Anda di halaman 1dari 36

akit

DESKRIPSI DAERAH TINGKAT II SUMATERA UTARA BESERTA


KARAKTERISTIK MASING-MASING PENYAKIT
Wilayah Kabupaten / Kota

1. Kab. Asahan
Ibukota
Luas Wilayah

: Kisaran
: 3675,79 km2

Jumlah Penduduk

: 700.606 jiwa

Lintang Utara

: 20300- 32600

Bujur Timur

: 9901-10000

: DBD, HIV/AIDS, diare, malaria, pneumonia, TB


paru, campak
2. Kab. Batubara
Ibukota
Luas Wilayah
Jumlah Penduduk

: Limapuluh
: 904,96 km2
: 389.510 jiwa

Lintang Utara

: 20300- 32600

Bujur Timur

: 9901- 10000

Jenis Penyakit

: DBD, HIV/AIDS, diare, malaria, pneumonia, TB


paru, campak, pertusis

3. Kab. Deli serdang


Ibukota

: Lubuk pakam

lintang utara

: 25700 - 31600

bujur timur

: 9833- 9927

Luas

: 2486,14 km2

Jumlah penduduk
Jenis Penyakit

: 1.738.351 Jiwa
: DBD, HI

4. Kab. Langkat
Ibukota

: Stabat

lintang utara

: 31400 - 41300

bujur timur

: 9752- 9845

akit

akit

akit

akit

akit

Luas

: 6263,29 km2

Jumlah penduduk

: 1.057.768 Jiwa

: DBD, HIV/AIDS, diare, malaria, pneumonia, campak, filariasis, ISPA, kolera, HIV/AIDS,
diare, malaria, pneumonia, TB paru, campak, filariasis
5. Kab. Labuhan Batu
Ibukota

: Rantau Parapat

lintang utara

: 1 5800- 2 5000

bujur timur

: 99 01- 100 00

Luas

: 3651,38 km2

Jumlah penduduk

: 417.584 Jiwa

: DBD, HIV/AIDS, diare, malaria, pneumonia, TB


paru, campak, filariasis, kusta, ISPA
6. Kab. Labuhan Batu Selatan
Ibukota

: kota pinang

lintang utara

: 1 2600 - 2 1255

bujur timur

: 99 01- 100 00

Luas

: 3116,00 km2

Jumlah penduduk

: 280.582 Jiwa

:DBD, diare, malaria, pneumonia, TB paru, filariasis, campak, ISPA


7. Kab. Labuhan Batu Utara
Ibukota

: Aek Kanopan

lintang utara

: 1 5800- 2 5000

bujur timur

: 99 01- 100 00

Luas

: 3545,80 km2

Jumlah penduduk

: 352.620 Jiwa

: DBD, diare, campak, filariasis, kusta, pertusis, ISPA


8. Kab. Serdang bedagai
Ibukota

: Sei rampah

lintang utara

: 25700 - 31600

bujur timur

: 9833- 9927

Luas

: 1913,33 km2

Jumlah penduduk

: 642.583 Jiwa

: DBD, HIV/AIDS, diare, malaria, pneumonia,

TB paru, campak, kusta, tifus

akit

akit

akit

akit

9. Kab. Dairi
Ibukota
Luas Wilayah

: Sidikalang
: 1927,80 km2

Jumlah Penduduk

: 273.851 jiwa

Lintang Utara

: 21500-30000

Bujur Timur

: 9800-9830

: DBD, HIV/AIDS, diare, TB paru, kolera


10. Kab. Humbang Hasundutan
Ibukota

: Dolok sanggul

lintang utara

: 20100 - 22000

bujur timur

: 9810- 9858

Luas

: 2297 km2

Jumlah penduduk

: 158.070 Jiwa

: HIV/AIDS, diare, malaria, pneumonia, TB paru, ISPA


11. Kab. Karo
Ibukota

: Kabanjahe

lintang utara

: 25000 - 31900

bujur timur

: 9755- 9838

Luas

: 2127,25 km2

Jumlah penduduk

: 360.880 Jiwa

: DBD, HIV/AIDS, diare, malaria, TB paru, ISPA


12. Kab. Mandailing Natal
Ibukota

: Panyabungan

lintang utara

: 01000 - 15000

bujur timur

: 9850- 10010

Luas

: 6620,70 km2

Jumlah penduduk

: 429.889 Jiwa

: diare, malaria, filariasis, ISPA


13. Kab. Nias
Ibukota

: Gunung Sitoli

lintang utara

: 01200 - 13200

bujur timur

: 9700- 9800

akit

akit

akit

akit

Luas

: 3495,39 km2

Jumlah penduduk

: 444.502 Jiwa

: DBD, HIV/AIDS, diare, malaria, pneumonia, TB


paru, campak, pertusis, tetanus neonatorum,
hepatitis B, rabies
14. Kab. Nias Barat
Ibukota

: Lahomi

lintang utara

bujur timur

Luas

Jumlah penduduk

15. Kab. Nias Selatan


Ibukota

: Teluk Dalam

lintang utara

: 0 1200- 1 3200

bujur timur

: 97 00- 98 00

Luas

: 1625,91 km2

Jumlah penduduk

: 273.733 Jiwa

: diare, malaria, TB paru,


16. Kab. Nias Utara
Ibukota

: Lotu

lintang utara

bujur timur

Luas

Jumlah penduduk

17. Kab. Padang Lawas


Ibukota

: Sibuhuan

Luas

: 3892,39 km2

Jumlah penduduk

:186.643 Jiwa

: DBD, diare, malaria, TB paru, campak, filariasis, kusta, kolera


18. Kab. Padang Lawas Utara
Ibukota

: Gunung Tua

Luas

: 3918,74 km2

Jumlah penduduk

: 194.774 Jiwa

: DBD, diare, malaria, pneumonia, TB paru, kusta

akit

akit

akit

akit

19. Kab. Pakpak Barat


Ibukota

: Salak

lintang utara

: 21500 - 32000

bujur timur

: 9000- 9831

Luas

: 1218,30 km2

Jumlah penduduk

: 42.814 Jiwa

: HIV/AIDS, diare, campak, kusta


20. Kab. Samosir
Ibukota

: Pangururan

lintang utara

: 22400 - 24800

bujur timur

: 9830- 9901

Luas

: 2433,50 km2

Jumlah penduduk

: 132.023 Jiwa

: DBD, HIV/AIDS, diare, malaria, pneumonia, TB


paru, campak
21. Kab. Simalungun
Ibukota

: Raya

lintang utara

: 23600 - 31800

bujur timur

: 9832- 9935

Luas

: 4368,60 km2

Jumlah penduduk

: 859.879 Jiwa

: DBD, HIV/AIDS, diare, malaria, pneumonia, kusta, rabies


22. Kab. Tapanuli selatan
Ibukota

: Sipirok

lintang utara

: 20200 - 20300

bujur timur

: 9849- 10022

Luas

: 4352,86 km2

Jumlah penduduk

: 265.855 Jiwa

: DBD, HIV/AIDS, diare, malaria, pneumonia, TB


paru, campak, filariasis
23. Kab. Tapanuli Utara
Ibukota

: Tarutung

lintang utara

: 12000 - 24100

bujur timur

: 9805- 9916

akit

akit

akit

akit

Luas

: 3764,65 km2

Jumlah penduduk

: 271.474 Jiwa

: DBD, HIV/AIDS, diare, malaria, pneumonia, TB


paru, campak
24. Kab. Tapanuli Tengah
Ibukota

: Pandan

lintang utara

: 11100 - 22200

bujur timur

: 9807- 9812

Luas

: 2158,00 km2

Jumlah penduduk

: 323.563 Jiwa

: DBD, HIV/AIDS, diare, malaria, TB paru, campak, filariasis, kusta, ISPA


25. Kab. Toba Samosir
Ibukota

: Balige

lintang utara

: 20300 - 24000

bujur timur

: 9856- 9940

Luas

: 2352,35 km2

Jumlah penduduk

: 174.453 Jiwa

: DBD, HIV/AIDS, diare, malaria, pneumonia, TB


paru, campak, ISPA
26. Kota Binjai
Ibukota

: binjai kota

lintang utara

: 33140 - 34022

bujur timur

: 9827- 9832

Luas

: 90,24 km2

Jumlah penduduk

: 257.105 Jiwa

: DBD, HIV/AIDS, diare, TB paru, campak, ISPA


27. Kota Gunung Sitoli
Ibukota

lintang utara

bujur timur

Luas

Jumlah penduduk

akit

akit

akit

akit

28. Kota Medan


Ibukota

: Medan

lintang utara

: 22700 - 24700

bujur timur

: 9835- 9844

Luas

: 265,10 km2

Jumlah penduduk

: 2.121.053 Jiwa

: DBD, HIV/AIDS, diare, pneumonia, TB paru, campak, ISPA, kusta


29. Kota Padangsidimpuan
Ibukota

: Padangsidimpuan

lintang utara

: 11800 - 12900

bujur timur

: 9913- 9921

Luas

: 114,65 km2

Jumlah penduduk

: 191.912 Jiwa

: DBD, HIV/AIDS, diare, pneumonia, TB paru, campak

30. Kota Pematangsiantar


Ibukota

: Pematangsiantar

lintang utara

: 25400 - 30109

bujur timur

: 9906- 9901

Luas

: 79,97 km2

Jumlah penduduk

: 240.939 Jiwa

: DBD, HIV/AIDS, diare, TB paru, campak, ISPA


31. Kota Sibolga
Ibukota

: Sibolga

lintang utara

: 25400 - 14400

bujur timur

: 9906- 9847

Luas

: 10,77 km2

Jumlah penduduk

: 96.034 Jiwa

: DBD, HIV/AIDS, diare, TB paru, kusta, tetanus neonatorum


32. Kota Tanjung Balai
Ibukota

: Tanjung Balai

akit

lintang utara

: 25800 - 25800

bujur timur

: 9906- 9948

Luas

: 61,52 km2

Jumlah penduduk

: 167.500 Jiwa

: DBD, HIV/AIDS, diare, malaria, pneumonia, TB


paru, campak, pertusis
33. Kota Tebing Tinggi
Ibukota

: Salak

lintang utara

: 21900 - 32100

bujur timur

: 9811- 9821

Luas

: 38,44 km2

Jumlah penduduk

: 142.717 Jiwa

Jenis Penyakit

: DBD, HIV/AIDS, diare, pneumonia, TB paru,


campak

Karakteristik Penyakit dan Pencegahannya


1. TB Paru
TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman
juga mengenai organ tubuh lain.
yaitu tahan

TB

menyerang Paru, tetapi dapat

Kuman TB berbentuk batang mempunyai sifat khusus

terhadap asam pewarnaan yang disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).

Etiologi
Penyebab dari TB Paru adalah : 1) Mycobacterium tuberculosis. 2)
Mycobacterium bovis
Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis :
Herediter, Jenis kelamin,Usia, Nutrisi.
Patofisiologi
Sumber penularan TB Paru adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu
batuk/bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan hidup di udara pada suhu kamar selama
beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran
pernafasan kemudian menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran
darah, sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lain
(Dep.Kes, 2003).
Riwayat terjadinya TB paru dibedakan menjadi 2 (Dep.Kes, 2003) :
1) Infeksi Primer, Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
kuman TB Paru. Droplet yang terhirup ukurannya sangat kecil, sehingga dapat melewati
mukosilier bronkus, dan terus berjalan hingga sampai di alveolus, dan menetap disana.
Infeksi dimulai saat kuman TB Paru berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di
paru, yang mengakibatkan peradangan pada paru, dan ini disebut komplek primer. Waktu
antara terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu.
Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,
diperkirakan sekitar 6 bulan.
2) Infeksi pasca primer (Post Primary TB), TB Paru pasca primer biasanya terjadi setelah
beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh
menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi buruk. Ciri khas dari TB Paru pasca primer
adalah kerusakan Paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Tanpa
pengobatan setelah 5 tahun, 50 % dari penderita TB Paru akan meninggal, 25 % akan sembuh
sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi dan 25 % sebagai kasus kronik yang tetap menular.
1. Gejala Umum: Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Pada TB
Paru anak terdapat pembesaran kelenjar limfe superfisialis.
2. Gejala lain yang sering dijumpai: Dahak bercampur darah, Batuk darah, Sesak nafas dan
rasa nyeri dada, Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak

badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari
sebulan. Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit Paru selain TB Paru.
Pencegahan :
Hindari lingkungan yang disukai kuman TB seperti ruangan padat, sumpek, rumah yang
kurang disinari matahari karena kurangnya ventilasi, indikasi kasus dengan tepat dan tidak
lanjut dengan melakukan pemeriksaan dan berbagai tes, kemoterapi yang efektif. Dengan
vaksinasi BCG, bila berhadapan dengan penderita TB sebaiknya tutup hidung dan mulut saat
ia batuk/bersin, selalu jaga kondisi tubuh dengan istirahat yang teratur, memakan makanan 4
sehat 5 sempurna serta berolahraga yang teratur.

2. Hepatitis

Gejala :
hepatitis sering tidak di sadari, dapat berupa demam
kurangnya nafsu makan, mua, muntah,kembung
warna urin menjadi kuning tua seperti air the
mata berwarna kuning
Penyebab : Virus Hepatitis
Pencegahan :

jangan pernah berbagi alat seperti jarum,alat cukur,sikat gigi,dan gunting kuku, dimana dapat
menjadi tempat potensial penyebaran virus Hepatitis. Bila melakukan medicure, tato dan

tindik tubuh pastikan alat yang dipakai steril dan tempat usahanya resmi.
orang yang terpapar darah dalam pekerjaannya, seperti pekerja kesehatan,teknisi
laboratorium, dokter gigi, perawat, dokter bedah, atau siapaun yang hidup dengan orang yang

terinfeksi seharusnya sangat hati hati agar tidak terpapar darah ynag terkontaminasi
termasuk juga menggunakan peralatan tajam dan jarum dengan benar, mencuci tangan secara
teratur dan menggunakan sarung tangan dalam bekerja. Jika anda pernah mengalami luka
karena jarum suntik, anda harus melakukan tes ELISA atau RNA HCV setelah 4-6 bulan
terjadinya luka untuk memastikan tidak terinfeksi penyakit hepatitis.

3. Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)

Gejala :
badan pegal pegal (myalgia)

beringus(rhinorrhea)
batuk
sakit kepala
sakit pada tenggorokan
Penyebab : virus, bakteri, jamur
Pencegahan :
Terapi yang diberikan pada penyakit ini biasanya pemberian antibiotic. Pemberian antibiotic
dapat mempercepat penyembuhan penyakit ini, dan pemberian antibiotic dapat mencegah
terjadinya infeksi lanjutan dari bacterial, pemberian, pemilihan antibiotic pada penyakit ini
harus diperhatikan dengan baik agar tidak terjadi resistensi kuman / bacterial di kemudian
hari. Namun pada penyakit ISPA yang sudah berlanjut dengan gejala dahak dan ingus yang
sudah menjadi hiaju, pemberian antibiotic merupakan keharusan karena dengan gejala
tersebut membuktikan sudah ada bakteri yang terlibat.

4. Filariasis
Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing
Filaria ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun ( kronis ) dan
bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran
kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak
dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga
menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara. Untuk memberantas penyakit ini sampai
tuntas WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global Year 2020 ( Program eliminasi)
dilaksanakan melalui pengobatan massal dengan DEC dan Albendazol setahun sekali selama
5 tahun dilokasi yang endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis
untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitanya.
Penyebab : Ada tiga spesies cacing filarial yaitu; Wucheria bancrofti, Brugia malayi dan
Brugia timori.
Vektor penular : Di Indonesia hingga saat ini telah diketahui ada spesies nyamuk dari genus
Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres yang dapat berperan sebagai vector penular
penyakit kaki gajah.
Cara Penularan :
Seseorang dapat tertular penyakit kaki gajah apabila orang tersebut digigit nyamuk yang
infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III (L3). Nyamuk tersebut mendapat

cacing filarial kecil ( mikrofilaria ) sewaktu menghisap darah penderita mengandung


microfilaria atau binatang reservoir yang mengandung microfilaria.
Siklus Penularan penyakit kaki gajah ini melalui dua tahap, yaitu perkembangan dalam tubuh
nyamuk ( vector ) dan tahap kedua perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan
reservoir.
Gejala klinis Filariais Akut :
demam berulang-ulang selama 3/5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi
setelah bekerja berat ; pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan
paha, ketiap (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit ; radang saluran
kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau
pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis) ; filarial abses akibat seringnya
menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta
darah ; pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan
terasa panas (early lymphodema).
Gejala klinis yang kronis ;
berupa pembesaran yang menetap pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis
skroti).
Diagnosis
Filariasis dapat ditegakkan secara Klinis ; yaitu bila seseorang tersangka Filariasis ditemukan
tanda-tanda dan gejala akut ataupun kronis ; seseorang dinyatakan sebagai penderita
Filariasis, apabila dalam sediaan darah tebal ditemukan mikrofilaria.
Pencegahan:
dengan berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vector misalnya dengan
menggunakan kelambu bila mau tidur, menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk,
menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk baker, atau dengan cara memberantas
nyamuk ; dengan membersihkan tanaman air pada rawa-rawa yang merupakan tempat
perindukan nyamuk, menimbun, mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai
tempat perindukan nyamuk ; membersihkan semak-semak disekitar rumah.
Pengobatan :
Secara massal dilakukan di daerah endemis dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine
Citrate (DEC) dikombinasikan dengan Albenzol sekali setahun selama 5 / 10 tahun, untuk
mencegah reaksi samping seperti demam, diberikan Parasetamol ; dosis obat untuk sekali
minum adalah, DEC 6 mg/kg/berat badan, Albenzol 400 mg albenzol (1 tablet ) ; pengobatan

missal dihentikan apabila Mf rate sudah mencapai < 1 % ; secara individual / selektif;
dilakukan pada kasus klinis, baik stadium dini maupun stadium lanjut, jenis dan obat
tergantung dari keadaan kasus.
5.

Penyakit Kusta
Kusta atau Lepra atau disebut juga Penyakit Morbus Hansen. Penyakit Hansen adalah sebuah
penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini
adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas;
dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat
sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata.
Sejarah
Kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM, dan telah dikenal oleh peradaban Tiongkok
kuna.
Manifestasi klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai
kulit, saraf, dan membran mukosa. Pasien dengan penyakit ini dapat
dikelompokkan lagi menjadi 'kusta tuberkuloid (Inggris: paucibacillary),
kusta lepromatosa (penyakit Hansen multibasiler), atau kusta multibasiler
(borderline leprosy).
Kusta multibasiler, dengan tingkat keparahan yang sedang adalah tipe yang sering ditemukan.
Terdapat lesi kulit yang menyerupai kusta tuberkuloid namun jumlahnya lebih banyak dan tak
beraturan.
Kusta tuberkuloid ditandai dengan satu atau lebih hipopigmentasi makula kulit dan bagian
yang tidak berasa (anestetik). Kusta lepormatosa dihubungkan dengan lesi, nodul, plak kulit
simetris, dermis kulit yang menipis, dan perkembangan pada mukosa hidung yang
menyebabkan penyumbatan hidung dan epistaksis (hidung berdarah) . Penyakit ini tidak
menyebabkan pembusukan bagian tubuh.
Penyebab
Mycobacterium leprae, bakteri yang tahan asam, bakteri aerobik, gram positif, berbentuk
batang, dan dikelilimgi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies
Mycobacterium.
Patofisiologi

Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan
seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh
kuman M. leprae menderita kusta, dan faktor genetika serta gizi kurang juga ikut berperan.
Pintu keluar dari M. leprae dari tubuh manusia adalah kulit dan mukosa hidung.
Saluran pernapasan adalah rute yang paling dimungkinkan menjadi gerbang masuknya
bakteri. Masa inkubasi dari kusta belum dapat dikemukakan. Masa inkubasi minimum
dilaporkan adalah beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi muda. Masa
inkubasi maksimum dilaporkan selama 30 tahun. Secara umum, masa inkubasi rata-rata dari
kusta adalah 3-5 tahun.
Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang efektif untuk kusta. Namun, dapson hanyalah obat bakterisidal
(pembasmi bakteri) yang lemah terhadap M. leprae. Penggunaan tunggal dapson
menyebabkan populasi bakteri menjadi kebal. Pencarian terhadap obat anti kusta yang lebih
baik dari dapson, akhirnya menemukan klofazimin dan rifampisin. Terapi multiobat dan
kombinasi tiga obat itu merupakan cara standar pengobatan multiobat serta tidak digunakan
sebagai obat tunggal untuk mencegah kekebalan atau resistensi bakteri.
Terapi di atas lumayan mahal, maka cukup sulit untuk masuk ke negara yang endemik. Sejak
1995, WHO memberikan paket obat terapoi kusta secara gratis pada negara endemik, yang
akan bejalan hingga akhir 2010.
Kelompok berisiko
Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah endemik dengan
kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan
gizi yang buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem
imun. Pria memiliki tingkat terkena kusta dua kali lebih tinggi dari wanita.
Pencegahan
Menjaga pola asupan makan, sanitasi lingkungan dan menjauhi penderita kusta agar tidak
tertular.

6. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Virus demam berdarah


Klasifikasi ilmiah
Regnum:
(belum
diperingkatkan)
Famili:
Genus:
Spesies:

Virus
virus
(+)ssRNA
Flaviviridae
Flavivirus
Virus Dengue

Demam berdarah (DB) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit febril akut yang
ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria,
disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili
Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda (hiperendemisitas) dapat terjadi. Demam
berdarah disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes aegypti
Gejala:
Penyakit ini ditunjukkan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala
berat, sakit pada sendi dan otot dan ruam.
Ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang, petekial dan biasanya mucul dulu
pada bagian bawah badan. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit
di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare, pilek ringan disertai batuk-batuk, dan demam
tinggi berturut-turut selama 3 hari.Demam berdarah lamanya sekitar 6 atau 7 hari. Sesudah
masa tunas / inkubasi selama 3 - 15 hari orang yang tertular dapat mengalami / menderita
penyakit ini dalam salah satu dari 4 bentuk berikut ini :

Bentuk abortif, penderita tidak merasakan suatu gejala apapun.


Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi selama 4 - 7 hari, nyeri-nyeri pada

tulang, diikuti dengan munculnya bintik-bintik atau bercak-bercak perdarahan di bawah kulit.
Dengue Haemorrhagic Fever (Demam berdarah dengue/DBD) gejalanya sama dengan
dengue klasik ditambah dengan perdarahan dari hidung (epistaksis/mimisan), mulut, dubur,

dsb.
Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DBD ditambah dengan syok / presyok.
Bentuk ini sering berujung pada kematian.

Penyebab demam berdarah menunjukkan demam yang lebih tinggi, pendarahan,


trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Diagnosis
Diagnosis demam berdarah biasa dilakukan secara klinis. Biasanya yang terjadi adalah
demam tanpa adanya sumber infeksi, ruam petekial dengan trombositopenia dan leukopenia
relatif.
Serologi dan reaksi berantai polimerase tersedia untuk memastikan diagnosa demam berdarah
jika terindikasi secara klinis. Mendiagnosis demam berdarah secara dini dapat mengurangi
risiko kematian daripada menunggu akut.
Pencegahan:
Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk penyakit demam berdarah.
Pencegahan utama demam berdarah ialah mengurangi vektor nyamuk demam berdarah
(menghapus kolam-kolam air yang tidak berguna (misalnya di pot bunga), menguras bak
mandi setiap seminggu sekali, dan membuang hal - hal yang dapat mengakibatkan sarang
nyamuk demam berdarah Aedes Aegypti).
Hal-hal yang harus dilakukan untuk menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit demam
berdarah, sebagai berikut:
1. Melakukan kebiasaan baik, seperti makan makanan bergizi,

rutin

olahraga,

dan

istirahat yang cukup;


2. Memasuki masa pancaroba, perhatikan kebersihan

lingkungan tempat tinggal dan

melakukan 3M, yaitu menguras bak mandi, menutup wadah yang dapat

menampung

air,

dan mengubur barang-barang bekas;


3. Fogging atau pengasapan hanya akan mematikan nyamuk

dewasa, sedangkan bubuk

abate akan mematikan jentik pada air. Keduanya harus dilakukan untuk memutuskan
rantai perkembangbiakan nyamuk;
4. Segera berikan obat penurun panas untuk demam apabila
demam.
Pengobatan:

penderita

mengalami

terapi suportif. Pengobatan alternatif yang umum dikenal adalah dengan


meminum jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah dibuktikan
secara medik, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan
cairan intravena.
Epidemiologi :
Demam dengue umumnya menyerang orang yang kekebalan tubuhnya sedang menurun.
Sebenarnya saat kita terkena infeksi dengue, tubuh akan memproduksi kekebalan terhadap
tipe virus dengue tersebut, kekebalan ini akan berlangsung seumur hidup. Sayangnya, demam
dengue disebabkan oleh banyak strain atau tipe virus sehingga walaupun kita kebal terhadap
salah satu tipe namun kita masih dapat menderita demam dengue dari tipe virus yang lain.
Demam berdarah dengue atau DBD merupakan demam dengue dengan derajat yang lebih
berat. Pada pasien DBD akan tampak bintik bintik perdarahan. Selain perdarahan pada kulit,
penderita DBD juga dapat mengalami perdarahan dari gusi, hidung, usus dan lain
lain.Demam dengue banyak terjangkit di daerah tropis dan subtropis.
Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang sebelumnya sudah
menggigit orang yang terinfeksi dengue. Populasi nyamuk ini akan meningkat pesat saat
musim hujan namun nyamuk Aedes aegypti juga dapat hidup dan berkembang biak pada bak
penampungan air sepanjang tahun. Satu gigitan nyamuk yang telah terinfeksi sudah mampu
untuk menimbulkan penyakit dengue pada orang yang sehat.
Penularan demam dengue tidak bisa langsung dari manusia ke manusia tetapi harus melalui
perantara nyamuk sehingga kita tidak perlu khawatir kontak langsung dengan penderita
demam dengue.
Demam dan gejala lain dari demam dengue akan berlangsung selama 2 hari yang kemudian
diikuti oleh penurunan suhu yang cepat dengan diiringi oleh produksi keringat yang
meningkat. Periode penurunan suhu ini biasanya berlangsung sehari, selanjutnya suhu tubuh
akan meningkat lagi dengan cepat. Saat ini seluruh tubuh pasien akan kemerahan kecuali
pada wajah.
Karena demam dengue disebabkan oleh virus maka tidak ada pengobatan spesifik untuk
penyakit ini. Istirahat dan asupan cairan yang cukup merupakan dua hal yang sangat penting
pada pasien demam dengue. Penggunaan aspirin dan NSAID harus dihindari. Penggunaan
paracetamol terutama untuk mengatasi gejala demam dan sakit kepala yang terjadi.

Demam berdarah dengue atau DBD umumnya terjadi pada anak dibawah 10 tahun. Gejalanya
: nyeri pada perut, perdarahan, dan syok. Bila terjadi syok maka DBD sering disebut Dengue
Syok Syndrome atau DSS. Pasien dengan DSS biasanya agak sulit untuk dipulihkan.
DBD dimulai dengan demam tinggi serta sakit kepala yang hebat. Terdapat gejala pada
saluran nafas dan saluran pencernaan berupa nyeri menelan, batuk, mual, muntah dan nyeri
perut. Syok dapat terjadi setelah 2 sampai 6 hari semenjak gejala DBD timbul. Gejala syok
dimulai dengan penurunan suhu tubuh tiba tiba, akral dingin, nadi lemah, dan kebiruan pada
bibir. Pada DBD, terdapat perdarahan pada jaringan lunak, bintik perdarahan pada kulit,
muntah darah, darah pada kotoran, gusi berdarah dan mimisan. Sampai saat ini belum ada
vaksin yang pas untuk demam dengue.

7. HIV / AIDS
AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya
sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV; atau infeksi virus-virus lain yang
mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).
Virusnya sendiri bernama HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh
manusia. HIV ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran
mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air
mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui
hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang
terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk
kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. Hukuman sosial
bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit
mematikan lainnya. Terkadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada
petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan
HIV/AIDS (ODHA).
Gejala dan komplikasi:
Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker
leher rahim, dengan gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat (terutama pada

malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat
badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat
kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.
Penyebab:
HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang baru memperbanyak diri tampak bermunculan
sebagai bulatan-bulatan kecil (diwarnai hijau) pada permukaan limfosit setelah menyerang sel
tersebut; dilihat dengan mikroskop elektron.
AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. Infeksi akut HIV akan berlanjut
menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS;
yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4 + di dalam darah serta adanya infeksi
tertentu.
Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah
9 sampai 10 tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2
bulan.

Penularan seksual
Penularan HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau
cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut
pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan
seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko
hubungan seks biasa dan seks oral. Jalur penularan lewat darah terutama berhubungan dengan
pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah.

Penularan masa perinatal


Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal,
Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%.

Sistem tahapan infeksi WHO

Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS

Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernafasan atas
yang berulang

Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan,
infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.

Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paruparu, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.

Tes HIV
Tes HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western blot, dilakukan untuk
mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin pasien.
Terdapat pula tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIVDNA, yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan
antibodinya belum dapat terdeteksi.
Tiga jalur utama masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan seksual,
persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, serta dari ibu ke
janin atau bayi selama periode sekitar kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat
ditemukan pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan
kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian risiko infeksinya secara
umum dapat diabaikan.

Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi


Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung
tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu mencegah
infeksi HIV.

Penularan dari ibu ke anak


Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian makanan
formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu ke anak. Jika pemberian makanan
pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau, berkelanjutan, dan
aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui anak mereka.
Pencegahan

Abacavir Nucleoside analog reverse transcriptase inhibitor (NARTI atau NRTI)


Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode satu-satunya yang
diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan virus atau, jika
gagal, perawatan antiretrovirus secara langsung setelah kontak dengan virus secara
signifikan, disebut post-exposure prophylaxis (PEP).

Pengobatan alternative
Berbagai bentuk pengobatan alternatif digunakan untuk menangani gejala atau mengubah
arah perkembangan penyakit. Tes-tes uji acak klinis terhadap efek obat-obatan jamu
menunjukkan bahwa tidak terdapat bukti bahwa tanaman-tanaman obat tersebut memiliki
dampak pada perkembangan penyakit ini, tetapi malah kemungkinan memberi beragam efek
samping negatif yang serius.

Sejarah
Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 lebih
mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas
infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan. Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari
primata. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan troglodytes troglodytes yang ditemukan di
Kamerun selatan. HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea
Bissau, Gabon, dan Kamerun.
Stigma
Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat terhadap pengidap AIDS terdapat dalam
berbagai cara, antara lain tindakan-tindakan pengasingan, penolakan, diskriminasi, dan
penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi HIV; Kekerasan atau ketakutan atas
kekerasan, telah mencegah banyak orang untuk melakukan tes HIV, memeriksa bagaimana
hasil tes mereka, atau berusaha untuk memperoleh perawatan; sehingga mungkin mengubah

suatu sakit kronis yang dapat dikendalikan menjadi "hukuman mati" dan menjadikan
meluasnya penyebaran HIV.

Stigma AIDS lebih jauh dapat dibagi menjadi tiga kategori:

Stigma instrumental AIDS - yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal yang
berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.

Stigma simbolis AIDS - yaitu penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap terhadap
kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap berhubungan dengan penyakit
tersebut.[110]

Stigma kesopanan AIDS - yaitu hukuman sosial atas orang yang berhubungan dengan isu
HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.

8. Diare
Gejala
Frekuensi buang air besar melebihi normal
kotoran encer / cair
sakit / kejang perut
demam dan muntah pada beberapa kasus
Penyebab
Diare kebanyakan disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga sering kali akibat dari
racun bacteria. Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan makanan mencukupi dan air
tersedia, pasien yang sehat biasanya sembuh dari infeksi virus umum dalam beberapa hari
dan paling lama satu minggu. Namun untuk individu yang sakit atau kurang gizi, diare dapat
menyebabkan dehidrasi yang parah dan dapat mengancam jiwa bila tanpa perawatan. Dia
juga dapat merupakan gejala dari penyakit yang lebih serius seperti disentri, kolera, atau
botulisme dan dapat juga merupakan tanda dari sindrom kronis seperti penyakit Crohn. Dia
juga dapat disebebkan oleh konsumsi alcohol yang berlebihan,terutama dalam seseorang
yang tidak cukup makan.
Pencegahan

1.
2.
3.
4.
5.

mencuci tangan dengan memakai sabun dengan cara yang benar pada 5 waktu penting, yaitu:
Sebelum makan
Setelah buang air besar
Sebelum memegang bayi
Setelah menceboki anak
Sebelum menyiapkan makanan

meminum air minum yang sehat atau air yang telah diolah antara lain dengan cara merebus,

pemanasan dengan sinar matahari atau proses klorinasi.


Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga (lalat, kecoa,

kutu,lipas, dll)
membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya menggunakan jamban dengan
tangki septic.

9. Rabies
Gejala
Sesudah masa tunas / inkubasi selama 10 hari sampai 7 bulan, orang yang tertular dapat
mengalami / menderita penyakit ini dengan gejala gejala sebagai berikut :

diawali dengan demam ringan atau sedang, sakit kepala, tak nafsu makan, lemah, mual,
muntah dan perasaan yang abnormal pada daerah sekitar gigitan (anjing / binatang liar

tsb).
gejala diatas kemudian dengan cepat diikuti hiperestesi dan hipereksitasi mental serta
neuromuskular, diikuti dengan kaku kuduk dan kejang kejang otot otot yang berfungsi
dalam proses menelan dan pernafasan. Sedikit rangsangan berupa cahaya, suara,bau

ataupun sedikit cairan dapat menimbulkan refleks kejang kejang tersebut.


keadaan tersebut selanjutnya berkembang menjadi kekejangan umum dan kematianpun
umumnya terjadi pada tahap ini.
Penyebab
Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang menyebabkan gangguan pada SSP. Vektor
yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah anjing dan binatang binatang liar
seperti kera, kelelawar,dll.
Pencegahan

1. Usaha yang paling efektif untuk dilakukan adalah dengan segera

mencuci luka gigitan

dengan air bersih dan sabun atau deterjen selama 5-10 menit dibawah air mengalir/diguyur.
Lalu keringkan dengan kain yang bersih..
2. Luka diberi antiseptik (obat luka yang tersedia misalnya betadine, obat merah, alkohol 70%,
Yodium tincture atau lainnya) lalu dibalut dengan pembalut yang bersih.
3. Penderita luka gigitan harus segera dibawa ke dokter, Puskesmas atau rumah sakit yang
terdekat untuk mendapatkan pengobatan sementara maupun perawatan lebih lanjut, sambil
menunggu hasil observasi hewan tersangka rabies.

4. Walaupun sudah dilakukan pencucian luka gigitan, penderita harus dicuci kembali lukanya di
Puskesmas atau rumah sakit.
5. Luka gigitan dibalut longgar dan tidak dibenarkan dijahit, kecuali pada luka yang sangat
parah. Jika keadaan terpaksa dilakukan penjahitan, maka harus diberikan serum anti rabies
(SAR) sesuai dosis, selain itu dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian vaksin anti tetanus,
maupun antibiotik dan analgetik.
10. Kolera
Gejala
pertama stadium inkubasi, umumnya berlangsung sekitar 3 hari
stadium muntaber,yang berlangsung dari beberapa jam sampai 3 hari, pada anak anak
terkadang disertai dengan gejala demam,sedangkan pada orang dewasa tidak mengalami
gejala ini. Diare adalah gejala pertama dan paling umum pada stadium itu, kebanyakan tidak
merasa sakit, kira kira sepertiga pasien membuang kotoran seperti tajin,dan setiap hari
pembuangan kotoran berkali kali bahkan puluhan kali. Muntah muntah menyusul diare

yang terjadi kira kira 10 kali setiap hari.


stadium dehidrasi, yang juga akan berlangsung selama beberapa jam sampai 2 hingga 3 hari.
Penderiat ringan hanya merasa haus,elastic kulitnya kurang tetapi tetap segar ingatannya.
Sedangkan penderita berat, lekuk matanya cekung, pipinya kempot,kulitnya kering dan
suaranya serak. Kalau terjadi dehidrasi serius, cairan darah mengental dan akan terjadi
kegagalan sirkulasi yang akan mengakibatkan shock dehidrasi. Gejalanya ialah denyut nadi
melemah, tekanan darah menurun, pingsan, dan nafas tersengal sengal.selain itu, pada

stadium dehidrasi juga dapat muncul gejala kekacauan elektrolit, kejang dan nyeri otot.
stadium reaksi,juga disebut stadium rehabilitasi, seiring dengan diperbaikinya
dehidrasi,kekacauan elektrolit dan asam alkali dalam tubuh, kebanyakan gejala akan lenyap,
termanifestasi dengan badan lemah, sebagian penderita muncul reaksi demam. Stadium itu
umumnya berlangsung 1 sampai 3 hari.
Penyebab : Vibrio kolera
Pencegahan

mencuci tangan dengan memakai sabun dengan cara yang benar pada 5 waktu penting,
yaitu :
Sebelum makan
Setelah buang air besar
Sebelum memegang bayi
Setelah menceboki anak
Sebelum menyiapkan makanan

meminum air minum yang sehat atau air yang telah diolah antara lain dengan cara merebus,

pemanasan dengan sinar matahari atau proses klorinasi.


Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga (lalat, kecoa,

kutu,lipas, dll)
membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya menggunakan jamban dengan
tangki septic.

11. Tifus
Gejala

tidak enak badan


demam
sakit perut
sakit kulit tidak menetap
Pembesaran limfa,jumlah sel darah putih normal atau rendah
Dapat menyebabkan komplikasi berbahaya yaitu pendarahan dan luka pada usus.
Penyebab : bakteri Salmonella typhi
Pencegahan

jangan berbagi makanan dan minuman dengan orang yang menderita penyakit tifus
menjaga kebersihan diri dan lingkungan

12. Campak
Gejala
Timbul dalam waktu 7 14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa : nyeri tenggorokan, hidung
meler, batuk, nyeri otot, demam, mata merah, fotofobia (rentan terhadap cahaya, silau ). 2 4
hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik koplik). Ruam
(kemerahan di kulit ) yang terasa agak gatal muncul 3 5 hari setelah timbulnya gejala
diatas. Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar) maupun papula
(ruam kemerahan yang menonjol ). Pada awalnya ruam tampak di wajah yaitu di depan dan
di bawah telinga serta di leher sebelah samping.
Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan, dan tungkai sedangkan ruam
di wajah mulai mendatar.
Penyebab
campak disebabkan oleh Paramiksovirus. Penularan terjadi melalui percikkan ludah dari
hidung, mulut, maupun tenggorokan penderita campak. Masa inkubasi adalah 10 14 hari
sebelum gejala muncul.

Pencegahan
Vaksin campak meruapakan bagian dari imunisasi rutin pada anak anak. Vaksin biasanya
diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman (Vaksin MMR /
mumps, measles, rubella), suntikkan pada otot paha atau lengan atas. Jika hanya mengandung
campak, vaksin diberikan pada umur 9 bulan. Dalam bentuk MMR, dosis pertama kali
diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberiakn pada usia 4-6 tahun.
13. Pertusis
Definisi
Pertusis adalah infeksi saluran pernapasan akut berupa batuk yang sangat berat atau
batuk intensif. Nama lain tussis quinta, wooping

cough, batuk rejan


Etiologi

Penyebab pertusis adalah Bordetella pertusis atau Hemopilus


pertusis adalah suatu kuman yang kecil ukuran
ovoid kokobasil, tidak

pertusis.Bordetella

0,5-1 umdengan diameter 0,2-0,3 um ,

bergerak, gram negative , tidak berspora, berkapsul dapat

dimatikan pada pemanasan 50C tetapi bertahan pada suhu tendah 0didapatkan dengan melakukan swab pada daerah
kemudian ditanam pada media

nasofaring

10C

penderita

dan

bisa

pertusis

yang

agar Bordet-Gengou.

Epidemiologi
Tersebar diseluruh dunia . ditempat tempat yang padat

penduduknya dan dapat

berupa endemic pada anak. Merupakan penyakit paling menular dengan attack rate 80-100 %
pada

penduduk yang rentan. Bersifat endemic dengan siklus 3-4 tahun

antara juli sampai

oktober sesudah akumulasi kelompok rentan, Menyerang semua golongan umur yang
terbanyak anak umur ,

1tahun, perempuan lebih sering dari laki laki, makin muda yang

terkena pertusis makin berbahaya. Insiden puncak antara 1-5 tahun, dengan persentase
kurang dari satu tahun : 44%, 1-4 tahun :

21%, 5-9 tahun : 11%, 12 tahun lebih: 24%

( Amerika tahun 1993).


Patolofisiologi
Bordetella pertusis diitularkan melalui sekresi udara pernapasan yang kemudian
melekat pada silia epitel saluran pernapasan. Basil biasanya bersarang pada silia epitel thorak
mukosa, menimbulkan eksudasi yang muko purulen, lesi berupa nekrosis bagian basal dan
tengah epitel torak, disertai infiltrate netrofil dan makrofag.
Mekanisme patogenesis infeksi Bordetella pertusis yaitu
pengerusakan local dan diakhiri dengan penyakit sistemik

perlengketan, perlawanan,

Perlengketan dipengaruhi oleh FHA ( filamentous Hemoglutinin), LPF


(lymphositosis promoting factor), proten 69 kd yang berperan
Bordetella pertusis pada silia yang
dan

dalam

perlengketan

menyebabkan Bordetella pertusis dapat bermultipikasi

menghasilkan toksin dan menimbulkan whooping cough. Dimana LFD menghambat

migrasi limfosit dan magrofag didaerah infeksi.


Perlawanan karena sel target da limfosist menjadi lemah dan mati oleh karena ADP
(toxin mediated adenosine disphosphate) sehingga meningkatkan pengeluaran histamine dan
serotonin, blokir beta adrenergic, dan meningkatkan aktivitas isulin.
Sedang pengerusakan lokal terjadi karena toksin menyebabkan

peradangan ringan

disertai hyperplasia jaringan limfoid peribronkial sehingga meningkatkan jumlah mucus


pada

permukaan silia yang berakibat fungsi silia sebagai pembersih akan

terganggu

akibatnya akan mudah terjadi infeksi sekunder oleh sterptococos pneumonia, H influenzae,
staphylococos aureus.
Penumpukan mucus akan menyebabkan plug yang kemudian
dan kolaps pada paru, sedang hipoksemia dan
gangguan pertukaran oksigen
Lendir yang

sianosis

dapat

menjadi obstruksi
terjadi

oleh

karena

saat ventilasi dan menimbulkan apneu saat batuk.

terbentuk dapat menyumbat bronkus kecil sehingga dapat menimbulkan

emfisema dan atelektasis. Eksudasi dapat pula sampai ke alveolus dan menimbulkan infeksi
sekunder, kelaina paru itu dapat menimbulkan bronkiektasis.
Gejala Klinis
Masa inkubasi Bordetella pertusis adlah 6-2 hari ( rata rata 7 hari). Sedang perjalanan
penyakit terjadi antara 6-8 minggu.
Ada 3 stadium Bordetella pertusis

Stadium kataral (1-2 minggu)


Menyerupai gejala ispa : rinore dengan lender cair, jernih,terdapat injeksi konjungtiva,
lakrimasi, batuk ringan iritatif

keringdan intermiten, panas tidak begitu tinggi, dan

droplet sangat infeksius

Stadium

paroksimal

atau

spasmodic

(2-4

minggu)

Frekwensi derajat batuk bertambah 5-10 kali pengulangan batuk uat, selama expirsi diikuti
usaha insprasi masif yang medadak sehingga menimbulkan bunyi melengking (whooop) oleh
karena udara yang dihisap melalui glotis yang menyempit. Muka merah, sianosis, mata
menonjol,lidah menjulur, lakrimasi, salivasi, petekia diwajah, muntah sesudah batuk
paroksimal, apatis , penurunan berat badan, batuk mudah dibangkitkan oleh stress emosiaonal

dan aktivitas fisik. Anak dapat terberak berak dan terkencing kencing. Kadang kadang pada
penyakit yang berat tampak pula perdarahan subkonjungtiva dan epistaksis.

Stadium

konvalesens

(1-2

minggu)

Whoop mulai berangsur angsur menurun dan hilang 2-3 minggu kemudian tetapi pada
beberapa pasien akan timbul batuk paroksimal kembali. Episode ininakan berulang ulang
untuk beberapa bulan dan sering dihubungkan dengan infeksi saluran napas bagian atas yang
berulang.
Diagnosis
Diagnosis ditegakan berdasarkan atas anamnesa , pemeriksaan fisik
pemeriksaan laboraturium. Pada anamnesis penting ditanyakan
khas yaitu batuk mula mula timbul pada
menjadi siang dan

serangan

yang

malam hari tidak mereda malahan meningkat

malam dan terdapat kontak dengan penderita pertusis, batuk

bersifat paroksimal dengan bunyi whoop yang jelas,


imunisasinya. Pada pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan

adakah

dan

bagaimanakah

riwayat

tergantung dari stadium saat pasien diperiksa.

laboratorium didapatkan leukositosis( 20.000-50000/ul) pada akhir

stadium kataralis dan permulaan stadium spasmodic. Pada pemeriksaan secret


nasofaring didapatkan Bordetella pertusis. Dan pemeriksaan lain adalah foto thorak apakah
terdapat infiltrate

perihiler, atelektasis atau emfisema.

Diagnosis dapat dibuat dengan memperhatikan batuk yang khas ila penderita datang
pada stadium spasmodic, sedang pada stadium ataralis sukar dibuat diagnosis karena
menyerupai common cold.
Diagnosis banding
Pada batuk spasmodic perlu dipikirkan bronkioitis, pneumonia

bacterial,

sistis

fibrosis, tuberculosis dan penyakit lain yang menyebabkan limfadenopati dengan penekanan
diluar trakea dan

bronkus.

Infeksi Bordetella parapertusis, Bordetella bronkiseptika dan

adenovirus

dapat

menyerupai sindrom klinis Bordetella pertusis. Tetapi dapat dibedakan dengan isolasi kumam
penyebab.
Kompliksi

Alat pernapasan
Dapat terjadi otitis media sering pada bayi, bronchitis,

bronkopneumonia,

atelektasis yang disebabkan sumbatan mucus, emfisema dapat juga terjadi emfisema
mediastinum, leher, kulit

pada kasus yang berat, bronkiektasis, sedangkan tuberculosis

yang sebelumnya telah ada dapat menjadi bertambah berat, batuk yang keras dapat
menyebabkan rupture alveoli, emfisema

intestisial, pnemutorak.

Alat pencernaan
Muntah muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasi, prolapsus

rectum

atau hernia yang mungkin timbul karena tingginya tekanan intra abdominal, ulcus pada ujung
lidah karena lidah tergosok pada

gigi atau tergigit pada waktu serangan batuk, stomatitis.

Susunan saraf pusat


Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat muntah muntah.
Kadang kadang terdapat kongesti dan edema otak, mungkin pula terjadi perdarahan otak,
koma, ensefalitis, hiponatremi.

Lain lain
Dapat pula terjadi perdarahan lain seperti epistaksis, hemoptisis

dan

perdarahan

subkonjungtiva.
Terapi
Antibiotika
1.

Eritromisin

dengan

dosis

50

mg/kgbb/hari

dibagi

dalam

dosis.

Obat ini dpat menghilangkan Bordetella pertusis dari nasofaring dalam 2-7 hari ( rata rata 3-4
hari) dengan demikian memperpendek kemungkinan penyebaran infeksi. Eritromisisn juga
menyembuhkan

pertusis

bila

diberikan

dalam

stadium

kataralis,

mencegah

dan

menyembuhkan pneumonia, oleh karena itu sangat penting untuk pengobatan pertusis untuk
bayi muda.
2. Ampisilin dengan dosis 100 mg/kgbb/hari, dibagi dalam 4 dosis.
3. lain lain : rovamisin, kotromoksazol, kloramfenikol dan tetrasiklin.
Imunoglobulin
Belum ada penyesuaian faham mengenai pemberian
immunoglobulin pada stadium kataralis.
Ekspektoransia dan mukolitik
Kodein diberikan bila terdapat batuk batuk yang hebat sekali.
Luminal sebagai sedative.
Oksigen bila terjadi distress pernapasan baik akut maupun kronik.
Terapi suportif : atasi dehidrasi, berikan nutrisi

Betameatsol dan salbutamol untuk mencegah obstruksi bronkus,


mengurangi batuk paroksimal, mengurangi lama whoop.
Prognosis
Bergantung kepada ada tidaknya komplikasi, terutama komplikasi paru dan susunan
saraf pusat yang sangat berbahaya khususnya pada bayi dan anak kecil. Dimana frekuensi
komplikasi terbanyak dilaporkan pada bayi kurang dari 6 bulan mempunyai mortalitas
morbiditas yang tinggi.
14. Tetanus Neonatorum
Tetanus neonatorum merupakan suatu penyakit akut yang dapat dicegah namun dapat
berakibat fatal, yang disebabkan oleh produksi eksotoksin dari kuman Clostridium tetani
gram positif, dimana kuman ini mengeluarkan toksin yang dapat menyerang sistem syaraf
pusat.
Masa inkubasi kuman 3-28 hari, namun biasanya 6 hari, dimana kematian 100% terjadi
terutama pada masa inkubasi < 7 hari.
Faktor predisposisi
Adanya spora tetanus
Adanya jaringan yang mengalami injury, mislanya pemotongan tali pusat
Kondisi luka tidak bersih, yang memungkinkan perkembangan mikroorganisme host yang
rentan

Faktor resiko
Imunisasi TT tidak dilakukan/tidak sesuai dengan ketentuan program
Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat atau tidak sesuai APN
Perawatan tali pusat tidak memenuhi standar kesehatan

Pencegahan
Imunisasi TT
Memperhatikan sterilitas saat pemotongan dan perawatan tali pusat

Kekebalan diperoleh melalui imunisasi TT


Sembuh tidak berarti kebal terhadap tetanus
Toksin tetanus ;
Menyebabkan penyakit tetanus

Tidak cukup merangsang pembentukan zat antibody terhadap tetanus

Harus tetap imunisasi TT

Imunisasi TT merangsang pembentukan antibody spesifik yang mempunyai peranan


penting dalam perlindungan terhadap tetanus. Ibu hamil mendapatkan imunisasi TT, sehingga
terbentuk antibody dalam tubuhnya. Antibody tetanus termasuk golongan Ig G, melewati
sawar plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh janin yang
dapat mencegah terjadinya tetanus neonatorum.
Gejala
Bayi yang semula dapat menetek, kemudian sulit menetek karena kejang otot rahang dan
faring
Mulut bayi mencucu seperti mulut ikan

Kejang terutama bila terkena rangsang cahaya, suara, sentuhan

Kadang disertai sesak nafas dan mulut bayi membiru


Suhu tubuh meningkat
Kaku kuduk
Kekakuan disertai sianosis
Nadi meningkat
Berkeringat banyak
Tidak dapat menangis lagi
Mata terus tertutup
Dinding perut keras
Kesadaran baik

Komplikasi
Bronkopneumonia
Asfiksia
Sianosis akibat obstruksi jalan nafas oleh lendir/sekret

Prognosa
Bayi mengalmi panas atau peningkatan suhu (prognosa buruk)
Bayi dapat bertahan lebih dari 4 hari (dapat disembuhkan)
Untuk penyembuhan sempurna membutuhkan waktu beberapa minggu
Angka mortalitas 30%
Penyakit ini fatal pada BBL

Penanganan
Mengatasi kejang dengan memberikan suntikan antispasmodik
Membersihkan jalan nafas agar bayi dapat menghirup udara dengan bebas
Pemasangan spatel lidah yang dibungkus dengan kain untuk mencegah lidah tergigit
Mencari tempat masuknya spora tetanus pada tali pusat atau telinga
Mengobati penyebab tetanus dengan antibiotika
Melakukan perawatan yang adekuat, dengan pemberian oksigen, nutrisi serta menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit
Ditempatkan di ruang tenang dengan sedikit sinar

15. Malaria
Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan
lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi

primata
protozoa

dari

genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin menggigil) serta
demam berkepanjangan. Malaria
dan primata

adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera

lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi

protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas
dingin menggigil) serta demam berkepanjangan.

Dengan munculnya program pengendalian yang didasarkan pada


insektisida, penyebaran penyakit malaria telah dapat
1950, malaria telah berhasil dibasmi di

penggunaan residu

diatasi dengan cepat. Sejak tahun

hampir seluruh Benua Eropa dan di daerah

seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih menjadi masalah
besar di

beberapa bagian Benua Afrika dan Asia Tenggara. Sekitar 100 juta kasus

penyakit malaria terjadi setiap tahunnya dan sekitar 1 persen diantaranya fatal.
Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan

penyebab utama kematian

di negara berkembang.
Pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta

daerah

yang terlalu padat, membantu memudahkan penyebaran penyakit tersebut.


lahan-lahan baru serta perpindahan penduduk dari desa
memungkinkan kontak antara nyamuk

ke

kota

Pembukaan

(urbanisasi)

telah

dengan manusia yang bermukim didaerah

tersebut.
Penyakit Malaria yang terjadi pada manusia
Penyakit malaria memiliki 4 jenis, dan masing-masing disebabkan oleh
parasit yang berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa
menggigil dan keringat dingin. Dalam beberapa
gejala-gejala ini muncul kembali

meriang,

spesies
panas

dingin

kasus yang tidak disertai pengobatan,

secara periodik. Jenis malaria paling ringan adalah

malaria tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, dengan gejala demam dapat
terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu
setelah infeksi).
Demam rimba (jungle fever ), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria
tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum merupakan
kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini
menyebabkan koma, mengigau,
Plasmodium

penyebab sebagian besar

sering menghalangi jalan darah ke otak,

serta kematian. Malaria kuartana yang disebabkan oleh

malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria

tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18


setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan

sampai

40

hari

terulang kembali setiap 3 hari.

Jenis ke empat dan merupakan jenis malaria yang paling jarang ditemukan, disebabkan oleh
Plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana.

Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati; beberapa hari
sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah
merah sejalan dengan perkembangan mereka,sehingga menyebabkan demam.
Penanganan
Sejak tahun 1638 malaria telah diatasi dengan getah dari batang pohon
yang lebih dikenal dengan nama kina, yang sebenarnya beracun
pertumbuhan protozoa dalam jaringan darah. Pada tahun

dan

cinchona,
menekan

1930, ahli obat-obatan Jerman

berhasil menemukan Atabrine ( quinacrine hydrocloride ) yang pada saat itu lebih efektif
daripada quinine dan kadar
klorokuin

racunnya lebih rendah. Sejak akhir perang dunia kedua,

dianggap lebih mampu menangkal dan menyembuhkan demam rimba secara

total, juga lebih efektif dalam menekan jenis-jenis malaria dibandingkan dengan Atabrine
atau quinine. Obat tersebut juga
obatan lain yang

terdahulu

mengandung kadar racun paling rendah daripada obatdan

terbukti

efektif

tanpa

perlu

digunakan

secaraterusmenerus.
Namun baru-baru ini strain Plasmodium falciparum, organisme yang menyebabkan
malaria tropika memperlihatkan adanya daya tahan terhadap klorokuin serta obat anti malaria
sintetik lain. Strain jenis ini ditemukan terutama di Vietnam, dan juga di semenanjung
Malaysia, Afrika dan Amerika Selatan. Kina juga semakin kurang efektif terhadap strain
plasmodium falciparum. Seiring dengan munculnya strain parasit yang
obat-obatan tersebut, fakta bahwa beberapa jenis nyamuk
memiliki daya tahan terhadap insektisida

pembawa

kebal
(anopheles)

terhadap
telah

seperti DDT telah mengakibatkan peningkatan

jumlah kasus penyakit malaria di beberapa negara tropis. Sebagai akibatnya, kasus penyakit
malaria juga mengalami peningkatan pada para turis dari Amerika dan Eropa Barat yang
datang ke Asia dan Amerika Tengah dan juga diantara

pengungsi-pengungsi dari daerah

tersebut. Para turis yang datang ke tempat yang dijangkiti oleh penyakit malaria yang tengah
menyebar, dapat diberikan obat anti malaria seperti profilaksis (obat pencegah).
Obat-obat pencegah malaria seringkali tetap digunakan hingga beberapa minggu setelah
kembali dari bepergian. Mefloquine telah dibuktikan efektif terhadap strain malaria yang
kebal terhadap klorokuin, baik sebagai pengobatan ataupun sebagai pencegahan. Namun obat
tersebut saat ini tengah diselidiki apakah dapat menimbulkan efek samping yang merugikan.
Suatu kombinasi dari sulfadoxine dan pyrimethamine digunakan untuk pencegahan di daerahdaerah yang terjangkit malaria yang telah kebal terhadap klorokuin. Sementara Proguanil
digunakan hanya sebagai pencegahan.

Saat ini para ahli masih tengah berusaha untuk menemukan vaksin untuk malaria. Beberapa
vaksin yang dinilai memenuhi syarat kini tengah diuji coba klinis guna keamanan dan
keefektifan dengan menggunakan sukarelawan, sementara ahli lainnya tengah berupaya untuk
menemukan vaksin untuk penggunaan umum. Penyelidikan tengah dilakukan untuk
menemukan sejumlah obat dengan bahan dasar artemisin, yang digunakan oleh ahli obatobatan Cina untuk menyembuhkan demam. Bahan tersebut terbukti efektif terhadap
Plasmodium falciparum namun masih sangat sulit untuk diperbanyak jumlahnya.
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama prosesnya, malaria
disebabkan oleh parasit malaria / Protozoa genus Plasmodium

bentuk

aseksual

yang

masuk kedalam tubuh manusia ditularkan oleh nyamuk malaria ( anopeles ) betina ( WHO
1981 ) ditandai dengan deman, muka nampak pucat dan pembesaran organ tubuh manusia.
Parasit malaria pada manusia yang menyebabkan Malaria adalah Plasmodium falciparum,
plasmodium vivax, plasmodium ovale dan plasmodium malariae.Parasit malaria yang
terbanyak di Indonesia adalah Plasmodium falciparum dan plasmodium vivax atau campuran
keduanya, sedangkan palsmodium ovale dan malariae pernah ditemukan di Sulawesi, Irian
Jaya dan negara Timor Leste. Proses penyebarannya adalah dimulai nyamuk malaria yang
mengandung parasit malaria, menggigit manusia sampai pecahnya sizon darah atau
timbulnya gejala demam. Proses penyebaran ini akan berbeda dari setiap jenis parasit malaria
yaitu antara 9 ? 40 hari ( WHO 1997) Siklus parasit malaria adalah setelah nyamuk
Anopheles yang mengandung parasit malaria menggigit manusia, maka keluar sporozoit dari
kelenjar ludah nyamuk masuk kedalam darah dan jaringan hati. Parasit malaria pada siklus
hidupnya, membentuk stadium sizon jaringan dalam sel hati ( ekso-eritrositer ). Setelah sel
hati pecah akan keluar merozoit / kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk stadium
sizon dalam eritrosit ( stadium eritrositer ), mulai bentuk tropozoit muda sampai sison tua /
matang sehingga eritrosit pecah dan keluar merosoit. Merosoit sebagian besar masuk kembali
ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk gametosit jantan dan betina yang siap untuk diisap
oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus hidup di tubuh nyamuk (stadium
sporogoni). Pada lambung nyamuk terjadi perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet)
dan sel gamet betina (makro gamet) yang disebut zigot. Zigot akan berubah menjadi ookinet,
kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk berubah menjadi ookista. Setelah ookista
matang kemudian pecah, maka keluar sporozoit dan masuk ke kelenjar liur nyamuk yang siap
untuk ditularkan ke dalam tubuh manusia. Khusus P. Vivax dan P. Ovale pada siklus
parasitnya di jaringan hati (sizon jaringan), sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak
melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit tetapi tertanam di jaringan hati disebut Hipnosoit (lihat

bagan siklus), bentuk hipnosoit inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada penderita
yang mengandung hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun
misalnya akibat terlalu lelah/sibuk/stres atau perobahan iklim (musim hujan), maka hipnosoit
akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari dalam sel hati ke eritrosit. Setelah
eritrosit yang berparasit pecah akan timbul gejala penyakitnya kembali. Misalnya 1 ? 2 tahun
yang sebelumnya pernah menderita P. Vivax/Ovale dan sembuh setelah diobati, suatu saat dia
pindah ke daerah bebas malaria dan tidak ada nyamuk malaria, dia mengalami
kelelahan/stres, maka gejala malaria muncul kembali dan bila diperiksa SD-nya akan positif
P. Vivax/Ovale.
Pada P. Falciparum dapat menyerang ke organ tubuh dan menimbulkan kerusakan seperti pada
otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang mengakibatkan terjadinya malaria berat/komplikasi,
sedangkan P. Vivax, P. Ovale dan P. Malariae tidak merusak organ tersebut. P. falciparum
dalam jaringan yang mengandung parasit tua di dalam otak, peristiwa ini yang disebut
sekuestrasi. Pada penderita malaria berat, sering tidak ditemukan plasmodium dalam darah
tepi karena telah mengalami sekuestrasi. Meskipun angka kematian malaria serebral
mencapai 20 ? 50 %, hampir semua penderita yang tertolong tidak menunjukkan gejala sisa
neurologis (sekuele) pada orang dewasa. Malaria pada anak sebagian kecil dapat terjadi
sekuele. Pada daerah hiperendemis atau immunitas tinggi apabila dilakukan pemeriksaan SD
sering dijumpai SD positif tanpa gejala klinis pada lebih dari 60 % jumlah penduduk.
16. Pneumonia
Radang paru-paru (bahasa Inggris: pneumonia) adalah sebuah penyakit pada paru-paru di
mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer
meradang dan terisi oleh cairan.
Penyebab
Pneumonia pneumocystis (PCP) adalah bentuk pneumonia yang disebabkan oleh
fungi Pneumocystis jirovecii. Agen yang
menyebabkan pneumonia ini dideskripsikan
sebagai protozoa dan disebut P. jiroveci. Nama tersebut didiskusikan dan hasilnya,
pneumonia pneumosistis juga diketahui sebagai pneumonia
pneumosistis jiroveci dan
sebagai pneumonia pneumosistis carinii,
yang juga dijelaskan.
Radang paru-paru dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk infeksi oleh
bakteria, virus, jamur, atau pasilan (parasite). Radang paru-paru dapat juga disebabkan oleh
kepedihan zat-zat kimia atau cedera jasmani pada paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit
lainnya, seperti kanker paru-paru atau
berlebihan minum alkohol.
Gejala
Gejala yang berhubungan dengan radang paru-paru termasuk batuk, sakit dada,
demam, dan kesulitan bernapas. Alat diagnosa termasuk Sinar-X dan pemeriksaan dahak.
Perawatan tergantung dari penyebab radang paru-paru; radang paru-paru disebabkan
bakteri dirawat dengan antibiotika.
Pencegahan
Radang paru-paru adalah penyakit umum, yang terjadi di seluruh kelompok umur,
dan merupakan penyebab kematian peringkat atas di antara orang tua dan orang yang sakit

menahun. Vaksin untuk mencegah beberapa jenis radang paru-paru bisa diperoleh.Prognosis
perseorangan tergantung dari jenis radang paru-paru, perawatan yang cocok, komplikasi
lainnya, dan kesehatan orang tersebut.`
Salah satu kasus radang paru-paru yang mempunyai tingkat kematian tinggi pada saat
ini adalah kasus radang paru-paru yang disebabkan oleh Flu burung.

Anda mungkin juga menyukai