Anda di halaman 1dari 13

KONSEP DASAR STROKE NON HEMORAGIK

A. DEFINISI

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi
akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak
(Sylvia A Price, 2006)

Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi
cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
non straumatik (Mansjoer, 2007).

Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Muttaqin, 2008).

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak sepintas dan
menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
2. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung
lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu.
3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah defisit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah
otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai
beberapa hari.
4. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah defisit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran
darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa jam
sampai beberapa hari.

5. Completed Stroke (infark serebri)


Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan
peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa memburuk lagi.
Sedangkan secara patogenitas stroke iskemik (Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi:
1. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak.
Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil.
Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh
terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh
tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein(LDL). Sedangkan pada
pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri
kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
aterosklerosis.
2. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang
lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak
bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
C. ETIOLOGI
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh
emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat
diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang
mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang
berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.
1. Emboli
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal
dari plaque athersclerotique yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada
intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada :
1) Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan dan bagian
kiri atrium atau ventrikel.

2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan


pada katup mitralis.
3) Fibrilasi atrium
4) Infarksio kordis akut
5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
6) Kadang-kadang

pada

kardiomiopati,

fibrosis

endrokardial,

jantung

miksomatosus sistemik
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru
3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit caisson).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah
trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural
(seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan
atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard
dan 85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark
miokard.
2. Thrombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk
sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus
posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri
serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri
dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko
pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab
lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, defisiensi protein C,
displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan
akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga
dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta
thorasik, arteritis).

D. MANIFESTASI KLINIK
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah
kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik
sepenuhnya. Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Bare (2002), antara lain: defisit
lapang pandang, defisit motorik, defisit sensorik, defisit verbal, defisit kognitif dan defisit
emosional.
1. Defisit Lapang Pandangan
a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan
b. Kesulitan menilai jarak
c. Diplopia
2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama).
b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).
c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki).
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang

3.
4.

5.

6.

disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
Defisit Verbal
a. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami)
b. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)
c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
Defisit Kognitif
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
b. Penurunan lapang perhatian
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
d. Perubahan penilaian
Defisit Emosional
a. Kehilangan kontrol diri
b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
d. Depresi
e. Menarik diri
f. Rasa takut, bermusuhan dan marah
g. Perasaan isolasi

E. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya

sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai
darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting
terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada
area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah. Thrombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah
yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan
edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada
pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini
akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan
pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan
irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan
perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar

serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di


daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc
maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar.
Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah
berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)

Pathway

F. KOMPLIKASI
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral dan luasnya
area cedera.
1. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak.
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan kejaringan.
Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada
tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
2. Penurunan aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serbral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin
penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan
hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral
dan potensi meluasnya area cedera.
3. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium dapat
berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak
dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah

jantung tidak konsisten dan penghentkan thrombus lokal. Selain itu disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT)
3. CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan besar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang pungsi : pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia, gula darah
dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-rangsur turun
kembali
d. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1.

Penatalaksanaan umum
a. Pada fase akut
1) Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator
2) Monitor peningkatan tekanan intracranial
3) Monitor fungsi pernafasan: analisa gas darah
4) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG

5) Evaluasi status cairan dan elektrolit


6) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan dan cegah resiko injuri
7) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompres lambung dan pemberian
makanan
8) Cegah emboli paru dan tromboflebitis dengan antikoagulan
9) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil, fungsi
sensorik dan motorik, nervus cranial, dan refleks
b. Fase rehabilitasi
1) Pertahankan nutrisi yang adekuat
2) Program manajemen bladder dan bowel
3) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM)
4) Pertahankan integritas kulit
5) Pertahankan komunikasi yang efektif
6) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
7) Persiapan pasien pulang
2.

Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih dari 50
ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada
hidrosefalus obstruksif akut
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh klien TIA
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisme

3.

Terapi obat
Pengobatan konservatif :
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS)
b. Dapat diberikan histamine, aminophilin, papaverin intra arterial
c. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat
penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi. Antiagregasi trombosit seperti

aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang


terjadi sesudah ulserasi ateroma
d. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam system kardiovaskuler
Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke :
a. Stroke iskemia
1) Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue plasminogen)
2) Pemberian obat-obatan jantung seperti digoksin pada aritmia jantung atau alfa beta,
kaptopril, antagonis kalsium pada pasien dengan hipertensi
b. Stroke hemoragik
1) Antihipertensi : kaptopril, antagonis kalsium
2) Diuretik : manitol 20%, furosemide
3) Antikonvulsan : fenitoin
I. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
6. Aktivitas/istirahat :

Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa, paralisis,
hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
7. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia. Dan
hipertensi arterial.

8. Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengekspresikan
diri.
9. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK, misalnya inkontinensia urine, anuria, distensi
kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
10. Makanan/cairan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia.
11. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial. Kelemahan
dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang
menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian
ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
12. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka.
13. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas, whezing,
ronchi.
14. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injuri. Perubahan persepsi dan
orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan
nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
15. Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
b. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Doengoes (2012) adalah :
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan aliran darah: gangguan oklusif,
vasospasme serebral, edema serebral ditandai dengan perubahan tingkat kesadaran,

kehilangan memori, perubahan dalam respon motorik/ sensori: gelisah, defisit sensori
bahasa, intelektual, perubahan tanda- tanda vital.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler,
kelemahan, parestesia, paralisis; ditandai dengan ketidakmampuan bergerak dengan
tujuan dalam lingkungan fisik; kerusakan koordinasi,; keterbatasan rentang gerak;
penurunan kekuatan otot/ kontrol.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral,
kerusakan neuromuskuler, kelemahan/ kelelahan umum.
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi/ penerimaan
sensori, tranmisi, integrasi, stres psikologik; ditandai dengan : disorientasi terhadap
tempat, waktu, orang, respons emosional berlebihan, konsentrasi buruk, perubahan
pola komunikasi, ketidakmampuan untuk menyebutkan posisi bagian tubuh.
5. Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, eliminasi berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan otot dan daya tahan, koordinasi otot,
kerusakan kognitif, nyeri dan depresi ditandai dengan: kerusakan kemampuan AKS.
6. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial,
perseptual kognitif, ditandai dengan perubahan aktual dalam struktur atau fungsi,
perasaan negatif tentang tubuh, perasaan tidak berdaya, tidak melihat atau menyentuh
pada bagian yang sakit.
7. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular.
8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan kurang
pemajanan, keterbatasan kognitif, kurang mengingat, tidak mengenal sumber
informasi, ditandai dengan: meminta informasi, penyataan kesalahan informasi,
ketidak akuratan mengikuti instruksi.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (2003). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Corwin, EJ. (2009). Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyn dkk . (2012) . Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta: EGC.
Mansjoer, A dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Price, SA dan Wilson, (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- proses Penyakit Jakarta:
EGC.
Smeltzer, dkk. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai