Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Pesatnya perkembangan pembangunan kota Malang ditambah dengan kondisi
terbatasnya prasarana dan sarana yang ada semakin memberikan dampak yang
cukup menyesakkan bagi masyarakat didalamnya serta lingkungan sekitarnya.
Terlebih lagi dengan adanya arus deras migrasi penduduk dari pedesaan ke
perkotaan menyebabkan pembangunan kawasan permukiman untuk tempat
tinggal terus berkembang. Hal ini jika tidak dilakukan penataan suatu kawasan
yang baik dapat berakibat penyalahgunaan peruntukan lahan yang
mengakibatkan terpuruknya kualitas hidup kota Malang. Salah satu area yang
tidak banyak mendapat perhatian adalah area sempadan sungai.
Sempadan sungai merupakan area yang sangat rentan terhadap aktivitas
manusia, berkenaan dengan pemanfataan lahan yang tidak sesuai dengan daya
dukung dan peruntukannya. Pembangunan infrastruktur di area sempadan sungai
Brantas yang jelas nyata merupakan kawasan lindung dan reservasi di dalam
kota Malang menjadi pemicu bencana banjir dan longsor pada area tersebut.
Fenomena diatas bukan hanya terjadi di Malang, namun merupakan kondisi
nyata gambaran permasalahan perkotaan yang dilalui sungai di Indonesia secara
umum. Untuk itu, perlu adanya penanganan yang bijak dalam menanggapinya
sehingga dapat menyelesaikan permasalahan kota atau setidaknya adalah
meminimalisir permasalahan kota yang kompleks, dimana salah satu
rekomendasi yang disarankan oleh para Urban Planner dan Urban Designer
adalah dengan cara meningkatkan rasa sense of belonging terhadap kawasan
huniannya sehingga dapat menanamkan rasa tanggung jawab mulai lingkup
terkecil yakni diri sendiri hingga ke tataran masyarakat. Kearifan lokal suatu
kawasan/area -dalam makalah ini berupa area sempadan sungai- secara umum
dapat digambarkan sebagai peran serta sosial masyarakatnya dalam usaha
meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang ada dimana kondisi ini merupakan
gambaran nyata pelaksanaan trendsetter perencanaan kota secara global saat ini
yaitu suatu konsep Sustainability. Kearifan lokal juga diwujudkan dalam
pengaturan dan perencanaan yang menghormati tapak atau site kawasan tersebut
sehingga terwujud kawasan yang livable, nyaman dan memiliki sense of place.
Dalam mendukung penataan ruang secara teknis, maka dipandang perlu bagi
Urban Planner dan Urban Designer untuk mewujudkannya dalam suatu sistem
mulai dari pembangunan database suatu wilayah hingga simulasi analisis
keruangan dalam suatu wilayah yang terintegrasi secara universal dan dapat
digunakan oleh semua kalangan, mulai dari masyarakat, perencana hingga
pengambil keputusan. Sehingga, nyata bahwa nilai spasial memiliki peranan
utama dalam menyusun sistem ini.
Selama ini tidak dapat dipungkiri, walaupun Urban Planner dan Urban
Designer bekerja pada satu tim untuk suatu pekerjaan, cara bekerja mereka
masih dilakukan terpisah. Nyata terlihat jika produk Urban Planning
digabungkan dengan produk Urban Design maka hasilnya tidak akan
terintegrasi. Secara umum, hal ini dapat terjadi dikarenakan cara kerja kedua
profesi ini berbeda. Seorang Urban Planner menyelesaikan suatu kasus dengan
melihat dari Spatial Perspective dengan prinsip Location..Location.. Location..
serta menjawab permasalahan What, Why, When dan Howsedangkan seorang
Urban Designer menghasilkan suatu karya dengan fokus pada bentukan fisik
kawasan yang menitikberatkan pada kualitas lingkungan alam dan binaan yang
bersifat fungsional dan estetis serta cenderung bersifat A-Spatial. Untuk
menjembatani permasalahan ini, maka dalam makalah ini, penulis mencoba
memperkenalkan suatu konsep baru dengan menggabungkan cara kerja Spatial
Analysis dan Urban Design dalam suatu konsep dengan nama Spatial Urban
Design.
1.2. Permasalahan
a. Bagaimana mengetahui pola perubahan penggunaan lahan di DAS Tallo dan
merekomendasikan penataan ruang..??
b. Bagaimana penerapan spatial urban designer pada area sempadan sungai.?
1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui pola perubahan penggunaan lahan di DAS Tallo selama 8
tahun dan merekomendasikan penataan ruang di DAS Tallo
BAB II
Pembahasan
2.1. Paper Review
Paper I : PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN LAHAN BERBASIS
SPASIAL
DI DAS TALLO, SULAWESI SELATAN, INDONESIA
Pembangunan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidup.
Interaksi antara pembangunan dan lingkungan hidup membentuk sistem ekologi
yang disebut ekosistem. Pembangunan bertujuan untuk menaikkan tingkat hidup
dan kesejahteraan rakyat atau menaikkan mutu hidup masyarakat(Soemarwoto,
2004).
Makin tingginya tingkat konsumsi manusia, makin banyak sumberdaya
yang diperlukan untuk menopang pola hidup tersebut. Yang mencemaskan ialah
bahwa penyusutan luas dan rusaknya hutan nampaknya tidak menimbulkan
keresahan yang mendalam di kalangan masyarakat luas dan terus berjalan
(Soemarwoto, 2004).
Pesatnya pertumbuhan penduduk dan perkembangan pembangunan di
kawasan perkotaan memberikan dampak positif dan negatif bagi masyarakat
serta lingkungan sekitarnya.Sehingga perlu adanya pengendalian pemanfaatan
ruang.Yang dimaksud dengan pengendalian pemanfaatan ruang menurut UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah merupakan
kegiatan yang berkaitan dengan pengawasan dan penertiban terhadap
implementasi rencana, agar pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana
Tata Ruang.
Penelitian ini sudah lama diteliti, adapun yang di teliti yaitu tentang
perubahan pola penggunaan lahan berbasis spasial di DAS Tallo, Sulawesi
Selatan, Indonesia telah dilakukan pada bulan Februari-Mei 2014. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui pola perubahan penggunaan lahan di DAS Tallo
selama 8 tahun dan merekomendasikan penataan ruang di DAS Tallo. Penelitian
dilakukan dengan mengoverlay peta penggunaan lahan tahun 1997 dan tahun
2004. Analisis data dilakukan secara deskriptif sedangkan data spasial dianalisis
dengan menggunakan metoda SIG. Hasil analisis geospasial menunjukkan luasan
kebun berkurang dari 18.308,31 hektar atau 41,97% pada tahun 1997 menjadi
seluas 18.088,92 hektar atau 41,47%. Dan selama kurun waktu 8 (delapan) tahun
terjadi penambahan luasan permukiman sebesar 219,4 hektar dari luas
permukiman tahun 1997 seluas 6.970,82 hektar atau 15,98% menjadi seluas
7.190,22 atau 16,48%. Kesimpulan yang dapat ditarik pada penelitian ini yaitu
pola penggunaan lahan di DAS Tallo cenderung mengalami perubahan dari
penggunaan non terbangun menjadi terbangun.
Paper II : SPATIAL URBAN DESIGN PADA AREA SEMPADAN SUNGAI
(PENERAPAN GIS DALAM URBAN DESIGN)
Pada penelitian ini berupaya memperkenalkan konsep Spatial Urban Design,
sebuah konsep yang menurut peneliti merupakan hal baru dalam ranah
perancangan kota. Konsep tersebut merupakan penggabungan antara analisis
spasial menggunakan metode Geographical Information System (GIS) dengan
perancangan tapak (site planning). Subyek penelitian ini adalah Ruang Terbuka
Hijau (RTH) sempadan sungai pada skala kota.
Saat ini perubahan penggunaan lahan perkotaan yang ada mengalami
degradasi kualitas hidup, pembangunan fisik yang menutupi hampir seluruh
permukaan tanah dimana dampak yang terjadi memengaruhi kondisi sosial
perkotaan, khususnya pada area sempadan sungai. Sempadan sungai merupakan
area yang sangat rentan terhadap aktivitas manusia, berkenaan dengan
pemanfataan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukung dan peruntukannya.
Sebagai upaya pengamanan dan perlindungan terhadap kerusakan yang
disebabkan oleh aktivitas masyarakat, maka sungai dan kawasan tepiannya
ditetapkan menjadi kawasan lindung dan konservasi oleh pemerintah Kota
Malang. Untuk itulah kearifan lokal sangat penting dalam suatu perencanaan dan
perancangan tapak, agar ruang yang tercipta dapat meningkatkan kualitas
lingkungan perkotaan dan mengangkat citra kawasan. Pembahasan secara umum
penelitian ini mencakup analisis spasial RTH pada tepian sungai Brantas di Kota
Malang dengan GIS yang dilanjutkan dengan analisis tapak serta penggunaan
media 3D modelling pada Perancangan Tapak
.2.2. Paper Analysis
Pada paper yang pertama membahas tentang perubahan pola
penggunaan lahan yang di lakukan di Das Tallo, Sulawesi Selatan, Indonesia.
Pada paper ini terdapat sebuah konsep spasial analysis, Spasial Analysis
merupakan informasi keruangan dimana memberi penafsiran data yang
dituangkan dalam bentuk simbol sebagai gambaran dari keadaan sebenarnya
di lapangan. Informasi keruangan ini dapat disampaikan dalam integrasi
bentuk tabel maupun peta. Selanjutnya, dengan ragam operasi dan permodelan
keruangan menghasilkan suatu delineasi wilayah kajian guna peruntukan studi
tertentu. Metodologi penelitian yang di gunakan dalam paper yang pertama ini
adalah :
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di DAS Tallo pada bulan FebruariMei 2014. Secara geografi DAS Tallo terletak pada posisi 119 25
00- 119 47 00 BT dan 05 03 00- 05 18 00 LS. Adapun
luas keseluruhannya yaitu 43.000 hektar.
2. TahapPersiapan
Pengumpulan peta dasar berupa peta topografi, peta existing
jaringan jalan dan sungai, serta citra satelit. Studi kepustakaan baik
itu berupa studi mengenai konsep yang akan terbangun nantinya
maupun studi tentang data sekunder untuk menentukan jenis data
yang termuat dalam aplikasi GIS.
3. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah survey
primer, berupa observasi lapangan penggunaan lahan dan survey
sekunder, berupa data-data sekunder dari instansi terkait dan studi
literatur.
4. Tahap Pengolahan dan PemrogramanKomputer
yakni kebun seluas 18.088,92 hektar atau 41,47% dan penggunaan lahan
terkecil yakni perkebunan seluas 161,53 hektar atau 0,37%.
Berdasarkan hasil analisis geospasial diketahui dalam kurun waktu 8
(delapan) tahun luasan kebun berkurang dari 18.308,31 hektar atau 41,97%
pada tahun 1997 menjadi seluas 18.088,92 hektar atau 41,47%. Dan selama
kurun waktu 8 (delapan) tahun terjadi penambahan luasan permukiman
sebesar 219,4 hektar dari luas permukiman tahun 1997 seluas 6.970,82 hektar
atau 15,98% menjadi seluas 7.190,22 atau 16,48%.
Berdasarkan hasil ground truth tahun 2014 diketahui vegetasi
sekunder penyusun ekosistem mangrove di Kecamatan Tamalanrea dikonversi
menjadi permukiman. Terdapat permukiman nelayan dan pabrik di sempadan
pantai dan sungai Tallo.
10
11
Hasil dari paper ke-1 ini hanya berbentuk tabel penulis tidak mencantumkan
gambar pada Arcgis. Tabel di atas merupakan tabel perubahan penggunaan lahan dari
tahun 1997-2004.
12
Paper 2
Tahap Persiapan
Tahapan ini mencakup penyusunan kerangka pikir yang didasarkan pada
maksud dan tujuan penyusunan aplikasi bersifat Spasial dan A-Spasial berupa
perancangan kawasan/area yang terintegrasi dengan spasial yang mengacu pada
faktor teknis berupa daya dukung software dan bentuk akhir aplikasi. Pengumpulan
peta dasar berupa peta topografi, peta existing jaringan jalan dan sungai, peta persil
tanah serta citra satelit Ikonos Kota Malang yang memiliki resolusi hingga 1 meter.
Penggunaan citra satelit Ikonos dan peta persil tanah dimaksudkan agar polygon
bangunan sebagai dasar pembuatan obyek 3D dapat terintegrasi secara spasial dengan
sistem geografis yang terkoordinat. Selanjutnya studi kepustakaan baik itu berupa
studi mengenai konsep yang akan terbangun nantinya maupun studi tentang data
sekunder untuk menentukan jenis data yang termuat dalam aplikasi GIS.
TahapSurvey
Pengumpulan data primer dilakukan melalui survey kondisi eksisting dan
lingkungan binaan pada kawasan perancangan. Pengumpulan data sekunder
dilakukan melalui studi literatur, rencana tata ruang kota, Masterplan Ruang Terbuka
Hijau dan peraturan/ kebijakan. Selain dari instansi terkait, data sekunder juga
diperoleh dari media internet. Tahap ini dilakukan dengan langkah mengkaji landasan
teoritik perencanaan dan perancangan yang akan dijadikan pendekatan dalam
13
14
Pada gambar di atas merupakan gambar hasil akhir dari spatial urban design
yang terlah berbentuk 3D.
15
BAB III
Penutup
3.1. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa paper yang ke-1 dengan
menggunakan konsep spasial analysis kurang efektif daripada konsep yang digunakan
paper kedua yaitu spasial urban design. Pada spasial analysis hasil akhirnya berupa
gambar yang masih berbentuk 2D sedangkan pada spasial urban design hasil akhirnya
berbentuk 3D karena sudah dilakukan penggabungan antara spasial analysis dan
urban design. Aplikasi yang digunakan kepada kedua paper tersebut juga sama yaitu
Argis hanya saja pada paper kedua terdapat tambahan aplikasi yang digunakan yaitu
Auto CAD.
3.2. Saran
Sebaiknya pada paper pertama di tambahkan pengambilan atau pembuatan
data spatial menggunakan aplikasi Argis. Untuk paper kedua keakuratan pada
sinergisitas hasil desain di CAD pada GIS, khususnya menyangkut elevasi atau
sumbu Z data
16