Anda di halaman 1dari 34

PERMAINAN TRADISIONAL SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN PADA SISWA

SEKOLAH DASAR/MI

Oleh: Moh Arif, M. Pd

a. Pendahuluan
Keberhasilan sebuah pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh tingginya pendidikan seorang
pendidik. Tersedianya sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu faktor penunjang
berhasilnya pembelajaran. Keterbatasan sarana dan prasarana pembelajaran dapat diatasi dengan
memanfaatkan yang ada di lingkungan sekitar. Permainan tradisional daerah juga memiliki potensi
besar untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran di sekolah dasar/MI
Pembelajaran di Sekolah Dasar/MI khusunya diharapkan tidak hanya bersifat teoritik tetapi
juga dapat mengenalkan media pembelajaran dengan menggunakan permainan tradisonal, karena
dalam permaianan tradisional mempunyai nilai nilai pengetahuan yang seharusnya dilestarikan oleh
guru, sekalipun pada kenyataannya permainan tradisional sedidikit demi sedikit ditinggalkan,
permainan tradisional merupakan ciri suatu bangsa, dan hasil suatu peradaban. Bangsa mana yang
tidak bangga pada permainan budaya. Karenanya, menggali, melestarikan dan mengembangkan
permainan tradisional adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari. Selain telah menjadi ciri suatu
bangsa, permaian tradisional adalah salah satu bagian terbesar dalam suatu kerangka yang lebih luas
yaitu kebudayaan.
Menguatnya arus globalisasi di Indonesia yang membawa pola kehidupan dan hiburan baru,
mau tidak mau, memberikan dampak tertentu terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat.
Termasuk di dalamnya berbagai macam permainan tradisional anak. Sementara itu, kenyataan
dilapangan dewasa ini memperlihatkan adanya tanda tanda yang kurang menggembirakan yakni
semakin kurangnya permaianan tradisional anak yang ditampilkan, sehingga akan berakibat pada
kepunahan (Sukirman D, 2008: 29). Banyaknya kegunaan permaianan bagi proses pembelajaran
perlu adanya pelestarian terhadap keutuhan permaianan tersebut. Mengenal permainan tradisional
bermain Jagram, gasingan, yoyo, bola bekel dan lain-lain di masa muda, akan mengantarkan mereka
pada permainan yang bermamfaat dalam kegiatan belajar untuk meraih prestasi di masa yang akan
datang. Tanpa mengenalnya di masa muda, sulit bagi anak-anak untuk menerima hal yang sama yang
dahulu mereka mainkan bahkan yang pernah dimainkan pula oleh ayah, ibu, dan kakek-neneknya.
Operasional pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan permainan tradisional dapat
dilakukan dengan memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitar. misalnya dalam permainan
gasingan yang terbuat dari kayu, layangan, yoyok, parasut dan-lain-lain. Bagi anak permainan dapat
dijadikan kegiatan yang serius, tetapi mengasyikan. Melalui permainan, berbagai pekerjaannya dapat
terwujud dan permainan dapat dipilih oleh anak karena menyenangkan bukan untuk memperoleh
hadiah atas pujian dan anak di usia SD adalah masa bermain untuk masa perkembangan selanjutnya,
karena dengan bermain anak pada usia SD ini akan menentukan upaya perkembangannya sesuai
dengan apa yang di milikinya.
b. Pengertian Media Pembelajaran

Secara definisi kata media berasal dari berasa latin medius yang secara
harfiah tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa yang lain media adalah pengantar pesan
dari pengirim kepada penerima. Association for education and commonication technology (AECT),
mengartikan kata media sebagai segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk
menyampaikan pesan atau informasi. National education association (NEA) mendefinisikan media
sebagai segala benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta
instrumen yang dipergunakan untuk kegiatan tersebut.
Sementara menurut Heinich (1996:8) mengatakan:
A medium (plural media) is a channel of commonication, derived from the latin word meaning
between the term refers to anything that carries information, diagrams, printed materials,
computers, and instructors. These are considered instructional media when the carry messages with
in instructional purpose. The purpose of media is to facilitate commonication.
Maksud dari pernyataan tersebut bahwa media sebagai menyalur informasi kepada yang
menerima, dalam bahasa latin media adalah between yang sama halnya dengan anything that
carries information between a source and receiver, yaitu penyampai bahwa media merupakan
pembawa informasi dari sumber ke penerima. Pembawa informasi ini dapat berupa manusia,
termasuk dalam media ini film, televisi diagram. Demikian juga permainan tradisional yang dapat
dijadikan sebagai media dalam pembelajaran.
Dalam kegiatan proses pembelajaran kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting.
Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan
menghadirkan media sebagai perantara. Media merupakan alat bantu apa saja termasuk mainan
tradisional yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Media
pembelajaran harus meningkatkan motivasi siswa dan merangsang siswa mengingat yang sudah
dipelajari dan memberikan rangsangan baru. Media yang baik juga dapat mengaktifkan dalam
memberikan tanggapan, merangsang untuk belajar penuh semangat, dan mendorong siswa lebih giat
dalam belajar.
c. Pengertian Permainan Tradisional
Permainan tradisonal merupakan simbolisasi dari pengetahuan yang turun temurun dan
mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan di baliknya, di mana pada prinsipnya permainan
anak tetap merupakan permainan anak. Dengan demikian bentuk atau wujudnya tetap menyenangkan
dan menggembirakan anak karena tujuannya sebagai media permainan. Aktivitas permainan yang
dapat mengembangkan aspek-aspek psikologis anak dapat dijadikan sarana belajar sebagai persiapan
menuju dunia orang dewasa.
Permainan tradisional merupakan warisan antar generasi yang mempunyai makna simbolis di
balik gerakan, ucapan, maupun alat-alat yang digunakan. Pesan-pesan tersebut bermanfaat bagi
perkembangan kognitif, emosi dan sosial anak sebagai persiapan atau sarana belajar menuju
kehidupan di masa dewasa. Pesatnya perkembangan permainan elektronik membuat posisi permainan
tradisional semakin tergerus dan nyaris tak dikenal. Memperhatikan hal tersebut perlu usaha-usaha
dari berbagai pihak untuk mengkaji dan melestarikan keberadaannya melalui pembelajaran ulang
pada generasi sekarang melalui proses modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi sekarang (Elly
Fajarwat, 2008: 2)

1)
2)
3)
4)

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Permaianan digunakan sebagai istilah luas yang mencakup jangkauan kegiatan dan prilaku
yang luas serta mungkin bertindak sebagai ragam tujuan yang sesuai dengan usia anak. Menurut
Pellegrini (1991: 241) dalam Naville Bennet (1998: 5-6) bahwa permainan didefinisikan menurut
tiga matra sebagai berikut; (1) permainan sebagai kecendrungan, (2) permainan sebagai konteks, dan
(3) permainan sebagai prilaku yang dapat diamati.
Permainan tidak lepas dari pada adanya kegiatan bermain anak, sehingga istilah bermain dapat
digunakan secara bebas, yang paling tepat adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan
yang ditimbulkan, bermain dilakukan secara suka rela oleh anak tanpa ada pemaksaan atau tekanan
dari luar. Menurut Elizabeth B, H (2006: 320), secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kategori
yaitu aktif dan pasif
Menurut Mulyadi (2004: 30) bermain secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan anakanak yang dilakukan secara spontan yang terdapat lima pengertian bermain:
Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak.
Tidak memiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik.
Bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak serta
melibatkan peran aktif keikutsertaan anak.
Memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, seperti kreativitas,
pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial.
Oleh karena itu, bahwa permainan tradisional disini adalah permainan anak-anak dari bahan
sederhana sesuai aspek budaya dalam kehidupan masyarakat (Sukirman D, 2008:19). Permainan
tradisional juga dikenal sebagai permainan rakyat merupakan sebuah kegiatan rekreatif yang tidak
hanya bertujuan untuk menghibur diri, tetapi juga sebagai alat untuk memelihara hubungan dan
kenyamanan sosial.
Dalam hal ini, permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang
tidak dia ketahui sampai pada yang dia ketahui dan dari yang tidak dapat diperbuatnya, sampai
mampu melakukannya. Dengan demikian bermain suatu kebutuhan bagi anak. Dengan merancang
pelajaran tertentu untuk dilakukan sambil bermain yang sesui dengan taraf kemampuannya. Jadi
bermain bagi anak mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan
sehari-hari termasuk dalam permainan tradisional (Cony S. 2008: 22)
Menurut Bennet (1998:46) dengan ini diharapkan bahwa permainan dalam penddikan untuk
anak usia dini ataupun anak sekolah terdapat pandangan yang jelas tentang kualitas belajar, hal ini
diindikasikan sebagai berikut:
Gagasan dan minat anak merupakan sesuatu yang utama dalam permainan
Permainan menyediakan kondisi yang ideal untuk mempelajari dan meningkatkan mutu
pembelajaran
Rasa memiliki merupakan hal yang pokok bagi pembelajaran yang diperoleh melalui permainan
Pemebelajaran menjadi lebih relevan bila terjadi atas inisiatif sendiri.
Anak akan mempelajarai cara belajar dengan permainan serta cara mengingat pelajaran dengan baik
Pembelajaran dengan permainan terjadi dengan gampang, tanpa ketakutan
dan permainan mumudahkan para guru untuk mengamti pembelajaran yang sesungguhnya dan siswa
akan mengalami berkurangnya frustasi belajar

d.

Permainan bagi anak merupakan bagian yang sedemikian diterimanya dalam kehidupannya
sekarang sehingga hanya sedikit orang yang ragu-ragu mempertimbangkan arti pentingnya dalam
perkembangan anak.
Permainan Tradisonal sebagai media Pembelajaran
Media permainan tradisional (penggunaan media sederhana) pada Pembelajaran merupakan
alat yang digunakan untuk membantu mengungkap gejala dan menanamkan konsep sains dengan
perlakuan (treatment) tertentu. Adapun alat yang digunakan dalam mengungkap gejala dan
menanamkan konsep sains di sini terbuat dari bahan-bahan yang berasal dari alat taradisional yang
dijadikan permainan tardisional anak dari masa kemasa, yang ada kaitannya dengan Pembelajaran.
Pada dasarnya bahwa anak sekolah dasar merupakan dunia bermain yang merupakan kehidupan
anak-anak, sebagian besar waktunya dihabiskan dengan aktivitas bermain. Filsuf Yunani, Plato, yang
merupakan orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dari bermain dimana
anak-anak akan lebih mudah mempelajari aritmatika melalui situasi bermain.
Permainan dapat digunakan sebagai media belajar untuk meningkatkan keterampilan dan
kemampuan tertentu pada anak. Karena dalam kegiatan bermain sebagai suatu kegiatan yang
dilakukan dengan mengunakan atau tanpa mengunakan alat yang dapat dapat memberikan informasi,
memberikan kesenangan, dan mengembangkan imajinasi anak. Dengan permainan juga memberikan
kesempatan pada anak untuk mengekspresikan dorongan-dorongan kreatifnya sebagai kesempatan
untuk merasakan obyek-obyek dan tantangan untuk menemukan sesuatu dengan cara-cara baru,
untuk menemukan penggunaan suatu hal secara berbeda, menemukan hubungan yang baru antara
satu dengan yang lain. Selain itu bermain memberikan kesempatan pada individu untuk berpikir dan
bertindak imajinatif, serta penuh daya khayal yang erat hubungannya dengan perkembangan
kreativitas anak (Mulyadi, 2004: 29).
Dalam penggunaan permainan tradisional sebagai media belajar dapat memberikan
kenyamanan dan menumbuhkan kreatifitas siswa dalam belajarnya, permainan tersebut lebih
diarahkan pada pemahaman konsep dan pemaknaan dibalik permainan tersebut terhadap pelajaran
dapat menumbuhkan motivasi belajar dalam mencapai prestasi.
Oleh sebab itu, guru diupayakan untuk memafaatkan semua alat (permainan) dalam proses
belajar mengajar sehingga kegiatan belajar dapat tercapai dengan baik. Guru hendaknya
menampilkan rangsangan yang dapat diproses oleh indara. Semakin banyak alat indra yang
digunakan untuk menerima pelajaran (informasi) semakin besar kemungkinan pengetahuan yang
dimengerti dan dipahami (Arsyad A, 2007:9). Dalam bermain juga terjadi proses belajar.
persamaannya adalah bahwa dalam belajar dan bermain keduanya terjadi perubahan yang mengarah
pada perubahan tingkah laku, sikap dan pengalaman. Akan tetapi keduanya terdapat perbedaan.
Bermain merupakan kegiatan yang khusus bagi anak-anak meskipun orang dewasa juga
melakukannya (Dadang Garnida, 2001:70)
Permainan dapat menimbulkan kegiatan belajar yang menarik, dapat menumbuhkan semangat
belajar terutama bagi anak pada usia masa perkembangan, dan dapat dijadikan media dalam kegiatan
belajar di sekolah. Permainan dalam proses pembelajaran dapat mencapai tujuan kognitif, menambah
motivasi dan menambah keterampilan siswa dalam belajar, Permainan belajar (learning game) yang

1)
2)
3)
4)
5)
6)

menciptakan atmosfer mengembirakan dan membebaskan kecerdasan penuh dan tidak terhalang
dapat memberikan banyak sumbangan. Melalui permaianan jika dimanfaatkan secara baik dapat:
Menyingkirkan keseriusan yang menghambat
Menghilangkan setres anak dalam lingkungan belajar
Mengajak peserta didik terlibat penuh dalam belajar
Meningkatkan proses belajar
Accelerated learning tidak selalu membutuhkan permainan dan permaianan sendiri tidak selalu
mempercepat pembelajaran. Akan tetapi permainan yang dimanfaatkan dengan baik dapat menambah
variasi, semangat dan partisipasi sebagai kegiatan belajar siswa (Dave Maier, 2003: 206)
Permainan dianggap sedemikian rupa sebagai suatu proses pendidikan yang hebat sehingga
pembelajaran akan berlangsung dengan spontan, dan permainan dalam hal ini, dapat meningkatkan
mutu pembelajarandan mempromosikan sikap positif terhadap sekolah sehingga memberikan
manfaat yang segera dan berjangka panjang bagi anak-anak (Bennet, 1998:51). Khususnya dalam
kegiatan Pembelajaran di SD/MI, karena dalam Pembelajaran anak tidak bisa sepenuhnya dengan
hal-hal teoritis tetapi lebih kepada kebermaknaan dalam kehidupan nyata.
Permainan dapat dijadikan sebagai kepentingan dalam kegiatan belajar, permianan dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan kognitif dan kreatif, karena pada dasarnya bermain sangat
erat kaitannya dengan perkembangan dari kewajaran dan keindahan gerak manusia. Permainan bagi
anak didik dapat menimbulkan kegiatan belajar yang menarik, terutama bagi anak yang berada dalam
masa pertumbuhan sebab dilihat dalam aspek psikologi perkembangan dan permainan merupakan
suatu selingan bagi kegiatan belajar siswa yang secara rutin berlangsung di dalam kelas. Permainan
dapat membantu membuat suasana lingkungan belajar menjadi senang, bahagia, santai, namun tetap
memiliki suasana belajar yang kondusif.
Dalam Pembelajaran, siswa didorong untuk lebih trampil, kreatif dan inovasi melalui kegiatan
bermain, sehingga siswa dalam pembelajaran terlibat secara aktif dan pembelajar sains dapat
dipelajari dengan menyenangkan, karena pembelajaran sains dengan permainan dapat memberikan
inisiatif tersendiri bagi anak untuk menyelami dunia mereka.
Permainan dapat menambah nilai nyata pada proses pembelajaran, maka permainan belajar
harus:
Terkait secara langsung dengan temapat kerja, permainan yang baik dapat memberi pengetahuan,
penguatkan sikap, dan mendorong tindakan yang penting bagi keberhasilan anak
Mengajari cara pembelajar cara berfikir, mengakses informasi, bereaksi, berkembang dan
menciptakan nilai dunia nyata bagi peserta didik
Menyenangkan dan mengasikkan sebagai media belajar
Membebaskan pembelajar untuk bekerja sama
Menantang, yang tidak samapi membuat orang kecewa dan kehilangan akal
Menyediakan cukup waktu merenung, memberikan umpan balik, berdialog dan berintegrasi.
Dengan demikian kegiatan pembelajaran sains di sekolah dasar seyogyaknya adalah anak
belajar konsep dengan proses yang bermakna, sedapat mungkin dengan pembelajaran sains harus
diajarkan sebagai suatu cara berfikir. Sekolah seharusnya menjalankan kurikulum sains yang
berfokus pada pengatasan masalah dari pada memorisasi. Anak sekolah dasar dalam belajar harus

dilandasi upaya pelajaran sains untuk diajarkan kepada anak dengan peragaan dan pengalaman nyata
berbagai kejadian nyata.

1)

2)
3)
4)

e.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran dalam menggunakan
permainan tradisional sebagai berikut:
Persiapan; permainan yang dimainkan dilakukan secara berkelompok yang dilakukan pada kegiatan
pembelajaran untuk mengukur pengetahuan yang sudah dimiliki dan persipan alat-alat permainan
yang dijadikan permainan dalam pembelajaran
Penyampaian; permainan yang dilakukan secara berkelompok dapat dijadikan sarana penjuaan dalam
kegiatan pembelajaran
Pelatihan; permainan dapat digunakan untuk mempraktekkan pengetahuan atau keterampilan yang
dimiliki sesuai dengan topik pelajaran
Penampilan hasil; permainan yang telah dimainkan dalam kaitannya dengan pembelajaran dapat
dilakukan pengujian pengetahuan atau menerapkan keterampilan yang dihasilkan (Dave Meier, 2003:
208-9)
Permainan tradisional biasanya dibuat langsung oleh para pemainnya. Mereka
menggunakan barang-barang, benda-benda, atau tumbuhan yang ada di sekitar para pemain. Hal itu
mendorong mereka untuk lebih kreatif menciptakan alat-alat permainan. Selain itu, permainan
tradisioanal tidak memiliki aturan secara tertulis. Biasanya, aturan yang berlaku, selain aturan yang
sudah umum digunakan, ditambah dengan aturan yang disesuaikan dengan kesepakatan para pemain.
Di sini juga terlihat bahwa para pemain dituntut untuk kreatif menciptakan aturan-aturan yang sesuai
dengan keadaan mereka. Permainan tradisional juga dapat mengembangkan kreativitas anak,
kognitif, afektif maupun motoriknya. Contoh permainan tradisional yaitu gobag sodor, engklek,
gasingan, yoyo, egrang, dakon, dan pasaran.
Dalam permainan tradisional terdapat aspek-aspek yang ditonjolkan. Gobag sodor misalnya
menonjolkan kerja sama dan kompetisi (keterampilan sosial), dakonan menonjolkan kemampuan
untuk dapat mengembangkan keterampilan kognitif dan melalui engklek dapat mengembangkan
keterampilan motorik dan keseimbangan. Aktivitas permainan yang dapat mengembangkan aspekaspek psikologis anak dapat dijadikan sarana belajar sebagai persiapan menuju dunia orang dewasa.
Sedangkan dalam kegiatan pembelajaran pada dasarnya bahwa, sebagian besar dari siswa
belum mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan
tersebut akan dipergunakan atau dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep
akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan, yaitu menggunakan sesuatuyang absrak dan metode
ceramah. Mereka sangat membutuhkan untuk memehami pelajaran yang konkrit yang nyata terkait
dengan apa yang dipelajari siswa dalam kehidupannya.
Dalam keadaan di kelas dalam setiap pembelajaran berlangsung selalu menoton, siswa
pasif, guru yang aktif, dan kemampuan siswa hanya pada konteks hafalan mengenai fakta-fakta dan
rumus-rumus. Kemudian ceramah menjadi pilihan utama setrategi belajar. Untuk itu, diperlukan
sebuah setrategi belajar yang dapat memperdayakan siswa, mendorong siswa dan mengaktifkan
siswa dalam kegiatan pembelajaran
Kegiatan Proses Pembelajaran di SD/MI

Kegiatan belajar merupakan inti dari keseluruhan program pendidikan di sekolah. Di Sekolah Dasar
kegiatan belajar mengajar ditekankan pada pembinaan pembelajaran membaca, menulis, dan berhuting.
Asumsi yang mendasarinya adalah bahwa kemampuan membaca, menulis dan menghitung merupakan
tiga kemampuan dasar yang pertam kali harus diperkenalkan dan ditanamkan kepada siswa sekolah dasar,
sehingga untuk selanjutnya dapat mengikuti proses pembelajaran yang lebih praktis dan nyata (Ibrahim
Bafadal, 2006:21)
Salah satu kriteria guru yang baik dalam kegiatan pembelajaran adalah jika guru itu dapat
mengenal dan memahami krakteristik peserta didiknya. Krakteristik perkembangan pada siswa SD
dapat pula dilihat pada tahap perkembangan kognitif. Dalam hal ini, ada empat tahapan
perkembangan kognitif anak yaitu tahap sensorimotor (usia 0-2 th), pra-operasional (usia 2 th- 7 th),
perasional konkret (usia 7-11 th), dan operasional formal (usia 11-dewasa). Adapun anak usia SD
masuk pada tahap operasional konkret dimana anak sudah bisa bernalar secara konkret dan mampu
mengklasifikasi objek ke dalam kelompok yang berbeda-beda. Demikian juga menurut Piagetian,
bahwa tahap operational konkret dimulai dari sekitar umur 7-11 tahun, secara pemikiran bahwa anak
diusia tersebut mencakup penggunaan operasi, penalaran logika menggantikan penalaran intuitif,
tatapi dalam situasi konkret (Santrock, 2008: 42)
f. Penutup
Kagitan pembelajaran di SD/MI merupakan kegiatan pembelajaran yang sangat dasar,
sehingga diperlukan keseriusan dengan mempertimbangkan aspek perkembangan dan
karakteristiknya. Berangkat dari hal tersebut, dapat diketahui bahwa karakteristik anak sekolah dasar
yang lebih condong pada kegiatan bermain, sudah barang tentu bagi guru dalam kegiatan belajar
haruslah diimbangi dengan kegiatan bermain sebagai pengembangan keterampilan belajar.
Media pembelajaran sangat membantu dalam upaya efektifitas kegiatan pembelajaran sains
di sekolah, dengan permainan tradisional sebagai media pembelajaran dapat memberikan solusi bagi
anak dan guru dalam kegiatan pembelajaran sains di sekolah, disampaing mudah di buat, efektif,
dapat melestarikan permainan tradisional yang sudah punah dikalangan anak dan nuansa
pembelajaran rileks penuh dengan kegiatan bermain sesuai dengan karakteristik kehidupan anak
sekolah dasar.

Refrensi
Arsyad Azhar. ( 2007). Media pembelajaran, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ayu Sutarto. (2007). Permainan Anak-anak tradisional terpinggirkan, Padang: Tempo Interaktif diambil pada
tanggal 12 juli 2008 di (www.padang.kini.com).
Bennett, Neville. (2005). Teaching through play teachers thinking and classroom practice.(Terjemahan Nur Adi
Trastria) USA: Open University press. (Buku asli diterjemahkan 1998)
Caeculia Tridjata S. (1998) Permainan tradisional dalam pendidikan sebagai media ekspresi kemampuan
kreatif anak, Master Theses from JBPTITBPP.

Elly Fajarwati. (2008). Permainan tradisional yang tergerus zaman. Artikel diambil pada tanggal 02 Mei
2009 di www.nasimaedu.com
Hainich, Robert. at.el (1996). Intructional mediaand the new tecnologies of instruction. America:
printed in the united states

Mulyadi, S. (2004). Bermain dan kreativitas(Upaya Mengembangkan kreativitas anak melalui Kegiatan
Bermain). Jakarta: Papas Sinar Sinanti
Suharjo, (2006). Mengenal pendidikan sekolah dasar teori dan praktek. Jakarta: Derektorat Jendral
Pendidikan Tinggi RI.
Sukirman Dharmamlya . (2008). Permainan tradisional Jawa. Yogyakarta: Kepel Press

Peranan Permainan Tradisional Dalam Pendidikan

Oleh:
I Wayan Tarna
Dosen Pembimbing: Ni Putu Supartini, S.Pd.H, M.Pd.H
Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara
Jakarta 2015/2016

KATA PENGANTAR
Om Svastyastu
Puji dan syukur kita panjatkan kehadiran Hyang Widi atas Asung Waranugraha yang telah
diberikan kepada kita semua. Penyusun sangat bersyukur kepada-Nya karena dalam penulisan
makalah ini dapat berjalan lancar dan selesai tepat pada waktunya. Dalam makalah ini sengaja
kami mengangkat judul Peranan permainan tradisional dalam pendidikan

Pendidikan adalah sebuah proses seseorang untuk memperbaiki sikap, atau mengubah
tingkah laku melalui ajaran dan latihan secara perlahan-lahan.Teknologi saat ini sangat berperan
penting dalam dunia pendidikan, contohnya sebagai penunjang proses pembelajaran di sekolah.
Tapi sayangnya teknologi di dunia Pendidikan di Indonesia masih kurang mendapatkan perhatian
yang khusus dari pemerintah daerah atau pusat, khususnya pada daerah daerah yang terisolir.
Dengan kerendahan hati kami mengucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang
telah membantu. Jika dalam penulisan makalah ini ada kesalahan, kami mohon maaf yang
setulus-tulusnya, karena kesalahan ini bukan disengaja, tetapi karena ketidaktahuan dan
kekurangan dari kami.
Om Santih, Santih, Santih Om

Jakarta, Januari 2015


Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................ 4
2.1 Pendidikan karakter.................................................................................................. 4

BAB III PEMBAHASAN................................................................................................... 9


3.1 Pengertian Media Pembelajaran............................................................................... 9
3.2 Pengertian Permainan Tradisional............................................................................ 10
3.3.1 Permainan Tradisional dan Perkembangannya................................................ 14
3.3.2 Permaianan Tradisional Yang Edukatif.......................................................... 16
3.3.3 Peranan Permainan Tradisional ...................................................................... 17
3.3 Jenis-jenis Permainan Tradisional ............................................................................ 18
3.31 Pengimplementasian Permainan Tradisional ................................................... 20
3.4 Memudarnya Permainan Tradisional ....................................................................... 21
3.4.1 Dampak Positif dan Negatif Permainan Tradisional ...................................... 25
BAB IV PENUTUP............................................................................................................. 27
4.1 Kesimpulan............................................................................................................. 27
4.2 Saran....................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 28

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar adalah suatu proses belajar yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang
yang hidup. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara manusia dengan
lingkunganya.oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja.salah satu tanda
bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang
tersebutyang mungkin terjadi oleh perubahan pada pengetahuan,keterampilan atau sikap. Apabila
proses belajar itu di selenggarakan secara formal di sekolah-sekolah. Tidak lai ini dimaksudkan
untuk mengarahkan perubahan pada diri siswa. Baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan
maupun sikap.selama proses belajar tersebut di pengaruhi oleh lingkungan yang antar alain
yaitu:trdiri atas muted, guru, dan staf sekolah lainnya.serta bahan maeri lainyaperkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong pembaharuan dalam proses pembelajaran
Keberhasilan sebuah pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh tingginya pendidikan
seorang pendidik. Tersedianya sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu faktor
penunjang berhasilnya pembelajaran. Keterbatasan sarana dan prasarana pembelajaran dapat
diatasi dengan memanfaatkan yang ada di lingkungan sekitar. Permainan tradisional daerah juga
memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran Pembelajaran di Sekolah
diharapkan tidak hanya bersifat teoritik tetapi juga dapat mengenalkan media pembelajaran
dengan menggunakan permainan tradisonal, karena dalam permaianan tradisional mempunyai
nilai nilai pengetahuan yang seharusnya dilestarikan oleh guru, sekalipun pada kenyataannya
permainan tradisional sedikit demi sedikit ditinggalkan, permainan
tradisional merupakan ciri suatu bangsa, dan hasil suatu peradaban. Bangsa mana yang
tidak bangga pada permainan budaya. Karenanya, menggali, melestarikan dan mengembangkan
permainan tradisional adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari. Selain telah menjadi ciri suatu
bangsa, permaian tradisional adalah salah satu bagian terbesar dalam suatu kerangka yang lebih
luas yaitu kebudayaan. Permainan tempo dulu sebenarnya sangat baik untuk melatih fisik dan
mental anak. Secara tidak langsung anak-anak akan dirangsang kreatifitas, ketangkasan, jiwa
kepemimpinan, kecerdasan, dan keluasan wawasannya melalui permainan tradisional. Namun
sayangnya seiring kemajuan jaman, permainan yang bermanfaat bagi anak ini mulai ditinggalkan
bahkan dilupakan. Anak-anak terlena oleh televisi dan video game yang ternyata banyak
memberi dampak negatif bagi anak-anak, baik dari segi kesehatan, psikologis maupun penurunan
konsentrasi dan semangat belajar.
Permainan Tradisional yang semakin hari semakin hilang di telan perkembangan jaman,
sesungguhnya menyimpan sebuah keunikan, kesenian dan manfaat yang lebih besar seperti kerja
sama tim, olahraga, terkadang juga membantu meningkatkan daya otak. Berbeda dengan
permainan anak jaman sekarang yang hanya duduk diam memainkan permainan dalam layar
monitor dan sebagainya.
Menguatnya arus globalisasi di Indonesia yang membawa pola kehidupan dan hiburan baru,
mau tidak mau, memberikan dampak tertentu terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat.
Termasuk di dalamnya berbagai macam permainan tradisional anak. Sementara itu, kenyataan

dilapangan dewasa ini memperlihatkan adanya tanda tanda yang kurang menggembirakan yakni
semakin kurangnya permaianan tradisional anak yang ditampilkan, sehingga akan berakibat pada
kepunahan (Sukirman ). Banyaknya kegunaan permaianan bagi proses pembelajaran perlu
adanya pelestarian terhadap keutuhan permaianan tersebut. Mengenal permainan tradisional
bermain congklak, egrang, balap karung, bola bekel dan lain-lain di masa muda, akan
mengantarkan mereka pada permainan yang bermamfaat dalam kegiatan belajar untuk meraih
prestasi di masa yang akan datang. Tanpa mengenalnya di masa muda, sulit bagi anak-anak
untuk menerima hal yang sama yang dahulu mereka mainkan bahkan yang pernah dimainkan
pula oleh ayah, ibu, dan kakek-neneknya. Operasional pelaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan permainan tradisional dapat dilakukan dengan memanfaatkan benda-benda yang
ada di sekitar. misalnya dalam permainan gasingan yang terbuat dari kayu, layangan, yoyok,
parasut dan-lain-lain. Bagi anak permainan dapat dijadikan kegiatan yang serius, tetapi
mengasyikan. Melalui permainan, berbagai pekerjaannya dapat terwujud dan permainan dapat
dipilih oleh anak karena menyenangkan bukan untuk memperoleh hadiah atas pujian.permainan
tradisional juga dapat membantu fisik bisa lebih sehat karena disana kita bisa beraktifitas
(mengeluarkan keringat) dengan demikian dapat di tarik kesmpulan yaitu media adalah bagian
yang tak terpisahkan dari proses belajar mengajardemi tercapainya media pendidikan pada
umumnya dan tjuan pembelajarab pada khususnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian media pembelajaran?
2. Apakah yang dimaksud dengan permainan tradisional?
3. Mengapa permainan tradisional tersebut semakin memudar didalam masyrakat ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Kita mengetahui apa itu permainan tradisional.
2. Kita dapat memahami pengertian media pendidikan.
3. Kita mengetahui peenyebab memudarnya permainan tradisional.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendidikan Karakter


Secara harfiah karakter artinya kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi
(Hornby dan Pornwell, 1972: 49). Dalam kamus psikologi dinyatakan bahwa karakter adalah
kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang yang biasanya
mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relative tetap (dali Gulo, 1982: 29). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hokum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Menurut Thomas Lickona (1991),
pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan
(cognitive), perasaan ( feeling ), dan tindakan (action), tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan
karakter tidak akan efektif. Sedangkan menurut Kemendiknas (2010), pendidikan karakter
merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu
peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hokum,
tata krama, budaya, dan adat istiadat. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
( stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan
mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas, pemberdayaan sarana prasarana,
pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Pendidikan karakter dapat
diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang
berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan,
dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran
nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi dan
pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Pendidikan karakter
bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang
mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh,
terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi kelulusan. Melalui pendidikan karakter
diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan
pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan
akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Melalui program ini diharapkan
setiap lulusan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki
kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas,
pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah.Character dermines
someones private thoughts and someonesactions done. Good character is the inward motivation
to do what is right, according to the highest standard of behavior, in every situation(Hill, 2005).
Memiliki arti pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang
membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan
bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Karakter yang menjadi acuan seperti yang terdapat dalamThe Six Pillars of Character yang
dikeluarkan olehCharacetr Counts! Coalition (a project of The joseph Institute of Ethics) yaitu
enam jenis karakter yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1)Trustworthiness, bentuk karakter
yang membuat sesorang menjadi berintegritas, jujur, dan loyal. 2) Fairness , bentuk karakter
yang membuat seseorang memiliki pemikiran terbuka serta tidak suka memanfaatkan orang lain.
3) Caring , bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki sikap peduli dan perhatian
terhadap orang lain mauupun kondisi sosial lingkungan sekitar. 4) Respect , bentuk karakter
yang membuat seseorang selalu menghargai dan menghormati orang lain. 5) Citizenship ,
bentuk karakter yang membuat seseorang sadar hokum dan peraturan serta peduli terhadap
lingkungan alam. 6) Responsibility , bentuk karakter yang membuat seseorang bertanggung
jawab, disiplin, dan selalu melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin (Hill, 2005). Dengan
pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan
menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan
anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi
segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Terdapat Sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu:
karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya;
kemandirian dan tanggungjawab;
kejujuran atau amanah, diplomatis;
hormat dan santun;
dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong atau kerjasama;
percaya diri dan pekerja keras;
kepemimpinan dan keadilan;
baik dan rendah hati;
karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sitematis dalam model pendidikan holistik
menggunakan metode knowing the good, feeling the good,dan acting the good. Knowing the
good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan brsifat kognitif saja. Setelah knowing the good
harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai
kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat seseuatu kebaikan.
Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta
dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu
berubah menjadi kebiasaan. Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia
kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas ( golden age, karena
usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi
ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20%
sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan
karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan
karakter anak. Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang
sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang

padat. Kerena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk
dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah
peranguru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu lan ditiru, dipertaruhkan. Karena guru
adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik
(http://mandikdasmen.kemdiknas.go.id). The Monk study dalam penelitiannya, Mr. Doug Monk
dari Kingwood Middle School di Humble, Texas, membandingkan evaluasi para guru terhadap
murid sebelum dan sesudah diimlementasikannya kurikulum Lessons in Character. Dalam
kurikulum yang lebih banyak mengajak murid untuk berinteraksi dalam kegiatan-kegiatan sosial
dan mengembangkan kepekaan mereka, telah memberikan dampak positif dalam perubahan cara
belajar, kepedulian dan rasa hormat terhadap staff sekolah, dan meningkatnya keterlibatan para
murid secara sukarela dalam proyek-proyek kemanusiaan (Brooks, 2005). Yang menjadi
landasan utama pengembangan model pendidikan karakter ini adalah: (1) pendekatan
komprehensif dalam pendidikan karakter, (2) pembelajaran terintegrasi, dan (3) pengembangan
kultur. Istilah komprehensif yang digunakan dalam pendidikan karakter mencakup berbagai
aspek. Pertama, isinya harus komprehensif, meliputi semua permasalahan yang berkaitan dengan
pilihan nilai-nilai yang bersifat pribadi sampai pertanyaan-pertanyaan mengenai etika secara
umum. Kedua, metodenya harus komprehensif. Termasuk di dalamnya inkulkasi (penanaman)
nilai, pemberian teladan, penyiapan generasi muda agar dapat mandiri dengan mengajarkan dan
memfasilitasi pembuatan keputusan moral secara bertanggungjawab, dan berbagai keterampilan
hidup (soft skills). Ketiga, pendidikan karakter hendaknya terjadi dalam keseluruhan proses
pendidikan di kelas, dalam kegiatan ekstrakulikuler, dalam proses bimbingan dan penyuluhan,
dalam upacara-upacara pemberian penghargaan, dan semua aspek kehidupan. Beberapa contoh
mengenai hal ini misalnya kegiatan belajar kelompok, penggunaan bahan-bahan bacaan dan
topik-topik tulisan mengenai kebaikan, pemberian teladan tidak merokok, tidak korupsi,
tidak munafik, dermawan, menyayangi sesame makhluk Tuhan, dan sebagainya.
Keempat, pendidikan karakter hendaknya terjadi melalui kehidupan dalam masyarakat. Orang
tua, ulama, penegak hukum, polisi, dan organisasi kemasyarakatan, semua perlu berpartisipasi
dalam pendidikan karakter. Konsistensi semua pihak dalam melaksanakan pendidikan karakter
mempengaruhi karakter generasi muda (Kirschenbaum, 1995:9-10). Pembangunan karakter perlu
dilakukan oleh manusia. Senada dengan hal tersebut, Sarumpaet (2001: 12) mengemukakan
bahwa pembangunan karakter adalah usaha paling penting yang pernah diberikan kepada
manusia. Pembangunan karakter adalah tujuan luar biasa dari sistem pendidikan yang benar.
Pendidikan rumah tangga maupun pendidikan dalam sekolah, orang tua dan guru tetap sadar
bahwa pembangunan tabiat yang agung adalah tugas mereka. Menurut Mochtar Buchori (2007)
(dalam www.tempointeraktif.com/ hg/kolom/.../kol,200110201-315,id.html) pendidikan karakter
seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara
afektif, dan akhirnya ke pengalaman nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang
selama ini ada di sekolah, perlu segera dikaji dan dicari alternatif-alternatif solusinya serta perlu
dikembangkannya secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan. Character
Educator yang diterbitkan oleh Character Education Partnership (2003) menguraikan bahwa
hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missuori- St. Louis, menunjukan

peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang
menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam
pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat
menghambat keberhasilan akademik[1].

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Media Pembelajaran
kata media bersal dari bahasa latin yang medius yng secara harfiah berarti
tengah,perantaraatau dalam bahasa arab media adalah pengantar atau pengantar pesan dari
pengirim kepada penerima pesan Gerlach & Eli (1971) mengatakan apabila media dipahami
secara garis besar adalah manusia,materi,atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat
siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap . dalam pengertian ini guru,buku teks,d
lingkungan sekolah merupakan media,secara lebih khusus pengertian media dalam proses belajar
mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photo grafish,atau elektronis untuk
menangkap, memproses atau menyusun kembali informasi visual dan verbal.
Batasan lain telah pula di kemukakan oleh para ahli sebagian diantaranya akan di berikan
sebagai berikut. AECT(association of education and communication tenologi 1977) memberi
batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan
pessn dan informasi. Disamping sebagai system penyampai atau pengantar, media yang sering
dig anti dengan kata mediator menurut fleming(1987:234)adlah penyebap atau alat yang turut
ikut campur tangan dlam 2 pihak untuk mendamaikannya.dengan istilah mediator media
menunjukkan fungsi da peranannya , yaitu mengatur hubungan yang efektif di kedua pihak dua
pihak utamadalam proses belajar-siswa dan isi pelajaran.selain itu mediator dapat pula
mencerminkan penertian bahwa setiap system pembelajaran yang melakukan mediasi,mulai dari
guru sampai dengan peralatan yang paling cangngih dapat di sebu dengan media ringkasnymedia
adlah alat yang menyampaikan atu mengantarkan pesan-pesan pembelajaran Heinich dan
kawan-kawan (1982) mengemukakan medium sebagai media atau perantar yang menghaturkan

informasi antara sumber dan penerima jadi tv,film radio atau audio visual lainnya apabilamedia
itu membawa informqsi yang bersedia menerima
Secara definisi kata media berasal dari berasa latin medius yang secara harfiah tengah,
perantara atau pengantar. Dalam bahasa yang lain media adalah pengantar pesan dari pengirim
kepada penerima. Association for education and commonication technology (AECT),
mengartikan kata media sebagai segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk
menyampaikan pesan atau informasi. National education association (NEA) mendefinisikan
media sebagai segala benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan
beserta instrumen yang dipergunakan untuk kegiatan tersebut. Sementara menurut Heinich,
mengatakan:
A medium (plural media) is a channel of commonication, derived from the latin word
meaning between the term refers to anything that carries information, diagrams, printed
materials, computers, and instructors. These are considered instructional media when the carry
messages with in instructional purpose. The purpose of media is to facilitate commonication.
Maksud dari pernyataan tersebut bahwa media sebagai menyalur informasi kepada yang
menerima, dalam bahasa latin media adalah between yang sama halnya dengan anything that
carries information between a source and receiver, yaitu penyampai bahwa media merupakan
pembawa informasi dari sumber ke penerima. Pembawa informasi ini dapat berupa manusia,
termasuk dalam media ini film, televisi diagram. Demikian juga permainan tradisional yang
dapat dijadikan sebagai media dalam pembelajaran. Dalam kegiatan proses pembelajaran
kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut
ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai
perantara. Media merupakan alat bantu apa saja termasuk mainan tradisional yang dapat
dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Media pembelajaran
harus meningkatkan motivasi siswa dan merangsang siswa mengingat yang sudah dipelajari dan
memberikan rangsangan baru. Media yang baik juga dapat mengaktifkan dalam memberikan
tanggapan, merangsang untuk belajar penuh semangat, dan mendorong siswa lebih giat dalam
belajar.
3.2 Pengertian Permainan Tradisional
Permainan tradisonal merupakan simbolisasi dari pengetahuan yang turun temurun dan
mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan di baliknya, di mana pada prinsipnya
permainan anak tetap merupakan permainan anak. Dengan demikian bentuk atau wujudnya tetap
menyenangkan dan menggembirakan anak karena tujuannya sebagai media permainan. Aktivitas
permainan yang dapat mengembangkan aspek-aspek psikologis anak dapat dijadikan sarana
belajar sebagai persiapan menuju dunia orang dewasa. Permaianan digunakan sebagai istilah luas
yang mencakup jangkauan kegiatan dan prilaku yang luas serta mungkin bertindak sebagai
ragam tujuan yang sesuai dengan usia anak. Menurut Pellegrini dalam Naville Bennet bahwa
permainan didefinisikan menurut tiga matra sebagai berikut: (1) Permainan sebagai
kecendrungan, (2) Permainan sebagai konteks, dan (3) Permainan sebagai prilaku yang dapat
diamati.
Menurut Mulyadi bermain secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak
yang dilakukan secara spontan yang terdapat lima pengertian bermain; (1) sesuatu yang

menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak (2) tidak memiliki tujuan ekstrinsik,
motivasinya lebih bersifat intrinsik (3) bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur
keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak serta melibatkan peran aktif keikutsertaan anak, dan (4)
memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, seperti
kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial.
Permainan tradisonal merupakan simbolisasi dari pengetahuan yang turun temurun dan
mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan di baliknya, di mana pada prinsipnya
permainan anak tetap merupakan permainan anak.Dengan demikian bentuk atau wujudnya tetap
menyenangkan dan menggembirakan anak karena tujuannya sebagai media permainan.Aktivitas
permainan yang dapat mengembangkan aspek-aspek psikologis anak dapat dijadikan sarana
belajar sebagai persiapan menuju dunia orang dewasa.
Permainan tradisional merupakan warisan antar generasi yang mempunyai makna simbolis di
balik gerakan, ucapan, maupun alat-alat yang digunakan.Pesan-pesan tersebut bermanfaat bagi
perkembangan kognitif, emosi dan sosial anak sebagai persiapan atau sarana belajar menuju
kehidupan di masa dewasa.Pesatnya perkembangan permainan elektronik membuat posisi
permainan tradisional semakin tergerus dan nyaris tak dikenal. Memperhatikan hal tersebut perlu
usaha-usaha dari berbagai pihak untuk mengkaji dan melestarikan keberadaannya melalui
pembelajaran ulang pada generasi sekarang melalui proses modifikasi yang disesuaikan dengan
kondisi sekarang (Elly Fajarwat, 2008: 2)
Permaianan digunakan sebagai istilah luas yang mencakup jangkauan kegiatan dan prilaku yang
luas serta mungkin bertindak sebagai ragam tujuan yang sesuai dengan usia anak. Menurut
Pellegrini (1991: 241) dalam Naville Bennet (1998: 5-6) bahwa permainan didefinisikan menurut
tiga matra sebagai berikut; (1) permainan sebagai kecendrungan, (2) permainan sebagai konteks,
dan (3) permainan sebagai prilaku yang dapat diamati.
Permainan tidak lepas dari pada adanya kegiatan bermain anak, sehingga istilah bermain dapat
digunakan secara bebas, yang paling tepat adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk
kesenangan yang ditimbulkan, bermain dilakukan secara suka rela oleh anak tanpa ada
pemaksaan atau tekanan dari luar. Menurut Elizabeth B, H (2006: 320), secara garis besar dapat
dibagi menjadi dua kategori yaitu aktif dan pasif
Menurut Mulyadi (2004: 30) bermain secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak
yang dilakukan secara spontan yang terdapat lima pengertian bermain:
1)
Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak.
2)
Tidak memiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik.
3)
Bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak
serta melibatkan peran aktif keikutsertaan anak.
4)
Memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, seperti
kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial.
Oleh karena itu, bahwa permainan tradisional disini adalah permainan anak-anak dari bahan
sederhana sesuai aspek budaya dalam kehidupan masyarakat (Sukirman D, 2008:19).Permainan
tradisional juga dikenal sebagai permainan rakyat merupakan sebuah kegiatan rekreatif yang

tidak hanya bertujuan untuk menghibur diri, tetapi juga sebagai alat untuk memelihara hubungan
dan kenyamanan sosial.
Dalam hal ini, permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak
dia ketahui sampai pada yang dia ketahui dan dari yang tidak dapat diperbuatnya, sampai mampu
melakukannya.Dengan demikian bermain suatu kebutuhan bagi anak.Dengan merancang
pelajaran tertentu untuk dilakukan sambil bermain yang sesui dengan taraf kemampuannya. Jadi
bermain bagi anak mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan
kehidupan sehari-hari termasuk dalam permainan tradisional
Menurut Bennet (1998:46) dengan ini diharapkan bahwa permainan dalam penddikan
untuk anak usia dini ataupun anak sekolah terdapat pandangan yang jelas tentang kualitas belajar,
hal ini diindikasikan sebagai berikut:
1. Gagasan dan minat anak merupakan sesuatu yang utama dalam permainan
2. Permainan menyediakan kondisi yang ideal untuk mempelajari dan meningkatkan
mutu
pembelajaran
3. Rasa memiliki merupakan hal yang pokok bagi pembelajaran yang diperoleh melalui
permainan
4. Pemebelajaran menjadi lebih relevan bila terjadi atas inisiatif sendiri.
5. Anak akan mempelajarai cara belajar dengan permainan serta cara mengingat pelajaran
dengan baik
6. Pembelajaran dengan permainan terjadi dengan gampang, tanpa ketakutan
7. dan permainan mumudahkan para guru untuk mengamti pembelajaran yang sesungguhnya dan
siswa akan mengalami berkurangnya frustasi belajar. Permainan bagi anak merupakan bagian
yang sedemikian diterimanya dalam kehidupannya sekarang sehingga hanya sedikit orang yang
ragu-ragu mempertimbangkan arti pentingnya dalam perkembangan anak.
Oleh karena itu, bahwa permainan tradisional disini adalah permainan anak-anak dari
bahan sederhana sesuai aspek budaya dalam kehidupan masyarakat. Permainan tradisional juga
dikenal sebagai permainan rakyat merupakan sebuah kegiatan rekreatif yang tidak hanya
bertujuan untuk menghibur diri, tetapi juga sebagai alat untuk memelihara hubungan dan
kenyamanan sosial. Dengan demikian bermain suatu kebutuhan bagi anak. Jadi bermain bagi
anak mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan seharihari termasuk dalam permainan tradisional. Menurut Bennet dengan ini diharapkan bahwa
permainan dalam penddikan untuk anak usia dini ataupun anak sekolah terdapat pandangan yang
jelas tentang kualitas belajar, hal ini diindikasikan sebagai berikut: (1) gagasan dan minat anak
merupakan sesuatu yang utama dalam permainan, (2) permainan menyediakan kondisi yang ideal
untuk mempelajari dan meningkatkan mutu pembelajaran, (3) rasa memiliki merupakan hal yang
pokok bagi pembelajaran yang diperoleh melalui permainan, (4) anak akan mempelajarai cara
belajar dengan permainan serta cara mengingat pelajaran dengan baik, (5) pembelajaran dengan
permainan terjadi dengan gampang, tanpa ketakutan, (6) permainan mumudahkan para guru
untuk mengamti pembelajaran yang sesungguhnya dan siswa akan mengalami berkurangnya
frustasi belajar.

Permainan tradisional menurut James Danandjaja (1987) adalah salah satu bentuk yang
berupa permainan anak-anak, yang beredar secara lisan di antara anggota kolektif tertentu,
berbentuk tradisional dan diwarisi turun temurun serta banyak mempunyai variasi. Sifat atau cirri
dari permainan tradisional anak sudah tua usianya, tidak diketahui asal-usulnya, siapa
penciptanya dan darimana asalnya. Biasanya disebarkan dari mulut ke mulut dan adang-kadang
mengalami perubahan nama atau bentuk meskipun dasarnya sama. Jika dilihat dariakar katanya,
permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan yang diatur oleh suatu peraturan permainan yang
merupakan pewarisan dari generasi terdahulu yang dilakukan manusia (anak-anak) dengan
tujuan mendapat kegembiraan.
Menurut Atik Soepandi, Skar dkk. (1985-1986), permainan adalah perbuatan untuk
menghibur hati baik yang mempergunakan alat ataupun tidak mempergunakan alat. Sedangkan
yang dimaksud tradisional adalah segala sesuatu yang dituturkan atau diwariskan secara turun
temurun dari orang tua atau nenek moyang. Jadi permainan tradisional adalah segala perbuatan
baik mempergunakan alat atau tidak, yang diwariska secara turun temurun dari nenek moyang,
sebagai sarana hiburan atau untuk menyenangkan hati.
Permainan tradisional ini bisa dikategorikan dalam tiga golongan, yaitu : permainan
untuk bermain (rekreatif), permainan untuk bertanding (kompetitif) dan permainan yang bersifat
edukatif. Permainan tradisional yang bersifat rekreatif pada umumnya dilakukan untuk mengisi
waktu luang. Permainan tradisional yang bersifat kompetitif, memiliki ciri-ciri : terorganisir,
bersifat kompetitif, diainkan oleh paling sedikit 2 orang, mempunyai criteria yang menentukan
siapa yang menang dan yang kalah, serta mempunyai peraturan yang diterima bersama oleh
pesertanya. Sedangkan perainan tradisional yag bersifat edukatif, terdapat unsur-unsur
pendidikan di dalamnya. Melalui permainan seperti ini anak-anak diperkenalkan dengan
berbagai macam ketrampilan dan kecakapan yang nantinya akan mereka perlukan dalam
menghadapi kehidupan sebagai anggota masyarakat. Berbagai jenis dan bentuk permainan pasti
terkandung unsur pendidikannya. Inilah salah satu bentuk pendidikan yang bersifat non-formal di
dalam masyarakat. Permainan jenis ini menjadi alat sosialisasi untuk anak-anak agar mereka
dapat menyesuaikan diri sebagai anggota kelompok sosialnya.
3.3.1 Permainan Tradisional dan Perkembangannya
Permainan tradisional anak adalah salah satu bentuk folklore yang berupa yang beredar
secara lisan di antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional dan diwarisi turun
temurun, serta banyak mempunyai variasi. Oleh karena termasuk folklore, maka sifat atau ciri
dari permainan tradisional anak sudah tua usianya, tidak diketahui asal-usulnya, siapa
penciptanya dan dari mana asalnya. Permainan tradisional biasanya disebarkan dari mulut ke
mulut dan kadangkadang mengalami perubahan nama atau bentuk meskipun dasarnya sama.
Jika dilihat dari akar katanya, permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan yang diatur oleh
suatu peraturan permainan yang merupakan pewarisan dari generasi terdahulu yang dilakukan
manusia (anak-anak) dengan tujuan mendapat kegembiraan (James Danandjaja dalam Misbach,
2007). Menurut Sukirman (2004), permainan tradisional anak merupakan unsur kebudayaan,
karena mampu memberi pengaruh terhadap perkembangan kejiwaan, sifat, dan kehidupan sosial
anak. Permainan tradisional anak ini juga dianggap sebagai salah satu unsur kebudayaan yang

memberi ciri khas pada suatu kebudayaan tertentu. Oleh karena itu, permainan tradisional
merupakan aset budaya, yaitu modal bagi suatu masyarakat untuk mempertahankan eksistensi
dan identitasnya di tengah masyarakat lain. Permainan tradisonal bisa bertahan atau
dipertahankan karena pada umumnya mengandung unsur-unsur budaya dan nilai-nilai moral
yang tinggi, seperti: kejujuran, kecakapan, solidaritas, kesatuan dan persatuan, keterampilan dan
keberanian. Sehingga, dapat pula dikatakan bahwa permainan tradisional dapat dijadikan alat
pembinaan nilai budaya pembangunan kebudayaan nasional Indonesia. (Depdikbud, 1996).
Keberadaan permainan tradisional, semakin hari semakin tergeser dengan adanya permainan
modern, seperti video game dan virtual game lainnya. Kehadiran teknologi pada permainan, di
satu pihak mungkin dapat menstimulasi perkembangan kognitif anak, namun di sisi lain,
permainan ini dapat mengkerdilkan potensi anak untuk berkembang pada aspek lain, dan
mungkin tidak disadari hal tersebut justru menggiring anak untuk mengasingkan diri dari 7
lingkungannya, bahkan cenderung bertindak kekerasan. Kasus mengejutkan terjadi pada tahun
1999 di dua orang anak Eric Haris (18) dan Dylan Klebod (17), dua pelajar Columbine High
School di Littleton, Colorado, USA, yang menewaskan 11 rekan dan seorang gurunya.
Keterangan yang diperoleh dari kawan-kawan Eric dan Dylan, kedua anak tersebut bisa berjamjam main video game yang tergolong kekerasan seperti Doom, Quake, dan Redneck
Rampage. Kekhawatiran serupa juga terjadi di Cina, sehinggapemerintah Cina secara selektif
telah melarang sekitar 50 game bertema kekerasan. Akan tetapi perkembangan teknologi di
industri permainan anak tidak melulu bisa dijadikan alasan penyebab tergesernya permainan
tradisional, karena kadang masyarakat sendiri yang kurang peduli dengan adanya permainan
tradisional. Terlebih, penguasaan teknologi di era globalisasi ini menjadi tuntutan bagi semua
orang, tak terkecuali anak-anak. Menurut Misbach (2006), permainan tradisional yang ada di
Nusantara ini dapat menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak, seperti :
1. Aspek motorik: Melatih daya tahan, daya lentur, sensorimotorik, motorik kasar, motorik halus.
2. Aspek kognitif: Mengembangkan maginasi, kreativitas, problem solving, strategi,
antisipatif, pemahaman kontekstual.
3. Aspek emosi: Katarsis emosional, mengasah empati, pengendalian diri
4. Aspek bahasa: Pemahaman konsep-konsep nilai
5. Aspek sosial: Menjalin relasi, kerjasama, melatih kematangan sosial dengan teman sebaya dan
meletakkan pondasi untuk melatih keterampilan sosialisasi berlatih peran dengan orang yang
lebih dewasa/masyarakat.
6. Aspek spiritual: Menyadari keterhubungan dengan sesuatu yang bersifat Agung
(transcendental).
7. Aspek ekologis: Memahami pemanfaatan elemen-elemen alam sekitar secara bijaksana.
8. Aspek nilai-nilai/moral : Menghayati nilai-nilai moral yang diwariskan dari generasi terdahulu
kepada generasi selanjutnya.
Jika digali lebih dalam, ternyata makna di balik nilai-nilai permainan tradisional
mengandung pesan-pesan moral dengan muatan kearifan lokal (local wisdom) yang luhur dan
sangat sayang jika generasi sekarang tidak mengenal dan menghayati nilai-nilai yang diangkat
dari keanekaragaman suku-suku bangsa di Indonesia. Kurniati (2006) mengidentifikasi 30

permainan tradisional yang saat ini masih dapat ditemukan di lapangan. Beberapa contoh
permainan tradisional yang dilakukan oleh anak-anak adalah Anjang-anjangan, Sonlah, Congkak,
Orayorayan, Tetemute, dan Sepdur. Permainan tradisional tersebut akan memberikan dampak
yang lebih baik bagi pengembangan potensi anak. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa
permainan tradisional mampu mengembangkan keterampilan sosial anak. Yaitu keterampilan
dalam bekerjasama, menyesuaikan diri, berinteraksi, mengontrol diri, empati, menaati aturan
serta menghargai orang lain. Interaksi yang terjadi pada saat anak melakukan permainan
tradisonal memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan keterampilan sosial,
melatih kemampuan bahasa, dan kemampuan emosi[2].
3.3.2 Permainan Tradisional Yang Edukatif
Dapat dikatakan bahwa permainan tradisional yang dimiliki masyarakat indonesia secara
kearifan lokal masing-masing daerah di indonesia yang beraneka-ragam permainan tradisional
didalamnya, setiap permainan tentunya memiliki niali edukasi didalmnya. Kita sadari atau tidak
nilai edukasi yang tersimpan didalamnya, adalah nilai yang timbul dalam masyrakat itu sendiri.
Nilai edukasi itu sendiri terbentuk , karena masyarakat indonesia cenderung menjunjung tinggi
nilai kebersamaan dan memupuk semangat kerjasama membentuk karakter masyarakat indonesia
yang ramah dan terkenal tinggoi akan kemauan dan kerja kerasnya untuk menggapai harapan dan
cita-cita bangsa indonesia, melalui permainan/olahraga tradisionalnya. Dari penelitian yang
dilakukan para ilmuan, diperoleh bahwa bermain mempunyai manfaat yang besar bagi
perkembangan anak dalam hidupnya. Tujuan Permaian Edukatif sebenaanya untuk
mengembangkan konsep diri (self concept), untuk mengembangkan kreativitas, untuk
mengembangkan kopmunikasi, untuk mengembangkan aspek fisik dan motorik,
mengemabngkan aspek sosial, mengembangkan aspek emosi atau kepribadian, mengembangkan
aspek kognitif, mengasah ketajaman pengindraan, mengembangkan keterampilan olahraga dan
menari.
Manfaat permainan edukatif
Permainan edukatif itu dapat berfungsi sebagai berikut:
1. Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak melalui proses pembelajaran sambil belajar
2.
Merangsang pengembangan daya pikir, daya cipta, dan bahasa, agar dapat menumbuhkan
sikap, mental serta akhlak yang baik.
3.
Menciptakan lingkungan bermain yang menarik, memberikan rasa aman dan
menyenagnkan.
4.
Meningkatkan kualitas pembelajran anak-anak
3.3.3 Peran Permainan Tradisional
Didalam masyarakat peran penting dalam permainan tradisional, perlu kita kembangkan
demi ketahanan budaya bangsa, karena kita menyadari bahwa kebudayaan merupakan nilai-nilai
luhur bagi bangsa indonesia, untuk diketahui dan dihayati tata cara kehidupannya sejak dahulu.
Bangsa indonesia merupakan bangsa yang besar dalam keaneka ragaman kebudayaan
didalamnya, termasuk permainan tradisional didalamnya, keanekaragaman permainan tradisional

adalah karena banyaknya daerah di indonesia memiliki kearifan lokal kebudayaan masingmasing, sehingga membentuk masyarakatn melakukan aktivitas kebugaran jasmani yang berbeda
satu daerah dengan yang lainnya. Permainan tradisonal memang sudah seharusnya mendapatkan
perhatian khusus dan mendapatkan prioritas yang utama untuk dilindungi, dibina,
dikembangkan, diberdayakan dan selanjutnya diwariskan. Hal seperti itu diperlukan agar
permaina tradisional dapat memiliki ketahanan dalam menghadapi unsur budaya lain di luar
kebudayaannya.
3.2 Jenis-jenis Permainan Tradisional
Banyak sekali macam-macam permainan tradisional di Indonesia, hampir di seluruh
daerah-daerah telah mengenalnya bahkan pernah mengalami masa-masa bermain permainan
tradisional ketika kecil. Permainan tradisional perlu dikembangkan lagi karena mengandung
banyak unsur manfaat dan persiapan bagi anak dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.
Beberapa contoh permainan tradisional akan dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut :
1. Galasin

Galah asin atau galasin yang juga sibeut gobak sodor adalah sejenis permainan daerah
asli dari Indonesia. Permainan ini adalah sebuah permainan grup yang terdiri dari dua grup, di

mana masing-masing tim terdiri dari 3 - 5 orang. Inti permainannya adalah menghadang lawan
agar tidak bisa lolos melewati garis ke baris terakhir secara bolak-balik, dan untuk meraih
kemenangan seluruh anggota grup harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik dalam
area lapangan yang telah ditentukan.
Permainan ini biasanya dimainkan di lapangan bulu tangkis dengan acuan garis-garis
yang ada atau bisa juga dengan menggunakan lapangan segi empat dengan ukuran 9 x 4 m yang
dibagi menjadi 6 bagian. Garis batas dari setiap bagian biasanya diberi tanda dengan kapur.
Anggota grup yang mendapat giliran untuk menjaga lapangan ini terbagi dua, yaitu anggota grup
yang menjaga garis batas horisontal dan garis batas vertikal. Bagi anggota grup yang
mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas horisontal, maka mereka akan berusaha untuk
menghalangi lawan mereka yang juga berusaha untuk melewati garis batas yang sudah
ditentukan sebagai garis batas bebas. Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga
garis batas vertikal (umumnya hanya satu orang), maka orang ini mempunyai akses untuk
keseluruhan garis batas vertikal yang terletak di tengah lapangan. Permainan ini sangat
mengasyikkan sekaligus sangat sulit karena setiap orang harus selalu berjaga dan berlari secepat
mungkin jika diperlukan untuk meraih kemenangan.

2. Congklak

Congklak adalah suatu jenis permainan tradisional yang dikenal dengan berbagai macam
nama di seluruh indonesia. Biasanya dalam permainan, sejenis cangkang kerang digunakan
sebagai biji congklak dan jika tidak ada, kadangkala digunakan juga biji-bijian dari tumbuhtumbuhan.
Di malaysia permainan ini juga lebih dikenal dengan nama congklak dan istilah ini juga
dikenal di beberapa daerah di Sumatera dengan kebudayaan melayu. Di jawa, permainan ini
lebih dikenal dengan nama dakon. Selain itu di lampung permainan ini lebih dikenal dengan
nama dentuman lamban sedangkan di Sulawesi permainan ini lebih dikenal dengan nama
mokaotan, maggaleceng, aggalacang dan nogarata. Dalam bahasa Inggris, permainan ini disebut
mancala.
3. Petak Umpet

Permainan ini bisa dimainkan oleh minimal 2 orang, namun jika semakin banyak yang
bermain maka akan menjadi semakin seru. Cara bermain cukup mudah, dimulai dengan
hompimpa untuk menentukan siapa yang menjadi "kucing" (berperan sebagai pencari temantemannya yang bersembunyi). Si kucing ini nantinya akan memejamkan mata atau berbalik
sambil berhitung sampai 10, biasanya dia menghadap tembok, pohon atau apa saja supaya dia

tidak melihat teman-temannya bergerak untuk bersembunyi (tempat jaga ini memiliki sebutan
yang berbeda di setiap daerah, contohnya di beberapa daerah di jakarta ada yang menyebutnya
inglo, di daerah lain menyebutnya bon dan ada juga yang menamai tempat itu hong). Setelah
hitungan sepuluh (atau hitungan yang telah disepakati bersama, misalnya jika wilayahnya
terbuka, hitungan biasanya ditambah menjadi 15 atau 20) dan setelah teman-temannya
bersembunyi, mulailah si "kucing" beraksi mencari teman-temannya tersebut.
4. Gasing

Gasing adalah mainan yang bisa berputar pada poros dan berkeseimbangan pada suatu
titik. Gasing merupakan mainan tertua yang ditemukan di berbagai situs arkeologi dan masih
bisa dikenali. Selain merupakan mainan anak-anak dan orang dewasa, gasing juga digunakan
untuk berjudi dan ramalan nasib. Sebagian besar gasing dibuat dari kayu, walaupun sering dibuat
dari plastik, atau bahan-bahan lain. Kayu diukir dan dibentuk hingga menjadi bagian badan
gasing. Tali gasing umumnya dibuat dari nilon, sedangkan tali gasing tradisional dibuat dari kulit
pohon. Panjang tali gasing berbeda-beda bergantung pada panjang lengan orang yang
memainkan.
Gerakan gasing berdasarkan efek giroskopik. Gasing biasanya berputar terhuyunghuyung untuk beberapa saat hingga interaksi bagian kaki (paksi) dengan permukaan tanah
membuatnya tegak. Setelah gasing berputar tegak untuk sementara waktu, momentum sudut dan

efek giroskopik berkurang sedikit demi sedikit hingga akhirnya bagian badan terjatuh secara
kasar ke permukaan tanah.

5. Kelereng

Kelereng (atau dalam bahasa jawa disebut nkeran) adalah mainan kecil berbentuk bulat
yang terbuat dari kaca, tanah liat, atau agate. Ukuran kelereng sangat bermacam-macam.
Umumnya inci (1.25 cm) dari ujung ke ujung. Kelereng dapat dimainkan sebagai permainan
anak, dan kadang dikoleksi, untuk tujuan nostalgia dan warnanya yang estetik.
6. Egrang

Egrang atau jangkungan adalah galah atau tongkat yang digunakan seseorang agar bisa
berdiri dalam jarak tertentu di atas tanah. Egrang berjalan adalah egrang yang diperlengkapi
dengan tangga sebagai tempat berdiri, atau tali pengikat untuk diikatkan ke kaki, untuk tujuan
berjalan selama naik di atas ketinggian normal. Di dataran banjir maupun pantai atau tanah labil,
bangunan sering dibuat di atas jangkungan untuk melindungi agar tidak rusak oleh air,
gelombang, atau tanah yang bergeser. Jangkungan telah dibuat selama ratusan tahun[3].
3.2.1 Pengimplementasian Permainan Tradisional Sebagai Wahana Dalam Pendidikan
Karakter Yang Menyenangkan
Begitu pentingnya permainan tradisional dalam memberi pendidikan karakter dan
memberikan nilai moral yang positif bagi pertumbuhan anak. Melalui permainan tradisional juga
dapat menjadi sarana belajar untuk mengembangkan nilai EQ pada anak. Tetapi, tentu saja harus
dalam pengawasan dan memberi batasan waktu yang jelas agar tidak semua waktu digunakan
untuk bermain. Implementasi dari permaninan tradisional sebagai wahana pendidikan karakter
yang menyenangkan dapat diaplikasikan baik di lingkungan keluarga (informal), sekolah
(formal) maupun di masyarakat (nonformal). Pendidikan karakter dapat dimulai dari lingkungan
yang terkecil yakni, Keluarga. Keluarga merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur
yang ada dalam sebuah keluarga baik budaya, agama, ekonomi bahkan jumlah anggota keluarga

sangat mempengaruhi perlakuan dan pemikiran anak khususnya ayah dan ibu. Pengaruh keluarga
dalam pendidikan anak sangat besar dalam berbagai macam sisi. Keluargalah yang menyiapkan
potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak
tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua serta lingkungannya. Dalam
hubungannya dengan pendidikan karakter, keluarga memiliki andil yang cukup besar, karena
mulai dari sinilah penanaman nilai-nilai moral dapat dikembangkan sehingga permasalahan
kenakalan remaja dapat dihindari. Secara garis besar, pendidikan karakter bertujuan untuk
membimbing anak ke arah kedewasaan supaya anak dapat memperoleh keseimbangan antara
perasaan dan akal budaya serta dapat mewujudkan keseimbangan dalam perbuatannya kelak.
Oleh karena itu, langkah pasti yang dapat dtempuh oleh orang tua yakni, mampu memberikan
stimulus yang positif serta menyenangkan kepada anaknya, salah satunya melalui permainan
tradisional. Pengembangan permaninan tradisional sebagai wahana pendidikakan karakter yang
menyenangkan tidak begitu sulit. Perlu kesabaran serta keseriusan dari pihak orang tua. Orang
tua juga dapat menyusun rancangan kegiatan yang menarik kepada anaknya. Seperti setiap akhir
pekan atau pertemuan keluarga, orang tua bisa mengajak si anak untuk berekreasi serta
mengajak buah hatinya untuk memainkan permainan tradisional. Disinilah peran orang tua yang
paling penting yakni, dapat menjelaskan makna yang terkandung dalam permainan tersebut.
Penanaman pendidikan karakter semacam ini sangat efektif, akan tetapi tetap diimbangi oleh
kemauan anak tersebut, sehingga tidak terjadi kesalah pahaman atau benturan. Berikut ini
rancangan kegiatan yang dapat diaplikasikan oleh orang tua, dalam memberikan pendidikan
karakter melalui permainan tradisional.
3.3 Memudarnya permainan Tradisional di Masyarakat
Dari uraian penjelasan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa keberagaman permainan
tradisional yang dimiliki masyarakat indonesia, merupakan aset kebudayaan bangsa kita yang
seharusnya kita jaga dan lestarikan agar tidak hilang ditelan kemajuan zaman dengan pesatnya
kemajuan dunia IT di era global. Permainan Tradisional sudah seharusnya mendapatkan
perhatian khusus dari pemerintah sebagai penyelenggara negara, dan masyrakat sebagai
pembentuk kebudayaan itu sendiri, perlu adanya pemberdayaan permainan tradisional yang
pernah ada di indonesia, caranya dengan mengajak tokoh masyarakat yang mengenal permainan
tersebut untuk terus memberika pengetahuan dan memainkan permainan tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Tujuan permainan tradisional yang memiliki nilai kebersamaan dan
memupuk semangat nasionalisme bangsa merupakan nilai yang seharusnya tidak boleh
dihilangkan dalam masyarakat indonesia. Perubahan sosial yang mencakup unsur-unsur
kebudayaan baik material maupun non material akan berpendapat budaya material berubah lebih
cepat dibandingkan dengan budaya non material , permainan tradisional salah satu didalamnya
yang ikut terkena dampak perubahan sosial oleh arus globalisasi. Perkembangan IT sudah
sepatutnya kita apreasiasi akan tetapi perkembangan IT jangan sampai menghilangkan
kebudayaan lokal masyarakat itu sendiri, terlebih dalam dunia olahraga seperti permainan
tradisional, berkembang pesatnya games online dalam segi pemainan modern bagi remaja dan
anak-anak tentu memiliki beberapa dampak yang dirasakan ,diantaranya: menurut Margaretha
Soleman, M.Si, Psi menuliskan dampak buruk secara sosial, psikis, dan fisik dari kecanduan

bermain game online dan cara-cara penyembuhannya.Berikut dampak games online Secara
Sosial:
1. Hubungan dengan teman, keluarga jadi renggang karena waktu bersama mereka menjadi jauh
berkurang.
2.Pergaulan kita hanya di game on line saja, sehingga membuat para pecandu game online jadi
terisolir dari teman-teman dan lingkungan pergaulan nyata.
3.Ketrampilan sosial berkurang, sehingga semakin merasa sulit berhubungan dengan orang lain.
4. Perilaku jadi kasar dan agresif karena terpengaruh oleh apa yang kita lihat dan mainkan di
game online.
Lebih banyak lagi dampak yang ditimbulkan terhadap perkembangan IT bagi anak-anak
dan remaja adalah akibat tidak dapat dibendungnya kemajuan IT didunia tidak seimbang dengan
kesiapan masyrakat menerimanya, sehingga terkadang nilai-nilai lokal masyrakat memudar atau
ditinggalkan karena dianggap kurang menarik lagi, dan hanya mengahbiskan waktu saja. Pada
permainan tradisional yang cenderung menggunakan waktu dan fisik memang terlihat
membosankan, karena apabila ada yg lebih praktis atau mudah sebagai hiburan, bahasa kasarnya
mengapa kita harus mempersulit dengan adanya kemajuan IT .
Pemikiran seperti itu seharusnya jangan sampai terfikirkan, oleh kita. Sejatinya
permainan tradisional membentuk semangat kerjasama dan sikap saling komunikasi antar
pemain didalamnya sehingga dapat melatih kita berinteraksi sosial, apabila nilai dasar seperti ini
dihilangkan maka kita akan menjadi masyrakat yang tidak mampu memelihara kearifan lokal
masyrakatnya sendiri, terutama menjaga nilai-nilai edukasi kelestarian permainan tradisional itu
sendiri . Didalam masyarakat peran penting dalam permainan tradisional, perlu kita kembangkan
demi ketahanan budaya bangsa, karena kita menyadari bahwa kebudayaan merupakan nilai-nilai
luhur bagi bangsa indonesia, untuk diketahui dan dihayati tata cara kehidupannya sejak dahulu.
Bangsa indonesia merupakan bangsa yang besar dalam keaneka ragaman kebudayaan
didalamnya, termasuk permainan tradisional didalamnya, keanekaragaman permainan tradisional
adalah karena banyaknya daerah di indonesia memiliki kearifan lokal kebudayaan masingmasing, sehingga membentuk masyarakatn melakukan aktivitas kebugaran jasmani yang berbeda
satu daerah dengan yang lainnya. Permainan tradisonal memang sudah seharusnya mendapatkan
perhatian khusus dan mendapatkan prioritas yang utama untuk dilindungi, dibina,
dikembangkan, diberdayakan dan selanjutnya diwariskan. Hal seperti itu diperlukan agar
permaina tradisional dapat memiliki ketahanan dalam menghadapi unsur budaya lain di luar
kebudayaannya. Selain itu, permainan tradisional telah membantu mengembangkan kreativitas
seorang anak. Dimana hal tersebut akan memberikan dampak yang positif dan negative pada
seorang anak di waktu yang akan mendatang.
Di era global saat ini, memudarnya permainan atau olahraga tradisional tidak menjadi hal
yang baru lagi. Masuknya kecanggihan teknologi membawa masyarakat tradisional bangsa
indonesia, menjadi lebih praktis. Kini masyrakat mengaggap permainan atau olahraga
tradisional, dapat digantikan dengan game online dan fitnes center. Pergantian permainan
tradisional akibat globalisasi dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat indonesia terhadap
pentingnya melestarikan permainan lokal atau olahraga tradisional dalam kehidupan sehari-hari.

Permainan tradisional memberikan dampak yang sangat positif bagi seorang anak pada usia yang
dini. Perkembangan kemajuan teknologi ,informasi dan komunikasi saat ini, membuat perubahan
sosial dalam masyrakat seluruh dunia. Masyarakat Indonesia termasuk yang mendapatkan
dampak seperti ini juga. Memudarnya permainan Tradisional di era globalisasi termasuk
perubahan sosial yang terjadi akibat dari kurangnya kesadaran masayarakat lokal melestarikan
dan memberdayakan permainan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Ini terjadi contohnya,
pada semakin berkembangnya games online lebih diminati dan disukai anak-anak zaman
sekarang ketimbang permainan tradisional atau anak-anak yang zaman dahulu sering kita
mainkan.
Menurut William F. Ogburn Seorang sosiologi Amerika, merupakan ilmuan pertama yang
melakukan penelitian terinci menyangkut proses perubahan sosial. William F. Ogburn juga
menyatakan bahwa perubahan sosial mencakup unsur-unsur kebudayaan baik material maupun
non material. Ogburn berpendapat bahwa budaya material berubah lebih cepat dibandingkan
dengan budaya non material yang dapat menyebabkan terjadinya cultural lag. Sedangkan
Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling
berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas Negara.
Dalam perkembangan kemajuan teknologi, informasi dan komunikasi keterkaitan antara
perubahan sosial dan globalisasi adalah terhadap perubahan dalam budaya masyakarat lokal yang
cenderung dinamis terhadap kemajuan zaman, dan menerima masuknya kemajuan teknologi
dengan mudah dalam masyarakat. Dalam suatu Masyarakat yang menerima perubahan sosial
cenderung akan memiliki dampak yang ditimbulkan bagi masyarakat yang menerima perubahan
sosial itu sendiri. Terlebih dalam Perkembangan Teknologi Informasi sudah yang sedemikian
pesatnya sangat sulit bagi kita untuk mengontrolnya. Hampir setiap detik produk Teknologi
Informasi tercipta di seluruh belahan dunia. Kita patut mengapresiasi perkembangan Teknologi
Informasi ini karena tentunya akan semakin membantu kehidupan manusia. Dampak positif dan
negatif pemanfaatan IT sudah pasti ada dan sudah sewajarnya kita mewaspadai hal ini.
Dalam suatu Masyarakat yang menerima perubahan sosial cenderung akan memiliki dampak
yang ditimbulkan bagi masyarakat yang menerima perubahan sosial itu sendiri. Terlebih dalam
Perkembangan Teknologi Informasi sudah yang sedemikian pesatnya sangat sulit bagi kita untuk
mengontrolnya. Hampir setiap detik produk Teknologi Informasi tercipta di seluruh belahan
dunia. Kita patut mengapresiasi perkembangan Teknologi Informasi ini karena tentunya akan
semakin membantu kehidupan manusia. Dampak positif dan negatif pemanfaatan IT sudah pasti
ada dan sudah sewajarnya kita mewaspadai hal ini.
Berikut ini beberapa hal yang menjadi dampak positif perkembangan Teknologi Informasi.
1.Mempermudah dan mempercepat akses informasi yang kita butuhkan.
2.Mempermudah dan mempercepat penyampaian atau penyebaran informasi.
3. Mempermudah transaksi perusahaan atau perseorangan untuk kepentingan bisnis.
4. Mempermudah penyelesaian tugas-tugas atau pekerjaan.
5. Mempermudah proses komunikasi tidak terhalang waktu dan tempat.
Sementara itu dampak negatif perkembangan Teknologi Informasi antara lain,

1. Isu SARA, kekerasan dan pornografi menjadi hal yang biasa.


2. Kemudahan transaksi memicu munculnya bisnis-bisnis terlarang seperti narkoba dan produk
black market atau ilegal.
3. Para penipu dan penjahat bermunculan terutama dalam kasus transaksi online.
4. Munculnya budaya plagiarisme atau penjiplakan hasil karya orang lain.
3.3.1 Dampak Positif Dan Negatif Permainan Tradisional
Kemajuan teknologi telah membawa perubahan dalam berbagai hal termasuk dalam hal
bermain. Perubahan dalam bermain ini lebih mengacu pada game modern seperti yang digemari
anak-anak zaman sekarang. Seiring perubahan tersebut ada dua dampak pada game modern,
yaitu:
1) Dampak Positif
a) Dalam game modern, menang atau kalah tidak menimbulkan perselisihan. Akan tetapi, dalam
permainan tradisional yang lawan mainnya nyata dapat menimbulkan perselisihan, karena rasa
ini lawan yang kalah pada lawan yang menang.
b) Game modern mampu membuat anak berpikir kreatif karena game yang ada sangat beragam.
c) Game modern dapat membuat pemainnya meningkatkan daya imajinasi dan kreativitas dalam
menyelesaikan permainan.
2) Dampak Negatif
a) Seorang anak yang sudah ketergantungan pada game modern, akan menimbulkan kurangnya
rasa peduli pada sekitar.
b) Perubahan perilaku.
c) Berkurangnya sikap bekerja sama dan rasa saling berbagi.
d) Menimbulkkan kerusakan pada mata karena terpaku berjam-jam pada layar.
Dari pernyataan diatas, ada beberapa solusi untuk mengatasi masalah tersebut agar
permainan tradisional tidak hilang dan atau tidak tergusur oleh game modern yaitu, pelestarian
permainan tradisional dalam dunia pendidikan, melalui pelajaran sekolah, misalnya: pendidikan
olah raga. Guru dapat memadukan permainan tradisional dengan materi lainnya. Juga penerapan
permainan tradisional dengan cara mengadakan perlombaan baik di dunia pendidikan maupun
dunia luar.Kemajuan teknologi telah membawa perubahan dalam berbagai hal termasuk dalam
hal bermain. Perubahan dalam bermain ini lebih mengacu pada game modern seperti yang
digemari anak-anak zaman sekarang. Seiring perubahan tersebut ada dua dampak pada game
modern, yaitu:
1) Dampak Positif
a) Dalam game modern, menang atau kalah tidak menimbulkan perselisihan. Akan tetapi, dalam
permainan tradisional yang lawan mainnya nyata dapat menimbulkan perselisihan, karena rasa
ini lawan yang kalah pada lawan yang menang.
b) Game modern mampu membuat anak berpikir kreatif karena game yang ada sangat beragam.
c) Game modern dapat membuat pemainnya meningkatkan daya imajinasi dan kreativitas dalam
menyelesaikan permainan.
2) Dampak Negatif

a) Seorang anak yang sudah ketergantungan pada game modern, akan menimbulkan kurangnya
rasa peduli pada sekitar.
b) Perubahan perilaku.
c) Berkurangnya sikap bekerja sama dan rasa saling berbagi.
d) Menimbulkkan kerusakan pada mata karena terpaku berjam-jam pada layar.
Dari pernyataan diatas, ada beberapa solusi untuk mengatasi masalah tersebut agar
permainan tradisional tidak hilang dan atau tidak tergusur oleh game modern yaitu, pelestarian
permainan tradisional dalam dunia pendidikan, melalui pelajaran sekolah, misalnya: pendidikan
olah raga. Guru dapat memadukan permainan tradisional dengan materi lainnya. Juga penerapan
permainan tradisional dengan cara mengadakan perlombaan baik di dunia pendidikan maupun
dunia luar.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Permainan tradisional tidak hanya sekedar permainan yang mengandung kesenangan
semata. Namun permainan tradisional dapat melatih kemampuan motorik anak, sikap anak, dan
juga ketrampilan anak. Serta dapat membentuk karakter anak yang luhur. Dalam menerima sikap
perubahan sosial didalam masyrakat kita memang harus bersifat terbuka dan dinamis terhadapa
perkembangan zaman, perkembangan dunia IT. Ada sebuah garis-garis yang harus memisahkan
kebudayaan asli dengan masuknya kebudayaan luar dalam era global saat ini. Perubahan sosial
akan terjadi apabila masyarakat menerima masuknya perubahan itu sendiri, maka dari itu kita
perlu yang namanya kesadaran sejak dini untuk menjaga dan melstarikan kebudayaan lokal
masyarakat kita sendiri, kalau bukan kita yang menjaga kebudayaan tersebut, siapa lagi dan tidak
akan menutup kemungkinan memudarnya permainan tradisional, sebagai salah satu contoh
penulisan diatas, dapat terjadi bila kita sendiri tidak memelihara kebudayaan kita sendiri.
4.2 Saran
Kita sebagai generasi muda sudah saatnya kita melestarikan permainan tradisional. Kita
seharusnya perkenalkan dulu pada anak kita tentang permainan tradisional walaupun di zaman
globalisasi saat ini. Karena pada usia dini, perkembangan anak sangat dibutuh demi
perkembangan fisik dan motorik anak. Selain iti permainan tradisional sangat menguntungkan
daripada permainan di zaman sekarang seperti game online. Game online sangat tidak baik bagi
perkembangan anak karena akan membawa dampak negative bagi seorang anak. Tidak
dipungkiri saat ini banyak orang tua yang malah membelikan anaknya barang-barang canggih.
Maka dari itu , peran orang tua untuk mendampingi anaknya sangatlah penting demi masa depan
seorang anak.

DAFTAR PUSTAKA
Azhar Arsyad, 2011. Media Pembelajaran Jakarta, PT RajaGrafindo Persada
http://longsani.blogspot.com/2014/07/makalah-permanina-tradisional.html diakses pada Senin 26
pkl 11.30 wib
http://abdulkudus.staff.unisba.ac.id/files/2012/01/PKM-GT-2011-IPB-Irma-Inovasi-MediaPembelajaran.pdf diakses pada minggu 25 pkl 13.30 wib
http://www.academia.edu/6245754/PERMAINAN_TRADISIONAL_SEBAGAI_WAHANA_PENDIDIKA
N_KARAKTER_YANG_MENYENANGKAN diakses pada minggu 25 pkl 10.30 wib

[1]http://www.academia.edu/6245754/PERMAINAN_TRADISIONAL_SEBAGAI_WAHANA_PENDID

IKAN_KARAKTER_YANG_MENYENANGKAN
[2] http://abdulkudus.staff.unisba.ac.id/files/2012/01/PKM-GT-2011-IPB-Irma-Inovasi-MediaPembelajaran.pdf
[3] http://longsani.blogspot.com/2014/07/makalah-permanina-tradisional.html

Anda mungkin juga menyukai