+ HgI4-2(s)

2KCl(s)

Ketika reagen Meyer bereaksi dengan kelompok senyawa alkaloid Hg yang


memiliki nomor atom yang paling besar dibandingkan dengan K, I dan Cl, akan
berikatan dengan kelompok senyawa alkaloid menghasilkan endapan putih.
2) Reagen Wagner
Pada pembuatan reagen Wagner digunakan KI dan I2 dilarutkan dalam aquades.
Hasil menunjukkan positif mengandung kelompok senyawa alkaloid apabila terjadi
perubahan warna menjadi warna coklat (httpsi.uns.ac.idprofiluploadpublikasijurnalbio_
farmasi_ pdf). Reaksi kimia reagen wagner sebagai berikut :
I2(aq) + I-(aq) I3- (aq)
KI(s) + I2(s) K+(aq) + I3-(aq)
Reagen Wagner ketika bereaksi dengan kelompok senyawa alkaloid akan
bereaksi dengan iodium yang memiliki nomor atom yang lebih besar dibandingkan
dengan kalium menghasilkan warna coklat.
2.3.4

Saponin

2.3.4.1 Sumber dan Klasifikasi Saponin


Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang menyerupai sabun
(bahasa latin sapo berarti sabun). Saponin adalah senyawa aktif permukaan kuat yang
menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering
menyebabkan hemolisis sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat
beracun untuk ikan dan tumbuhan yang mengandung saponin telah beratus-ratus tahun
digunakan sebagai racun ikan. Pada beberapa tahun terakhir ini saponin tertentu menjadi
penting karena digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis hormon steroid yang
digunakan dalam bidang kesehatan (Robinson, 1995 :157).
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol dan telah terdeteksi dalam lebih
dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti
sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisis sel darah. Pencarian saponin dalam tumbuhan telah dirangsang oleh
kebutuhan akan sumber sapogenin yang mudah diperoleh dan dapat diubah di
laboratorium menjadi sterol hewan yang berkhasiat penting (Harborne, 1987 : 151).

2.3.4.2 Sifat Fisika dan Sifat Kimia Saponin


a. Mempunyai rasa pahit
b. Dalam larutan air membentuk busa stabil
c. Menghemolisa eritrosit
d. Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
e. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksiteroid lainya

f. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi


g. Berat molekul relative tinggi dan analisi hanya menghasilkan formula empiris yang
mendekati.
h. Struktur Kimiawi, Berdasarkan struktur aglikonnya (sapogeninnya), saponin dapat
dibedakan menjadi 2 macam yaitu tipe steroid dan tipe triterpenoid. Kedua senyawa
ini memiliki hubungan glikosidik pada atom C-3 dan memiliki asal usul biogenetika
yang sama lewat asam mevalonat dan satuan-satuan isoprenoid.
2.3.4.3 Manfaat saponin
Saponin umumnya digunakan untuk Mengusir kolesterol di usus besar sebelum
terserap kedalam aliran darah karena mampu mengikat kolesterol. Berfungsi sebagai
antiseptik,

(http://gunakhasiat.com/Anonim2011/09/guna-khasiat-dari-saponin-ini

sungguh.html).
Saat ini, saponin menjadi penting karena dapat diperoleh dari beberapa
tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis hormon steroid yang
digunakan dalam bidang kesehatan (Robinson, 1995:157).

Gambar Bagan pembagian saponin


(Sumber : http://www.google.co.id/imagers_saponin.jpg.html)

2.3.4.4 Identifikasi Saponin


Uji Saponin dilakukan dengan metode Forth yaitu dengan cara memasukkan sampel
kedalam tabung reaksi, tambahkan aquades, kocok selama 30 detik, amati perubahan
yang terjadi. Apabila terbentuk busa yang mantap (tidak hilang selama 30 detik) maka
identifikasi menunjukkan adanya saponin (Robinson, 1983:157).

2.3.5 Tanin
2.3.5.1 Klasifikasi dan Sumber Tanin
Tanin (atau tanin nabati, sebagai lawan tanin sintetik) adalah suatu senyawa
polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit dan kelat, yang bereaksi dengan dan
menggumpalkan protein, atau berbagai senyawa organik lainnya termasuk asam amino
dan alkaloid.
Tanin (dari bahasa Inggris tannin; dari bahasa Jerman hulu kuno tanna, yang
berarti pohon ek atau pohon berangan) pada mulanya merujuk pada penggunaan
bahan tanin nabati dari pohon ek untuk menyamak belulang (kulit mentah) hewan agar
menjadi kulit masak yang awet dan lentur. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan
berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut
batasannya, tanin dapat bereaksi dengan proteina membentuk kopolimer mantap yang tak
larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang
mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena
kemampuannya menyambung silang proteina(Harborne,1987:102).
2.3.5.2 Sifat Fisika dan Sifat Kimia Tanin
1. Dalam air membentuk larutan koloid yang bersifat asam dan sepat.
2. Mengendapkan larutan alkaloid.
3. Larutan alkali tanin mampu mengoksidasi oksigen.
4. Mengendapkam protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut
sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.

5. Merupakan senyawa kompelks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar


dipisahkan sehingga sukar mengkristal.
6. Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi.
7. Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik dan pemberi
warna.

2.3.5.3 Manfaat Tanin


Tanin digunakan Sebagai pelindung pada tumbuhan pada saat masa pertumbuhan
bagian tertentu pada tanaman, misalnya buah yang belum matang, pada saat matang
taninnya hilang. Digunakan dalam proses metabolisme pada bagian tertentu tanaman,
Efek terapinya sebagai adstrigensia jaringan hidup misalnya pada gastrointestinal kulit.
Efek terapi yang lain sebagai anti septic pada jaringan luka, misalnya luka bakar, dengan
cara mengendapkan protein, Sebagai pengawet dan penyamak kulit. Sebagai antidotum
(keracunan alkaloid) dengan cara mengeluarkan asam tamak yang tidak larut.
OH
OH

HO

O
OH
OH
OH
OH

HO

OH
OH
OH
OH

HO

OH
OH

Gambar Satuan Struktur Tanin/Flavolan


(Sumber : Harborne, 1987 : 48)

2.3.5.4 Identifikasi Tanin


Pada pengujian kelompok senyawa tanin dilakukan dengan uji yang
menggunakan FeCl3. Hasil positif ekstrak mengandung kelompok senyawa tanin ditandai
dengan menghasilkan perubahan warna menjadi warna hijau dan menggumpalkan ekstrak
membentuk protein. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Fe 3+( s) + tanin Fe 2+( s)
Fe 2+ (aq) + K3Fe(CN)6(aq) 3KFe[Fe(CN)6] (aq)
Kompleks yang terbentuk berwarna biru tinta Atau hijau kehitaman.
2.3.6

Vitamin E (tokoferol)
Vitamin E merupakan senyawa yang larut dalam lemak. Golongan vitamin E
terdiri atas beberapa tokoferol dimana -tokoferol merupakan senyawa yang memiliki
aktivitas biologi tebesar dimana salah satunya memiliki sifat antioksidan (Robinson,
1991).

Gambar Struktur -tokeferol


2.3.7

Vitamin C (asam askorbat)


Vitamin C merupakan vitamin yang tergolong larut dalam air. Vitamin C
membentuk sistem redoks bolak-balik yaitu antara asam L-askorbat dan LDihidroksoaskorbat. Asam askorbat sebagai zat padat kristal relatif stabil tetapi dalam
larutan air akan terurai dengan adanya oksigen dari udara karena vitamin C mudah
mengalami oksidasi, maka merupakan antioksidan yang baik (Winarno, 1992)
H2CHO
C

OH

H
O
HO
OH

Gambar Struktur vitamin C


2.4 MASERASI

Maserasi atau Ekstraksi adalah proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut


dengan cara merendam serbuk simplisia selama 24 jam atau lebih disertai beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada suhu kamar (Depkes RI, 2000:10).
Secara umum ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian tumbuhan seperti
bunga, buah, daun, kulit batang dan akar mengunakan sistem maserasi dengan pelarut polar
seperti metanol dan etanol. Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut
organik yang digunakan pada temperatur ruangan. Dalam proses ini sampel tumbuhan akan
mengalami pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan di dalam dan di
luar sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut
organik. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi
dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam (Agoes, 2009: 43).
Ekstraksi biasanya dilakukan untuk mendapatkan dua atau lebih komponen kimia
dengan menambahkan suatu pelarut. Secara umum ekstraksi dilakukan dalam 3 cara, yakni
secara soxhletasi, refluks dan maserasi. Soxhletasi adalah suatu bentuk ekstraksi dengan
cara panas

yang menggunakan pelarut selalu baru yang umumnya dilakukan dengan

menggunakan alat khusus sehingga akan terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000 : 11). Refluks adalah
ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah
pelarut yang ralatif konstan dengan adanya pendingin balik, umumnya dilakukan
pengulangan proses pada residu pertama sampai 35 kali sehingga dapat termasuk proses
ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000 : 11). Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia
dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan
(Depkes RI, 2000 : 10). Pada penelitian ini digunakan metode maserasi untuk proses
ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang berifat polar yaitu metanol.

2.5 ANALISIS SIFAT FISIKOKIMIA


2.5.1 Kelarutan
Larutan merupakan suatu campuran homogen antara 2 zat atau lebih dari molekul,
larutan terdiri atas pelarut dan zat terlarut. Pelarut dipandang sebagai pembawa atau

medium bagi zat terlarut, yang dapat berperan serta dalam reaksi kimia dalam larutan
atau meninggalkan larutan karena pengendapan atau penguapan. Larutan terbentuk
melalui pencampuran dua atau lebih zat murni yang molekulnya berinteraksi langsung
dalam keadaan tercampur. Larutan dapat berada dalam kesetimbangan fasa dengan gas,
padatan atau cairan lain. Kesetimbangan ini ditentukan oleh bobot molekul zat terlarut
(Oxtoby, 2001 : 153).
Kelarutan antara beberapa senyawa berdasarkan sifat senyawa masing-masing.
Senyawa yang memiliki sifat yang sama dapat melarut dalam pelarut. Konsentrasi bahan
terlarut dapat dinyatakan dalam molalitas, molaritas, persen massa dan sebagainya
(Oxtoby, 2001 : 154).
2.5.2

Titik Didih
Titik didih suatu zat merupakan suhu yang tekanan uap jenuhnya sama dengan
tekanan diatas permukaan zat cair. Titik didih suatu zat cair dipengaruhi oleh tekanan
udara. Makin besar tekanan udara makin besar pula titik didih zat cair. Pelarut murni akan
mendidih bila tekanan uap jenuh pada permukaan cairan sama dengan tekanan udara luar.
Pada sistem terbuka tekanan udara luar adalah 760 mmHg (tekanan udara pada
permukaan larutan) dan suhu pada tekanan udara luar 250C disebut titik didih normal.
Titik didih suatu cairan adalah suhu pada saat tekanan uap jenuh cairan itu sama dengan
tekanan luar (tekanan yang diberikan pada permukaan cairan). Titik didih cairan

2.5.3

bergantung pada tekanan udara.


Massa Jenis ()
Massa jenis, , sebuah benda ( adalah huruf kecil dari abjad yunani rho
didefinisikan sebagai massa per satuan volume:


Dimana :

: massa jenis
m

: massa

m
V

: volume (Douglas, 1998 : 325)

Massa jenis pada setiap bahan tidaklah sama pada setiap bagiannya, karena tergantung
pada faktor lingkungan, seperti suhu dan tekanan. Satuan internasional untuk massa jenis

adalah

Kg
m3

. Kadang-kadang massa jenis dinyatakan dalam

g
cm 3

. Seperti yang diketahui

1 kg
1000 g
10 3 g

m 3 (100 cm) 3
cm 3
bahwa

, Maka massa jenis yang dinyatakan dalam

dikalikan 1000 untuk memberi hasil dalam

kg
m3

g
cm 3

harus

Cara mencari massa jenis dalam sistem MKS (Meter, Kilogram, Sekon atau detik)
dan CGS (sentimeter, gram, sekon atau detik) yang merupakan sistem satuan
internasional yaitu :

Dalam MKS:

m
v

m
v

dengan satuan

kg
)
m3

(
dengan satuan

g
)
cm 3

Dalam cgs:
Massa jenis suatu zat tidak ditentukan oleh massa, volume, dan bentuk benda,
melainkan ditentukan oleh jenis zat. Untuk itu, maka faktor yang menentukan massa
jenis suatu zat adalah jenis zat itu sendiri. Dengan demikian, massa jenis merupakan ciri
suatu zat.
2.5.4

Putar Optik

Polarimeter adalah alat yang digunakan untuk mempelajari dampak dari macam
macam senyawa di bawah cahaya yang dipolarisasikan. Cara bekerja polarimeter, jika
lampu dinyalakan dan tabung kosong, prisma analisis diputar sehingga berkas cahaya
terhalang sempurna (pandangan menjadi gelap). Sumbu prisma dari prisma polarisator
dan prisma analisis dalam keadaan tegak lurus satu sama lain. Jika senyawa bersifat
optik tak aktif. Tidak akan terjadi suatu apapun. Pandangan akan tetap gelap. Tetapi jika
yang dianalisis bersifat optik aktif, ia akan memutar bidang polarisasi dan sebagian
cahaya dapat dilewatkan kepada pengamat.
Prisma analisis yang diputar ke kanan (searah jarum jam), senyawa optik aktif
disebut dekstrorotatory (+). Sebaliknya, jika prisma analisis diputar ke kiri (berlawanan
arah jarum jam), senyawa ini dinamakan levorotatory (-). Untuk dapat menghitung sudut
putar arah polarisasi menggunakan rumus sebagai berikut :

l. C

Dengan keterangan :

3t

( Hart 1987 : 118)

: t adalah suhu larutan, panjang gelombang cahaya yang biasa digunakan


lampu uap natrium ( = 589,3 nm).

: dari senyawa optik-aktif didefinisikan sebagai rotasi pengamatan yang


disebabkan oleh 1 gram larutan per mililiter larutan yang dimasukkan
dalam tabung contoh sepanjang 1 dm (10 cm)

: Panjang tabung

: Konsentrasi larutan

Sketsa Diagram Dari Polarimeter (Sumber: Hart, 1987 : 118)

2.6 ANALISIS KOMPONEN SENYAWA KIMIA


2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu metode pemisahan fisikokimia. Lapisan
yang memisahkan yang terdiri atas bahan berbutir- butir (fase diam), ditempatkan pada
penyangga berupa pelat gelas, logam ataupun lapisan yang cocok yang dapat digunakan
sebagai wadah untuk pembuatan fase diam. Campuran akan dipisahkan, berupa larutan,
ditotolkan berupa bercak. Setelah pelat atau lapisan ditaruh didalam bejana tertutup
rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok berguna sebagai fase gerak.
Pemisahan selama perambatan pada fase diam atau disebut pengembang, selanjutnya
senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan atau dideteksi dengan zat penampak
noda.
a.

Fase diam (lapisan penjerap)


Penjerap atau fase diam umumnya digunakan dalam proses kromatografi
lapis tipis ialah silika gel, aluminium oksida, kieselburg, selulosa dan turunannya,
poliamida dan lain-lain. Fase diam yang sering digunakan dalam proses
kromatografi lapis tipis adalah silika gel. Silika gel menghasilkan perbedaan
dalam efek pemisahan yang tergantung pada cara pembuatannya. Penjerap atau

fase diam seperti aluminium oksida dan silika gel mempunyai kadar air yang
berpengaruh nyata terhadap daya pemisahnya (Rohman, 2009:46).
Tabel 2.4 Beberapa penjerap (fase diam) yang digunakan dalam KLT
Penjerap

Mekanisme Sorbsi

Senyawa Yang Dapat Dipisahkan

Adsorbsi

Asam amino, hidrokarbon, vitamin,

Partisi Termodifikasi

alkaloid.
Senyawa-senyawa non polar.

dimodifikasi
Serbuk selulosa

Partisi

Asam

Alumina

Adsorbsi

karbohidrat.
Hidrokarbon, ion logam, pewarna

Kieselguhr
Selulosa penukar ion

Partisi
Pertukaran ion

makanan, alkaloid.
Gula, asam-asam lemak.
Asam nukleat, nukleotida, halida,

Gel sephadex
-siklodekstrin

Eksklusi
Interaksi

dan ion-ion logam.


Polimer, protein, kompleks logam.
Campuran enansiomer.

Magnesium trisilikat
Kalsium
Sulfat

stereospesifik
Adsorbsi
Adsorbsi

Silika Gel
Silika

yang

adsorbsi

amino,

nukleotida,

Karotenoid, tokoferol.
Asam lemak, gliserida.

(CaSO4)

(Sumber : Ibnu, 2012:334, Gandjar, 2013)


H
O
O
Si
O

H
O

O
O

Si
O

Si

Gambar Struktur maktriks silika gel


(Sumber : Ibnu, 2012:335)
b.

Fase gerak (pelarut pengembang)


Fase gerak pada kromatografi lapis tipis merupakan medium angkut yang
tersiri atas satu atau beberapa pelarut. Fase gerak bergerak pada penjerap atau fase
diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler. Pemilihan fase gerak
dilakukan dengan sistem coba-coba karena waktu yang diperlukan terlampau
singkat (Rohman, 2009:47).

c.

Bejana pemisah
Bejana dapat menampung pelat 200x200 mm dan tertutup rapat. Arah
pengisian fase gerak 5-8 mm, sesuai dengan kedalaman lapisan yang terendam

atau fase diam yang ditempatkan pada bejana (Rohman, 2009:48).


d. Penotolan
Proses pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang baik didapat dengan
hasil penotolan yang terjadi sekecil mungkin, hal ini agar dapat memungkinkan
zat yang diinginkan untuk dideteksi dapat diangkat oleh fase gerak pada fase
diam. Jika penotolan berlebihan maka akan menyebabkan senyawa aktif yang
akan dideteksi tidak terangkat oleh fase diam dan tetap berada pada tempat
penotolan. Penotolan dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yaitu ; bercak, pita atau
dalam bentuk zig-zag (Rohman, 2009:48).
e. Deteksi senyawa yang dipisah
Pemisahan pada kromatogram umumnya dihentikan saat sebelum semua
fase gerak melewati seluruh permukaan fase diam yang digunakan.
Proses deteksi senyawa yang dipisahkan dapat dilakukan dengan berbagai
cara pada kromatogram. Cara deteksi yang paling sederhana adalah jika senyawa
yang akan dideteksi memberikan penyerapan warna jika dilihat dengan
menggunakan lampu UV dengan panjang gelombang terpendek. Selain itu
senyawa yang hendak dideteksi juga dapat dideteksi dengan menggunakan reaksi
kimia yaitu dengan mereaksikan dengan salah satu pereaksi yang dapat
memberikan perubahan warna untuk dapat dideteksi (Rohman, 2009:52-53).
Selain dengan menggunakan tampak warna, juga dapat menggunakan
angka Rf untuk dapat mengidentifikasi senyawa. Untuk dapat memperoleh angka
Rf dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Rf

Jarak yang di tempuh oleh senyawa terlarut


Jarak yang ditempuh pelarut

(Rohman, 2009:5)

Kromatografi lapis tipis mempunyai beberapa kelebihan atau keuntungan


dibandingkan dengan jenis kromatografi yang lain. Keuntungan kromatografi
lapis tipis adalah sebagai berikut :
1. Kromatografi lapis tipis memberikan fleksibilitas yang lebih besar, dalam hal
memilih fase gerak.
2. Berbagai macam teknik untuk optimasi pemisahan seperti pengembangan 2
dimensi, pengembangan bertingkat, dan pembaceman penjerap dapat dilakukan
pada kromatografi lapis lapis (KLT).
3. Proses kromatografi dapat diikuti dengan mudah dan dapat dihentikan kapan
saja.
4. Semua komponen dalam sampel dapat dideteksi.
(Abdul Rohman, 2009:45-46)
2.6.2

Spektroskopi Infra Merah (IR)


Spektroskopi infra merah merupakan teknik analisis yang sangat populer untuk
analisis berbagai jenis sampel, baik sampel produk farmasetik, makanan, cairan biologis,
maupun sampel lingkungan. Spektroskopi infra merah merupakan jenis spektroskopi
yang bersifat: (1) spesifik terhadap suatu molekul; yang akan memberikan informasi yang
menyatu (inheren) tentang gugus gugus fungsional yang ada dalam molekul, termasuk
macamnya, interaksi interaksinya dan orientasi orientasinya; (2) selektif terhadap
isomer, yang disebabkan oleh adanya kisaran daerah sidik jari (fingerprint); (3) bersifat
kuantitatif dan non-destruktif (tidak merusak), bahkan terhadap senyawasenyawa yang
sangat labil dengan kisaran kerja yang utama antara 0,1100%; dan (4) bersifat universal,
dalam persyaratan pengambilan sampelnya baik sampel padat, cair, gas, sampel antara
padat dan cair atau gas, sampel permukaan, maupun sampel ruahan (bulk) (Gandjar, 2013
: 156).
Penggunaan spektrum infra merah untuk penentuan struktur senyawa organik
biasanya antara 650 4000 cm-1 (15,4 2,5 m). Daerah di bawah frekuensi 650 cm -1
dinamakan inframerah jauh dan daerah di atas frekuensi 4.000 cm-1 dinamakan
inframerah dekat. Spektrometer inframerah biasanya merupakan spektrofotometer berkas
ganda dan terdiri dari 5 bagian utama yaitu sumber radiasi, daerah cuplikan, kisi difraksi
(monokromator), dan detektor (Sudjadi, 1987 : 202)

Gambar Bagan Spektroskopi Inframerah (Sumber: Sudjadi, 1987 :203)

2.6.3

Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (GC-MS)


Saat ini, kromatrogafi gas (KG) telah dihubungkan drngan spektrometer massa
(sebagai detektor) yang mana gabungan ini biasa disebut dengan GC-MS yang
merupakan singkatan dari gas chromatography-mass spectrometry. Pada teknik ini, eluen
yang keluar dari kolom GC selanjutnya akan masuk ke MS untuk menghasilkan profil
spektrum massa untuk tiap komponen. Teknik ini memberikan keuntungan diperolehnya
berat molekul komponen yang keluar.
Teknik ini digunakan sangat luas karena mampu menawarkan batas deteksi yang
lebih kecil (lebih sensitif). Spektrometer massa jika digunakan sebagai detektor, maka
akan mampu memberikan informasi data struktur kimia senyawa yang tidak diketahui.
Dengan menggunakan spektrometer massa untuk memonitor ion tunggal atau beberapa
ion yang karakteristik dalam analit, maka batas deteksi ionion ini akan ditingkatkan
(Gandjar, 2013 : 407-408).

2.6.3.1 Kromatografi Gas


Kromatografi gas merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan deteksi
senyawasenyawa organik yang mudah menguap dan senyawasenyawa gas anorganik
dalam suatu campuran. Kegunaan umum kromatografi gas adalah untuk melakukan
pemisahan dinamis dan identifikasi semua jenis senyawasenyawa organik yang mudah
menguap dan juga untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam
suatu campuran. Kromatografi gas dapat bersifat dekstruktif dan dapat bersifat nondestruktif tergantung pada detektor yang digunakan (Gandjar, 2013 : 363).
Mekanisme kerja kromatografi gas sebagai berikut, gas dalam silinder baja
bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fasa diam. Cuplikan berupa
campuran yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, disuntikkan ke dalam
aliran gas tersebut. Kemudian cuplikan dibawa oleh gas pembawa ke dalam kolom dan di
dalam kolom terjadi proses pemisahan. Komponenkomponen campuran yang telah
terpisahkan satu persatu meninggalkan kolom. Suatu detektor diletakkan di ujung kolom
untuk mendeteksi jenis maupun jumlah tiap komponen campuran. Hasil pendeteksian
direkam dengan rekorder dan dinamakan kromatogram yang terdiri dari beberapa peak.
Jumlah peak yang dihasilkan menyatakan jumlah komponen (senyawa) yang terdapat
dalam campuran. Bila suatu kromatogram terdiri dari 5 peak maka terdapat 5 senyawa
atau 5 komponen dalam campuran tersebut. Sedangkan luas peak bergantung kepada
kuantitas suatu komponen dalam campuran (Hendayana, 2006 : 32-33).

2.6.3.2 Komponenkomponen Instrumentasi Kromatografi Gas


1. Gas Pembawa
Gas yang dapat digunakan sebagai fasa gerak dalam kromatografi gas harus
bersifat inert (tidak bereaksi) dengan cuplikan maupun fasa diam. Gasgas yang biasa
digunakan adalah gas helium, argon, nitrogen dan hidrogen. Gas-gas tersebut pada
suhu dan tekanan yang normal tidak reaktif dan tidak berbahaya kecuali gas hidrogen
yang mudah terbakar (Sastrohamidjojo, 1997 :65), Karena gas disimpan dalam silinder

baja bertekanan tinggi maka gas tersebut akan mengalir dengan sendirinya secara
cepat sambil membawa komponenkomponen campuran yang akan atau yang sudah
dipisahkan (Hendayana, 2006 : 33).
2. Tempat Pemasukan Sampel (Injektor)
Sampel yang ideal dalam kromatografi gas adalah sampel yang hanya
mengandung senyawa yang akan dipisahkan dalam kolom, sampel harus diberikan
dalam waktu yang singkat dengan volume yang sekecil mungkin. Injektor harus
dipanaskan lebih dahulu agar sampel yang berupa cairan dapat segera menguap dan
dalam banyak hal juga pelarut yang mudah menguap yang melarutkan sampel tersebut.
Walaupun cairan yang mudah menguap (tidak dalam larutan) serta zat padat yang
mudah menguap dapat langsung disuntikkan, tetapi kebanyakan sampel dilarutkan
terlebih dahulu dalam pelarut organik baru kemudian disuntikkan. Konsentrasi sampel
biasanya berkisar antara 1-10%. Komponen yang tidak mudah menguap atau tingkat
menguapnya rendah tidak boleh ada dalam sampel, karena komponen ini akan
tertiggal di ruang suntik yang pada akhirnya akan mengurangi kinerja kolom (Gandjar,
2013 : 371).
3. Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan campuran analit. Di dalam
kolom inilah sampel yang dianalisis yang umumnya terdiri dari beberapa komponen
dapat dipisahkan sehingga dapat terelusi pada waktu yang berbeda (Gandjar,2013 :
376-377).
Bergantung keperluan, beberapa kolom dapat dipilh untuk keperluan preparatif
digunakan kolom pak (packed column) sedangkan untuk keperluan analisis digunakan
kolom terbuka (open tubular column). Oleh karena rancangannya, kolom terbuka
dapat dibuat sepanjang mungkin sampai 100 m sedangkan kolom pak paling panjang
5 m. Di dalam kolom terdapat zat padat pendukung berupa partikel halus yang dilapisi
zat cair yang berperan sebagai fasa diam (Hendayana, 2006 : 50).
4. Detektor Spektroskopi Massa
Detektor jenis ini merupakan jenis detektor paling terkenal dan mutakhir dalam
kromatografi gas. Spektrometer massa disambungkan dengan keluaran kromatografi
gas. Ketika gas solut memasuki spektrometer massa maka molekul senyawa organik

ditembaki dengan elektron berenergi tinggi sehingga molekul tersebut pecah menjadi
molekulmolekul yang lebih kecil. Pecahan molekul terdeteksi berdasarkan massanya
yang digambarkan sebagai spektra massa. Setiap komponen campuran yang telah
terpisahkan dengan kromatografi gas akan tergambar dalam suatu spektra massa.
Contoh, kalau cuplikan terdiri dari 3 komponen maka akan dihasilkan tiga spektra
massa. Kombinasi kromatografi gas dan spektroskopi massa ini dikenal dengan
sebutan GC-MS (Hendayana, 2006 : 49-50).

Gambar Skema Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa


(sumber: http://www.google.co.id/GC-MS.jpg)

2.7 Penyakit yang Akan Diteliti


2.7.1 Pengertian Penyakit Rematik
Rematik bukan merupakan penyakit tetapi merupakan suatu sindrom dan
golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma penyakit reumatik cukup
banyak namun semuanya menunjukan adanya persamaan cirri. Menurut kesepakatan para
ahli di bidang rematologi, rematik dapat terungkap sebagai keluhan dan tanda. Dari
kesepakatan dinyatakan ada tiga keluhan utama pada system musculoskeletal yaitu:
pembengkakan sendi, kelemahan otot, dan gangguan gerak. (Soenarto, 1982).
Penyakit rematik meliputi cakupan luas dari penyakit yang dikarakteristikkan oleh
kecenderungan untuk mengefek tulang, sendi, dan jaringan lunak (Soumya, 2011).
Penyakit rematik dapat digolongkan kepada 2 bagian, yang pertama diuraikan sebagai
penyakit jaringan ikat karena ia mengefek rangka pendukung (supporting framework)
tubuh dan organ-organ internalnya. Antara penyakit yang dapat digolongkan dalam
golongan ini adalah osteoartritis, gout, dan fibromialgia. Golongan yang kedua pula

dikenali sebagai penyakit autoimun karena ia terjadi apabila sistem imun yang biasanya
memproteksi tubuh dari infeksi dan penyakit, mulai merusakkan jaringan-jaringan tubuh
yang sehat. Antara penyakit yang dapat digolongkan dalam golongan ini adalah
rheumatoid artritis, spondiloartritis, lupus eritematosus sistemik dan skleroderma.
(NIAMS, 2008).
2.7.2

Klasifikasi Penyakit Rematik

2.7.2.1 Osteoartritis (OA)


Osteoartritis (OA) merupakan suatu penyakit yang berkembang dengan perlahan
tetapi merupakan penyakit aktif degenerasi kartilago artikular yang berhubungan dengan
simptom-simptom seperti nyeri sendi, kekakuan, dan keterbatasan pergerakkan (Dubey,
S. & Adebajo, A. 2008). OA membutuhkan pertimbangan dari 3 area yang bertumpang
tindih, yaitu, perubahan patologis, cirri-ciri radiologi dan konsekwensi klinis. Secara
patologis, terjadi perubahan dalam struktur kartilago, secara radilogi, terdapat osteofit
dan terjadi penyempitan ruang sendi, dan secara klinis pula terjadi ketidakmampuan dan
nyeri. (Kumar, P., & Clark, M., 2005) OA dapat terjadi pada semua sendi dalam tubuh,
tetapi paling sering terjadi di pinggul, lutut, dan sendi-sendi pada tangan, dan kaki.
OA primer penyebabnya tidak diketahui. OA sekunder pula penyebabnya adalah
karena kerusakan sendi yang ada sebelumnya (artritis rematik, gout, arthritis sepsis,
penyakit Paget, spondiloartropati seronegatif), penyakit metabolic (kondrokalsinosis,
hemokromatosis

bawaan,

akromegali)

dan

penyakit

sistemik

(hemofilia,

hemoglobinopati, neuropati). (Kumar, P., & Clark, M., 2005)


Manifestasi klinis yang sering dapat dilihat adalah, nyeri sendi, kekakuan sendi
selepas tidak bergerak (terutamanya pada waktu pagi), sendi yang tidak stabil,
kehilangan fungsi, kelembutan pada sendi (joint tenderness), krepitus pada pergerakkan,
pergerakkan terbatas, tahap inflamasi yang bervariasi, dan pembengkakan tulang.
(Kumar, P., & Clark, M., 2005)
Diagnosis OA biasanya berdasarkan tanda-tanda klinis dan radiogafi. Pada tahap
awal, radiografinya bisa normal tetapi penyempitan ruang sendi tampak nyata apabila
kartilago artikuler semakin menghilang. Selain itu, karakteristik yang dapat diketemui
adalah sklerosis tulang subkondral, kista subkondral, dan osteofitosis.

Tetapi, biasanya dapat ditemukan perbedaan yang besar diantara tingkatkeparahan


radiografi, tingkat keparahan simptom, dan abilitas fungsional. Pemeriksaan laboratorium
biasanya tidak digunakan untuk mendiagnosa OA, tetapi pemeriksaan ini dapat
membantu untuk menentukan penyebab OA sekunder. Oleh karena OA primer bukan
sistemik, laju endap darah, serum kimia, dan urinalisis adalah normal. Analisa cairan
sinovial dapat membantu menyingkirkan kemungkinan lain seperti gout atau artritis
sepsis. Pemeriksaan MRI dan ultrasonografi tidak digunakan untuk mendiagnosa OA
ataupun untuk pemantauan perkembangan penyakit. (Fauci, A.S., & Langford, C.A.,
2006)
Melakukan penatalaksanaan OA adalah bertujuan untuk mengurangkan nyeri,
memperbaiki mobilitas, dan meminimalkan disabilitas. Pada penderita dengan OA ringan,
proteksi sendi dan pengambilan analgesik sekali-kali menjadi cukup; tetapi untuk pasien
dengan OA berat, gabungan terapi non-farmakologi dan suplemen analgesik dan/atau
obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) adalah lebih sesuai. Walau bagaimanapun, terapi
non-farmakologis merupakan penatalaksanaan\ yang paling penting, malah lebih penting
dari terapi dengan obat-obatan.
Secara non-farmakologi, tatalaksana yang dapat dilakukan adalah dengan cara
mengurangkan beban pada sendi (memperbaiki postur tubuh yang salah, beban
berlebihan pada sendi yang terlibat harus dihindarkan, pasien OA pinggul/lutut harus
hindarkan berdiri lama, berlutut dan jongkok, dan istirahat secukupnya tanpa imobilisasi
total). Selain itu, dilakukan modalitas termis dengan aplikasi panas pada sendi OA atau
mandi dengan air hangat. Pasien juga disuruh berolahraga. Untuk OA pada ekstremitas
bawah, dilakukan olahraga sedang 3 hari per minggu. Seterunya diberikan edukasi pada
pasien (edukasi tentang manejemen diri, motivasi, nasehat tentang olahraga, rekomendasi
untuk mengurangkan beban pada sendi yang terlibat). Operasi artroskopi pula dilakukan
jika tidak ada manfaat daripada terapi farmakologi.
Untuk secara farmakologi, obat yang sering diresepkan untuk pasien OA adalah
OAINS untuk mengurangkan nyeri dan memperbaiki mobilitas dalam OA, N-AcetylPAminophenol (APAP) sebagai anlagesik untuk nyeri OA ringan sampai sedang
(efektivitas sama seperti OAINS), dan inhibitor selektif COX-2 jika terjadi efek samping
gastrointestinal dengan penggunaan OAINS. Injeksi glukokortikoid diinjeksi intra/

periartikuler untuk kelegaan simptomatis untuk beberapa minggu hingga bulan. Opiod
diberikan pada nyeri OA akut. Diberi opioid lemah (kodein peroral) jika APAP atau
OAINS tidak memberikan manfaat dan dapat juga digunakan untuk nyeri OA kronis.
Rubefacient/Capsaicin merupakan obat topical pada sendi dan otot yang nyeri yang
memberikan bahang local. Operasi ortopedik yaitu operasi penggantian sendi dilakukan
pada OA tahap lanjut dimana terapi agresif gagal. Selain itu, bisa juga dilakukan
artoplasti sendi total atau osteotomi. Regenerasi kartilago adalah perbaikan kartilago
dengan sel mesenchymal (efektivitas belum dibuktikan). (Fauci, A.S., & Langford, C.A.,
2006)
2.7.2.2 Reumatoid Artritis (RA)
Reumatoid artritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun dimana etiologinya
tidak diketahui dan biasanya mengefek sendi kecil dan besar. (Dubey, S., & Adebajo, A.,
2008).
RA mungkin merupakan suatu manifestasi dari respon terhadap suatu agen infeksi
dalam individu yang rentan terkena secara genetik (genetically susceptible host). Agenagen yang mungkin menjadi penyebab adalah Mycoplasma, virus Epstein-Barr (EBV),
cytomegalovirus, parvovirus, dan rubella. (Fauci, A.S., & Langford, C.A., 2006)
Tanda-tanda kardinal pada penyakit RA adalah nyeri, pembengkakan, kekakuan
pagi (biasanya lebih dari satu jam), hangat, kemerahan, dan keterbatasan fungsi. Tandatanda tambahan pula adalah malaise, kelelahan, nodul rheumatoid, dan nyeri pada waktu
malam. Apabila penyakit RA ini berlanjutan, tanda-tanda sinovitis kronis menjadi lebih
dominan. Sinovitis kronis dengan proliferasi synovial atenden dan efusi sendi dapat
membawa kepada instabilitas sendi. Pada masa yang sama, pannus destruktif
memusnahkan kartilago dan tulang subkondral yang menyebabkan terjadinya deformitas
sendi. (Dubey, S., Adebajo, A., 2008).
RA didiagnosis berdasarkan kombinasi dari penyajian sendi yang terlibat,
karakteristik kekakuan sendi pada pagi hari, adanya faktor darah artritis, serta temuan
nodul reumatoid dan perubahan radiografi (sinar-X). Dalam RA, sendi kecil tangan,
pergelangan tangan, kaki, dan lutut biasanya meradang dalam distribusi simetris. Deteksi
nodul reumatoid pula paling sering sekitar siku dan jari. Antibodi abnormal yang disebut

faktor rematik, dapat ditemukan pada 80% pasien. Antibodi lain yang disebut antibodi
citrulline dan antibodi antinuklear (ANA) juga sering ditemukan pada orang dengan
RA. Biasanya tes darah yang dilakukan adalah laju sedimentasi (Tingkat sed). Tingkat
sed biasanya lambat selama remisi. Tes darah lain yang digunakan adalah untuk
mengukur tingkat hadir peradangan dalam tubuh dengan protein C-reaktif . Tes darah
juga dapat mengungkapkan anemia, karena anemia adalah umum di RA, terutama karena
peradangan kronis. Apabila penyakit berlanjutan sinar-X dapat memperlihatkan erosi
tulang yang khas dari RA pada sendi. (Shiel, W.C., 2010)
Pengobatan yang optimal adalah kombinasi obat, istirahat, latihan penguatan
sendi, perlindungan sendi, dan edukasi pasien (dan keluarga). Obat yang digunakan untuk
mengobati RA ada 2 jenis, yaitu obat lini pertama yang cepat bertindak seperti aspirin
dan kortison (kortikosteroid) digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan peradangan.
Obat lini kedua yang lambat bertindak (juga disebut sebagai disease-modifying
antirheumatic drugs atau DMARDs) seperti emas, metotrexete, dan hidrokloroquine,
dapat mempromosikan remisi penyakit dan mencegah terjadinya kerusakan sendi yang
progresif. (Shiel, W.C., 2010)

2.7.2.3

Spondiloartritis

Spondiloartritis (atau spondiloartropati) adalah nama keseluruhan suatu penyakit


rematik dengan peradangan yang dapat mempengaruhi tulang belakang dan sendi,
ligamen dan tendon. Penyakit tersebut dapat menyebabkan kelelahan dan nyeri atau
kekakuan di punggung, leher, tangan, lutut, dan pergelangan kaki serta peradangan mata,
kulit, paru-paru, dan katup jantung. Penyakit yang termasuk dalam spondiloartritis dapat
mencakup, ankilosing spondilitis, reaktif artritis, arthritispsoriatis dan spondilitis
psoriasis, dan artritis atau spondilitis yang berkaitan dengan penyakit inflamasi usus,
kolitis ulseratif dan Crohn's disease. (Reveille, J.D., 2010)
Penyebab

pasti

spondiloartritis

tidak

diketahui.

Namun,

para

peneliti

menunjukkan bahwa faktor keturunan memainkan peranan penting karena penyakit ini
cenderung terjadi lebih sering pada anggota keluarga pasien yang mempunyai
spondiloartritis. Orang yang biasanya terdampak penyakit ini mempunyai penanda

genetik umum yang disebut HLA-B27, yang terjadi pada sekitar tujuh persen dari
populasi. Infeksi seperti klamidia (yang dapat menyebabkan uretritis atau rasa terbakar
saat buang air kecil) dan bakteri yang menyebabkan disentri usus (seperti salmonella,
shigella, dll), bisa memicu beberapa jenis artritis reaktif yang merupakan bentuk
spondiloartritis. (Reveille, J.D., 2010)
Penyakit ini bermula dengan nyeri pinggul atau nyeri punggung bawah yang tidak
menetap dan memburuk di malam hari, di pagi hari, atau setelah tidak aktif. Nyeri
punggung tersebut mungkin mulai pada sendi sakroiliaka (antara panggul dan tulang
belakang) dan melibatkan semua atau sebagian tulang belakang. Nyeri dapat hilang
dengan membungkuk dan pasien mungkin tidak dapat mengembangkan dada sepenuhnya
karena keterlibatan sendi antara tulang rusuk. Gejala spesifik termasuk, pembungkukkan
yang kronis untuk meredakan gejala, peradangan mata, kelelahan, tumit kaki sakit, nyeri
dan kekakuan pinggang, rasa sakit dan bengkak pada sendi bahu, lutut, dan pergelangan
kaki, kehilangan nafsu makan, sakit leher, dan demam. (Reveille, J.D., 2010)
Diagnosa dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada nyeri
punggung yang terinflamasi atau artritis sendi kaki karena ia berbeda dari arthritis jenis
lain seperti RA. Pengujian tambahan seperti sinar-X dari sendi sakroiliaka dan tulang
belakang dapat mengkonfirmasi kehadiran spondilitis. Jika gejala dan tandatanda
menunjukkan spondiloartritis, dokter juga akan memeriksa keberadaan gen HLA-B27.
(Reveille, J.D., 2010)
Seperti berbagai bentuk artritis, terapi fisik dan olahraga rekreasi minimal 30
menit per hari secara signifikan dapat memperbaiki rasa sakit dan kekakuan. Latihan
tambahan untuk punggung setidaknya lima hari per minggu juga akan memperbaiki rasa
sakit dan fungsi pada pasien dengan ankilosing spondilitis. Ada banyak pilihan
pengobatan untuk spondiloartropati, dimulai dengan OAINS seperti naproxen,
diklofenak, ibuprofen atau indometasin yang diberikan pada gejala awal penyakit.
DMARD seperti sulfasalazine dan methotrexate telah terbukti efektif dalam mengobati
artritis di lengan atau kaki, tetapi tidak untuk artritis tulang belakang atau sendi
sakroiliaka. Suntikan obat depo-steroid ke dalam sendi atau selubung tendon sering
digunakan oleh dokter untuk mengurangi gejalagejala flare lokal. Antibiotika seperti
siprofloksasin, diberikan selama tiga bulan saja, segera setelah bermulanya penyakit,

mungkin memiliki efek yang menguntungkan pada prognosis artritis reaktif, terutama
bila dipicu oleh Chlamydia trachomatis, tapi bukan untuk spondiloartritis jenis lain. TNF
alfa bloker telah terbukti cukup efektif dalam mengobati kedua-dua gejala sendi perifer
dan tulang belakang dari spondiloartritis, serta masalah lain seperti psoriasis dan
peradangan usus. Ada tiga jenis yaitu, infliximab, etanercept, dan adalimumab. Oleh
karena efek samping anti- TNF, OAINS dan terapi DMARD dicoba terlebih dahulu. Bagi
mereka dengan ankilosing spondilitis, penggantian panggul total adalah yang paling
umum. Fusi bedah tulang belakang mungkin diperlukan jika fungsi tulang belakang atau
fungsi saraf terganggu. Osteotomi pula adalah koreksi bedah dari deformitas tulang
belakang yang dapat terjadi dengan ankilosing spondilitis. (Reveille, J.D., 2010).
2.7.2.4 Gout
Gout adalah penyakit yang berhasil dari kelebihan asam urat dalam
tubuh. Kelebihan asam urat ini mengarah pada pembentukan kristal kecil
asam urat yang terakumulasi di jaringan tubuh, terutama sendi. Ketika
kristal membentuk pada sendi, ia menyebabkan serangan berulang dari
peradangan sendi (artritis). Biasanya endapan kristal asam urat terjadi
dalam cairan sendi (cairan sinovial) dan lapisan sendi (lapisan sinovial).
Gout dianggap sebagai penyakit kronis dan progresif. Gout kronis juga
bisa menyebabkan endapan gumpalan keras asam urat dalam jaringan,
khususnya di dan sekitar sendi dan dapat menyebabkan kerusakan sendi,
penurunan fungsi ginjal, dan batu ginjal (nefrolisiasis).

Penyakit gout sering berhubungan dengan kelainan yang diwarisi dalam


kemampuan tubuh untuk memproses asam urat. Asam urat merupakan produk rincian
purin yang merupakan bagian dari makanan yang kita makan. Kelainan dalam menangani
asam urat dapat menyebabkan serangan artritis yang menyakitkan (serangan gout), batu
ginjal, dan penyumbatan pada penyaringan tubulus ginjal dengan kristal asam urat,
menyebabkan gagal ginjal.
Sendi kecil di pangkal jempol kaki adalah situs yang paling umum dari serangan
artritis gout akut yang disebut sebagai podagra. Sendi lain yang umumnya terkena

termasuk pergelangan kaki, lutut, pergelangan tangan, jari, dan siku. Serangan gout akut
ditandai dengan onset yang cepat dengan nyeri di sendi yang
terkena diikuti oleh kehangatan, pembengkakan, perubahan warna kemerahan,
dan kelembutan. Pasien dapat mengembangkan demam dengan serangan gout akut.
Serangan-serangan yang menyakitkan biasanya mereda dalam beberapa jam ke hari,
dengan atau tanpa pengobatan. Kebanyakan pasien dengan gout akan mengalami
serangan berulang dari arthritis selama bertahun-tahun. Dalam kronis (tophaceous) gout,
massa nodular kristal asam urat (tofi) mengendap di daerah jaringan lunak tubuh yang
berbeda. Meskipun yang paling sering ditemukan sebagai nodul keras di sekitar jari-jari,
di ujung siku, di telinga, dan sekitar jempol kaki, nodul tofi dapat muncul di mana saja di
tubuh. Ketika tofi muncul di jaringan, kondisi gout mewakili kelebihan beban asam urat
dalam tubuh.
Gout dicurigai ketika pasien melaporkan riwayat serangan artritis yang
menyakitkan, terutama di dasar jari-jari kaki. Gout biasanya menyerang satu sendi pada
satu waktu, sementara kondisi artritis lainnya, seperti lupus sistemik dan reumatoid
artritis, biasanya menyerang sendi secara bersamaan. Tes yang paling diandalkan untuk
gout adalah penemuan kristal asam urat dalam sampel dari cairan sendi yang diperoleh
melalui aspirasi sendi (arthrocentesis). Diagnosis gout juga dapat dibuat dengan
menemukan kristal-kristal asam urat dari bahan diaspirasi dari nodular tofi. Sinar-X
kadang-kadang bisa membantu dan bisa menunjukkan pengendapan tofi-kristal dan
kerusakan tulang sebagai akibat serangan berulang dari peradangan. Sinar-X juga dapat
membantu untuk memantau dampak gout kronis pada sendi.
Menjaga asupan cairan yang cukup membantu mencegah serangan gout akut dan
menurunkan resiko pembentukan batu ginjal pada pasien dengan gout. Pengurangan
konsumsi alkohol, penurunan berat badan, perubahan pola makan dapat menurunkan
kadar asam urat dalam darah (mengurangi hiperurisemia). Alkohol memiliki dua dampak
utama yang memperburuk gout,
yaitu dengan menghambat ekskresi asam urat dari ginjal serta dengan
menyebabkan dehidrasi, yang keduanya memberikan kontribusi pada pengendapan kristal
asam urat pada sendi dengan mengefek metabolisme asam urat. Ada tiga aspek untuk
pengobatan asam urat dengan obat-obatan. Pertama, penghilang rasa sakit seperti

asetaminofen (Tylenol) atau analgesik lain yang lebih kuat digunakan untuk mengatasi
rasa sakit. Kedua, agen anti-inflamasi seperti OAINS, colchicine , dan kortikosteroid
digunakan untuk mengurangi peradangan sendi. Akhirnya, obat dipertimbangkan untuk
mengelola kekacauan metabolisme kronis yang menyebabkan hiperurisemia dan asam
urat. Probenesid (Benemid) dan sulfinpirazone (Anturane) adalah obat-obat yang biasa
digunakan untuk mengurangi kadar asam urat darah dengan meningkatkan ekskresi asam
urat ke dalam urin. Tetapi, obat penurun asam urat seperti alopurinol dan febuxostat
umumnya tidak dimulai pada pasien yang mengalami serangan akut gout karena dapat
memperburuk peradangan akut. Obat intravena baru yang digunakan untuk menurunkan
kadar asam urat darah pada pasien tertentu dengan gout kronis adalah pegylated uricase.
Obat infus ini harus dipertimbangkan hanya untuk pasien-pasien dengan gout yang telah
gagal pengobatan dengan obat-obat penurunan asam urat konvensional karena dapat
menyebabkan reaksi anafilaksis dan reaksi infus. (Shiel, W.C., 2010)
2.7.2.5 Lupus Eritematosus Sistemik (LES) (Penyakit Autoimun)
Lupus adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan peradangan akut dan
kronis dari berbagai jaringan tubuh. Orang dengan lupus memproduksi antibody
abnormal dalam darah mereka yang menargetkan jaringan dalam tubuh mereka sendiri
daripada agen infeksi asing. Karena antibodi dan sel-sel yang menyertai peradangan
dapat mempengaruhi jaringan di mana saja di tubuh, lupus memiliki potensi untuk
mempengaruhi berbagai area. Lupus dapat menyebabkan penyakit hati, kulit, sistem
paru-paru, ginjal, sendi, dan/atau sistem saraf. Ketika hanya kulit yang terlibat, kondisi
ini disebut dermatitis lupus atau lupus eritematosus kulit. Suatu bentuk dermatitis lupus
yang dapat diisolasi ke kulit, tanpa penyakit internal disebut lupus discoid. Ketika organorgan internal yang terlibat, kondisi ini disebut sebagai LES. (Shiel, W.C., 2010)
Alasan yang tepat untuk autoimun yang abnormal yang menyebabkan lupus masih
belum diketahui. Tetapi diduga gen yang diwariskan, virus, sinar ultraviolet, dan obat
tertentu mungkin memainkan peran. Beberapa ilmuwan percaya bahwa sistem imun pada
lupus lebih mudah distimulasi oleh faktor eksternal seperti virus atau sinar ultraviolet.
Kadang-kadang, gejala lupus dapat dipercepat atau diperburuk hanya dengan periode
singkat paparan sinar matahari. Hal ini juga diketahui bahwa beberapa wanita dengan

LES dapat mengalami perburukan gejala sebelum mereka menstruasi. Fenomena ini,
bersama dengan dominasi LES pada wanita, menyarankan bahwa hormon-hormon wanita
memainkan peran penting dalam ekspresi dari LES. Baru-baru ini, penelitian telah
menunjukkan bukti bahwa suatu kunci kegagalan enzim untuk membuang sel-sel mati
dapat berkontribusi pada pengembangan LES. Enzim DNase1, umumnya mengeliminasi
apa yang disebut sampah DNA dan puing-puing sel-sel lainnya dengan menjadikannya
fragmenfragmen kecil untuk memudahkan pembuangan. Jadi, mutasi genetik dalam gen
yang dapat mengganggu pembuangan limbah selular tubuh mungkin terlibat dalam
permulaan dari LES. (Shiel, W.C., 2010)
Hampir semua orang dengan LES mempunyai nyeri sendi dan bengkak. Beberapa
pasien mengembangkan artritis. Sering sendi yang terkena adalah jari-jari, tangan,
pergelangan tangan, dan lutut. Gejala umum lainnya termasuk nyeri dada saat mengambil
napas dalam, kelelahan, demam tanpa penyebab lain, ketidaknyamanan, kegelisahan, atau
perasaan sakit (malaise), rambut rontok, sensitivitas terhadap sinar matahari, pembesaran
kelenjar getah bening, dan ruam kulit yang tampak seperti "kupu-kupu" pada pipi dan
jembatan hidung mempengaruhi sekitar setengah dari orang dengan LES. Ruam ini
semakin memburuk di sinar matahari juga dapat meluas. Gejala lain tergantung pada
bagian tubuh apa yang terkena. Jika otak dan sistem saraf yang terkena maka gejalanya
adalah sakit kepala, kelainan kognitif, parastesia atau nyeri di lengan atau kaki,
perubahan kepribadian, psikosis, risiko stroke, kejang, dan permasalahan penglihatan.
Jika saluran pencernaan, nyeri perut, mual, dan muntah. Pada jantung, irama jantung akan
menjadi abnormal (aritmia). LES pada ginjal meyebabkan darah dalam urin. Jika pada
paru-paru, batuk darah dan kesulitan bernafas akan terjadi. Pada kulit, warna kulit merata
dan jari-jari berubah warna saat dingin (fenomena Raynauds). (Borigini, M.J., 2010)
Diagnosis LES adalah berdasarkan pada ciri khas dari penyakit. Pasien harus ada
paling tidak 4 dari 11 ciri khas dari penyakit. Biasanya akan diauskultasi untuk
mendengarkan suara heart friction rub atau pleural friction rub. Selain itu, ujian
neurologis juga akan dilakukan. Tes yang digunakan untuk mendiagnosa LES dapat
meliputi tes antibodi (ANA panel, Anti-double strand (ds) DNA, Antiphospholipid
antibody, dan Anti-Smith antibody), dan CBC (complete blood count) untuk menunjukkan
jumlah sel darah putih, hemoglobin, atau platelet. Selain itu, sinar-X dada untuk

menunjukkan pleuritis atau perikarditis. Juga dilakukan biopsy ginjal dan pemeriksaan
urin untuk menunjukkan darah atau protein dalam urin. (Borigini, M.J., 2010)
Tidak ada obat untuk LES tetapi pengobatan ditujukan untuk mengontrol gejala
berdasarkan gejala individual. Penyakit ringan yang melibatkan ruam, sakit kepala,
demam, artritis, pleuritis, dan perikarditis tidak memerlukan terapi banyak. Biasanya
OAINS digunakan untuk mengobati rematik dan pleuritis. Krim kortikosteroid digunakan
untuk mengobati ruam kulit. Obat antimalaria (hidroksiklorokuin) dan kortikosteroid
dosis rendah kadang-kadang digunakan untuk gejala kulit dan artritis. Kortikosteroid atau
obat untuk mengurangi respon sistem kekebalan tubuh mungkin diresepkan untuk
mengontrol gejala lain. Obat sitotoksik (obat yang menghambat pertumbuhan sel)
digunakan untuk mengobati orang yang tidak merespon dengan baik terhadap
kortikosteroid, atau yang tidakdapat berhenti mengkonsumsi kortikosteroid tanpa gejala
mereka semakin buruk. Secara non farmakologi, pasien disuruh memakai pakaian
pelindung, kacamata hitam, dan tabir matahari ketika di bawah sinar matahari. (Borigini,
M.J., 2010)
2.7.2.6 Skleroderma
Skleroderma merupakan penyakit kronis multisistem dimana etiologinya masih
belum diketahui. Secara klinis, dikarakteristikkan dengan penebalan kulit yang
disebabkan oleh akumulasi jaringan ikat dan abnormalitas struktur dan fungsional pada
organ viseral, termasuk saluran pencernaan, paru-paru, jantung, dan ginjal. Antara
manifestasi klinis yang terdapat pada penyakit ini adalah fenomenon Raynaud, penebalan
kulit, kalsinosis subkutan, artralgias, miopati, dismotilitas esofageal, fibrosis pulmonal,
gagal jantung kongestif, dan krisis renal. Penyakit skleroderma mempunyai distribusi di
seluruh dunia dan mengefek semua suku kaum. Onset bagi penyakit ini biasanya pada
masa anak-anak dan pria usia muda. Insidensi semakin meningkat pada usia lanjut,
dimana puncak maksimumnya ada pada usia 30-50 tahun. Wanita, secara keseluruhan
terkena\ penyakit ini 3 kali lebih sering jika dibanding dengan pria. Penyakit ini biasanya
didiagnosis berdasarkan gejala-gejalanya. Pada beberapa pasien, monoklonal IgG dapat
dideteksi. Selain itu, biopsi juga turut dilakukan untuk membedakan dengan penyakit
rematik lain.

Walaupun penyakit ini tidak dapat disembuhkan, penanganan organ-organ yang


terlibat dapat mengurangkan simptom-simptom dan memperbaiki fungsi. Efek terapi obat
untuk penyakit ini, menjadi susah untuk dievaluasi karena penyebabnya yang bervariasi
dan keparahan penyakit yang berbeda. Pasien dengan sklerodermakutan yang terbatas,
mempunyai prognosis yang baik, tetapi prognosis pada pasien tahap awal menjadi susah
untuk diprediksi. (Fauci, A.S., & Langford, C.A., 2006)
2.8 Penelitian yang Relevan
1.
Uji eksrak metanol antioksidan batang kayu manis (Cinnamomun
zeylanicum nees) oleh Dominikus Lende Jurusan Pendidikan Kimia
2.

Universitas Cendana Kupang.


Uji ekstrak metanol antioksidan buah tomat oleh Dewi Maulida Jurusan
Pendidikan Kimia Universitas Diponegoro Semarang

2.9 Kerangka Konseptual

Pengobatan

Suntikan Insulin

Obat Herbal: tanaman landep dan


tanaman cabai merah

Ekstrak kombinasi tanaman


landep dengan tanaman cabai

Hasil Penelitian
Relevan
Analisis

Kandungan kimia

Sifat fisiko-kimia

Massa
jenis

Kelarutan

Titik
didih

Putaran
optik

Kelompok
Senyawa,
Gugus
Fungsi, Ion
Molekul

Fitokimia:Alk
aloid,
flavonoid,
tanin, saponin,
triterpenoid

Aktivitas

InVivo

InVitro

Hipotesis
Gambar Bagan Kerangka Konseptual
2.10 Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka konseptual maka hipotesis penelitian
dirumuskan sebagai berikut :
1

Ekstrak kombinasi daun tanaman Landep (Barleria prionities L.) dan buah tanaman
cabai merah (Capsicum annum L) memiliki sifat fisiko kimia antara lain kelarutan, titik
didih, massa jenis, dan putar optik.

Ekstrak kombinasi daun tanaman Landep (Barleria prionities L.) dan buah tanaman
cabai merah (Capsicum annum L) memiliki kandungan kelompok senyawa alkaloid,
flavonoid, tanin, saponin dan steroid.

Ekstrak kombinasi daun tanaman Landep (Barleria prionities L.) dan buah tanaman
cabai merah (Capsicum annum L) memiliki aktivitas terhadap penyakit reumatik

BAB III
METODE PENELITIAN
1.1.

JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental desain laboratorium.

3.2.

Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan mulai 25 Mei 2015 Sampai selesai.
3.2.2 Tempat Penelitian
1. Laboratorium Kimia dan Mirobiologi Universitas Widya Mandira Kupang.
Pembuatan ekstrak, pengujian sifat fisiko-kimia antara lain kelarutan, titik didih,

massa jenis, dan putar optik, uji fitokimia antara lain alkaloid, flavonoid, tanin,
saponin, dan triterpenoid, dan KLT.
2 Laboratorium Farmasi Universitas Airlangga Surabaya
Analisis komponen kimia ekstrak kombinasi daun tanaman Landep (Barleria
prionities L.) dan buah tanaman cabai merah (Capsicum annum L) dengan
menggunakan spektroskopi infra merah (IR) dan kromatografi gas-spektroskopi
massa (GC-MS).
3 Laboratorium Bhayangkara Kupang
Pengujian dilakukan untuk mengetahui penyakit rematik pasien.

Kediaman Pasien
Uji aktifitas ekstrak kombinasi daun tanaman Landep (Barleria prionities L.) dan buah
tanaman cabai merah (Capsicum annum L) pada pasien Reumatik dilakukan di
kediaman pasien di Mentari, Maulafa Kota Kupang serta analisis reumatik pasien.

3.3.
Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
3.3.1.1 Tanaman Landep
Seluruh bagian tanaman Landep (Barleria prionities L.) yang terdiri dari akar, batang
dan daun di propinsi Nusa Tenggara Timur.
3.3.1.2 Tanaman Cabai Merah
Seluruh bagian tanaman cabai merah (Capsicum annum L)yang terdiri dari akar, daun,
buah, bunga yang berada di daerah propinsi Nusa Tenggara Timur.
3.3.1.3 Pasien Penyakit Reumatik
Pasien penyakit reumatik setelah diperiksa di Laboratorium dan positif penyakit
reumatik.
3.3.2. Sampel
3.3.2.1 Daun Tanaman Landep

Daun tanaman landep yang digunakan pada penelitian adalah Tanaman Landep yang
diambil dari kompleks perumahan Mentari , Maulafa Kota Kupang.
3.3.2.2.
Buah Tanaan Cabai Merah
Buah tanaman cabai merah yang digunakan pada penelitian adalah Buah Tanaman
Cabai Merah yang sudah masak, diambil dari Kompleks perumahan Mentari, Maulafa
Kota Kupang.
3.3.2.3 Pasien Positif Penyakit Reumatik
Pasien yang digunakan pada penelitian ini adalah pasien yang telah diperiksa pada
laboratorium RSUD Prof.W.Z Johanes dan positif penyakit reumatik, dengan identitas
sebagai berikut :
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat

: BL
: 48Tahun
: Perempuan
: Mentari, Maulafa Kupang

3.4.
3.4.1.

Variabel Penelitian
Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah :
1. Ekstrak kombinasi daun tanaman landep dan buah cabai merah.
2. Pelarut metanol.
3.4.2 Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah :
1. Sifat fisiko kimia ekstrak kombinasi daun tanaman landep dan buah cabai merah
2. Kandungan kimia dalam ekstrak kombinasi daun tanaman landep dan buah cabai
merah.
3. Aktivitas ekstrak kombinasi daun tanaman landep dan buah tanaman cabai merah
terhadap penyakti reumatik. Hal yang perlu diperhatikan yang dapat mempengaruhi
hasil penelitian :
4. Subyek penelitian tidak dianjurkan untuk mengosumsi makanan atau minuman yang
dapat mengurangi reumatiknya.
5. Subyek penelitian tidak dianjurkan untuk mengosumsi obat-obatan atau produk lain
yang dapat mengurangi nyeri reumatik selama penelitian.
3.5 Alat dan Bahan
3.5.1 Alat
3.5.1.1 Persiapan Sampel

Alat mol , pisau, jergen bekas, baskom, senduk, aluminium foil, gelas kimia 1000 mL,
peniti.
3.5.1.2 Ekstraksi
Labu Erlenmeyer 2000 mL, gelas kimia 500 mL, neraca Analitik N.J. 07932, batang
pengaduk, baskom, kertas saring Whatman No.41 DIA 90MM, corong, aluminium
foil, kapas wajah.
3.5.1.3 Uji pelarut metanol
Kaca arloji, pipet tetes.
3.5.1.4 Analisis Sifat Fisiko-Kimia
3.5.1.4.1
Uji kelarutan
Pipet tetes, tabung reaksi, rak tabung reaksi.
3.5.1.4.2
Penentuan titik didih
Gelas kimia 250 mL, tabung reaksi, pembakar spiritus, kaki tiga, kawat kasa, plat tetes,
penyumbat gabus, termometer 1100 C.
3.5.1.4.3 Penetapan Massa Jenis
Gelas kimia 50 mL, neraca analitik N.J. 07932, desikator, silinder ukur 10 mL, dan
tisu.
3.5.1.4.4 Penentuan putaran optik
Labu elemenyer 150 mL, gelas kimia 250 mL, gelas ukur 50 mL, polarimeter, Lampu
merkuri, corong.
3.5.1.5 Analisis fitokimia
3.5.1.5.1 Uji Alkaloid
Pipet tetes, batang pengaduk, gelas kimia 100 mL, gelas kimia 50 mL, rak tabung
3.5.1.5.2

reaksi, tabung reaksi, aluminium foil, botol reagen, aquades, kertas label.
Uji Flavonoid
Pipet tetes, batang pengaduk, gelas kimia 100 mL, gelas kimia 50 mL, rak tabung

3.5.1.5.3

reaksi, tabung reaksi, aluminium foil, botol reagen, aquades, kertas label.
Uji Tanin
Pipet tetes, batang pengaduk, rak tabung reaksi, tabung reaksi, botol reagen, aquades,

3.5.1.5.4

kertas label.
Uji Saponin
Tabung reaksi, kaki tiga, kawat kasa, lampu spiritus,kertas label.

3.5.1.5.5

Uji Triterpenoid
Pipet tetes, batang pengaduk, rak tabung reaksi, tabung reaksi, botol reagen, aquades,
kertas label.

Analisis Komponen kimia


3.5.1.6 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Plat KLT, pipa kapiler, pipet tetes, gelas kimia 250 mL, penggaris 30 cm, pensil,
gunting, lampu UV 254 nm, silinder ukur, botol chamber, kaca arloji.
3.5.1.7 Spektrometri Inframerah (IR)
Spektrometer infra merah Jasco FT-IR-5300 pada bilangan gelombang 400-4000 cm-1.
Radiasi inframerah : dihasilkan oleh pemijar Nernst dan Globar. Globar merupakan
batangan silikon karbida yang dipanasi sekitar 1.200C,
memancarkan radiasi continue pada daerah 1 40 m. Pijar
Nernst merupakan batang cekung dari sirkonum dan yttrium
oksida yang dipanasi sekitar 1500C memancarkan radiasi
antara 0,4 20 m.
Monokromator

: Prisma natrium klorida paling banyak digunakan untuk


monokromator inframerah karena dispersinya tinggi antara 5,0
16 m.

Detektor

:Detektor panas untuk mendeteksi sinar inframerah, yaitu termokopel,


bolometer dan sel golay. Ketiga detektor ini bekerja berdasarkan efek
pemanasan yang ditimbulkan oleh sinar inframerah.

3.5.1.8 Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (GC-MS)

GC-MS merek Shimadzu tipe QP2010S, suhu injektor 280 oC, suhu kolom 40 270
o

C, jenis kolom Rtx-5MS, panjang kolom 30.00 m, ketebalan 0.25 m, diameter

0,25 mm, dan jenis pengion EI (Electron Impact) 70 eV.


3.5.1.9 Uji aktivitas
3.5.1.9.1 In vitro
Tabung reaksi pyrex, silinder ukur 10 mL, gelas kimia pyrex 250 mL, pembakar
3.5.1.9.2
3.5.2
3.5.2.1

spiritus, kaki tiga, kawat kasa.


In vivo
Silinder ukur 10 mL, senduk, gelas.

Bahan
Persiapan Sampel
Daun tanaman landep dan buah cabai merah, air bersih.
3.5.2.2

Ekstraksi
Metanol 96 % p.a, sampel daun tanaman landep dan buah cabai merah.

3.5.2.3

Uji Pelarut Metanol


Minyak goreng dan asam sulfat pekat.

3.5.2.4

Analisis Fisiko-kimia

3.5.2.4.1

Uji Kelarutan
Ekstrak kombinasi daun tanaman landep dan buah cabai merah, aquades, dietil eter
95% p.a , kloroform 95% p.a dan metanol 96 % p.a.

3.5.2.4.2

Penentuan Titik Didih


Ekstrak kombinasi daun tanaman landep dan buah cabai merah.

3.5.2.4.3

Penetapan Massa Jenis


Ekstrak kombinasi daun tanaman landep dan buah cabai merah.

3.5.2.4.4

Penentuan Putaran Optik


Ekstrak kombinasi daun tanaman landep dan buah cabai merah, metanol.

3.5.2.5
Analisis Fitokimia
3.5.2.5.1 Uji Alkaloid
Ekstrak kombinasi daun tanaman landep dan buah cabai merah , reagen mayer dan
reagen wagner.
3.5.2.5.2

3.5.2.5.3

3.5.2.5.4
3.5.2.5.5

Uji Flavonoid
Ekstrak kombinasi daun tanaman landep dan buah cabai merah, HCl pekat 37% dan
serbuk magnesium.
Uji Tanin
Ekstrak kombinasi daun tanaman landep dan buah cabai merah dan pereaksi besi
(III) klorida.
Uji Saponin
Ekstrak kombinasi daun tanaman landep dan buah cabai merah, FeCl3 dan aquades.
Uji Triterpenoid
Ekstrak kombinasi daun tanaman landep dan buah cabai merah, asam asetat anhidrat
95% p.a dan H2SO4 pekat 96% p.a.

3.5.2.6 Analisis Komponen Kimia


3.5.2.6.1

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Ekstrak kombinasi daun tanaman landep dan buah cabai merah.

3.5.2.7

Spektrometri Inframerah (IR)


Ekstrak kombinasi daun tanaman landep dan buah cabai merah.

3.5.2.8 Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (GC-MS)


Ekstrak kombinasi daun tanaman landep dan buah cabai merah.
3.5.2.9 Uji Aktivitas

3.5.2.9.1

In vitro
Ekstrak kombinasi daun tanaman landep dan buah cabai merah, glukosa, pereaksi

3.5.2.9.2
3.6
3.6.1
1.
2.
3.
4.
5.

fehling, aquadest.
In vivo
Ekstrak kombinasi daun tanaman landep dan buah cabai merah, air minum.
Prosedur Kerja
Persiapan sampel
Ambil daun tanaman landep dan buah cabai merah yang masih segar.
Cuci bahan-bahan tersebut dengan air bersih.
Keringkan dengan cara diangin-anginkan.
Mol daun dan akar tersebut dengan alat gilingan.
Simpan dalam baskom untuk proses ekstraksi.

3.6.2 Ekstraksi
1. Timbang 200 gram serbuk daun kumis kucing dan 200 gram serbuk akar daun
pegagan.
2. Campurkan daun kumis kucing dan akar daun pegagan yang telah halus ke dalam
labu Erlenmeyer 2000 mL.
3. Tambahkan 1000 mL metanol 96% p.a, campur hingga merata.
4. Tutup Labu erlenmeyer dengan menggunakan aluminium foil, dan diberi sedikit
lubang dengan menggunakan peniti,
5. Biarkan selama 3 x 24 jam untuk proses maserasi.
6. Saring ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan hasil maserasi
dengan menggunakan kapas wajah .
7. Saring ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan dengan kertas
saring wogmen 41 untuk mendapatkan filtrat yang jernih dan residunya.
8. Tempatkan ke dalam baskom dan ditutup dengan aluminum foil, dilubangi
permukaannya.
9. Uapkan ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan hasil maserasi
selama 2 minggu.
10. Panaskan ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan dengan
menggunakan penangas selama 30 menit, uapkan selama 1 hari.
11. Simpan ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan murni tanpa
pelarut untuk uji fisiko-kimia, uji fitokimia, IR, GC-MS, dan uji aktivitas.
3.6.3

Uji pelarut metanol

1. Siapkan ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan hasil
2.
3.
4.
5.

penguapan.
Masukkan 1 mL minyak goreng pada kaca arloji.
Tambahkan 1 mL ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan.
Teteskan beberapa tetes H2SO4 pekat 96% p.a.
Amati hasil yang diperoleh. Ada tidaknya kandungan metanol ditandai pada gejala
aroma yang ditimbulkan. Jika aromanya harum maka ekstrak masih mengandung

metanol. Jika tidak ada aroma harum maka ekstrak tidak mengandung metanol.
3.6.4 Analisis Fisiko-Kimia
3.6.4.1 Uji kelarutan
1. Masukkan 1 mL aqudes ke dalam tabung reaksi.
2. Tambahkan 1 mL ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan ke
dalam tabung reaksi.
3. Aduk campuran dalam tabung reaksi hingga tercampur secara merata.
4. Amati hasil yang diperoleh.
5. Ulangi langkah 1 - 4 aquades diganti dengan metanol 96% p.a, dietil- eter 95% p.a
dan kloroform 95% p.a.
3.6.4.2 Penentuan titik didih
1 Siapkan ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan.
2 Masukkan 1 mL ekstrak kombinasi kumis kucing dan akar daun pegagan ke dalam
3

tabung reaksi.
Tutup tabung reaksi menggunakan penyumbat gabus, yang sudah dirangkai dengan

termometer.
Masukkan tabung reaksi ke dalam penangas air hingga mencapai suhu tertinggi yang

dicapai ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun daun pegagan.
5 Catat hasil suhu tertinggi yang sudah konstan.
3.6.4.3 Penetapan massa jenis
1 Siapkan ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan.
2 Timbang gelas kimia 50 mL dengan menggunakan neraca analitik.
3 Panaskan gelas kimia pada suhu 1100C selama 15 menit.
4 Timbang gelas kimia.
5 Ulangi lagi langkah 2-4, untuk memperoleh berat konstan gelas kimia.
6 Ukur 1 mL ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan masukan ke
7

dalam gelas kimia 50 mL.


Timbang berat gelas kimia dan ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun
pegagan pada neraca analitik.

8
3.6.4.4
1
2
3

Hitung nilai massa jenis.


Penentuan putaran optik
Siapkan ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan.
Masukkan 20 mL metanol ke dalam gelas kimia 250 mL.
Tambahkan 1 mL ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan,

campur hingga merata.


Masukkan campuran ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan

dengan metanol 96% p.a ke dalam tabung polarimeter.


Masukkan tabung polarimeter ke dalam analisator.
Putar analiser sambil memperhatikan melalui teleskop sampai intensitas sinar sama

dengan penerangnya.
7 Baca nilai derajat menit dan catat hasilnya.
8 Kembalikan analiser ke angka nol.
9 Ulangi langkah 1 8 dengan perbandingan konsentrasi ekstrak, sebagai berikut :
a. 25 mL metanol dan 1 mL ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun
pegagan.
b. 30 mL metanol dan 1 mL ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun
pegagan.
3.6.5 Analisis Fitokimia
3.6.5.1 Persiapan Reagen
3.6.5.1.1 Pembuatan reagen Meyer
1 Timbang KI sebanyak 6 gram.
2 Larutkan KI dengan aquades sebanyak 10 mL.
3 Timbang HgCl2 sebanyak 1,358 gram.
4 Larutkan HgCl2 dalam 60 mL aquades.
5 Campurkan larutan KI dan HgCl2.
6 Tambahkan air sampai volume 100 mL, dicampur hingga homogen.
3.6.5.1.2 Pembuatan reagen Wagner
1 Timbang KI sebanyak 2 gram.
2 Timbang serbuk I2 sebanyak 4 gram.
3 Campur KI dan I2.
4 Tambahkan sedikit air dan larutkan KI dan I2.
5 Masukkan larutan ke dalam labu Volumetrik.
6 Tambahkan aquades hingga mencapai 100 mL.
7 Campur hingga homogen, simpan dalam botol reagen dan diberi label.
3.6.5.2 Uji Alkaloid
1 Siapkan ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan, reagen Meyer
dan reagen Wagner.

Masukkan 2 mL ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan ke

dalam tabung reaksi.


3 Tambahkan 0,5 mL larutan HCL 25%, campur hingga merata.
4 Bagi larutan tersebut menjadi dua bagian dengan jumlah yang sama.
5 Tabung pertama dimasukkan 2 - 3 tetes reagen Meyer.
6 Amati perubahan yang terjadi.
7 Tabung ke dua, masukkan 2 - 3 tetes reagen Wagner.
8 Amati perubahan yang terjadi.
3.6.5.3
Uji Flavonoid
1 Siapkan ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan.
2 Buat larutan HCl 37%.
3 Potong pita magnesium menjadi beberapa bagian kecil.
4 Ukur 1 mL ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan
masukkan ke dalam tabung reaksi.
5 Teteskan 5 tetes larutan HCl 37% ke dalam tabung reaksi, kocok sampai homogen.
6 Tambahkan serbuk Mg dan amati perubahan yang terjadi.
3.6.5.4
1

Uji Tanin
Ukur 1 mL ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan masukkan

ke dalam tabung reaksi.


2 Teteskan 5 tetes pereaksi besi (III) klorida.
3 Amati perubahan yang terjadi.
3.6.5.5 Uji Saponin
1. Ukur 1 mL ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan masukkan
ke dalam tabung reaksi.
2. Tambahkan 2 mL air.
3. Panaskan dalam penangas air.
4. Kocok dan amati perubahan yang terjadi.
3.6.5.6 Uji Steroid/Triterpenoid
1. Siapkan sebuah tabung reaksi.
2. Ukur 1 mL ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan masukkan
ke dalam tabung reaksi.
3. Teteskan 2 tetes asam asetat anhidrat ke dalam tabung reaksi yang berisi ekstrak
hingga semua ekstrak terendam.
4. Teteskan 5 tetes H2SO4 pekat dalam tabung reaksi.
5. Amati perubahan yang terjadi.

3.6.5.7 Analisis Komponen Kimia


3.6.5.7.1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

KLT
Potong kertas KLT dengan panjang 5 cm dan lebar 2 cm.
Garis pembatas pada kertas KLT dengan batas bawah 1 cm dan batas atas 0,5 cm.
Siapkan ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan.
Masukkan 4,5 mL metanol 96% p.a ke dalam botol chamber.
Tambahkan 0,5 mL aquades ke dalam botol chamber.
Tutup botol chamber, kocok hingga tercampur merata
Biarkan selama 10-15 menit.
Campurkan 0,1 mL ekstrak dan 1 mL metanol 96% p.a pada kaca arloji hingga

merata.
9. Dengan menggunakan pipa kapiler, totolkan ekstrak yang telah dicampur dengan
metanol 96% p.a pada kertas KLT pada batas bawah.
10. Biarkan beberapa menit.
11. Masukkan kertas KLT yang telah ditotol dengan ekstrak ke dalam botol chamber
yang telah berisi campuran air dan metanol (4,5 : 0,5) mL.
12. Biarkan beberapa menit.
13. Amati fase gerak (air dan metanol) pada botol chamber mendekati batas atas kertas
KLT pada tanda batas.
14. Angkat kertas KLT, biarkan beberapa menit hingga mengering.
15. Amati noda yang tampak pada kertas KLT menggunakan lampu UV 254 nm.
16. Beri lingkaran pada noda yang tampak.
17. Ulang langkah 1-16 tetapi mengganti eluen dengan berbagai variasi yakni metanol
96% p.a : kloroform 95% p.a dengan perbandingan 4,5:0,5 dan metanol 96% p.a :
kloroform 95% p.a : aquadest dengan perbandingan 2:6:2.
18. Hitung nilai Rf.
3.6.6 Spektrometri Inframerah (IR)
Ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan dianalisis gugus fungsi
dengan IR di Laboratorium Farmasi Airlangga Surabaya.
3.6.7

Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (GC-MS)


Ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan dianalisis fragmen ion
3.6.8

molekul dengan GCMS di Laboratorium Farmasi Airlangga Surabaya.


Uji Aktivitas

3.6.8.1 In Vitro
1. Ukur 10 mL aquades, timbang 10 gr glukosa, larutkan glukosa tersebut dalam
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
3.6.8.2
1.
2.
3.

aquades.
Masukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 mL larutan glukosa tersebut.
Tambahkan 1 mL larutan fehling.
Panaskan dengan menggunakan penangas air.
Amatilah perubahan yang terjadi.
Masukkan larutan glukosa sebanyak 2 mL ke dalam tabung reaksi pyrex.
Tambahkan 1 mL ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan.
Panaskan dengan menggunakan penangas air.
Amatilah perubahan yang terjadi.
Uji aktivitas In Vivo
Periksa kadar gula darah pasien di Laboratorium Klinik Kartini Kota Kupang.
Hasilnya menunjukkan kadar gula pasien > 200 mg/dL.
Pasien diberi minum ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan :

air, (2:3) sebanyak 5 mL


4. Dosis 2 kali sehari, 5 mL selama 3 minggu.
5. Periksa kembali kadar gula darah pasien di Laboratorium klinik yang sama.
3.7 Teknik Pengumpulan Data
3.7.1 Parameter Lab
Parameter lab dalam penelitian untuk memperoleh data sifat fisika kimia antara lain:
kelarutan, massa jenis, titik didih, putaran optik, alkaloid, flavonoid, tanin, saponin,
triterpenoid metode KLT, Spektro IR,GC-MS, aktivitas ekstrak kombinasi daun kumis
3.7.2

kucing dan akar daun pegagan.


Wawancara
Teknik wawancara digunakan untuk memperoleh keterangan awal dari seorang pasien
yang memiliki keluhan khusus. Keluhan ini diharapkan agar pasien tersebut
mengalami gejala Diabetes Mellitus sehingga dapat dijadikan sebagai subyek

penelitian.
3.8 Teknik Analisis Data
3.8.1
Ekstraksi
Data hasil ekstraksi daun kumis kucing dan akar daun pegagan dianalisis
menggunakan rumus:
berat akhir ekstrak
rendemen ekstrak=
x 100
berat awal ekstrak
3.8.2

Uji Pelarut Metanol

Data hasil uji metanol ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan
3.8.3
1

dianalisis menggunakan data perbandingan aroma ester yang terbentuk.


Analisis Sifat Fisiko-kimia
Uji Kelarutan
Data hasil uji kelarutan ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan
dianalisis menggunakan jumlah volume pelarut.

Penentuan Titik didih


Data hasil penentuan titik didih ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun
pegagan dianalisis dengan titik didih tertinggi.
Penetapan Massa jenis

m
V

Data hasil penetapan massa jenis, ekstrak kombinasi daun kumis kucing

dan akar daun pegagan dianalisis menggunakan rumus sebagai berikut:

dimana :

: massa jenis ekstrak (gram/mL)

: massa ekstrak (gram)

: volume ekstrak (mL)

Penentuan Putar Optik


Data hasil penentuan putar optik, ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun
pegagan dianalisis menggunakan rumus sebagai beikut :

31D

l. C

Keterangan :

31D

3.8.4

: Sudut putar jenis garis D Merkuri pada suhu 310 C

: Sudut putar teramati pada suhu 310 C

: Panjang tabung

: Konsentrasi larutan

Analisis Fitokimia
1. Uji Alkaloid
Data hasil uji alkaloid ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan
dianalisis menggunakan perbandingan data teoritis reagen Wagner dan reagen Mayer.
2. Uji Flavonoid
Data hasil uji flavonoid ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan
dianalisis mengunakan perbandingan data teoritis hasil positif reagen wilstaler sianidin
(HCl + Mg).
3. Uji Tanin
Data hasil uji tanin ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan
dianalisis menggunakan perbandingan data teoritis pereaksi besi (III) klorida hasil
positif warna hijau kehitaman.
4. Uji Saponin
Data hasil uji saponin ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan
dianalisis menggunakan perbandingan data teoritis hasil positif terbentuknya busa

5.

seperti sabun.
Uji Triterpenoid
Data hasil uji triterpenoid ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan
dianalisis menggunakan perbandingan data teoritis hasil positif terbentuknya warna
hijau biru dengan pereaksi asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat.

3.8.5

KLT
Data hasil KLT ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan
dianalisis menggunakan rumus sebagai beikut :

Rf

Jarak yang di tempuh senyawa terlarut


Jarak yang ditempuh pelarut

(Rohman, 2009:5)

3.8.6

Spektroskopi Infra Merah (IR)


Data hasil spektroskopi IR ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun
pegagan dianalisis dengan membandingkan data teoritis gugus fungsi.

3.8.7

Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (GC-MS)


Data hasil GC-MS ekstrak kombinasi daun kumis kucing dan akar daun pegagan
dianalisis dengan membandingkan data teoritis ion molekul.

3.8.8

Aktivitas
1. Data hasil uji aktifitas secara in vitro dianalisis menggunakan perbandingan data
teoritis glukosa dengan reagen fehling.
2. Data hasil uji aktifitas secara in vivo dianalisis menggunakan data teoritis laboratorium
kadar gula darah normal, dan data klinik pasien sebelum dan sesudah terapi.

Anda mungkin juga menyukai