Lapsus Decomp Cordis
Lapsus Decomp Cordis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Gagal jantung menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama pada
beberapa Negara industri maju dan Negara berkembang seperti Indonesia
(Hess OM, 2007). Data epidemiologi untuk gagal jantung di Indonesia
belum ada, namun ada Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa
penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab kematian utama di Indonesia
(26,4%) dan pada Profil Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa
penyakit jantung berada di urutan ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit
penyebab kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia (Darmojo B,
2004). Di antara 10 penyakit terbanyak pada sistem sirkulasi darah, stroke
tidak berdarahah atau infark menduduki urutan penyebab kematian utama,
yaitu sebesar 27 % (2002), 30%( 2003) , dan 23,2%( 2004). Gagal jantung
menempati urutan ke-5 sebagai penyebab kematian yang terbanyak pada
sistim sirkulasi pada tahun 2005 (Hardiman A, 2007).
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab tersering terjadinya
gagal jantung di Negara Barat yaitu sekitar 60-75% kasus. Hipertensi
mempunyai kontribusi untuk terjadinya gagal jantung sebesar 75% yang
termasuk didalamnya bersamaan dengan penyakit jantung koroner. Gagal
jantung dengan sebab yang tidak diketahui sebanyak 20 30% kasus
(Hardiman A, 2007).
Penegakkan diagnosis yang baik sangat penting untuk penatalaksanaan
gagal jantung baik akut maupun kronik. Diagnosis gagal jantung meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
anamnesis
menegakkan diagnosis.
Penatalaksanaan gagal jantung meliputi penatalaksanaan secara umum/
non
farmakologi,
farmakologi
dan
penatalaksanaan
intervensi.
1.2
Tujuan
Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui lebih
dalam mengenai congestive heart failure serta untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Malang di RSUD Kanjuruhan kepanjen.
BAB II
STATUS PENDERITA
2.1 Identitas Penderita
Nama
: Ny. N
Umur
: 63 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Bantur
Pekerjaan
: IRT
Agama
: Islam
Suku/asal
: Jawa
Tanggal periksa
: 26 Juli 2013
2.2 Anamnesis
: sendiri
: orang lain
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. Jantung & peredaran darah: berdebar-debar (+), nyeri dada (+),
ortopneu (-), paroxysmal nocturnal dipsneu (-), dipsnue deffort (+)
11. Gastrointestinal: nyeri (+), mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu
makan menurun (+), kembung (-)
12. Genitourinaria: BAK spontan (+),BAB spontan (+)
13. Neurologik: kejang (-), lumpuh (-), kaki kesemutan (-), sakit kepala (-),
pusing (-)
14. Psikiatrik: emosi stabil (+), mudah marah (-)
15. Muskuluskeletal: kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan
dan kaki (-), nyeri otot (-), lemah (+)
16. Ekstremitas atas dan bawah: bengkak (+), sakit (-), ujung jari, telapak
tangan dan kaki dingin (-)
17. Endokrin: polidipsi (-), polifagi (-), poliuri (-)
18. Darah: kepucatan (-), mudah kebiruan (-)
19. Penyakit yang pernah diderita: TBC (-), alergi (-), asma (-), hipertensi
(+)
20. Makanan: nasi/jagung (+), sayur (+), tahu (+), tempe (+), ikan (+),
telur (+), susu (-)
kwantitas: cukup
2.4 Pemeriksaan Fisik
1.
2.
Tanda Vital:
Tensi
Nadi
Pernafasan
Suhu
3.
: 150/100 mmHg
: 110 x / menit
: 30 x /menit
: 36,5oC
Kepala: bentuk mesocephal, luka (-), rambut mudah dicabut, keriput (-),
macula (-), atrofi m. temporalis (-), papula (-), nodula (-)
4.
Mata: conjunctiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+),
reflek kornea (+/+), warna kelopak (-), radang (-), mata cowong (-)
5.
Telinga: nyeri tekan mastoid (-), secret (-), pendengaran berkurang (-),
cuping telinga dalam batas normal
6.
Hidung: napas cuping hidung (-), secret (-), epistaksis (-), deformitas
hidung (-), hiperpigmentasi (-)
7.
Mulut: bibir hiperemis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah
atrofi (-), tremor (-), gusi berdarah (-), mukosa kering (-)
8.
9.
Palpasi
Perkusi
:SIC
VI
cm
lateral
Linea
midclavicula sinistra
batas kanan bawah: SIC V Linea Para Sternalis Dextra
pinggang jantung
Palpasi
Perkusi
: sonor / sonor
Palpasi
Perkusi
Odem
Akral hangat
Pemeriksaan penunjang
1. Foto thoraks
Reflek Fisiologis
Reflek Patologis
3. Laboratorium
Tanggal 26 Juli 2013
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Normal
Satuan
Hemoglobin
15,7
L.13,5-18 P.12-16
g/dl
Hitung Lekosit
14.700
4.000 - 11.000
sel/cmm
Hitung Eritrosit
5,02
4,0 - 5,5
Juta/cmm
267.000
150.000 - 450.000
sel/cmm
Hitung Trombosit
10
2.6
Hematokrit
48,3
L. 40-54 P. 35-47
GDS
145
<140
Mg/dl
SGOT
133
L. <43 P. <36
U/l
SGPT
178
L. <43 P. <36
U/l
Ureum
Kreatinin
41
0,72
20 40
L. 0,6 - 1,1 P.0,5 - 0,9
mg/dl
mg/dl
LDH
1.088
230 460
mmol/L
Resume
Pasien datang ke IGD RSUD Kanjuruhan dengan keluhan sesak nafas
yang dirasakan sejak 2 minggu yang lalu dan memberat sejak 1 minggu
ini. Sesak bertambah berat jika digunakan beraktifitas. Dipakai jalan
sebentar pasien sudah kelelahan dan sesak nafas, dan 3 hari ini istirahat pun
pasien juga sesak sehingga pasien sulit tidur, pasien membutuhkan 3 4
bantal saat tidur agar tidak sesak. Pasien juga mengeluh dada kirinya terasa
berdebar-debar, nyeri sampai menembus punggung kiri terus menerus dan
batuk kering hilang timbul terutama pada malam hari sejak 2 minggu ini.
Selain itu juga kedua kakinya tiba-tiba membengkak sudah 3 hari ini.
Riwayat Penyakit dahulunya, pasien menderita Hipertensi yang tidak
tercontrol. Riwayat penyakit keluarga didapat ayahnya juga menderita
Hipertensi. Riwayat kebiasaan pasien didapat pasien suka mengkonsumsi
kopi, jarang berolah raga, serta suka makan makanan yang asin dan
berlemak.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan tekanan darah 150/100 mmHg, nadi
110 x/menit, RR: 30 x/mnt. Thorax: pada jantung ditemukan batas jantung
kesan membesar. Pada ekstremitas didapatkan pembengkakan pada kedua
tungkai kaki. Pada pemeriksaan penunjang foto thorak didapatkan
kardiomegali dengan odem pulmonum, pada EKG didapatkan LAD dan
LVH, pada pemeriksaan darah didapatkan leukosit (), SGOT (), SGPT (),
LDH ().
2.7
Diagnosis
Decompensatio Cordis grade IV + Hipertensi stage I
11
2.8
Diagnosa Banding
- Penyakit paru : pneumonia, PPOK, infeksi paru berat, emboli paru.
- Penyakit ginjal : gagal ginjal kronik, syndrome nefrotik.
- Penyakit hati : sirosis hepatis.
2.9
Penatalaksanaan
1. Non Medika mentosa
a. Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya
b. Tirah baring
c. Posisi setengah duduk (semi fowler)
d. Kurangi intake cairan dan garam
2. Medikamentosa
- O2 2 liter/menit
- IVFD RL 15 tpm
- Inj Furosemide 2 x 1 amp
- Captopril 3 x 12,5 mg (po)
- ISDN 3 x 5 mg (po)
- Spironolacton 2 x 25 mg (po)
- Digoxin 1 x 0,25 mg (po)
2.10 Follow Up
Nama
: Ny. N
2.
Tanggal
27/7/2013
28/47/2013
S
Sesak nafas
(+), nyeri dada
(+), batuk
kering (+)
O
T : 150/80
N : 80 x/mnt
S : 36.8oC
RR: 28x/mnt
Thorax:
Rh : +/+
Extremitas:
Edema - + +
Sesak nafas
(+), batuk
kering (+)
T : 130/80
N : 85 x/mnt
RR:
24x/menit
S : 36,3 oC
Thorax:
Rh : + /+
Decompen
satio
Cordis +
Hipertensi
Decompen
satio
Cordis +
Hipertensi
P
Planning therapy
O2 2 liter/menit
Infus RL15 tpm
Parenteral
Furosemid 2 x1 amp
Oral:
Captopril 3x12,5 mg
ISDN 3 x 5 mg
Spironolacton 2x25mg
Digoxin 1 x 0,25 mg
Planning therapy
O2 2 liter/menit
Infus RL15 tpm
Parenteral
Furosemid 2 x1 amp
Omeprazol 1 x 1 amp
Oral:
12
Extremitas:
Edema - + +
3.
29/7/2013
Sesak nafas
berkurang,
batuk kering
berkurang,
kaki bengkak
berkurang
T : 140/90
N : 88 x/mnt
RR: 22 x/mnt
S : 36,5 oC
Thorax:
Rh : -/ Extremitas:
Edema - - -
Decompen
satio
Cordis +
Hipertensi
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Captopril 3x12,5 mg
ISDN 3 x 5 mg
Spironolacton 2x25mg
Digoxin 1 x 0,25 mg
Planning therapy
O2 2 liter/menit
Infus RL15 tpm
Parenteral
Furosemid 2 x1 amp
Omeprazol 1 x 1 amp
Oral:
Captopril 3x12,5 mg
ISDN 3 x 5 mg
Spironolacton 2x25mg
Digoxin 1 x 0,25 mg
13
3.1
Definisi
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan
darah dalam jumlah
yang
memadai
untuk memenuhi
kebutuhan
Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi
penting untuk mengetahui penyebab gagal jantung, di Negara maju penyakit
arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak, sedangkan di
Negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit
katup jantung dan penyakit jantung akibat malnutrisi. 7 Secara garis besar
penyebab terbanyak gagal jantung adalah penyakit jantung koroner 60-75%,
dengan penyebab penyakit jantung hipertensi 75%, penyakit katup (10%)
serta kardiomiopati dan sebab lain (10%) (Lip GYHet al., 2000).
Faktor resiko seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang
dapat berpengaruh pada perkembangan gagal jantung. Selain itu berat badan
serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL dikatakan
sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung (Lip GYHet
al., 2000).
Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat
diklasifikasikan dalam enam kategori utama:
1. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat
disebabkan oleh hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak
terkoordinasi (left bundle branch block), berkurangnya kontraktilitas
(kardiomiopati).
14
3.3
kerusakan
otot
jantung,
yang
kemudian
mengakibatkan
15
16
aktifitas
pada
sistem
simpatis,
berkurangnya
kemampuan
sistem
ini
menjadi
maladaptif
apabila
menimbulkan
peningkatan
tekanan darah, tetapi kebutuhan energi miokard menjadi lebih besar, yang
dapat menimbulkan iskemi jika tidak ada penyaluran O2 ke miokard. Dalam
jangka pendek aktivasi sistem adrenergic dapat sangat membantu, tetapi
lambat laun akan terjadi maladaptasi (Hess OM, 2007).
Penderita dengan gagal jantung kronik akan terjadi penurunan
konsentrasi norepinefrin jantung; mekanismenya masih belum jelas,
mungkin berhubungan dengan exhaustion phenomenon yang berasal dari
aktivasi sistem adrenergik yang berlangsung lama (Hess OM, 2007).
17
Ach:asetilkolin,
NE=norepinephrine.
Keterangan:
SSP=Susunan
Syaraf
Pusat,
E=epinephrine,
Na +=Natrium,
18
Angiotensin
II
mempunyai
beberapa
aksi
penting
dalam
19
C. Stres Oksidatif
Pada pasien gagal jantung terdapat peningkatan kadar reactive oxygen
species (ROS). Peningkatan ini dapat diakibatkan oleh rangsangan dari
ketegangan
miokardium,
stimulasi
neurohormonal
(angiotensin
II,
20
kalsium
merupakan
hal
yang
penting
dalam
dan
mempengaruhi
sarkoplasmadimana hal
kalsium
sehingga
pelepasan
kalsium
oleh
retikulum
menyebabkan
konstraksi
dan
pengisian
jantung
21
Klasifikasi
Kemampuan fungsional penderita dengan gagal jantung didapat melalui
anamnesa yang cermat, atau jika memungkinkan melalui test saat aktivitas.
Analisis udara ekspirasi saat beraktivitas adalah pemeriksaan gold-standard
untuk mengukur keterbatasan fisik seseorang. Test ini tidak umum
dilakukan diluar senter-senter transplantasi jantung. Untuk mempermudah
hal klasifikasi fungsional NYHAmengklasifikasikan gagal jantung menjadi
4 kelas fungsional yang dapat ditentukan melalui anamnesa, klasifikasi ini
dapat dilihat pada tabel 1.1.
22
Stage
C
3.5
Kelas
II
Kelas
III
Kelas
IV
Diagnosis
Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung
Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan
secara luas. Diagnosis gagal jantung mensyaratkan minimal dua kriteria
mayor atau satu kriteria mayor disertai dua kriteria minor. Kriteria minor
dapat diterima jika kriteria minor tersebut tidak berhubungan dengan
23
kondisi medis yang lain seperti hipertensi pulmonal, PPOK, sirosis hati, atau
sindroma nefrotik (Hess OM, 2007).Kriteria mayor dan minor dari
Framingham untuk gagal jantung dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung
Kriteria Mayor:
Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
Distensi vena leher
Rales paru
Kardiomegali pada hasil rontgen
Edema paru akut
S3 gallop
Peningkatan tekanan vena pusat > 16 cmH2O pada atrium kanan
Hepatojugular reflux
Penurunan berat badan 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respon pengobatan gagal
jantung
Kriteria Minor:
Edema pergelangan kaki bilateral
Batuk pada malam hari
Dyspnea on ordinary exertion
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardi 120x/menit
Dikutip dari: Mann DL, 2008
3.5
Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen Thorax
Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet
jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena
pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena
pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura
horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus.Dapat pula
tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih
banyak terkena adalah bagian kanan (Davies MK, 2000; Nieminen MS,
2005).
Tabel 3. Temuan pada Foto Toraks , Penyebab dan Implikasi Klinis
Kelainan
Kardiomegali
Hipertropi ventrikel
Kongesti vena paru
Edema interstisial
Penyebab
Dilatasi ventrikel kiri,
ventrikel kanan, atria, efusi
perikard
Hipertensi, stenosis aorta,
kardiomiopati hipertropi
Peningkatan tekanan pengisian
ventrikel kiri
Peningkatan tekanan pengisian
ventrikel kiri
Implikasi Klinis
Ekhokardiografi,
doppler
Ekhokardiografi,
doppler
Gagal jantung kiri
Gagal jantung kiri
24
Efusi pleura
Garis Kerley B
Pikirkan diagnosis
non kardiak
b. EKG
Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkangambaran abnormal pada
hampir seluruh penderitadengan gagal jantung, meskipun gambaran
normal dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yangsering
didapatkan antara lain gelombang Q,abnormalitas ST T, hipertrofi
ventrikel kiri,bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bilagambaran
EKG dan foto dada keduanyamenunjukkan gambaran yang normal,
kemungkinangagal jantung sebagai penyebab dispneu pada pasien sangat
kecil kemungkinannya (Davies MK, 2000).
c. Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif
yang sangat berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi
dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur
dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan
ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal
jantung,
susah
bernafas
yang
berhubungan
dengan
sistolik,
fungsi
diastolik,
mengetahui
adanya
DISFUNGSI SISTOLIK
DISFUNGSI DIASTOLIK
berkurang <45%
Ventrikel kiri membesar
25
normal
Dinding ventrikel kiri tebal,
kontraksi ventrikular
Remodelling LV (konsentrik
ventrikel kiri
Regurgitasi ringan-sedang
vs eksentrik)
Hipertrofi ventrikel kiri atau
ventrikel kiri.
Tidak ada mitral regurgitasi,
katup mitral*
Hipertensi pulmonal*
Pengisian mitral berkurang*
Tanda-tanda meningkatnya
jantung, synchronisitas
katup)
Morfolofi dan beratnya
abnormal.*
Terdapat tanda-tanda
kelainan katup
Mitral inflow dan aortic
tekanan pengisian
meningkat.
d. Darah lengkap
Pemeriksaan
darah
perlu
dikerjakan
untuk
menunjukkan
adanya
gagal
jantung
yang
berat.
terjadi
peningkatan
serum
kreatinin
setelah
pemberian
pemberian
diuretic
tanpa
suplementasi
kalium
dan obat
albuminserum
fungsi
tiroid
dianjurkan
sesuai
26
PenatalaksanaanGagal Jantung
Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung ditunjukkan pada 5 aspek
(Ganiswarna, 2005).
1. Mengurangi beban kerja jantung
2. Memperkuat kontraktilitas miokard
3. Mengurangi kelebihan garam dan cairan
4. Melakukan tindakan dan pengobatan khusus terhadap penyebab
5. Faktor-faktor pencetus kelainan yang mendasari.
3.6.1 Terapi
Pendekatan terapi pada gagal jantung dapat berupa terapi tanpa obatobatan, pemakaian obat-obatan, pemakaian alat dan tindakan bedah.
Terapi non farmakologi
Edukasi mengenal gagal jantung, penyebab dan bagaimana mengenal
serta upaya bila timbul keluhan dan dasar pengobatan
Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari
Edukasi pola diet, control asupan garam, air dan kebiasaan alcohol
Monitoring berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan secara
tiba-tiba
27
kurang
kuat.
Efeknya
yang
menonjol
adalah
sistem
renin
angiotensin
aldosteron
dengan
28
29
vasodilatasi.
Hidralazin
terutama
berguna
dalam
pengobatan reguitasi mitral kronis dan insufisiensi aorta (Kelly dan Fry,
1995). Hidralazin oral merupakan dilator arterioral poten dan
meningkatkan output kardiak pada pasien gagal jantung kongestif
(Massie dan Amidon, 2002).
Diuretik
Tujuan dari pemberian diuretik adalah mengurangi gejala retensi
cairan yaitu meningkatkan tekanan vena jugularis atau edema ataupun
keduanya. Diuretik menghilangkan retensi natrium pada CHF dengan
menghambat reabsorbsi natrium atau klorida pada sisi spesifik di tubulus
ginjal. Bumetamid, furosemid, dan torsemid bekerja pada tubulusdistal
ginjal (Hunt et al., 2005).Pasien dengan gagal jantung yang lebih berat
sebaiknya diterapi dengan salah satu loop diuretik, obat-obat ini memiliki
onset cepat dan durasi aksinya yang cukup singkat. Manfaat dari terapi
diuretik yaitu dapat mengurang edema pulmo dan perifer dalam beberapa
hari bahkan jam. (Hunt et al., 2005).
Obat-obat Inotropik
Obat-obat inotropik positif meningkatkan kontraksi otot jantung dan
meningkatkan curah jantung. Meskipun obat-obat ini bekerja melalui
mekanisme yang berbeda, dalam tiap kasus kerja inotropik adalah akibat
penigkatan konsentrasi kalsium sitoplasma yang memicu kontraksi otot
jantung (Mycek et al., 2001).
Digitalis
Obat golongan digitalis ini memiliki berbagi mekanisme kerja sebagi
berikut
(a) Pengaturan konsentrasi kalsium sitosol
30
kadar
kalsium
intra
sel
yang
meningkat
31
32
33
34
3.7
hal
tersebut
akan
merangsang
mekanisme
kompensasi
35
36
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Gagal jantung menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama pada
beberapa Negara industri maju dan Negara berkembang seperti Indonesia,
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab tersering terjadinya gagal
jantung di Negara Barat yaitu sekitar 60-75% kasus. Hipertensi mempunyai
kontribusi untuk terjadinya gagal jantung sebesar 75% yang termasuk
didalamnya bersamaan dengan penyakit jantung koroner.
Penatalaksanaan gagal jantung meliputi penatalaksanaan secara umum/
non
farmakologi,
farmakologi
dan
penatalaksanaan
intervensi.
4.2
Saran
Kami sadar bahwa makalah ini belum sepenuhnya sempurna, maka dari
itu kami memerlukan kritik dan kontruksif guna tercapainya kesempurnaan
dalam makalah ini.
37
DAFTAR PUSTAKA
Davies MK, Gibbs CR, Lip GYH. 2000. ABC of heart failure:
investigation. BMJ;320:297-300
Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH. 2000. ABC ofheart failure:
History and epidemiology. BMJ;320:39-42.
Fauci, S Anthony, et al. 2008. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th
ed. United states of America: McGraw-Hill,
Floras JS: Alterations in the sympathetic and parasympathetic nervous
system in Heart Failure. In Mann DL [ed]: Heart Failure: A Companion to
Braunwald's Heart Disease. Philadelphia, Elsevier, 2004, pp 247-278.
Hardiman A. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman
Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. 2007. h. 2-9.
Hess OM, Carrol JD. Clinical Assessment of Heart Failure. In: Libby P, Bonow
RO, Mann DL, Zipes DP, editor. Braunwalds Heart Disease.
Philadelphia: Saunders; 2007. p. 561-80.
Hunter JJ, Chien KR: Signaling pathways for cardiac hypertrophy and failure.
N Engl J Med. 1999; 341:1276
Maggioni AP. 2005. Review of the new ESCguidelines for the
pharmacologicalmanagement
of
chronic
heart
failure.European Heart Journal Supplements;7(Supplement
J):J15-J20.
Mann DL. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper
DL, editor. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th ed. New York:
Mc graw hill; 2008. p. 1443.
Nieminen MS. 2005. Guideline on the diagnosis and
treatment of acute heart failure. Full text the task force
on acute heart failure of the european society of cardiology.
Eur Heart J.
Prasetyanto H, dkk. 2010. Gagal Jantung Kiri Dengan Gejala Awal Hipertensi.
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S. 2007.
Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut.
38
Setiawati A dan Nafrialdi. 2007. Obat gagal Jantung. Farmakologi Dan Terapi
Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
pp: 299-300.
Shah RV. Fifer MA. Heart Failure. In: Lilly LS, editor. Pathophysiology of
Heart Disease A Collaborative Project of Medical Students and Faculty.
4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2007; p. 225-251.
Sonnenblick EH, LeJemtel YH. Pathophysiology of congestive heart failure.
Role of angiotensin converting enzyme inhibitors. Am J Med. 1989; 87 :
88-91.
Sudoyo. W. Aru. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: FK UI
Susilo F. 2010. Kajian Interaksi Obat Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif
di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta Periode Tahun
2008. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Weber KT: Aldosterone in congestive heart failure. N Engl J Med.2001;
345:1689