Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA

DI SUSUN OLEH
EUIS SALSABILA IZATI
141.0721.006

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2015

EFUSI PLEURA

Sumber : google.com

A. DEFINISI
Efusi pleura adalah suatu keadaan di mana terdapatnya penumpukkan cairan
dalam rongga pleura
B. ETIOLOGI
Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder. Kelainan
primer pada pleura hanya ada dua macam yaitu :
1. Infeksi kuman primer intapleura
2. Tumor primer pleura
C. PATOGENESIS
Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi :
1. Gangguan pada reabsorbsi cairan pleura (misalnya karena adanya tumor)
2. Peningkatan produksi cairan pleura (misalnya akibat infeksi pada pleura)
Secara patologis, efusi pleura disebabkan oleh keadaan-keadaan :
1. Meningkatknya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung)
2. Menurunnya tekanan osmotic koloid plasma (misalnya hiproproteinemia)
3. Meningkatnya permeabilitas kapiler (misalnya infeksi bakteri)
4. Berkurangnya absorbsi limfatik
Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya adalah :
1. Transudat

Gagal jantung sirosis hepatis dan ascites, hipoproteinemia pada nefrotik


sindrom, obstruksi vena cava superior, pasca bedah abdomen, dialysis
peritoneal dan atelectasis akut.
2. Eksudat
a. Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur, parasite dan abses)
b. Neoplasma (Ca, Paru-paru, metafisis, limfoma dan leukemia)
c. Emboli/infark paru-paru
d. Penyakit kolagen (SLE dan rheumatoid arthritis)
e. Penyakit gastrointestinal (pankreatitis, rupture esophagus dan abses
hati)
f. Trauma (hematoraks dan khilotoraks)
D. FISIOLOGI PLEURA

Sumber : Google.com

Pleura terdiri dari dua lapisan yang berbeda yaitu pleura viseralis dan pleura
parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru-paru. Dalam
beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini, yaitu :
1) Pleura Viseralis
Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial yang tipis
(tebalnya tidak lebih dari 30 mm), diantara celah-celah sel ini terdapat
beberapa sel limfosit. Dibawah sel mesotelial ini terdapat endopleura
yang berisi fibrosit dan hitrosit. Dibawah endopleura terdapat jaringan
kolagen dan serat-serat elastic yang dinamakan lapisan tengah. Lapisan
adalah jaringan interstisial subpleura yang sangat banyak mengandung
pembuluh darah kapiler (arteri pulmonalis dan arteri brakhialis) dan
kelenjar getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini
menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru-paru.
2) Pleura Parietalis

Lapisan jaringan pada pleura parietalis terdiri atas sel-sel metoselial dan
jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat elastik) namum lebih dari
pleura viseralis. Dalam jaringan ikat tersebut terdapat pembuluh kapiler
(arteri interkostalis dan arteri mammaria interna), kelenjar getah bening,
dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa nyeri dan
perbedaan tempratur. Sistem persarafan ini berasal dari Nervus
Interkostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada.
Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel tetapi juga mudah
dilepaskan dari dinding dada di atasnya.
Cairan pleura diproduksi oleh pleura parietalis dan diabsorbsi oleh pleura
viseralis. Cairan terbentuk dari filtrasi plasma melalui endotel kapiler,
kemudian direabsorbsi oleh pembuluh limfe dan venula pleura. Telah
diketahui bahwa cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura parietalis
dan selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membrane
pleura viseralis via sistem limfatik dan vascular. Pergerakkan cairan dari
pleura parietal ke pleural viseralis dapat terjadi karena adanya perbedaan
tekanan hodrostatik dan tekanan osmotik koloid plasma. Cairan terbanyak
direabsorbsi oleh sistem limfatik hanya sebagian kecil yang direabsorbsi
oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan
pada pleura viseralis adalah terdapatnya banyak microvilli di sekitar selsel mesotelial.
Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong antara kedua
pleura tersebut karena biasanya hanya terdapat sedikit (10-20 cc) cairan
yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak secara teratur.
Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga
mereka mudah bergeser satu sama lain. Dalam keadaan patologis, rongga
antara kedua pleura ini dapat terisi dengan beberapa liter cairan atau
udara.
E. PATOFISIOLOGI

Pada umumnya, efusi terjadi karena penyakit pleura hampir mirip plasma
(eksudat) sedangnkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat
plasma (transudat). Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis disebabkan
oleh peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder (efek samping dari)
peradangan atau keterlibatan neoplasma. Contoh bagi efusi pleura dengan
pleura normal adalah gagal jantung kongestif. Pasien dengan pleura yang
awalnya normal pun dapat mengalami efusi pleura ketika terjadi gagal jantung
kongestif. Ketika jantung tida dapat memompakan darahnya secara maksimal
ke seluruh tubuh terjadilah peningkatan tekanan hidsrostatik pada kapiler yang
selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler sistemik. Cairan yang berada
dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi bocor dan
masuk ke dalam pleura. Peningkatan pembentukkan cairan dari pleura
parietalis karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi
menyebabkan pengumpulan abnormal cairan pleura.
Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya peningkatan
pembentukkan cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi. Hal tersebut
berdasarkan adanya penurunan pada tekanan osmotic intravaskuler (tekanan
osmotik yang dilakukan oleh protein).
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan
tergantung atas kekakuan relative paru-paru dan dinding dada. Dalam batas
pernapasan normal, dinding dada cenderung rekoil ke luar sementara paruparu cenderung untuk untuk rekoil ke dalam (paru-paru tidak dapat
berkembang secara maksimal melainkan cenderung untuk mengempis).
F. MANIFESTASI KLINIK
Kebanyakan efusi pleura bersifat asimptomatik, timbul gejala sesuai dengan
penyakit yang mendasarinya. Pneumonia akan menyebabkan demam,
menggigil, dan nyeri dada pleuritik. Ketika efusi sudah membesar dan
menyebar, kemungkinan timbul dispneu dan batuk. Efusi pleura yang besara
akan mengakibatkan napas pendek. Tanda fisik meliputi deviasi trachea

menjauhi sisi yang terkena, dullness pada perkusi dan penurunan bunyi
pernafasan pada sis yang terkena.
G. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan secara anamnesis dan pemeriksaan fisik saja,
tetapi kadang-kadang sulit juga, sehingga perlu pemeriksaan tambahan sperti
sinar tembus dada. Untuk diagnosis yang pasti perlu dilakukan tindakan
torakosentesis dan pada beberapa kasus dilakukan bipsi pleura.
1) Sinar Tembus Dada
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi
daripada bagian medical. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke
medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari
luar atau dari dalam paru-paru itu sendiri.
Hal lain yang dapat terlihat dalam foto dada efusi pleura adalah
terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan.
Namun, bila terdapat atelectasis pada sisi yang bersamaan dengan cairan,
mediastinum akan tetap pada tempatnya.

Sumber : Google.com

2) Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnosis maupun
terapeutik. Pelaksanaan dilakukan sebaiknya pada posisi duduk. Aspirasi
dilakukan pada bagian bawah paru-paru di sela iga IX garis aksila
posterior dengan memakai jarum Abbocath nomor 14 atau 16.
Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1000-1500 cc pada seiap
kali aspirasi. Aspirasi sekaligus banyak akan menimbulkan pleura shock

(hipotensi) atau edema paru-paru. Edema paru-paru terjadi karena paruparu terlalu vepat mengembang.

Sumber : Google.com
Perbedaan cairan transudat dan eksudat

1. Warna
2. Bekuan
3. Berat jenis
4. Leukosit
5. Eritrosit
6. Hitung jenis

Transudat
1. Kuning pucat dan jernih
2. (-)
3. < 1018
4. < 1000 /uL
5. Sedikit
6. MN (limfosit/mesotel)

Eksudat
1. Jernih, keruh,
purulent, dan hemoragik
2. (-) / (+)
3. > 1018
4. Bervariasi, > 1000/uL

7. Protein total
8. LDH
9. Glukosa
10. Fibrinogen
11. Amilase
12. Bakteri

7. < 50% serum


8. < 60% serum
9. = plasma
10. 0,3 4%
11. (-)
12. (-)

5. Biasanya banyak
6. Terutama PMN
7. > 50% serum
8. > 60% serum
9. = / < plasma
10. 4-6 % atau lebih
11. > 50% serum
12. (-) / (+)

3) Biopsi Pleura
Pemeriksaan histologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukkan 50-75% diagnosis kasus pleuritis tuberculosis dan tumor
pleura. Bila hasil biopsy pertama tidak memuaskan dapat dilakukan
biopsy ulangan. Komplikasi biopsy adalah pneumotoraks, hemototraks
dan penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
4) Pendekatan pada efusi yang tidak terdiagnosis
Pemeriksaan tambahan :
a. Bronkoskopi : pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum dan
abses paru-paru
b. Scanning isotop : pada kasus-kasus dengan emboli paru-paru
c. Torakoskopi (Fiber-optic pleuroscopy) : pada kasus dengan
neoplasma atau TBC.
H. PENANGANAN MEDIS
Pengobatan terhadap pasien dengan efusi pelura adalah dengan mengatasi
penyakit yang mendasarinya, mencegah penumpukkan kembali cairan, serta
untuk mengurangi ketidaknyamanan dan dispneu.
I. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Pola Nafas Tidak Efektif
Hal tersebut berhubungan dengan :
a. Penurunan ekspansi paru-paru (akumulasi dari udara/cairan)
b. Proses radang
Yang ditandai :
a. Dispneu, takipneu, dan perubahan kedalaman pernapasan
b. Penggunaan otot bantu pernafasan dan nasal flaring
c. Sianosis dan Analysis Blood Gasses (ABGs) abnormal
d. Perubahan pergerakkan dinding dada

2. Nyeri Akut yang Berhubungan dengan :


a. Terangsangnya saraf intratoraks sekunder terhadap iritasi pleura
b. Inflamasi parenkim paru-paru
3. Kerusakan Pertukaran Gas
Hal tersebut berhubungan dengan penurunan kemampuan rekoil paru-paru
dan gangguan transportasi : oksigen

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pola Nafas Tidak Efektif
Tujuan/Kriteria Evaluasi
a) Menunjukkan pola napas efektif, dibuktikan dengan status pernafasan
yang tidak berbahaya : ventilasi dan status tanda vital.
b) Menujukkan statsu pernafasan : ventilasi tidak terganggu, ditandai
dengan indikator gangguan sebagai berikut (dengan ketentuan 1-5
ekstrem, kuat, sedang, ringan, tidak)
Kedalam inspirasi dan kemudahan bernafas
Ekspansi dada simetris
Tidak ada penggunaan otot bantu
Bunyi nafas tambahan tidak ada
Nafas pendek tidak ada
Intervensi :
a) Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi
b) Perhatikan pergerakkan dada
c) Amati kesimetrisan, penggunaan otot-otot bantu, serta retraksi otot
supraklavikular dan interkostal
d) Pantau respirasi yang berbunyi, seperti mendengkur
e) Pantau pola pernafasan : bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
pernafasan kumssmaul, pernafasan Cheyne-Stokes, dan apnea
f) Perhatikan lokasi trakea
g) Auskultasi bunyi nafas, perhatikan area penurunan / tidak ada nya
ventilasi dan adanya bunyi napas tambahan
h) Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas dan tersengal-sengal
i) Catat perubahan pada SaO2, SvO2, CO2 akhir-tidal dan nilai gas darah
arteri (GDA) dengan tepat

2. Nyeri Akut
Tujuan/Kriteria Hasil
a) Menunjukkan nyeri : Efek merusak, dibuktikan dengan indikator
berikut (sebutkan nilainya 1-5 : ekstrem, berat, sedang, ringan atau
tidak ada), penurunan penampilan peran atau hubungan interpersonal,
gangguan

kerja,

kepuasan

hidup

atau

kemampuan

untuk

mengendalikan, penurunan konsentrasi, terganggunya tidur.


b) Menunjukkan tingkat nyeri, dibuktikan dengan indikator berikut
(sebutkan nilainya 1-5 : ekstrem, berat, ringan, sedang, ringan atau
tidak ada), ekspresi nyeri lisan atau pada wajah, posis tubuh
melindungi, kegelisahan atau ketegangan otot, perubahan dalam
kecepatan pernapasan, denyut jantung, atau tekanan darah
Intervensi
a) Kaji nyeri meliputi lokasi, karakteristik, awitan/durasi, frekuensi,
b)
c)
d)
e)

kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor presipitasi


Kaji skala nyeri dengan menggunakan PQRST
Berikan sara nyaman pada pasien
Ajarkan teknik relaksasi pada pasien
Observasi isyarat ketidaknyamanan nonverbal, khususnya pada pasien

yang tidak mampu mengkomunikasikannya secara efektif


f) Kolaborasi pemberian analgesik
3. Kerusakan Pertukaran Gas
Tujuan/Kriteria Hasil
a) Mendemosntrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat
b) Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distress
pernafasan
c) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudsh, tidak ada pused lips)
d) Tanda-tanda vital dalam rentang normal

Intervensi
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi


Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Berikan pelembab udara
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
Monitor respirasi dan status O2
Monitor rata-rata, kedalaman, retraksi otot supraclavicular dan

intercostal
h) Monitor suara nafas seperti dengkyr
i) Monitor pola nafas, bradipne, takipnea, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
j) Kaji penggunaan otot bantu nafas
k) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/ tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
l) Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.co.id/search
Somantri, Irman. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Salemba Medika. Jakarta.
Wilkinson, Judith M. (2007). Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai