Anda di halaman 1dari 16

Pembunuhan Anak Sendiri (PAS)

Richard Meldiawan
102010336
D4

Mahasiswa, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jakarta Barat
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
e-mail : r1h4rd@yahoo.co.id

Pendahuluan
Yang dimaksud dengan pembunuhan anak sendiri menurut undang-undang diIndonesia
adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya padaketika dilahirkan atau
tidak berapa lama setelah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia melahirkan anak.1
Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misalnya di sungai, got, atau
seperti pada kasus ini di tempat sampah, maka bayi tersebut mungkin adalah korban
pembunuhan anak sendiri (PAS). Cara yang paling sering digunakan dalam kasus PAS adalah
membuat keadaan asfiksia mekanik yaitu pembekapan, pencekikan, penjeratan dan
penyumbatan. Di Jakarta dilaporkan bahwa 90-95% dari sekitar 30-40 kasus PAS per tahun
dilakukan dengan cara asfiksia mekanik. Bentuk kekerasan lainnya adalah kekerasan tumpul
di kepala (5-10%) dan kekerasan tajam pada leher atau dada (1 kasus dalam 6-7 tahun).

Skenario 2
Sesosok mayat bayi baru lahir ditemukan di suatu tempat sampah. Masyarakat
melaporkannya kepada polisi. Mereka juga melaporkan bahwa semalam melihat seorang
perempuan yang menghentikan mobilnya di dekat sampah tersebut dan berada di sana cukup
lama. Seorang dari anggota masyarakat sempat mencatat nomor mobil perempuan tersebut.
Polisi mengambil mayat bayi tersebut dan menyerahkannya kepada anda sebagai
dokter direktur rumah sakit. Polisi juga mengatakan bahwa sebentar lagi si perempuan
yangdicurigai sebagai pelakunya akan dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Anda harus
mengatur segalanya agar semua pemeriksaan dapat berjalan dengan baik dan akan
membriefing para dokter yang akan menjadi pemeriksa.

Pembahasan
A. ASPEK HUKUM DAN MEDIKO LEGAL
A.1 Aspek Hukum:3
Pasal 341 KUHP
Seorang ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada
ketikadilahirkan atau tidak berapa lama sesudah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa
ia sudah melahirkan anak, dihukum, karena makar mati terhadap anak,dengan hukuman
penjara selama-lamanya 7 tahun.
Pasal 342 KUHP
Seorang ibu yang dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang diambilnya
sebab takut ketahuan bahwa ia tidak lama lagi akan melahirkan anak, menghilangkan jiwa
anaknya itu pada ketika dilahirkan atau tidak lama kemudian daripada itu, dihukum karena
pembunuhan anak yang direncanakan dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 tahun.
Pasal 343 KUHP
Bagi orang lain yang turut campur dalam kejahatan yang diterangkan dalam pasal
341 dan 342 dianggap kejahatan itu sebagai makat mati atau pembunuhan.

Pasal 181 KUHP


Barang siapa mengubur, menyembunyikan, mengangkut, atau menghilangkan
mayat dengan maksud hendak menyembunyikan kematian atau kelahiran orang itu,
dihukum penjara selama-lamanya 9 bulan atau denda sebanyak-banyaknya 4500 rupiah.
Pasal 304 KUHP
Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan orang dalam
kesengsaraan, sedang ia wajib memberi kehidupan perawatan atau pemeliharaan pada
orang itu karena hukum yang berlaku atasnya atau karena menurut perjanjian, dihukum
penjara selama 2 tahun 8 bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus
rupiah.
Pasal 305 KUHP
Barang siapa menaruhkan anak yang dibawah umur 7 tahun di suatu tempat
supaya dipungut oleh orang lain, atau dengan maksud akan terbebas dari
pada pemeliharaan anak itu, meninggalkannya, dihukum penjara sebanyak-banyaknya 5
tahun 6 bulan.
Pasal 306 KUHP
(1) Kalau salah satu perbuatan yang diterangkan dalam pasal 304 dan 305
itumenyebabkan luka berat, maka di tersalah dihukum penjara selama-lamanya7 tahun
6 bulan
(2) Kalau salah satu perbuatan ini menyebabkan orang lain mati, si tersalah itudihukum
penjara selama-lamanya 9 tahun.
Pasal 307 KUHP
Kalau si tersalah karena kejahatan yang diterangkan dalam pasal 305
adalah bapak atau ibu dari anak itu, maka baginya hukuman yang ditentukan dalam pasal
305 dan 306 dapat ditambah dengan sepertiganya.
Pasal 308 KUHP
Kalau ibu menaruh anaknya di suatu tempat supaya dipungut oleh orang lain
tidak lama sesudah anak itu dilahirkan oleh karena takut akan diketahui orang ia
melahirkan anak atau dengan maksud akan terbebas dari pemeliharaan anak itu,
3

meninggalkannya, maka hukuman maksimum yang tersebut dalam pasal 305dan 306
dikurangi seperduanya.
A.2 Prosedur medikolegal
Kewajiban dokter dalam membantu peradilan tercantum dalam Pasal 133 KUHAP:3
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorangkorban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwayang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaanketerangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahlilainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegasuntuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaanbedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehamikan atau dokter padarumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatanterhadap mayat
tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilap dengan diberi cap
jabatan yang diletakkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
B. PEMERIKSAAN MEDIS
B.1 MAYAT BAYI
Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, dengan sendirinya bayi atau
anak tersebut harus dilahirkan hidup setelah seluruh tubuhnya keluar dari tubuh ibu
(separate existence). Bila bayi lahir mati kemudian dilakukan tindakan membunuh, maka
hal ini bukanlah pembunuhan anak sendiri ataupun pembunuhan. Juga tidak
dipersoalkan apakah bayi yang dilahirkan merupakan bayi yang cukup bulan atau belum
cukup bulan, maupun viable atau nonviable. Dokter memeriksa mayat bayi, bila diminta
bantuannya oleh penyidik, diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dibawah
ini:1
1.
2.
3.
4.

Apakah bayi tersebut dilahirkan mati atau hidup?


Berapakah umur bayi tersebut (intra dan ekstrauterin)?
Apakah bayi tersebut sudah dirawat?
Apakah sebab kematiannya?

B.1.1 Lahir mati atau lahir hidup


Pada pemeriksaan mayat bayi baru lahir, harus dibedakan apakah ia
lahir mati atau lahir hidup. Bila bayi lahir mati maka kasus tersebut bukan
4

merupakan kasus pembunuhan atau penelantaran anak hingga menimbulkan


kematian.Pada kasus seperti ini, si ibu hanya dapat dikenakan tuntutan
menyembunyikan kelahiran dan kematian orang. Lahir mati adalah kematian hasil
konsepsi sebelum keluar ataudikeluarkan dari ibunya tanpa mempersoalkan usia
kehamilan (baik sebelum ataupun setelah kehamilan berumur 28 minggu
dalamkandungan). Kematian ditandai oleh janin yang tidak bernafas atau
tidak menunjukkan tanda kehidupan lain, seperti denyut jantung, denyut
nadi,denyut nadi tali pusat atau gerakan otot rangka. Lahir hidup adalah keluar atau
dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap, yang setelah pemisahan, bernafas atau
menunjukkan tanda kehidupan lain, tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau
belumnya tali pusat dipotong dan uri dilahirkan. Pada pemeriksaan ditemukan dada
sudah mengembang dan diafragma sudah turun sampai sela iga 4-5, terutama pada
bayi yang telah lama hidup.
B.1.2 Autopsi pada mayat bayi baru lahir
Pada pemeriksaan mayat bayi yang baru dilahirkan, perlu pertama-tama
ditentukan apakah bayi lahir hidup atau lahir mati. Seorang bayi dinyatakan
lahir hidup apabila pada pemeriksaan mayatnya dapat dibuktikan bahwa bayi
telah bernafas.Bayi yang telah bernafas akan memberikan ciri di bawah ini:4
a. Rongga dada yang telah mengembang
Pada pemeriksaan didapati diafragma yang letaknya rendah, setinggi iga
ke 5 atau 6.
b. Paru telah mengembang
Pada bayi yang belum bernafas, kedua paru masih menguncup dan terletak
tinggi dalam rongga dada. Pada bayi yang telah bernafas, paru tampak
mengembang dan telah mengisi sebagian besar rongga dada. Pada
permukaan paru dapat ditemukan gambaran mozaic dan gambaran
marmer.

c. Uji apung paru memberikan hasil positif


Uji apung paru dilakukan untuk membuktikan telah terdapat udara dalam
alveoli paru. Setelah alat leher diangkat, lakukanlah pengikatan setinggi
trachea. Hindari sebanyak mungkin manipulasi terhadap jaringan paru.
Alat rongga dada kemudian dikeluarkan seluruhnya untuk selanjutnya
dimasukkan ke dalam air. Perhatikan apakah kedua paru terapung.
5

Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan mengapungkan paru kanan dan


kiri secara tersendiri. Lakukanlah pemisahan lobus paru, apungkan
kembali dalam air. Selanjutnya buatlah 5 potongan kecil (5mm x 10mm x
10mm) dari masing-masing lobus dan apungkan kembali. Pada paru yang
telah mengalami pembusukan, potongan kecil dari paru dapat mengapung
sekalipun paru tersebut belum pernah bernafas. Mengapungnya potongan
kecil paru yang telah mengalami pembusukan ini disebabkan oleh
pengumpulan gas pembusukan pada jaringan interstitial paru, yang dengan
menekan potongan paruyang bersangkutan antara 2 karton, gas
pembusukan tersebut dapat didesak keluar. Potongan kecil paru yang telah
bernafas, terapung karena adanya udara dalam alveoli, yang dengan
penekanan antara 2 karton tidak akan terdesak keluar. Uji apung paru
dinyatakan positif bila setelah dilakukan pemeriksaan pengapungan,
potongan paru yang telah ditekan antara dua karton sebagian terbesar
masih tetap mengapung.
d. Pemeriksaan mikroskopik memberikan gambaran paru yang telah bernafas
Pada pemeriksaan mikroskopis akan tampak jaringan paru dengan alveoli
yang telah terbuka dengan dinding alveoli yang tipis. Pada pemeriksaan
bayi baru lahir, perlu pula dilakukan pemeriksaan teliti terhadap kepala,
mengingat kepala bayi yang dapat mengalami moulage pada saat
kelahiran, mungkin dapat menimbulkan cedera pada sinus di kepala.
Untuk meneliti hal ini, kepala bayi harus dibuka dengan tehnik khusus
yang menghindari terpotongnya sinus tersebut sehingga dapat dinilai
dengan sebaik-baiknya. Kulit kepala dibuka dan dikupas seperti pada
mayat dewasa. Tulang tengkorak bayi baru lahir masih lunak sehingga
pembukaan tengkorak dapat dilakukan dengan gunting.
Dengan menarik bagian otak besar ke arah lateral, sinus sagitalis superior,
falx serebri, dan sinus sagitalis inferior dapat diperiksa akan adanya
robekan, resapan darah, maupun perdarahan. Dengan menarik baga
occipitalis ke arah kranio lateral, tentorium cerebelli serta sinuslateralis,
sinus occipitalis dapat diperiksa. Otak bayi kemudian dikeluarkan dengan
cara seperti pada mayat dewasa atau dikeluarkan terpisah, baga kanan dan
kiri. Jaringan otak bayi baru lahir biasanya lebih lunak dari jaringan
otak dewasa. Untuk dapat melakukan pengirisan dengan baik, kadang
6

perlu dilakukan fiksasi dengan formalin 10% baik dengan merendam


otak tersebut atau melakukan penyuntikan imbibisi. Untuk menentukan
usia dalam kandungan (gestational age) mayat bayi, dapat dilakukan
pemeriksaan terhadap pusat penulangan.
Pusat penulangan pada distal femur dan proksimal tibia
Buat irisan melintang pada kulit daerah lutut sampai tempurung
lutut. Dengan guntung ligamentum patellae dipotong dan patella disingkirkan.
Dengan pisau, lakukan pengirisan distal femur atau proksimal tibia mulai dari
ujung, lapis demi lapis ke arah metafisis. Pusat penulangan akan tampak
sebagai bercak berwarna merah homogen dengan diameter lebih dari 5mm di
daerah epifisis tulang. Pemeriksaa pusat penulangan pada tallus dan calcaneus.
Untuk mencapai tallus dan calcaneus, telapak kaki bayi dipotong mulai tumit
ke arah depan sampai sela jari ke 3 dan 4, dengan melebarkan potongan pada
kulit, tallus dan calcaneus dapat dipotong longitudinal untuk memeriksa
adanya pusat penulangan.4
B.1.3. Autopsi pada kasus pembunuhan anak
Pembunuhan anak merupakan tindak pidana khusus, yaitu pembunuhan
yang dilakukan oleh seorang ibu terhadap anak kandungnya, pada saat
dilahirkan atau beberapa saat setelah dilahirkan, karena takut diketahui orang
bahwa ia telah melahirkan. Pada pemeriksaan korban pembunuhan anak,
pertama-tama harus dibuktikan bahwa korban lahir hidup. Untuk ini
pemeriksaan ditujukan terhadap telah bernafasnya paru korban.
Pemeriksaan berikutnya dititikberatkan pada penyebab kematian, yang terjadi
sebagai akibat tindakan kekerasan. Untuk memenuhi

syarat waktu

dilakukannya pembunuhan yaitu pada saat dilahiran atau tidak berapa lama
setelah itu. Pemeriksaan ditujukan terhadap sudah atau belum ditemukannya
perawatan pada bayi. Pada tindak pidana pembunuhan anak, faktor psikologis
ibu yang baru melahirkan diperhitungkan sebagai faktor yang meringankan,
keadaan tersebut menyebabkan si ibu melakukan pembunuhan tidak dalam
keadaan kesadaran yang penuh, dan dalam keadaan demikian, pada si ibu
belum sempat timbul rasa kasih sayang serta keinginan untuk merawat
bayinya. Jadi pada kasus pembunuhan anak, si bayi belum mendapat
7

perawatan. Pemeriksaan terhadap maturitas, viabilitas bayi diperlukan bila


pada pemriksaan didapati keraguan akan hal lahir hidup atau lahir mati,
pada bayi-bayi yang lahir imatur atau non-viable, kemungkinan lahir hidup
tentunya lebih kecil dibandingkan dengan bayi yang lahir matur dan viable.
Namun bila dari hasil pemeriksaan keseluruhan, masih tidak dapat dipastikan
lahir hidup atau lahir mati, hendaknya hal ini dikemukakan dengan sejujurjujurnya dalam visum et repertum.4
B.1.4 Umur bayi Intra dan Ekstra Uterin
Penentuan umur janin/ embrio dalam kandungan rumus De Haas adalah
untuk 5 bulan pertama, panjang kepala-tumit (cm) = kuadrat umur gestasi
(bulan) dan selanjutnya = umur gestasi (bulan) x 5.1
Umur
1 bulan

Panjang Badan (kepala-tumit)


1 x 1 = 1 (cm)

2 bulan

2 x 2 = 4 (cm)

3 bulan

3 x 3 = 9 (cm)

4 bulan

4 x 4 = 16(cm)

5 bulan

5 x 5 = 25 (cm)

6 bulan

6 x 5 = 30 (cm)

7 bulan

7 x 5 = 35 (cm)

8 bulan

8 x 5 = 40 (cm)

9 bulan

9 x 5 = 45 (cm)

Tabel 1. Penentuan umur janin dengan rumus De Haas

Perkiraan umur janin dapat pula dilakukan dengan melihat pusat


penulangan (ossification centers) sebagai berikut:1
Pusat penulangan pada

Umur (bulan)

Klavikula

1.5

Tulang panjang

Iskium

Pubis

Kalkaneum

5-6

Manubrium sterni

Talus Akhir

Sternum bawah Akhir

Distal femur Akhir

9/ setelah lahir

Proksimal tibia

Akhir 9/ setelah lahir

Kuboid

Akhir 9/ setelah lahir


(bayi

wanita

lebih

cepat)
Tabel 2. Perkiraan umur janin dengan melihat proses penulangan

B.2 IBU
Berdasarkan KUHP maka yang dapat dikenakan hukuman karena melakukan
pembunuhan anak adalah ibu dari anak itu sendiri, demikian puladengan pindak
pidana yang dimaksudkan dalam pasar 308 dan pasal 306 ayat 2. Pemeriksaan pada
ibu tersebut ditujukan agar penyidik mendapat kejelasan dalam hal:2

Memang benar si ibu tersebut baru melahirkan anak, ini dapat diketahui
dari keadaan buah dada, rahim yang masih membesar, keluarnya cairan
kemerahan dari vagina, serta tanda-tanda yang menunjukkan bahwa si ibu
masih dalam masa nifas. Pemeriksaan golongan darah hanya akan
bermakna jika laki-laki yang menyebabkan terjadinya kehamilan pada si ibu
tersebut diketahui; dengan demikian pemeriksaan golongan darahnya
dilakukan pada si ibu, anak, dan laki-laki tersebut.

Adanya barang bukti yang bisa dikaitkan atau ada hubungannnya dengan
barang bukti yang didapatkan pada tubuh korban, seperti: pembungkus
mayat, kain yang berlumuran darah sewaktu persalinan, alat penyeret
serta barang-barang bukti lainnya yang beraal dari si ibu/ tempat terjadinya
persalinan.
9

C. PEMERIKSAAN HUBUNGAN ANTARA WANITA DAN MAYAT BAYI


Sejak ditemukannya penerapan teknologi DNA dalam bidang kedokteran
forensik, pemakaian analisis DNA untuk penyelesaian kasus-kasus forensik juga
semakin meningkat. Penerimaan bukti DNA dalam persidangan di berbagai belahan
dunia semakin memperkokoh peranan analisis DNA dalam sistem peradilan. Secara
umum teknologi DNA dimanfaatkan untuk identifikasi personal, pelacakan hubungan
genetik (disputed parentage atau kasus ragu orang tua) dan pelacakan sumber bahan
biologis. Kasus paternitas sesungguhnya merupakan sebagian saja dari kasus
sengketasal-usul. Sengketa asal usul berdasarkan objek sengketanya dapat
digolongkan menjadi beberapa jenis kasus, yaitu:2
1. Kasus ragu orangtua; yaitu kasus yang mencari pembuktian siapa orangtua
(ayah dan ibu) dari seorang anak. Yang termasuk dalam kategori ini adalah
kasus imigrasi, kasus pencarian orang tua pada kasus penculikan, bayi
tertukar, kasus terpisahnya keluarga pada masa perang atau bencanadan kasus
identifikasi korban tidak dikenal.
2. Kasus ragu ayah; yaitu kasus yang mencari pembuktian siapa ayah kandung
dari seorang anak. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kasus imigrasi,
kasus klaim keayahan oleh seorang wanita, kasus perselingkuhan dan kasus
incest.
3. Kasus ragu ibu; kasus yang mencari pembuktian siapa ibu kandung dari
seorang anak. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kasus bayi tertukar,
kasus pembunuhan anak sendiri, dan kasus aborsi.
4. Kasus ragu kerabat; yaitu kasus yang mencari pembuktian apakah dua orang
atau lebih punya hubungan darah (kekerabatan) tertentu. Yang termasuk dalam
kategori ini adalah pelacakan silsilah keluarga, kasus pencarian keluarga
setelah bencana alam. Polimorfisme adalah istilah yang digunakan untuk
menunjukkan adanya suatu bentuk yang berbeda dari suatu struktur dasar yang
sama. Jika terdapat variasi/modifikasi pada suatu lokus yang spesifik (pada
DNA) dalam suatu populasi, maka lokus tersebut dikatakan bersifat
polimorfik. Sifar polimorfik ini di samping menunjukkan variasi individu,
juga memberikan keuntungan karena dapat digunakan untuk membedakan satu
orang dari yang lain. Dikenal polimorfisme protein dan polimorfisme DNA.
Polimorfisme protein antara lain ialah sistem golongan darah, golongan darah
10

protein serum, sistem golongan enzim eritrosit dan sistem HLA. Dibandingkan
dengan pemeriksaan polimorfisme protein, pemeriksaan polimorfisme DNA
menunjukkan beberapa kelebihan. Pertama, polimorfisme DNAmenunjukkan
tingka

polimorfisme

yang

jauh

lebih

tinggi,

sehingga

tidak

diperlukan pemeriksaan terhadap banyak sistem. Kedua, DNA jauh lebih stabil
dibandingkan protein, membuat pemeriksaan DNA masih dimungkinkan pada
bahan yang sudah membusuk, mengalami mumifikasi atau bahkan pada
jenazah yang tinggal kerangka saja. Ketiga, distribusi DNA sangat luas,
meliputi seluruh sel tubuh sehingga berbagai bahan mungkin untuk digunakan
sebagai bahan pemeriksaan. Keempat, dengan ditemukannya metode PCR,
bahan DNA yang kurang segar dan sedikit jumlahnya masih mungkin untuk
dianalisis.
D. TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
Adalah tempat ditemukannya benda bukti dan/atau tempat terjadinya peristiwa
kejahatan atau yang diduga kejahatan menurut suatu kesaksian. Meskipun kelak
terbukti bahwa di tempat tersebut tidak pernah terjadi suatu tindak pidana, tempat
tersebut tetap disebut TKP. Peranan dokter pada TKP adalah membantu penyidik
dalam mengungkapkan kasusnya dari sudut kedokteran forensik.
Dasar pemeriksaan adalah hexameter yaitu menjawab 6 pertanyaan: apa yang
terjadi, siapa yang tersangkut, di mana dan kapan terjadi, bagaimana dan dengan apa
terjadinya, serta mengapa peristiwa dapat terjadi.

Cara kematian memang tidak selalu mudah diperkirakan, sehingga dalam hal
ini penyidik menganut azas bahwa segala yang diragukan harus dianggap mengarah
ke

adanya

tindak

pidana

lebih

dahulu

sebelum

nanti

dapat

dibuktikan

ketidakbenarannya
Pemeriksaan dimulai dengan memuat foto dan sketsa TKP, termasuk
penjelasan mengenai letak dan posisi korban, benda bukti dan interaksi lingkungan.

11

Bercak darah yang ditemukan di lantai atau dinding dapat diperkirakan dari
vana atau arteri, jatuh dengan kecepatan atau jatuh bebas, kapan saat perlukaannya,
dan dihubungkan dengan perkiraan bagaimana terjadinya peristiwa.
Semua benda yang ditemukan harus diberi label dengan keterangan jenis
benda, lokasi penemuan saat penemuan dan keterangan lain yang ditemukan. 3
E. INTERPRETASI TEMUAN
Penyebab kematian tersering pada pembunuhan anak sendiri adalah mati lemas
(asfiksia). Kematian dapat pula diakibatkan oleh proses persalinan (trauma lahir);
kecelakaan; pembunuhan, atau alamiah.1
Trauma lahir dapat menyebabkan timbulnya tanda-tanda kekerasan seperti:
a. Kaput suksedaneum
Kaput suksedaneum

dapat

memberikan

gambaran

mengenailamanya

persalinan. Makin lama persalinan berlangsung, timbul kaput suksedaneum


yang makin hebat. Secara makroskopis akan terlihat sebagai edema pada kulit
kepala bagian dalam di daerah presentasi terendah yang berwarna kemerahan.
Kaput suksedaneum dapat melewati perbatasan antar sutura tulang tengkorak
dan tidak terdapat perdarahan di bawah periosteum tulang tengkorak.
Mikroskopis terlihat jaringan yang mengalami edema dengan perdarahanperdarahan di sekitar pembuluh darah.
b. Sefalhematom
Perdarahan setempat diantara periosteum dan permukaan luar tulangatap
tengkorak dan tidak melampaui sutura tulang tengkorak akibatmolase yang
hebat. Umumnya terdapat pada tulang parietal dan skuama tulang oksipital.
Makroskopis terlihat sebagai perdarahan di bawah periosteum yangterbatas
pada satu tulang dan tidak melewati sutura.
c. Fraktur tulang tengkorak
Patah tulang tengkorak jarang terjadi pada trauma lahir, biasanya hanya
berupa cekungan tulang saja pada tulang ubun-ubun (celluloid ball fracture).
Penggunaan forceps dapat menyebabkan fraktur tengkorak dengan robekan
otak.
d. Perdarahan intrakranial
Perdarahan intrakranial yang sering terjadi adalah perdarahan subdural akibat
laserasi tentorium serebeli dan falx serebri; robekan vena galeni di
dekat pertemuannya dengan sinus rektus; robekan sinus sagitalis superior dan
12

sinus tranversus dan robekan bridging veins dekat sinus sagitalisuperior.


Perdarahan ini timbul pada molase kepala yang hebat atau kompresi kepala
yang cepat dan mendadak oleh jalan lahir yang belum melemas (pada partus
presipitatus).
e. Perdarahan subaraknoid atau interventrikuler Kondisi ini jarang terjadi.
Umumnya

terjadi

pada

bayi-bayi

prematur akibat

belum

sempurna

berkembangnya jaringan-jaringan otak.


f. Perdarah epidural, kondisi ini sangat jarang terjadi karena duramater melekat
denganerat pada tulang tengkorak bayi. Pada kasus pembunuhan, harus
diingat bahwa ibu berada dalam keadaan panik sehingga ia akan melakukan
tindakan kekerasan yang berlebihan walupun sebenarnya bayi tersebut berada
dalam keadaan tidak berdaya dan lemah sekali. Cara yang tersering dilakukan
adalah yang menimbulkan asfiksia dengan jalan pembekapan, penyumbatan
jalan nafas, penjeratan, pencekikan, dan penenggelaman. Kadang-kadang bayi
dimasukan ke dalam lemari, kopor, dan sebagainya. Pembunuhan dengan
melakukan kekerasan tumpul pada kepala jarang dijumpai. Bila digunakan
cara ini, biasanya dilakukan dengan berulang-ulang, meliputi daerah yang
luas hingga menyebabkan patah atau retak tulang tengkorak dan memar
jaringan otak. Sebaliknya pada trauma lahir, biasanya hanya dijumpai
kelainan yang terbatas, jarang sekali ditemukan fraktur tengkorak dan memar
jaringan otak. Pembunuhan dengan senjata tajam jarang ditemukan.

F. Visum et Repertum
Pemeriksaan medik untuk tujuan membantu penegakan hukum antara lain
adalah pembuatan Visum et Repertum terhadap seseorang yang dikirim polisi
(penyidik) karena diduga sebagai korban suatu tindak pidana, baik dalam peristiwa
kecelakaan lalu-lintas, kecelakaan kerja, penganiayaan, pembunuhan, perkosaan,
maupun korban meninggal yang pada pemeriksaan pertama polisi, terdapat
kecurigaan akan kemungkinan adanya tindak pidana. Mengenai kepangkatan pembuat
surat permintaan Visum et Repertum telah diatur dalam Peraturan Pemerintah no 27
tahun 1983 yang menyatakan penyidik Polri berpangka serendah-rendahnya
Pembantu Letnan Dua, sedangkan pada wilayah kepolisan tertentu yang
13

komandannya adalah seorang bintara (Sersan), maka ia adalah penyidik karena


jabatannya tersebut. Kepangkatan bagi penyidik pembantu adalah bintara serendahrendahnya sersan dua. Untuk mengetahui apakah suatu surat permintaan pemeriksaan
telah ditandatangani oleh yang berwenang, maka yang penting adalah bahwa si
penandatangan menandatangani surat tersebut selaku penyidik.1
Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat oleh dokter atas
permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap
manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia,
berdasarkan kelilmuannya dan dibawah sumpah, untuk kepentingan peradilan. Visum
et Repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal
184 KUHAP. Visum et Repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu
perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum et Repertum
menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di
dalam bagian Pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti benda
bukti. Visum et Repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai
hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan.2
Penulisan Visum Et Repertum
Visum et Repertum terdiri dari 5 bagian yang tetap, yaitu:1
1. Kata
Pro justitia, yang diletakkan di bagian atas. Kata ini menjelaskan bahwa
Visum et Repertum khusus dibuat untuk tujuan peradilan. Visum et Repertum
tidak membutuhkan materai untuk dijadikan sebagai alat bukti didepan
sidang peradilan yang mempunyai kekuatan hukum.
2. Bagian Pendahuluan
Kata pendahuluan sendiri tidak ditulis di dalamVisum et Repertum,
melainkan langsung dituliskan berupa kalimat-kalimat di bawah judul.
Bagian ini menerangkan nama dokter pembuat Visum et Repertum dan
institusi kesehatannya, instansi penyidik pemintanya berikut nomor dan
tanggal surat permintaannya, tempat dan waktu pemeriksaan serta identitas
korban yang diperiksa. Dokter tidak dibebani pemastian identitas korban,
maka uraian identitas korban adalah sesuai dengan uraian identitas yang
ditulis dalam surat permintaan Visum et Repertum. Bila terdapat
ketidaksesuaian identitas korban antara surat permintaan dengan catatan

14

medik atau pasien yang diperiksa, dokter dapat meminta kejelasan dari
penyidik.
3. Bagian pemberitaan
Bagian ini berjudul Hasil Pemeriksaan dan berisi hasil pemeriksaan medik
tentang keadaan kesehatan atau sakit atau luka korban yang berkaitan dengan
perkaranya, tindakan medik yang dilakukan serta keadaannya selesai
pengobatan/ perawatan. Bila korban meninggal dan dilakukan autopsi, maka
diuraikan keadaan seluruh alat dalam yang berkaitan dengan perkara dan
matinya orang tersebut, yang diuraikan dalam bagian ini merupakan
pengganti barang bukti, berupa perlukaan/keadaan kesehatan/ sebab kematian
yang berkaitan dengan perkaranya. Temuan hasil pemeriksaan medik yang
bersifat rahasia dan tidak berhubungan dengan perkaranya tidak dituangkan
ke dalam bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran.
4. Bagian Kesimpulan
Bagian ini berjudul Kesimpulan dan berisi pendapat dokter berdasarkan
keilmuannya, mengenai jenis perlukaan/cedera yang ditemukan dan jenis
kekerasan atau zat penyebabnya, serta derajat perlukaan atau sebab
kematiannya. Pada kejahatan susila, diterangkan juga apakah telah terjadi
persetubuhan dan kapan perkiraannya, serta usia korban atau kepantasan
korban untuk dikawin.

5. Bagian Penutup
Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku Demikianlah visum et
repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan
dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana.

Kesimpulan
Pada kasus pembunuhan, harus diingat bahwa ibu berada dalam keadaan
panik sehingga ia akan melakukan tindakan kekerasan yang berlebihan walupun
sebenarnya bayi tersebut berada dalam keadaan tidak berdaya dan lemah sekali. Cara yang
tersering dilakukan adalah yang menimbulkan asfiksia dengan jalan pembekapan,
penyumbatan jalan nafas, penjeratan, pencekikan, dan penenggelaman. Kadang-kadang bayi
dimasukan ke dalam lemari, kopor, dan sebagainya. Untuk memenuhi kriteria pembunuhan
15

anak sendiri, dengan sendirinya bayi atau anak tersebut harus dilahirkan hidup setelah seluruh
tubuhnya keluar dari tubuh ibu (separate existence). Bila bayi lahir mati kemudian dilakukan
tindakan membunuh, maka hal ini bukanlah pembunuhan anak sendiri ataupun pembunuhan.
Juga tidak dipersoalkan apakah bayi yang dilahirkan merupakan bayi yang cukup bulan
atau belum cukup bulan, maupun viable atau nonviable.

DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Budianto, Wibisana Widiatmaka, Siswandi Sudiono, Winardi, AbdulMunim,
Sidhi, et al. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: FKUI; 1997.
2. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses
penyidikan. Jakarta: Sangung Seto; 2008.
3. Staf pengajar ilmu kedokteran forensik FKUI. Peraturan perundang-undangan
bidang kedokteran. Cetakan kedua. Jakarta: bagian kedokteran ferensik FKUI. 1994.
4. Staf pengajar bagian kedokteran forensik FKUI. Tehnik autopsi forensik.Jakarta:
FKUI; 2000.

16

Anda mungkin juga menyukai