Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui definisi dari Hisprung
1.2.2 Untuk mengetahui etiologi dari Hisprung
1.2.3 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Hisprung
1.2.4 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Hisprung
1.4 Manfaat
1.4.1 Mengetahui definisi dari Hisprung
1.4.2 Mengetahui etiologi dari Hisprung
1.4.3 Mengetahui manifestasi klinis dari Hisprung
1.4.4 Mengetahui penatalaksanaan dari Hisprung
1.4.5 Mengetahui Web of Cause dari hirsprung
1.4.6 Mengetahui Askep hirsprung pada pasien anak
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit hisprung atau megakolon aganglionik bawaan diebabkan leh kelainan inervasi usus, di
mulai dari sfingter ani interna dan meluas ke proximal, melibatkan panjang usus yang bervariasi.
Hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering terjadi pada
neonatus, dengan insiden 1:1500 kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak daripada perempuan
4:1 dan ada insiden keluarga pada penyakit segmen panjang. Hisprung dengan bawaan lain
termasuk sindrom down, sindrom laurance moon-barderbield dan sindrom wardenburg serta
kelainan kardivaskuler. (Behrman, 1996)
Penyakit hisprung disebabkan oleh tak adanya sel ganglion kongenital dalam pleksus intramural
usus besar. Segmen yang terkena bisa sangat pendek. Tampil pada usia muda dengan konstipasi
parah. Enema barium bisa menunjukkan penyempitan segmen dengan dilatasi colon di
proksimal. Biopsi rectum bisa mengkonfirmasi diagnosis, jika jaringan submukosa di cakup.
Terapi simtomatik bisa bermanfaat, tetapi kebanyakan pasien memerlukan pembedahan (G.
Holdstock, 1991)
2.2
Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai
dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai
seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi
karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada
masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa
dinding plexus (Budi, 2010).
2.4 Penatalaksanaan
Menurut Yuda (2010), penatalaksanaan hirsprung ada dua cara, yaitu pembedahan dan
konservatif.
a)
Pembedahan
Pembedahan pada mega kolon/penyakit hisprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula
dilakukan kolostomi loop atau double barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan
hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan).
Tiga prosedur dalam pembedahan diantaranya:
1. Prosedur duhamel
Dengan cara penarikan kolon normal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang
usus aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian posterior kolon
normal yang telah ditarik
1. Prosedur swenson
Membuang bagian aganglionik kemudian menganastomosiskan end to end pada kolon yang
berganglion dengan saluran anal yang dilatasi dan pemotongan sfingter dilakukan pada bagian
posterior
1. Prosedur soave
Dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen rektum tetap utuh kemudian kolon yang
bersaraf normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal
dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa
b)
Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan sonde
lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
DOWNLOAD : WOC ASKEP HISPRUNG
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HISPRUNG
STUDY KASUS
Seorang anak M (pr) berusia 1 bulan dibawa ibunya ke rumah sakit pada tanggal 2 Juni 2008
dikarenakan perutnya kembung dan tidak bisa BAB. Setelah mendapatkan pelayanan dari rumah
sakit, ibumengatakan, anaknya baru bisa BAB jika diberi obat lewat dubur, anaknya sudah tidak
muntah dan sudah bisa BAB, jadi sudah sembuh, mestinya boleh pulang, ibu bingung karena
dokter umum membolehkan pulang dan rawat jalan tapi dokter spesialis anak belum boleh
karena sekalian mau di operasi.
3.1 Pengkajian
1. Biodata
Data bayi
Nama
: By. M
: 2900 g/ 54cm
: hirsprung
: 9 Juni
Data Ibu
Nama
: Ny. K
Pekerjaan
Pendidikan
: Tidak kerja
: SLTA
Alamat
Nama ayah
Pekerjaan
Pendidikan
: PT PAL
: SLTA
1. Keluhan utama
tidak bisa BAB sehingga perut anak besar sehingga tidak mau makan dan minum
1. Riwayat penyakit sekarang
Kembung, pasien muntah setelah minum susu, muntah berupa susu yang diminum, muntah sejak
3 hari yang lalu.
1. Riwayat penyakit sebelumnya
Lahir spontan ditolong dokter, langsung boleh pulang, tidak ada kelainan.
1. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada saudara yang sakit seperti ananknya
1. Pemeriksaan fisik
a)
Tanda-tanda vital
: 114/menit
Suhu tubuh
: 36,5
RR
: 40/menit
b)
Pemeriksaan persistem
B1 reathing
: normal
B2 Blood
: normal
B3 Brain
: normal
B4 Bladder
: normal
: normal
7. Data Tambahan :
a. Radiologi :
- Torax foto (2-6-08):
Cor : besar & bentuk kesan normal
Pulmo : tidak tampak infiltrat, sinus phrenicocostalis D.S tajam
Thymus : positif
Kesimpulan : foto torax tidak tampak kelainan
- Baby gram (2-6-08):
Dilatasi dan peningkatan gas usus halus dan usus besar
- BOF (2-6-08)
Dilatasi dan peningkatan gas usus halus dan usus besar (menyokong gambaran Hirsprung
Disease
- Colon in loop (5-6-08):
Tampak pelebaran rectosigmoid
Tampak area aganglionik di rectum dengan jarak 1,5 cm dari anal dengan daerah
hipoganglionik diatasnya.
b. Laboratorium :
Tanggal 2-6-08 :
Glukosa
: 80 mg/dl
SC
: 0.5 mg/dl
BUN
: 4 mg/dl
( 5 - 23 )
(4,7-11,3)
(11,4-15,1)
Albumin
: 4,1 g/dl
Na
: 137,8 mmol/L
(13 -155 )
Ca
: 10 mg/dl
(8,1 - 10,4)
(4 -5)
(38 - 42)
(142 - 424)
Tanggal 9-6-2008:
CRP: negative (<6 mg/dl)
Glukosa: 80 mg/dl
Analisis Data
No
1
DATA
S: Ibu;
ETIOLOGI
Aganglionisis parasimpatikus
Mesenterikus
O:
MASALAH
Konstipasi
S: Ibu;
Konstipasi
O:
- Tidak ada ada (muntah,
iritabel, peningkatan nyeri tekan
abdomen)
- Tampak distensi abdomen.
Konstipasi
- CRP < 6
Enterokolitis
S:
- Ibu mengatakan, kondisi
anaknya sudah tidak muntah
dan sudah bisa BAB, jadi sudah
sembuh, mestinya boleh pulang.
3
PK:
Enterokolitis
dioperasi.
O:
- Wajah tampak kusut
- Kurang perhatian (rambut dan
baju acak-acakan)
- Interaksi dengan Ibu-Ibu lain
kurang.
- Afek datar
- Emosi rendah
- Tidak ada diaforesis
- T = 130/80
- N = 80/mnt
- RR = 20 /mnt
Cemas orang
tua
(Ibu)
No Diagnosa
1 Konstipasi
berhubungan
dengan
aganglionisis
parasimpatis
area rektum
Intervensi
Rasional
1. Berikan
microlac rectal
tiap hari
Kriteria hasil:
1. Untuk
mangetahui
1. Berikan ASI
1. BAB teratur 3-4 /hr
kondisi usus
melalui feses
2. Konsisitensi lembek
3. Distensi abdomen
berkurang
4. Lingkar abdomen
berkurang
1. Observasi
bising usus,
distensi
abdomen,
lingkar
abdomen
2. Observasi
frekuensi dan
karakteristik
feses tiap BAB
3. Membantu
memperlancar
defekasi
4. Untuk
melunakkan
feses denagn
menambah
intake cairan
2 Enterokolitis
berhubungan
dengan
stagnasi dan
akumulasi
feses dalam
kolon.
5. Mengetahui
peristaltic usus
1. Berikan ASI
1. Observasi suhu
axila, hindari
mengukur suhu
lewat rectal
2. Jelaskan gejala
dan tanda
enterokolitis
3. Berikan
antibiotic
1. Melunakkan
feses
2. Menghindari
terjadinya
infeksi baru
1. Menambah
pengetahuan
keluarga
4. Tidak diare
5. Suhu axila 36,5-37,5o C
6. WBC 5-10 x 10/uL
sesuai stadium
enterokolitis
yang diberikan
tidak lewat oral
(Klaus: 1998)
4. Berikan
NaHCO3 jika
terjadi
asidosis(Klaus:
1998)
5. Berikan nutrisi
setelah pasien
stabil, dengan
memberikan
makanan
secara
IV(Klaus:
1998)
6. Lakukan
pembedahan
jika ada
indikasi
(Klaus: 1998)
1. Mengetahui
perkembangan
anak
2. Mengurangi
kecemasan
1. Mengurangi
resiko
terjadinya
infeksi
2. Berikan ibu
jadwal
pemeriksaan
diagnostic
3. Berikan
informasi
tentang
rencana
operasi
4. Berikan
penjelasan
pada ibu
tentang
perawatan
setelah
operasi
5. Meningkatkan
pengetahuan
ibu
BAB IV
PENUTUP
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik masalah fisik,
psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dengan penyakit
hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang mengusahakan agar
anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi
bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus difahami dengan
benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang
diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat
maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA