Anda di halaman 1dari 50

Manajemen kasus

Hutomo Prawirohardjo
dr. Eddy Sudarto, Sp.B

I. IDENTITAS

Nama

: Sdr. A

Umur

: 16 thn

Jenis kelamin : Laki-laki


Alamat

: Karanganyar,Ngawi

Pekerjaan

: Pelajar

Tgl. Diperiksa : 09-06-2015

II. ANAMNESIS
Aloanamnesis
: Ayah pasien
Autoanamnesis : Pasien

A. Riwayat Penyakit

1. Keluhan Utama

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD tanggal 7 Juni 2015 dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah kurang lebih 8 hari, pasien merasakan nyeri perut pertama kali pada
hari selasa tanggal 2 Juni 2015, nyeri terasa diperut bagian tengah atas,
pasien sulit berjalan (berjalan membungkuk) disertai muntah 1 kali. Tanggal 3
Juni pasien merasakan nyeri perut tambah berat dan menganggu aktivitas,
pasien akhirnya ke dukun untuk diurut bagian perut yang terasa nyeri. Pada
malam harinya pasien tidak merasakan perubahan pada bagian perut malah
bertambah nyeri, nyeri berpindah dari perut atas ke perut bagian kanan
bawah, disertai kondisi tubuh demam (Demam naik turun). Tanggal 4 sampai
7 Juni pasien berobat di Puskesmas Karangjati rawat inap, pasien selama
dirawat masih merasakan nyeri perut kanan bawah tidak berkurang dan
demam yang naik turun. Pada tanggal 7 Juni 2015 pasien ke IGD RSUD dr
Soeroto Ngawi dengan keadaan nyeri perut kanan bawah, BAB (+) feses
keras keluar sedikit, BAK (+) normal badan demam (+).
Riwayat pengobatan (+) tidak ada perbaikan, keluhan lain seperti , BAK dalam
batas normal, pusing (-), mual (+), muntah (+), maag (-), BAB keras (+)

: Nyeri Perut

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit serupa


: disangkal
Riwayat Hipertensi
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat sakit Hati/hepar
: disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat sakit serupa


: disangkal
Riwayat Hipertensi
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat sakit Hati/hepar
: disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN FISIK
Kesan umum: Kesakitan
Kesadaran
Vital sign

: Compos mentis
: Tekanan darah : 110/70mmHg

Nadi

: 88 kali/ menit, teratur, regular.

Suhu axila

: 37, 0 C

Respirasi

: 21 kali/ menit

Status generalis

KEADAAN UMUM
Kesadaran : compos mentis
Berat badan : 58 kg

PEMERIKSAAN KEPALA :
Kepala: bentuk mesochepal
Mata : konjungtiva anemis (-/-) sclera
ikterik (- /-) pupil isokor, diameter pupil
2mm/2mm, lensa jernih
Hidung : nafas cuping hidung (-)
Mulut : sianosis (-) pucat (-) stomatitis (-)
Leher : pembesaran kelenjar tiroid (-)
pembesaran kelenjar getah bening sekitar
(-)

Paru Anterior
Dextra

Sinistra

Inspeksi

Simetri (+), retraksi


Simetri (+), retraksi
(-), iga dan seka antar (-), iga dan seka antar
iga melebar (-)
iga melebar (-)

Palpasi

Simetri, Krepitasi (-),


Nyeri Tekan (-)

Simetri, Krepitasi (-),


Nyeri Tekan (-)

Perkusi

Sonor pada seluruh


lapang paru

Sonor pada seluruh


lapang paru

Auskultasi

Suara dasar vesikuler


(+), Wheezing (-),
Ronkhi (-)

Suara dasar vesikuler


(+), Wheezing (-),
Ronkhi (-)

Posterior
Dextra

Sinistra

Inspeksi

Simetri

Simetri

Palpasi

Simetri, Nyeri Tekan


(-)

Simetri, Nyeri Tekan


(-)

Perkusi

Sonor pada seluruh


lapang paru

Sonor pada seluruh


lapang paru

Auskultasi

Suara dasar vesikuler


(+), Wheezing (-),
Ronkhi (-)

Suara dasar vesikuler


(+), Wheezing (-),
Ronkhi (-)

Jantung
Inspeksi : ictus cordis tampak pada SIC V, 1cm
medial dari linea midclavicularis sinistra
Palpasi : ictus cordis tampak pada SIC V, 1cm
medial dari linea midclavicularis sinistra, kuat
angkat (-)
Perkusi :
Batas kanan : SIC IV linea midsternalis dextra
Batas kiri : SIC V, linea midclavikularis sinistra
Batas atas : SIC II, linea sternalis sinistra
Auskultasi : suara S1 S2 murni, regular, suara
tambahan (-)

PEMERIKSAAN ABDOMEN
Inspeksi : dinding perut rata jaringan
parut(-)
Auskultasi : peristaltic (+) Normal, 4 x
per
menit
Palpasi
: nyeri tekan (+) kuadran
kanan
bawah (Iliac
kanan),benjolan/massa
(-)
Perkusi
: timpani (-) Redup+ (+)
+
+

Genetalia
Inspeksi
Hernia (-), Pembesaran Kelenjar Inguinal
(-), sirkumsisi (+), gland penis lesi (-),
Sweeling (-), Meatus (+) Normal,
skrotum dalam batas normal

Superior
Dextra/Sinistra

Inferior
Dextra/Sinistra

Sianosis

-/-

-/-

Oedem

-/-

-/-

Status lokalis
Regio Abdoment
Palpasi :

Mc. Burney
(+)
Nyeri Lepas
(+)
Defens muskular
(+)
Rovsing sign
(+)
Obturator sign
(+)

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan lab
Darah Rutin :

WBC
:16.6
Hb :11.7
Rbc :4.22
HCT :35.7
PLT :264

Diagnosis banding

Apendisitis Akut
ISK
Perforasi gaster
Perforasi duedonum
Kolesistitis akut

Diagnosis kerja
Apendisitis Akut

Tatalaksana

Infus Ringer Laktat 20 tpm


Infus Metronidazol 500 mg 3x1
Inj Ceftriakson 1 g 1x1
Inj Ranitidin 2x1
Inj Ketorolac 3x1
Pre Op Appendictomy
Puasa 6 jam, pasang DC, NGT

PEMBAHASAN

Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada
apendiks vermiformis. Apendisitis
akut adalah penyebab paling umum
inflamasi akut pada kuadran kanan
bawah rongga abdomen, penyebab
paling umum untuk bedah abdomen
darurat (Smeltzer, 2001 dalam
Docstoc, 2010)

Epidemologi
Hasil survey tahun 2008 Angka
kejadian appendiksitis di Indonesia
hingga saat ini masih tinggi. Di
Indonesia, 7% dari jumlah penduduk
di Indonesia atau sekitar 179.000
orang (Depkes, RI 2008) hasil survey
Jawa Tengah tahun 2009, jumlah
kasus appendiksitis dilaporkan
sebanyak 5.980 dan 177 diantaranya
menyababkan kematian.

Jumlah penderita appendiksitis tertinggi


ada di Kota Semarang, yakni 970 orang.
(Dinkes Jateng,2009
Hasil survey data di Rumah sakit
Roemani Semarang khususnya diruang
umar yang dilakukan pada bulan januari
sampai bulan april 2012 terdapat 5
pasien apendisitis, dari kelima pasien
tersebut dilakukan oprasi apendiks

Klasifikasi Apendisitis
Apendisitis akut, dibagi atas:
Apendisitis akut fokalis atau
segmentalis, yaitu setelah sembuh
akan timbul striktur lokal. Apendisitis
purulenta difusi yaitu sudah
bertumpuk nanah (Docstoc, 2010).

Apendisitis kronis, dibagi atas:


Apendisitis kronis fokalis atau parsial,
setelah sembuh akan timbul striktur
lokal. Apendisitis kronis obliteritiva
yaitu apendiks miring, biasanya
ditemukan pada usia tua (Docstoc,
2010)

Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi
bakteria. Sumbatan lumen apendiks
sebagai faktor pencetus disamping
hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
apendiks, dan cacing askaris dapat pula
menyebabkan sumbatan. Penyebab lain
yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks
karena parasit seperti E. histolytica
(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004)

Patofisiologi
Apendisitis kemungkinan dimulai
oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat
atau fekalit. Penjelasan ini sesuai
dengan pengamatan epidemiologi
bahwa apendisitis berhubungan
dengan asupan serat dalam
makanan yang rendah (Burkitt,
Quick, Reed, 2007)

Pada stadium awal dari apendisitis, terjadi


inflamasi mukosa. Inflamasi ini kemudian
berlanjut ke submukosa dan melibatkan
lapisan muskular dan serosa (peritoneal).
Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk
permukaan serosa, berlanjut beberapa
permukaan peritoneal yang
bersebelahan, seperti usus atau dinding
abdomen, menyebabkan peritonitis lokal
(Burkitt, Quick, Reed, 2007)

Dalam stadium ini mukosa glandular


nekrosis terkelupas ke dalam lumen, yang
menjadi distensi dengan pus. Akhirnya,
arteri yang menyuplai apendiks menjadi
bertrombosit dan apendiks kurang suplai
darah menjadi nekrosis atau gangren.
Perforasi akan segera terjadi dan menyebar
ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang
terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal
akan terjadi (Burkitt, Quick, Reed, 2007)

Apendisitis akut sering tampil


dengan gejala khas yang didasari
oleh radang mendadak umbai cacing
yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai
rangsang peritoneum lokal.

Gejala Klasik Apendisitis


nyeri samar-samar dan tumpul,
merupakan nyeri viseral area
epigastrium di umbilikus
disertai mual dan kadang ada
muntah
nafsu makan menurun
Nyeri berpindah beberapa jam dan
terasa tajam (nyeri somatik)

Bila letak apendiks retrosekal


retroperitoneal, karena letaknya
terlindung oleh sekum, tanda nyeri
perut kanan bawah tidak begitu jelas
dan tidak tanda rangsangan
peritoneal

Tanda Yang Muncul


Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi
kanan atau nyeri timbul pada saat
berjalan karena kontraksi m.psoas
mayor yang menegang dari dorsal
(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004)

Apendiks yang terletak di rongga


pelvis
Gejala dan tanda rangsangan
sigmoid atau rektum sehingga
peristaltis meningkat, pengosongan
rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika apendiks tadi
menempel ke kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kencing
karena rangsangan dindingnya
(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

Diagnosis
Anamnesis
mengeluhkan nyeri atau sakit perut
Muntah
Obstipasi
Demam (37,5-38,5 C ), suhu lebih tinggi,
diduga sudah terjadi perforasi

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Penderita berjalan membungkuk sambil
memegangi perutnya yang sakit
Kembung bila terjadi perforasi
Penonjolan perut bagian kanan bawah
terlihat pada apendikuler abses

Palpasi
Abdomen biasanya tampak datar atau
sedikit kembung
Palpasi dinding abdomen dengan ringan
dan hati-hati dengan sedikit tekanan,
dimulai dari tempat yang jauh dari
lokasi nyeri.

Status lokalis abdomen kuadran


kanan bawah
Nyeri lepas (+) (Rebound
tenderness)
Nyeri tekan (+) Mc. Burney
Defens muskuler (+)
Rovsing sign (+)
Psoas sign (+)
Obturator sign (+)

Skor Alvarado

Pemeriksaan Penunjang
pemeriksaan laboratorium darah
Urinalisa
Pada pasien wanita
Pemeriksaan dokter kebidanan dan
kandungan diperlukan untuk
menyingkirkan diagnosis kelainan
peradangan saluran telur/kista indung
telur kanan atau KET (kehamilan diluar
kandungan) (Sanyoto, 2007)

Pemeriksaan radiologi
foto barium usus buntu
(Appendicogram)
Pemeriksaan USG (Ultrasonografi)
CT scan

Foto Barium usus buntu (Appendicogram)

Terapi
Pengobatan tunggal untuk
peradangan/apendisitis akut adalah eliminasi
causatif (operasi appendektomi). Pasien telah
dipersiapkan puasa antara 4 - 6 jam sebelum
operasi dan pemasangan cairan infus agar
tidak terjadi dehidrasi. Pembiusan dilakukan
dr. Sp. An dengan GA atau spinal/lumbal. Pada
umumnya, teknik konvensional operasi
pengangkatan usus buntu dengan cara irisan
pada kulit perut kanan bawah di atas daerah
apendiks (Sanyoto, 2007)

Perbaikan keadaan umum dengan


infus, pemberian antibiotik untuk
kuman gram negatif dan positif serta
kuman anaerob, dan pemasangan
pipa nasogastrik perlu dilakukan
sebelum pembedahan
(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

Alternatif lain operasi pengangkatan


usus buntu yaitu dengan cara bedah
laparoskopi

Komplikasi
Perforasi
perforasi bebas maupun perforasi pada
apendiks yang telah mengalami
perdindingan sehingga berupa massa
yang terdiri atas kumpulan apendiks,
sekum, dan letak usus halus

Komplikasi usus buntu juga dapat


meliputi infeksi luka, perlengketan,
obstruksi usus, abses
abdomen/pelvis, dan jarang sekali
dapat menimbulkan kematian (Craig,
2011)

komplikasi yang mengikuti


apendisektomi adalah komplikasi
prosedur intra-abdomen dan
ditemukan di tempat-tempat yang
sesuai, seperti: infeksi luka, abses
residual, sumbatan usus akut, ileus
paralitik, dan perdarahan dari
mesenterium apendiks

Prognosis
Pasien setelah operasi appendektomi sembuh
spontan tanpa penyulit, komplikasi dapat
terjadi apabila pengobatan tertunda atau
telah terjadi peritonitis/peradangan di dalam
rongga perut. Cepat dan lambatnya
penyembuhan setelah operasi usus buntu
tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan
umum pasien, penyakit penyerta misalnya
diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan
lainya yang biasanya sembuh antara 10
sampai 28 hari (Sanyoto, 2007)

Anda mungkin juga menyukai