Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian bayi baru lahir merupakan salah satu indikator yang
digunakan untuk menggambarkan status kesehatan masyarakat. Menurut
CIA World Factbook AKB di dunia pada tahun 2012 sebesar 39 per 1.000
kelahiran hidup. Afganistan merupakan Negara dengan tingkat AKB tertinggi
dibandingkan dengan 221 negara lainnya di dunia yaitu sebesar 121 per
1.000 kelahiran hidup. Negara dengan tingkat AKB terendah adalah Monaco
yaitu sebesar 2 per 1.000 kelahiran hidup. Apabila dibandingkan dengan
Negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), Indonesia menduduki
peringkat ke-7 setelah Singapura (3 per 1.000 kelahiran hidup), Brunei
Darussalam (8 per 1.000 kelahiran hidup), Malaysia 15 per 1.000 kelahiran
hidup), Thailand (16 per 1.000 kelahiran hidup), Filipina (19 per 1.000
kelahiran hidup), dan Vietnam (20 per 1.000 kelahiran hidup (Verawati, 2013).
Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012
menunjukkan adanya penurunan AKB dibandingkan dengan tahun 2007 yaitu
sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup.
Angka tersebut masih jauh dari target Millenium Development Goals (MDGs)
pada tahun 2015 yaitu sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup (Verawati,
2013).
Angka

kematian

bayi

merupakan

salah

satu

indikator

dalam

menentukan derajat kesehatan anak. Setiap tahun kematian bayi baru lahir
atau neonatal mencapai 37% dari semua kematian pada anak balita. Setiap
hari 8.000 bayi baru lahir di dunia meninggal dari penyebab yang tidak dapat
dicegah. Mayoritas dari semua kematian bayi, sekitar 75% terjadi pada

minggu pertama kehidupan dan antara 25% sampai 45% kematian tersebut
terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan seorang bayi. Penyebab utama
kematian bayi baru lahir atau neonatal di dunia antara lain bayi lahir prematur
29%, sepsis dan pneumonia 25% dan 23% merupakan bayi lahir dengan
asfiksia dan trauma (Prasetya, 2013).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007,
setiap hari lebih dari 400 bayi (0-11) bulan meninggal di Indonesia dan angka
kematian bayi sebanyak 34 per 1.000 kelahiran hidup, sebagian besar
kematian bayi dan balita adalah masalah yang terjadi pada bayi baru lahir
atau neonatal (0-28) hari. Adapun masalah neonatal yang terjadi meliputi
asfiksia (kesulitan bernapas saat lahir), bayi berat lahir rendah (BBLR), dan
infeksi (Prasetya, 2013).
Profil Kesehatan Kalimantan Selatan tahun 2014 jumlah kematian bayi
pada tahun 2013 berjumlah 727, sedangkan pada tahun 2014 jumlah
kematian bayi berjumlah 699. Meskipun jumlah kematian bayi berkurang,
tenaga kesehatan harus tetap berupaya untuk menurunkan jumlah kematian
bayi dengan meningkatkan pelayanan kesehatan. Jumlah kematian bayi di
Banjarmasin tahun 2014 berjumlah 57 bayi. Penyebab kematian bayi paling
tinggi di Banjarmasin disebabkan oleh BBLR, asfiksia, tetanus, dan lain-lain
(Dinkes Provinsi Kalsel, 2014).
Dalam laporan WHO yang dikutip Child Health Research Project
Special

Report:

Reducing

perinatal

and

neonatal

mortality

(1999)

dikemukakan bahwa 42% kematian BBL terjadi karena berbagai bentuk


infeksi seperti infeksi saluran pernafasan, tetanus neonatorum, sepsis dan
infeksi gastrointestinal. Di samping tetanus neonatorum, case fatality rate
yang tinggi ditemukan pada sepsis neonatal. Hal ini terjadi karena banyak

faktor risiko infeksi pada masa perinatal yang belum dapat dicegah dan
ditanggulangi (Aminullah, 2008).
Angka kejadian sepsis di Indonesia masih tinggi yaitu 8,7% sampai

30,29% dengan angka kematian 11,56% sampai 49,9%.

Sepsis

merupakan penyebab kematian utama pada bayi, insiden sepsis di


negara berkembang cukup tinggi yaitu 1,8 sampai 18 per 1000 kelahiran
hidup dengan angka kematian sebesar 12% sampai 68%, sedangkan di
negara maju angka kejadian sepsis berkisar antara 3 per 1000 kelahiran
hidup dengan angka kematian 10,3% (Tjipta, 2012).
Angka kejadian sepsis neonatorum masih cukup tinggi dan merupakan
penyebab kematian utama pada neonatus. Hal ini dikarenakan neonatus
rentan terhadap infeksi. Kerentanan neonatus terhadap sepsis dipengaruhi
oleh berbagai faktor dari ibu, bayi, dan lain-lain. Faktor dari ibu meliputi
ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila ketuban pecah
lebih dari 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila
disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya.
Infeksi dan demam (lebih dari 38C) pada masa peripartum akibat
korioamnionitis, infeksi saluran kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus
grup B (SGB), kolonisasi perineal oleh E. coli, dan komplikasi obstetrik
lainnya. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau. Kehamilan multipel.
Persalinan dan kehamilan kurang bulan. Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu.
Faktor risiko pada bayi meliputi prematuritas dan berat lahir rendah, asfiksia
neonatorum, resusitasi pada saat kelahiran, misalnya pada bayi yang
mengalami fetal distress dan trauma pada proses persalinan, prosedur invasif
seperti

intubasi

endotrakeal,

pemakaian

ventilator,

kateter,

infus,

pembedahan, akses vena sentral, kateter intratorakal. Bayi dengan

galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli), defek imun, atau


asplenia (Tjipta, 2012).
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Moch.
Ansari Saleh Banjarmasin menunjukkan bahwa angka kejadian sepsis
neonatorum meningkat pada tahun 2014. Terdapat 49 kasus pada tahun
2012, 55 kasus pada tahun 2013, dan menjadi 90 kasus pada tahun 2014.
Berdasarkan data dan uraian di atas kami tertarik untuk mengambil data
bayi sepsis yang berjudul By. Ny. Rohmiati umur 11 hari dengan Sepsis
Neonatorum di RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan asuhan kebidanan
pada bayi baru lahir dengan sepsis neonatorum.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui sepsis neonatorum
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian subjective dan objective
pada bayi dengan sepsis neonatorum
c. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosis sepsis neonatorum
d. Mahasiswa mampu mengetahui masalah yang terjadi pada sepsis
neonatorum
e. Mahasiswa mampu
f.

memberikan

kebutuhan

tentang

sepsis

neonatorum
Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan tentang sepsis
neonatorum

C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Laporan kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan untuk mahasiswa yang terkait dengan asuhan kebidanan
dengan sepsis neonatorum.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bahan bacaan dan pengetahuan di institusi
pendidikan, terutama yang terkait dengan asuhan kebidanan dengan
sepsis neonatorum.

3. Bagi Tenaga Kesehatan


Sebagai bahan pengetahuan bagi tenaga kesehatan bahwa angka
kejadian sepsis neonatorum dan kematian bayi yang disebabkan oleh
sepsis neonatorum masih cukup tinggi.

Anda mungkin juga menyukai