DEMAM TIFOID
PENDAHULUAN
Demam tipoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai
Negara sedang berkembang. Besarnya angka pasti kasus demam tipoid di dunia ini
sangat sukar dtentukan, sebab penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan
spectrum klinisnya sangat luas. Diperkirakan angka kejadian dari 150/100000/tahun
di Amerika Selatan dan 900/100000/tahun di Asia. Umur penderita yang terkena di
Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19 tahun mencapai 91% kasus.
Angka yang kurang lebih sama juga dilaporkan dari Amerika Selatan.
Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (manusia sebagai
natural reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekresikannya
melalui secret saluran nafas, urin, dan tinja dalam waktu yang sangat bervariasi.
Salmonella typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup beberapa minggu
apabila berada di dalam air,es, debu atau kotoran yang kering maupun pakaian. Akan
tetapi, S.typhi hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah
dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi (temp 63oC).
Terjadinya
penularan
Salmonella
typhi
sebagian
besar
melalui
minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau
pembawa kuman, biasanya keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal
= jalur oro-fekal).
Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada
dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekal dari
seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan
sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian. (1)
Demam Tifoid
DEFINISI
Demam tipoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan,
ditopang dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur endothelial atau endokardial
dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuclear dari hati,
limpa kalenjer limfe usus dan Peyers patch. (1,2)
ETIOLOGI
Salmonella typhi sama dengan Salmonela yang lain adalah bakteri Gramnegatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif
anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar
antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari
polisakarida.
Mempunyai
makromolekular
lipopolisakarida
kompleks
yang
membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi
juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap
multipel antibiotic. (1,2)
PATOGENESIS
Masuknya Salmonella typhi (S. typhi) dan Salmonella paratyphi (S. paratyphi)
ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman.
Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus
dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus
kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan
selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit
oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak
di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian
ke kelenjer getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman
yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan
bakteremia
pertama
yang
asimtomatik)
dan
menyebar
ke
seluruh
organ
Demam Tifoid
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang
sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan
bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit
infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,
dan bersamaan cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung
makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella
terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan
gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit
perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi.
Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia
jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,
hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi
akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan
limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat
mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel direseptor sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovascular, pernapasan
dan gangguan organ lainnya.
Jadi, pathogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti
ingesti organisme, yaitu :
1. Penempelan dan invasi sel-sel M Peyers patch,
2. Bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag Peyers patch, nodus
limfatikus
mesenterikus,
dan
organ-organ
ekstra
intestinal
system
retikuloendotelial,
3. Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah ,
Demam Tifoid
4. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar Camp di dalam kripta usus
dan menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.(1,2,3)
MANIFESTASI KLINIS
Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata
antara 10-14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis
ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus
di rawat. Variasi gejala ini disebabkan factor galur Salmonela, status nutrisi dan
imunologik pejamu serta lama sakit dirumahnya.
Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit.
Pada era pemakaian antibiotic belum seperti pada saat ini, penampilan demam pada
kasus demam tifoid mempunyai istilah khusus yaitu step-ladder temperature chart
yang di tandai dengan demam timbul insidus, kemudian naik secara bertahap tiap
harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama , setelah itu demam
akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam turun perlahan secara lisis,
kecuali apabila terjadi focus infeksi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak maka
demam akan menetap. Banyak orang tua pasien demam tifoid melaporkan bahwa
demam lebih tinggi pada saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya.
Pada saat demam sudah tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala system
saraf pusat seperti kesadaran berkabut atau delirium atau obtundasi, atau penurunan
kesadaran mulai apatis sampai koma.
Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala,
malaise, anoreksia, nausea, mialgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Pada kasus
yang berpenampilan klinis berat, pada saat demam tinggi akan tampak toksik/sakit
kepala. Bahkan dapat juga dijumpai penderita demam tifoid yang datang dengan syok
hipovolemik sebagai akibat kurang masukan cairan dan makanan. Gejala
gastrointestinal pada kasus demam tifoid sangat bervariasi. Pasien dapat mengeluh
diare, obstipasi atau obstipasi kemudian disusul episode diare, pada sebagian pasien
lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan.
Demam Tifoid
Banyak dijumpai gejala meteorismus, berbeda dengan buku bacaan Barat pada anak
Indoneia lebih banyak di jumpai hepatomegali dibandingkan splenomegali.
Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 15mm, sering kali di jumpai pada daerah abdomen, thoraks, ekstremitas dan punggung
orang kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini
muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari. Bronchitis banyak di jumpai
pada demam tifoid sehingga buku ajar lama bahkan menganggap sebagai bagian dari
penyakit demam tifoid. Bradikardi relatif jarang di jumpai pada anak.
(1,2,3,4)
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan
gastrointestinal dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran, dengan
kriteria ini maka seorang klinisi dapat membuat diagnosis tersangka demam tifoid.
Diagnosis pasti ditegakan melalui isolasi S. typhi dari darah. Pada dua minggu
minggu pertama sakit kemungkinan mengisolasi S.typhi dari dalam darah pasien lebih
besar dari pada minggu berikutnya. Biakan yang dilakukan pada urin dan feses,
kemungkinan keberhasilan lebih kecil. Biakan specimen yang berasal dari aspirasi
sumsum tulang mempunyai sensitifitas tertinggi, hasil positif didapat pada 90% kasus.
Akan tetapi prosedur ini sangat invasif, sehingga tidak dipakai dalam praktik seharihari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan biakan spesimen empedu yang diambil
dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.
Uji serologi widal suatu metode serologik yang memeriksa antibody aglutinasi
terhadap antigen somatik (O), flagela (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis
demam tifoid. Di Indonesia pengambilan angka titer O agglutinin lebih sama 1/40
dengan memakai uji widal slide aglutination (prosedur pemeriksaan membutuhkan
waktu 45 menit) menunjukan nilai ramal positif 96%. Artinya apabila hasil tes positif,
95% kasus benar demam tifoid, akan tetapi apabila negatif tidak menyingkirkan.
Banyak senter mengatur pendapat apabila titer O aglutinin sekali periksa lebih sama
1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid
dapat ditegakan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Pirngadi Medan
Demam Tifoid
masa lampau, sedang Vi aglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman S. typhi
(karier). Banyak peneliti mengemukakan bahwa uji serologik widal kurang dapat
dipercaya sebab dapat timbul positif palsu pada daerah endemis, dan sebaliknya
dapat timbul negatif palsu pada kasus demam tifoid yang terbukti biakan darah
positif.
Akhir-akhir ini banyak dimunculkan beberapa jenis pemeriksaan untuk
mendeteksi antbodi S.typhi dalam serum, antigen terhadap S. typhi dalam darah,
serum dan urin bahkan DNA S. typhi dalam darah dan feses. Polymerase chain
reaction telah digunakan untuk memperbanyak gen salmonella ser. S. typhi secara
spesifik pada darah pasien dan hasil dapat diperoleh hanya dalam beberapa jam.
Metode ini spesifik dan lebih sensitif dibandingkan dengan biakan darah. Walaupun
laporan-laporan pendahuluan menunjukan hasil yang baik namun sampai sekarang
tidak salah satu pun dipakai secara luas. Sampai sekarang belum disepakati adanya
pemeriksaan yang dapat menggantikan uji serologi widal.
1. Pemeriksaan darah tepi
Terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada
permulaan sakit. Mungkin terdapat anemia dan trombasitopenia ringan.
Pemeriksaan darah tepi ini sederhana, mudah dikerjakan di laboratorium yang
sederhana, akan tetapi berguna untuk membantu diagnosis yang cepat.
2. Uji Tubex
Uji tubex merupakan uji semi/kuantitatif kolometrik yang cepat beberapa
menit dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibodi anti/ S. typhi
09 pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti/ 09
yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna dengan lipopolysakarida
S. typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetik latex. Hasil positif uji tubex
ini menunjukan terdapat infeksi salmonellae serogroup D walau tidak secara
spesifik menunjukan pada S. typhi. Infeksi oleh S. paratyphi akan memberikan
hasil negatif. Perlu diketahui bahwa uji tubex hanya dapat mendeteksi IgM
dan tidak dapat mendeteksi IgG sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai
modalitas untuk mendeteksi infeksi lampau.
3. Uji Typhidot
Demam Tifoid
Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada
protein membran luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot
didapatkan dua sampai tiga hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi
secara spesifik antibody IgM dan IgG terhadap antigen S. typhi seberat 50 kD,
yang terdapat pada strip nitroselulosa.
Pada kasus reinfeksi, respon imun sekunder (IgG) teraktifasi secara berlebihan
sehingga IgM sulit terdeteksi. IgG dapat bertahan sampai dua tahun sehingga
pendeteksi IgG saja tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi akut
dengan kasus reinfeksi atau konfalesen pada kasus infeksi primer.
4. Uji IgM Dipstick
Uji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S. typhi pada
specimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip
yang
Demam Tifoid
Diagnosis tifoid karier ditegakkan atas dasar ditemukannya kuman Salmonella
typhi pada biakan feses ataupun urin pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau
pada seseorang setelah 1 tahun pasca demam-tifoid. Dinyatakan kemungkianan besar
bukan sebagai tifoid karier setelah dilakukan biakan secara acak serial minimal 6 kali
pemeriksaan tidak ditemukan kuma S.typhi. (1,2,3)
DIAGNOSIS BANDING
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara
klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronchitis
dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikoorganisme
intraseluler seperti tuberculosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, turalemia,
shigelosis dan malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam tifoid yang berat, sepsis,
leukemia, limfoma dan penyakit Hodgkin dapat sebagai diagnosis banding. (1,2,5)
KOMPLIKASI
Komplikasi demam tifoid , antara lain :
1. Komplikasi intestinal,
a. Perdarahan usus ; pada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum
terminalis) dapat terbentuk tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang
terhadap sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai
pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Secara klinis perdarahan akut
darurat
bedah
ditegakkan
bila
terdapat
perdarahan
sebanyak
Demam Tifoid
dan disertai dengan tanda-tanda ileus. Tanda perforasi lain adalah nadi
cepat, tekanan darah turun dan bahkan dapat syok.
2. Komplikasi ekstra-intestinal
a. Komplikasi hematologi ; komplikasi berupa trombositopenia, hipofibrinogenemia,
peningkatan
prothrombin
time,
peningkatan
partial
Demam Tifoid
hari, 4-6 minggu untuk osteomilitis akut, dan 4 minggu untuk meningitis. Salah satu
kelemahan kloramfenikol adalah tingginya angka relap dan karier. Namun pada anak
jarang dilaporkan.
Ampisilin memberikan respon perbaikan klinis yang kurang apabila
dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah 2mg/kgbb/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian secara intravena. Amoksilin dengan dosis
100mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 kali peroral memberikan hasil yang setara dengan
kloramfenikol walaupun penurunan demam lebih lama. Pemberian sefalosporin
generasi ketiga seperti seftriakson 100mg/kgbb/hari dibagi dalam 1 atau 2 dosis
(maksimal 5 gram/hari) selama 5-7 hari atau sefotaksim 150-200mg/kgbb/hari dibagi
dalam 3-4 dosis efektif pada isolate yang rentan.
Kasus demam tifoid yang mengalami relaps diberi pengobatan sebagai kasus
demam tifoid serangan pertama.
Pada penderita yang dirawat dengan diagnosis demam tifoid diberikan
pengobatan seperti berikut :
1. Tirah baring
2. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.
Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan
tidak menimbulkan gas. Susu 2 kali satu gelas sehari perlu diberikan. Jenis
makanan untuk penderita dengan kesadaran menurun ialah makanan cair yang
dapat diberikan melalui pipa lambung. Bila anak sadar dan nafsu makan baik,
maka dapat diberikan makanan lunak.
3. Antibiotic, seperti kloramfenikol, seftriakson, ampisilin, amoksilin
4. Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai. (1,2,3,4,5)
PENCEGAHAN
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi, maka setiap
individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka
konsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57 oC
untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi.
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Pirngadi Medan
10
Demam Tifoid
Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57oC beberapa menit dan secara
merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan endemitas suatu
Negara/daerah tergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan
pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap higient pribadi.
Imunisasi aktif dapat membantu angka kejadian terjadi demam tifoid.
Vaksin demam tifoid, saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit
demam tifoid, yaitu yang berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponen
Vi dari Salmonella typhi. Vaksin berisi kuman Salmonella typhi, S. paratyphi A, S.
paratyphi B yang dimatikan (TAB vaccine) telah puluhan tahun digunakan dengan
cara pemberian suntikan subkutan; namun vaksin ini hanya memberikan daya
kekebalan yang terbatas, disamping efek samping local pada tempat suntikan yang
cukup sering. Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan
(Ty-21a) diberikan per oral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari, member
daya perlindungan 6 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur diatas 2
tahun. Pada penelitian di lapangan didapat hasil efikasi proteksi yang berbanding
terbalik dengan transmisi penyakit. Vaksin yang berisi komponen Vi dari Salmonella
typhi diberikan secara suntikan intramuscular memberikan perlindungan 60%-70%
selama 3 tahun.
Kontraindikasi vaksinasi pada sasaran yang alergi atau reaksi efek samping
berat, penurunan imunitas dan kehamilan (karena sedikitnya data). Bila diberikan
bersamaan dengan obat anti-malaria (klorokuin,meflokuin) dianjurkan minimal
setalah 24 jam pemberian obat baru dilakukan vaksinisasi.
Efek samping vaksinasi, demam timbul pada orang yang mendapat vaksin 05%, sedangkan pada ViCPS efek samping lebih kecil (demam 0,25% malaise 0,5%
rash 5% reaksi nyeri local 17%). Efek samping terbesar pada vaksin parenteral adalah
heal-phenol inactivated, yaitu demam 6,7-24 % nyeri kepala 9-10% dan reaksi local
nyeri dan edema 3-35% bahkan reaksi berat termasuk hipotensi, nyeri dada, dan syok
dilaporkan pernah terjadi meskipun sporadic dan sangat jarang terjadi. (1,2,3,4,5)
PROGNOSIS
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Pirngadi Medan
11
Demam Tifoid
Umumya prognosis demam tifoid pada anak baik asal penderita cepat berobat.
Mortalitas pada penderita yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi kurang baik
atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti :
1. Panas tinggi continue
2. Kesadaran menurun sekali, yaitu stupor, koma, delirium
3. Terdapat komplikasi yang berat misalnya, dehidrasi dan asidosis, peritonitis ,
bronkopneumonia dan lain-lain
4. Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi energy protein).
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo, S.Poorwo, Sumarno dkk. Buku ajar infeksi & pediatric tropis,
Edisi ke-2.2010
2. Hassan, Dr, Rusepno dkk. Buku ilmu kesehatan anak 2. FKUI.1985
3. W. Sudoyo, Aru dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid III. FKUI.2009
4. Mansoer, Arif dkk. Kapita selekta kedokteran, edisi ketiga jilid pertama.
FKUI.2001
5. MD, E.Nelson, Waldo dkk. Ilmu kesehatan anak nelson .penerbit buku
kedokteran.2000
12
Demam Tifoid
II.
Ibu
13
Demam Tifoid
Nama
Umur
Agama
Suku
Pendidikan
Pekerjaan
Penyakit
Alamat
Isnawati
48 tahun
Islam
Batak
Tamat SMA
Ibu rumah tangga
Asrama kowilhan
Perkawinan
masjid
1
masjid
1
gg
IV.
Perkembangan fisik
Saat lahir
: menangis
0-3 bulan
: mengangkat kepala
3-6 bulan
: menelungkup
6-9 bulan
: duduk
9-12 bulan
: merangkak
12-18 bulan
: berjalan dan mengucapkan kata-kata
V.
Anamneses makanan
0-3 bulan
: ASI
4-12 bulan
: ASI + nasi tim
12-18 bulan
: ASI + nasi
>18 bulan
: Nasi
VI.
Imunisasi
BCG
Hepatitis
Polio
DPT
Campak
Kesan
: + scar (+)
:+
:+
:+
:+
: imunisasi dasar lengkap
14
Demam Tifoid
VIII. Keterangan mengenai saudara o.s
Os merupakan anak kedua dari dua bersaudara
IX. Anamnese mengenai penyakit o.s
Keluhan utama : demam
Telaah
:
Demam dialami os sejak dua minggu yang lalu, demam bersifat naik
turun, demam naik pada malam hari dan turun dengan penurun panas
Mencret dialami os sejak dua hari yang lalu, frekuensi 2-3 kali sehari,
RPT
RPO
: tidak ada
: os sebelumnya sudah berobat kebidan tiga kali dan diberi obat
paracetamol
X.
Pemeriksaan fisik
1. Status presens
KU/KP/KG
Sensorium
Frekuensi nadi
Frekuensi nafas
Temperature
BB masuk
TB sekarang
2. Status lokalis
a. Kepala
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
b. Leher
c. Thorak
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Anemia
Cyanosis
Dyspnoe
Edema
Ikterik
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
d. Abdomen
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Pirngadi Medan
15
Demam Tifoid
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
e. Ekstremitas
Atas
f.
XI.
: simetris fusiformis
: soepel, hepar dan lien tidak teraba
: timpani
: peristaltic (+) normal
: pulse 100x/i, reguler, tekanan per volum cukup, akral
hangat, capillary refille time (CRT) kurang tiga
detik
Bawah
: akral hangat, CRT kurang tiga detik
Genitalia : perempuan, tidak ditemukan kelainan
Status neurologi
a. Syaraf otak
b. System motorik
- Pertumbuhan otot
- Kekuatan otot
- Neuro muscular
- Involuntary movement
c. Koordinasi
d. Sensibilitas
:
:
:
:
Pemeriksaan laboratorium
a. Urine
b. Feses
c. Darah
-
16
Demam Tifoid
-
MCHC
PLT
: 34,3 dl
: 146 000 ul
XIII. Ringkasan
1. Anamnese : telah datang pasien bernama masyitah addina harahap usia 11
tahun dengan keluhan demam dialami os sejak 2 minggu ini, demam
meningkat pada sore hari, muntah dialami os 2 hari sebelum masuk rumah
sakit, frekuensi dua kali, isi apa yang dimakan dan diminum , mencret
dialami os dengan frekuensi 2-3 kali dengan frekuensi kira-kira setengah
(1/2) gelas aqua, darah dan lendir tidak ditemukan.
2. Pemeriksaan fisik :
KU/KP/KG
: sedang /sedang /baik
Sensorium
: compos mentis
Frekuensinadi
: 100x/i (menit)
Frekuensinafas
: 26 x/i (menit)
Temperature
: 37,8 oC
BB masuk
: 32 kg
TB sekarang
: 133 cm
Anemia : (-)
Cyanosis : (-)
Dyspnoe : (-)
Edema : (-)
Ikterik : (-)
Status lokalis
a. Kepala
Mata
cukup, akral hangat,capillary refille time (CRT) kurang tiga (3) detik
Genitalia
: perempuan, tidak ditemukan kelainan
3. Laboratorium
Darah
: 30 November 2013
- WBC
: 6500 ul
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Pirngadi Medan
17
Demam Tifoid
-
RBC
HGB
MCV
MCH
MCHC
PLT
: 4,07X106 /ul
: 11,0 gr/dl
: 79 fl
: 27,0 pg
: 34,3 dl
: 146 000 ul
Bed rest
IVFD D 5% Nacl 0,45% 72 gtt/i micro
Inj. Ceftriaxone 1500 mg/12 jam
Paracetamol 3x500mg
Diet M II 1740 kkal + 64 gr protein
XVII. Usul
: Widal test
XVIII. Prognosa
: baik
18