Anda di halaman 1dari 8

FRAMBUSIA

A. Pengertian
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum
sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis),
penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, yang dapat mudah tersebar melalui kontak
langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat. Penyakit ini tumbuh subur terutama didaerah
beriklim tropis dengan karakteristik cuaca panas, banyak hujan, yang dikombinasikan dengan
banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas air
bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang
memadai.
Insiden dan Epidemologi
Didunia, pada awal tahun 1950-an diperkirakan banyak kasus frambusia terjadi di Afrika,
Asia, Amerika Selatan dan Tengah serta Kepulauan Pasifik, sebanyak 25 150 juta penderita.
Setelah WHO memprakarsai kampanye pemberantasan frambusia dalam kurun waktu tahun
1954 1963, para peneliti menemukan terjadinya penurunan yang drastic dari jumlah penderita
penyakit ini. Namun kemudian kasus frambusia kembali muncul akibat kurangnya fasilitas
kesehatan public serta pengobatan yang tidak adekuat. Dewasa ini, diperkirakan sebanyak 100
juta anak-anak beresiko terkena frambusia.
Pada tahun 1990, 21 provinsi dari 31 provinsi di Indonesia melaporkan adanya penderita
frambusia. Ini tidak berarti bahwa provinsi yang tidak melaporkan adanya frambusia di wilayah
mereka tidak ada frambusia, hal ini sangat tergantung pada kualitas kegiatan surveilans
frambusia di provinsi tersebut.
Pada tahun 1997 hanya enam provinsi yang melaporkan adanya frambusia dan pada saat
krisis di tahun 1998 dan 1999 tidak ada laporan sama sekali dari semua provinsi. Tahun 2000
sampai dengan tahun 2004, 8-11 provinsi setiap tahun melaporkan adanya frambusia. Pemerintah
pada Pelita III (pertengahan pemerintahan Orde Baru) menetapkan bahwa frambusia sudah harus
dapat dieliminasi dengan sistem TCPS (Treponematosis Control Project Simplified) dan Crash
Program Pemberantasan Penyakit Frambusia (CP3F). Namun, kenyataannya sampai saat ini
frambusia masih ditemukan. Hal ini bisa disebabkan oleh karena metode, organisasi, manajemen
pemberantasan yang kurang tepat dan pembiayaan yang kurang atau daerah tersebut selama ini
1 | Page

tidak tersentuh oleh pemerataan pembangunan. Paling tepat kalau dikatakan bahwa masih adanya
frambusia di suatu wilayah sebagai resultan dari upaya pemberantasan yang kurang memadai dan
tidak tersentuhnya daerah tersebut dengan pembangunan sarana dan prasarana wilayah.
B. Etiologi (Treponema pertenue)
Frambusia disebabkan oleh Treponema pertenue. Kerajaan: eubacteria, filum:
spirochaetae, kelas: spirochaetae, ordo: spirochaetales, family: spirochaetaceae, genus:
treponema, spesies: T. pertenue.

Penularan penyakit frambusia dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung
(Depkes,2005), yaitu :
1) Penularan secara langsung (direct contact) .
Penularan penyakit frambusia banyak terjadi secara langsung dari penderita ke orang lain.
Hal ini dapat terjadi jika jejas dengan gejala menular (mengandung Treponema pertenue) yang
terdapat pada kulit seorang penderita bersentuhan dengan kulit orang lain yang ada lukanya.
Penularan mungkin juga terjadi dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan
selaput lendir.
2) Penularan secara tidak langsung (indirect contact) .
2 | Page

Penularan secara tidak langsung mungkin dapat terjadi dengan perantaraan benda atau
serangga, tetapi hal ini sangat jarang. Dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular
dengan kulit (selaput lendir) yang luka, Treponema pertenue yang terdapat pada jejas itu masuk
ke dalam kulit melalui luka tersebut.
Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue dapat mengalami 2
kemungkinan:
a) Infeksi effective
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit berkembang biak,
menyebar di dalam tubuh dan menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi
jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit cukup virulen dan cukup banyaknya dan
orang yang mendapat infeksi tidak kebal terhadap penyakit frambusia.
b) Infeksi ineffective
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak dapat
berkembang biak dan kemudian mati tanpa dapat menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi
effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak cukup virulen
dan tidak cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi mempunyai kekebalan terhadap
penyakit frambusia (Depkes, 2005).
Penularan penyakit frambusia pada umumnya terjadi secara langsung sedangkan
penularan secara tidak langsung sangat jarang terjadi (FKUI, 1988).
C. Manifestasi Klinis
Penyakit frambusia ditandai dengan munculnya lesi primer pada kulit berupa kutil
(papiloma) pada muka dan anggota gerak, terutama kaki, lesi ini tidak sakit dan bertahan sampai
berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Lesi kemudian menyebar membentuk lesi yang khas
berbentuk buah frambus (raspberry) dan terjadi ulkus (luka terbuka). Stadium lanjut dari
penyakit ini berakhir dengan kerusakan kulit dan tulang di daerah yang terkena dan dapat
menimbulkan kecacatan 10-20 persen dari penderita yang tidak diobati akan cacat.

3 | Page

Penyakit ini bisa bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan menyerang dan merusak
kulit, otot serta persendian sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada 10% kasus frambusia,
tanda-tanda stadium lanjut ditandai dengan lesi yang merusak susunan kulit yang juga mengenai
otot dan persendian.
Patofisiologi
Pada awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan melalui kontak
dari kulit ke kulit, atau melalui luka di kulit yang didapat melalui benturan, gigitan, maupun
pengelupasan. Pada mayoritas pasien, penyakit frambusia terbatas hanya pada kulit saja, namun
dapat juga mempengaruhi tulang bagian atas dan sendi. Walaupun hamper seluruh lesi frambusia
hilang dengan sendirinya, infeksi bakteri sekunder dan bekas luka merupakan komplikasi yang
umum. Setelah 5 10 tahun, 10 % dari pasien yang tidak menerima pengobatan akan mengalami
lesi yang merusak yang mampu mempengaruhi tulang, tulang rawan, kulit, serta jaringan halus,
yang akan mengakibatkan disabilitas yang melumpuhkan serta stigma social.
Stadium Frambusia
Frambusia umumnya menyerang anak-anak berusia dibawah 15 tahun. Rata-rata terjadi
antara usia 6 10 tahun. Jenis kelamin tertentu tidak terkait dengan penyakit ini.
Terdapat 3 stadium frambusia yang dikenal, yakni :

4 | Page

1. Stadium Primer.
Setelah masa inkubasi antara 9-90 hari (rata-rata 3 minggu), lesi primer atau induk
frambusia berkembang pada sisi yang terkena penularan berupa gigitan, goresan dan gesekan
dengan kulit yang terkena frambusia. Umumnya terjadi di daerah anggota gerak (lengan dan
kaki). Lesi berwarna kemerahan, tidak nyeri dan kadang-kadang gatal-gatal berbentol/kutil
(papul). Papul-papul tersebut akan meluas dengan diameter 1-5 cm untuk kemudian menjadi
ulkus (luka terbuka) dengan dasar berwarna kemerahan seperti buah berry. Lesi-lesi satelit bisa
bersatu membentuk plak. Karena jumlah treponema yang banyak, maka lesi tersebut sangat
menular. Pembesaran kelenjar limfa, demam serta rasa nyeri merupakan tanda dari stadium ini.
Induk frambusia akan pecah dalam 2-9 bulan yang meninggalkan bekas dengan bagian tengah
yang bersifat hipopigmentasi.
2. Stadium Sekunder.
Sekitar 6-16 minggu setelah stadium primer. Lesi kulit atau lesi anakan yang menyerupai
lesi induk tapi berukuran lebih kecil yang biasanya ditemukan dipermukaan tubuh dan sebagian
di rongga mulut atau hidung. Lesi anakan ini akan meluas, membentuk ulkus dan menghasilkan
cairan-cairan fibrin yang berisi treponema, yang kemudia mengering menjadi krusta. Cairan
tersebut menarik lalat-lalat untuk hinggap dan kemudian menyebarkannya ke orang lain.
Kadang-kadang bentuk serupa infeksi jamur dapat terlihat. Kondisi ini diakibatkan proses
penyembuhan inti dari papiloma atau gabungan dari lesi yang membentuk bundaran. Lesi di
aksila atau di lipat paha menyerupai condylomatalata. Papil-papil di telapak kaki berberntuk
tipis, hiperkeratosis yang akan menjadi erosi. Rasa nyeri menandai stadium ini.
3. Stadium Tersier.
Pada stadium ini, sekitar 10% kasus setelah 5-15 tahun akan kembali kambuh, yang
ditandai dengan lesi kulit yang destruktif, lesi pada tulang dengan kemungkinan terkenanya
jaringan saraf dan penglihatan penderita. Bertambahnya ukuran, tidak nyeri, perkembangan
nodul-nodul dibawah kulit dengan penampakan nanah nekrosis dan ulkus. Ulkus tersebut
terinfeksi karena rusaknya struktur kulit dibawahnya. Bentuk hiperkeratosis dan keratoderma
pada telapak tangan dan kaki sangat jelas terlihat. Stadium ini dapat menyerang tulang dan
persendian. Infeksi tulang (osteitis) yang terutama menyerang tulang kaki dan tangan. Infeksi ini
5 | Page

apabila tidak terkendali akan menyebabkan hancurnya struktur tulang, dan berakhir dengan
kecacatan dan kelumpuhan.
D. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Noordhoek, et al, (1990) diagnosa dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan mikroskopik langsung FA (Flourescent Antibody)
dari eksudat yang berasal dari lesi primer atau sekunder. Test serologis nontrepanomal untuk
sifilis misalnya VDRL (venereal disease research laboratory), RPR (rapid plasma reagin) reaktif
pada stadium awal penyakit menjadi non reaktif setelah beberapa tahun kemudian, walaupun
tanpa terapi yang spesifik, dalam beberapa kasus penyakit ini memberikan hasil yang terus
reaktif pada titer rendah seumur hidup. Test serologis trepanomal, misalnya FTA-ABS
(fluorescent trepanomal antibody absorbed), MHA-TP (microhemag-glutination assay for
antibody to t. pallidum) biasanya tetap reaktif seumur hidup.

E. Pencegahan
Frambusia bila tidak segera ditangani akan menjadi penyakit kronik, yang bisa kambuh
dan menumbulkan gejala pada kulit, tulang dan persendian. Pada 10% kasus pasien stadium
tersier, terjadi lesi kulit yang destruktif dan memburuk menjadi lesi pada tulang dan persendian.
Kemungkinan kambuh dapat terjadi lebih dari 5 tahun setelah terkena infeksi pertama.

F. Pengobatan
6 | Page

Menurut Departemen Kesehatan RI, (2004) dan (2007) bahwa pilihan pengobatan utama
adalah benzatin penicilin dengan dosis yang sama, alternatif pengobatan dapat dilakukan dengan
pemberian tetrasiklin, doxicicline dan eritromisin. Anjuran pengobatan secara epidemiologi
untuk frambusia adalah sebagai berikut :
1. Bila sero positif >50% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun >5% maka
seluruh penduduk diberikan pengobatan.
2. Bila sero positif 10%-50% atau prevalensi penderita di suatu desa 2%-5% maka
penderita, kontak, dan seluruh usia 15 tahun atau kurang diberikan pengobatan
3. Bila sero positif kurang 10% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun < 2%
maka penderita, kontak serumah dan kontak erat diberikan pengobatan
4. Untuk anak sekolah setiap penemuan kasus dilakukan pengobatan seluruh murid
dalam kelas yang sama. Dosis dan cara pengobatan sbb: Tabel 1. Dosis dan cara
pengobatan frambusia Pilihan utama Umur Nama obat Dosis Pemberian Lama
pemberian < 10 thn Benz.penisilin 600.000 IU IM Dosis Tunggal 10 tahun
Benz.penisilin 1.200.000 IU IM Dosis Tunggal Alternatif < 8 tahun Eritromisin
30mg/kgBB bagi 4 dosis Oral 15 hari 8-15 tahun Tetra atau erit. 250mg,4x1 hri Oral
15 hari >8 tahun Doxiciclin 2-5mg/kgBB bagi 4 dosis Oral 15 hari
Dewasa 100mg 2x1 hari Oral 15 hari
Keterangan : Tetrasiklin atau eritromisin diberikan kepada penderita frambusia yang alergi
terhadap penicillin. Tetrasiklin tidak diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui atau anak
dibawah umur 8 tahun
(Sumber: Pedoman Eradikasi Frambusia, Departemen Kesehatan RI, Dirjen Pengendalian dan
Penyehatan Lingkungan, 2007)

Referensi :
- http://herodessolutiontheogeu.blogspot.com/2010/11/penyakit-frambusia-patek-yaws.html
7 | Page

- http://penyakitdalam.wordpress.com/category/manual-pemberantasan-penyakitmenular/frambusia-tropika/
- http://drhandri.wordpress.com/2008/01/07/frambusia-penyakit-yang-hampir-punah

8 | Page

Anda mungkin juga menyukai