Richard Meldiawan
102010336
D4
Pendahuluan
Yang dimaksud dengan pembunuhan anak sendiri menurut undang-undang diIndonesia
adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya padaketika dilahirkan atau
tidak berapa lama setelah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia melahirkan anak.1
Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misalnya di sungai, got, atau
seperti pada kasus ini di tempat sampah, maka bayi tersebut mungkin adalah korban
pembunuhan anak sendiri (PAS). Cara yang paling sering digunakan dalam kasus PAS adalah
membuat keadaan asfiksia mekanik yaitu pembekapan, pencekikan, penjeratan dan
penyumbatan. Di Jakarta dilaporkan bahwa 90-95% dari sekitar 30-40 kasus PAS per tahun
dilakukan dengan cara asfiksia mekanik. Bentuk kekerasan lainnya adalah kekerasan tumpul
di kepala (5-10%) dan kekerasan tajam pada leher atau dada (1 kasus dalam 6-7 tahun).
Skenario 2
Sesosok mayat bayi baru lahir ditemukan di suatu tempat sampah. Masyarakat
melaporkannya kepada polisi. Mereka juga melaporkan bahwa semalam melihat seorang
perempuan yang menghentikan mobilnya di dekat sampah tersebut dan berada di sana cukup
lama. Seorang dari anggota masyarakat sempat mencatat nomor mobil perempuan tersebut.
Polisi mengambil mayat bayi tersebut dan menyerahkannya kepada anda sebagai
dokter direktur rumah sakit. Polisi juga mengatakan bahwa sebentar lagi si perempuan
yangdicurigai sebagai pelakunya akan dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Anda harus
mengatur segalanya agar semua pemeriksaan dapat berjalan dengan baik dan akan
membriefing para dokter yang akan menjadi pemeriksa.
Pembahasan
A. ASPEK HUKUM DAN MEDIKO LEGAL
A.1 Aspek Hukum:3
Pasal 341 KUHP
Seorang ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada
ketikadilahirkan atau tidak berapa lama sesudah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa
ia sudah melahirkan anak, dihukum, karena makar mati terhadap anak,dengan hukuman
penjara selama-lamanya 7 tahun.
Pasal 342 KUHP
Seorang ibu yang dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang diambilnya
sebab takut ketahuan bahwa ia tidak lama lagi akan melahirkan anak, menghilangkan jiwa
anaknya itu pada ketika dilahirkan atau tidak lama kemudian daripada itu, dihukum karena
pembunuhan anak yang direncanakan dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 tahun.
Pasal 343 KUHP
Bagi orang lain yang turut campur dalam kejahatan yang diterangkan dalam pasal
341 dan 342 dianggap kejahatan itu sebagai makat mati atau pembunuhan.
meninggalkannya, maka hukuman maksimum yang tersebut dalam pasal 305dan 306
dikurangi seperduanya.
A.2 Prosedur medikolegal
Kewajiban dokter dalam membantu peradilan tercantum dalam Pasal 133 KUHAP:3
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorangkorban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwayang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaanketerangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahlilainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegasuntuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaanbedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehamikan atau dokter padarumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatanterhadap mayat
tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilap dengan diberi cap
jabatan yang diletakkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
B. PEMERIKSAAN MEDIS
B.1 MAYAT BAYI
Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, dengan sendirinya bayi atau
anak tersebut harus dilahirkan hidup setelah seluruh tubuhnya keluar dari tubuh ibu
(separate existence). Bila bayi lahir mati kemudian dilakukan tindakan membunuh, maka
hal ini bukanlah pembunuhan anak sendiri ataupun pembunuhan. Juga tidak
dipersoalkan apakah bayi yang dilahirkan merupakan bayi yang cukup bulan atau belum
cukup bulan, maupun viable atau nonviable. Dokter memeriksa mayat bayi, bila diminta
bantuannya oleh penyidik, diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dibawah
ini:1
1.
2.
3.
4.
syarat waktu
dilakukannya pembunuhan yaitu pada saat dilahiran atau tidak berapa lama
setelah itu. Pemeriksaan ditujukan terhadap sudah atau belum ditemukannya
perawatan pada bayi. Pada tindak pidana pembunuhan anak, faktor psikologis
ibu yang baru melahirkan diperhitungkan sebagai faktor yang meringankan,
keadaan tersebut menyebabkan si ibu melakukan pembunuhan tidak dalam
keadaan kesadaran yang penuh, dan dalam keadaan demikian, pada si ibu
belum sempat timbul rasa kasih sayang serta keinginan untuk merawat
bayinya. Jadi pada kasus pembunuhan anak, si bayi belum mendapat
7
2 bulan
2 x 2 = 4 (cm)
3 bulan
3 x 3 = 9 (cm)
4 bulan
4 x 4 = 16(cm)
5 bulan
5 x 5 = 25 (cm)
6 bulan
6 x 5 = 30 (cm)
7 bulan
7 x 5 = 35 (cm)
8 bulan
8 x 5 = 40 (cm)
9 bulan
9 x 5 = 45 (cm)
Umur (bulan)
Klavikula
1.5
Tulang panjang
Iskium
Pubis
Kalkaneum
5-6
Manubrium sterni
Talus Akhir
9/ setelah lahir
Proksimal tibia
Kuboid
wanita
lebih
cepat)
Tabel 2. Perkiraan umur janin dengan melihat proses penulangan
B.2 IBU
Berdasarkan KUHP maka yang dapat dikenakan hukuman karena melakukan
pembunuhan anak adalah ibu dari anak itu sendiri, demikian puladengan pindak
pidana yang dimaksudkan dalam pasar 308 dan pasal 306 ayat 2. Pemeriksaan pada
ibu tersebut ditujukan agar penyidik mendapat kejelasan dalam hal:2
Memang benar si ibu tersebut baru melahirkan anak, ini dapat diketahui
dari keadaan buah dada, rahim yang masih membesar, keluarnya cairan
kemerahan dari vagina, serta tanda-tanda yang menunjukkan bahwa si ibu
masih dalam masa nifas. Pemeriksaan golongan darah hanya akan
bermakna jika laki-laki yang menyebabkan terjadinya kehamilan pada si ibu
tersebut diketahui; dengan demikian pemeriksaan golongan darahnya
dilakukan pada si ibu, anak, dan laki-laki tersebut.
Adanya barang bukti yang bisa dikaitkan atau ada hubungannnya dengan
barang bukti yang didapatkan pada tubuh korban, seperti: pembungkus
mayat, kain yang berlumuran darah sewaktu persalinan, alat penyeret
serta barang-barang bukti lainnya yang beraal dari si ibu/ tempat terjadinya
persalinan.
9
protein serum, sistem golongan enzim eritrosit dan sistem HLA. Dibandingkan
dengan pemeriksaan polimorfisme protein, pemeriksaan polimorfisme DNA
menunjukkan beberapa kelebihan. Pertama, polimorfisme DNAmenunjukkan
tingka
polimorfisme
yang
jauh
lebih
tinggi,
sehingga
tidak
diperlukan pemeriksaan terhadap banyak sistem. Kedua, DNA jauh lebih stabil
dibandingkan protein, membuat pemeriksaan DNA masih dimungkinkan pada
bahan yang sudah membusuk, mengalami mumifikasi atau bahkan pada
jenazah yang tinggal kerangka saja. Ketiga, distribusi DNA sangat luas,
meliputi seluruh sel tubuh sehingga berbagai bahan mungkin untuk digunakan
sebagai bahan pemeriksaan. Keempat, dengan ditemukannya metode PCR,
bahan DNA yang kurang segar dan sedikit jumlahnya masih mungkin untuk
dianalisis.
D. TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
Adalah tempat ditemukannya benda bukti dan/atau tempat terjadinya peristiwa
kejahatan atau yang diduga kejahatan menurut suatu kesaksian. Meskipun kelak
terbukti bahwa di tempat tersebut tidak pernah terjadi suatu tindak pidana, tempat
tersebut tetap disebut TKP. Peranan dokter pada TKP adalah membantu penyidik
dalam mengungkapkan kasusnya dari sudut kedokteran forensik.
Dasar pemeriksaan adalah hexameter yaitu menjawab 6 pertanyaan: apa yang
terjadi, siapa yang tersangkut, di mana dan kapan terjadi, bagaimana dan dengan apa
terjadinya, serta mengapa peristiwa dapat terjadi.
Cara kematian memang tidak selalu mudah diperkirakan, sehingga dalam hal
ini penyidik menganut azas bahwa segala yang diragukan harus dianggap mengarah
ke
adanya
tindak
pidana
lebih
dahulu
sebelum
nanti
dapat
dibuktikan
ketidakbenarannya
Pemeriksaan dimulai dengan memuat foto dan sketsa TKP, termasuk
penjelasan mengenai letak dan posisi korban, benda bukti dan interaksi lingkungan.
11
Bercak darah yang ditemukan di lantai atau dinding dapat diperkirakan dari
vana atau arteri, jatuh dengan kecepatan atau jatuh bebas, kapan saat perlukaannya,
dan dihubungkan dengan perkiraan bagaimana terjadinya peristiwa.
Semua benda yang ditemukan harus diberi label dengan keterangan jenis
benda, lokasi penemuan saat penemuan dan keterangan lain yang ditemukan. 3
E. INTERPRETASI TEMUAN
Penyebab kematian tersering pada pembunuhan anak sendiri adalah mati lemas
(asfiksia). Kematian dapat pula diakibatkan oleh proses persalinan (trauma lahir);
kecelakaan; pembunuhan, atau alamiah.1
Trauma lahir dapat menyebabkan timbulnya tanda-tanda kekerasan seperti:
a. Kaput suksedaneum
Kaput suksedaneum
dapat
memberikan
gambaran
mengenailamanya
terjadi
pada
bayi-bayi
prematur akibat
belum
sempurna
F. Visum et Repertum
Pemeriksaan medik untuk tujuan membantu penegakan hukum antara lain
adalah pembuatan Visum et Repertum terhadap seseorang yang dikirim polisi
(penyidik) karena diduga sebagai korban suatu tindak pidana, baik dalam peristiwa
kecelakaan lalu-lintas, kecelakaan kerja, penganiayaan, pembunuhan, perkosaan,
maupun korban meninggal yang pada pemeriksaan pertama polisi, terdapat
kecurigaan akan kemungkinan adanya tindak pidana. Mengenai kepangkatan pembuat
surat permintaan Visum et Repertum telah diatur dalam Peraturan Pemerintah no 27
tahun 1983 yang menyatakan penyidik Polri berpangka serendah-rendahnya
Pembantu Letnan Dua, sedangkan pada wilayah kepolisan tertentu yang
13
14
medik atau pasien yang diperiksa, dokter dapat meminta kejelasan dari
penyidik.
3. Bagian pemberitaan
Bagian ini berjudul Hasil Pemeriksaan dan berisi hasil pemeriksaan medik
tentang keadaan kesehatan atau sakit atau luka korban yang berkaitan dengan
perkaranya, tindakan medik yang dilakukan serta keadaannya selesai
pengobatan/ perawatan. Bila korban meninggal dan dilakukan autopsi, maka
diuraikan keadaan seluruh alat dalam yang berkaitan dengan perkara dan
matinya orang tersebut, yang diuraikan dalam bagian ini merupakan
pengganti barang bukti, berupa perlukaan/keadaan kesehatan/ sebab kematian
yang berkaitan dengan perkaranya. Temuan hasil pemeriksaan medik yang
bersifat rahasia dan tidak berhubungan dengan perkaranya tidak dituangkan
ke dalam bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran.
4. Bagian Kesimpulan
Bagian ini berjudul Kesimpulan dan berisi pendapat dokter berdasarkan
keilmuannya, mengenai jenis perlukaan/cedera yang ditemukan dan jenis
kekerasan atau zat penyebabnya, serta derajat perlukaan atau sebab
kematiannya. Pada kejahatan susila, diterangkan juga apakah telah terjadi
persetubuhan dan kapan perkiraannya, serta usia korban atau kepantasan
korban untuk dikawin.
5. Bagian Penutup
Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku Demikianlah visum et
repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan
dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana.
Kesimpulan
Pada kasus pembunuhan, harus diingat bahwa ibu berada dalam keadaan
panik sehingga ia akan melakukan tindakan kekerasan yang berlebihan walupun
sebenarnya bayi tersebut berada dalam keadaan tidak berdaya dan lemah sekali. Cara yang
tersering dilakukan adalah yang menimbulkan asfiksia dengan jalan pembekapan,
penyumbatan jalan nafas, penjeratan, pencekikan, dan penenggelaman. Kadang-kadang bayi
dimasukan ke dalam lemari, kopor, dan sebagainya. Untuk memenuhi kriteria pembunuhan
15
anak sendiri, dengan sendirinya bayi atau anak tersebut harus dilahirkan hidup setelah seluruh
tubuhnya keluar dari tubuh ibu (separate existence). Bila bayi lahir mati kemudian dilakukan
tindakan membunuh, maka hal ini bukanlah pembunuhan anak sendiri ataupun pembunuhan.
Juga tidak dipersoalkan apakah bayi yang dilahirkan merupakan bayi yang cukup bulan
atau belum cukup bulan, maupun viable atau nonviable.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Budianto, Wibisana Widiatmaka, Siswandi Sudiono, Winardi, AbdulMunim,
Sidhi, et al. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: FKUI; 1997.
2. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses
penyidikan. Jakarta: Sangung Seto; 2008.
3. Staf pengajar ilmu kedokteran forensik FKUI. Peraturan perundang-undangan
bidang kedokteran. Cetakan kedua. Jakarta: bagian kedokteran ferensik FKUI. 1994.
4. Staf pengajar bagian kedokteran forensik FKUI. Tehnik autopsi forensik.Jakarta:
FKUI; 2000.
16