LAPORAN KASUS
A.
IDENTIFIKASI
Nama
: Tri Wisudawati
Umur
: 12 Tahun 3 Bulan
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Kebangsaan
: Sumatera
Alamat
MRS
: 13 April 2015
B. ANAMNESIS
(Alloanamnesis dengan kakak penderita, 15 April 2015)
Keluhan Utama
: demam tinggi
Keluhan Tambahan
Lima hari sebelum masuk rumah sakit, penderita masih demam, demam
naik turun tapi suhunya tidak pernah mencapai normal. Demam disertai menggigil,
tidak berkeringat dan tidak disertai kejang. Mual ada, muntah tidak ada, nafsu
makan menurun, nyeri ulu hati ada, batuk tidak ada, pilek tidak ada, sakit menelan
tidak ada, sakit tenggorokan tidak ada, nyeri sendi tidak ada, pegal-pegal tidak ada,
koreng-koreng pada kulit tidak ada, mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada,
bintik-bintik merah tidak ada. BAB cair masih ada frekuensi 2 kali sebanyak
gelas belimbing, BAK seperti biasa. Penderita lalu dibawa berobat ke Puskes,
diperiksa DDR hasilnya negatif, dan mendapat pengobatan kloramfenikol 4x1 tab,
ranitidine 3x1 tab, Parasetamol 3x1 tab, dan domperidone 2x1 tab.
Dua hari sebelum masuk rumah sakit pederita mengeluh demam tinggi,
setelah diukur oleh kakak penderita, suhunya 39oC. Demam disertai menggigil dan
mengigau, mual ada, muntah tidak ada, nyeri ulu hati ada, batuk pilek tidak ada,
sakit menelan tidak ada, sakit tenggorokan tidak ada, nyeri sendi tidak ada, pegalpegal tidak ada, koreng-koreng pada kulit tidak ada, mimisan tidak ada, gusi
berdarah tidak ada, bintik-bintik merah tidak ada. BAB cair masih ada frekuensi 1
kali sebanyak gelas belimbing, BAK seperti biasa. Penderita masih melanjutkan
pengobatan dari Puskesmas.
Empat jam sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh demam tinggi,
disertai menggigil, lemas, mual ada, muntah ada frekuensi 2 kali sebanyak 1 gelas
belimbing, nyeri ulu hati ada, nafsu makan menurun, BAB cair ada frekuensi 1 kali
sebanyak 1/2 gelas belimbing, BAK seperti biasa. Penderita lalu dibawa ke dokter
umum dan dirujuk ke Poli Anak RS Ibnu Sutowo. Penderita disarankan untuk rawat
inap.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit demam lama dengan gejala yang sama sebelumnya disangkal
Penderita sering jajan di pinggir jalan dan kantin sekolah dan jarang mencuci
tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan.
Bak mandi dikuras teratur setiap 2 kali dalam seminggu, bak penampungan air
tertutup.
Riwayat Lingkungan
Penderita tinggal bersama ayah, satu orang kakak laki-laki dan satu orang kakak
perempuan di rumah pribadi, terdiri atas tiga kamar dan satu WC terletak didalam
rumah. Sumber air yang dipakai berasal dari ledeng. Air untuk minum dan
memasak menggunakan air ledeng yang telah dimasak.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
GPA
: P3A0
Masa kehamilan
: 38 minggu
Partus
Ditolong oleh
: Dokter Sp.OG
Tanggal
: 11 Januari 2003
: 3000 gram
: Langsung menangis
Riwayat Makanan
Penderita sehari-hari mengkonsumsi:
-
nasi biasa 3 kali sehari. Rata-rata penderita menghabiskan nasi sebanyak 2-3
centong nasi sebanyak 3 kali sehari.
Sayur ada setiap hari. Bervariasi dari sayur kangkung, tauge, lodeh, katu dan
bayam. Sekali makan bisa mengambil 2-3 sendok sayur.
Lauk yang dikonsumsi bervariasi mulai dari ikan (1/2 potong), ayam (1 potong),
telur (1 butir), tahu (sepotong), dan tempe (sepotong). Frekuensi 3 kali sehari.
Konsumsi buah seperti buah pir, duku, pisang, pepaya, jeruk 2-3 x dalam
seminggu.
Penderita sering jajan disekolah seperti bakso, tekwan dengan cabe yang banyak,
coklat, ciki-ciki, es sisri, teh gelas, dan Cappucinno Cincau.
Riwayat:
ASI
: tidak pernah
Susu Formula
: 0 bulan 3 tahun
Nasi tim
: 7 12 bulan
Nasi biasa
: 3 bulan
Tengkurap
: 4 bulan
Duduk
: 6 bulan
Merangkak
: 8 bulan
Berdiri
: 10 bulan
Berjalan
: 12 bulan
Berbicara
: 24 bulan
DPT
: 3 kali
Polio
: 4 kali
Hepatitis B
: 3 kali
Campak
: 1 kali
Kesan
: Kompos mentis
Tekanan darah
: 100/70 mmHg
Nadi
Pernapasan
: 30 x/menit
Suhu
: 39C
Anemis
: tidak ada
Sianosis
: tidak ada
Ikterus
: tidak ada
Dispnea
: tidak ada
Edema umum
: tidak ada
Berat Badan
: 83 kg
Tinggi Badan
: 172 cm
TB/U
BB/TB
: 83/NA x 100% = -
Kesan
: obesitas
Keadaan Spesifik
Kepala
Bentuk
: Normosefali, simetris
Rambut
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
: bibir kering (-), Sianosis (-), pucat (-), bibir pecah-pecah (-),
cheilitis (-), thypoid tongue (-)
Tenggorokan : Dinding faring hiperemis (-), T1-T2 hiperemis (-), detritus (-),
crypta melebar (+)
Leher
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Linea
Mid Clavicularis Dekstra
Auskultasi : Vesikuler normal, ronki (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas atas
Batas kiri
Auskultasi : HR: 94 x/menit, irama reguler, pulsus defisit (-), BJ I-II normal,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
: datar
Palpasi
Perkusi
: Timpani
D.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah rutin 13 April 2015
Hb: 11,0 g/dl
Leukosit : 6400 IU
Trombosit : 337.000 IU
Hematokrit : 32%
Hitung jenis leukosit
Segmen : 62%
Limfosit : 38%
Pemeriksaan serologi
WIDAL
Salmonella typhi O
: 1/320
Salmonella paratyphi AO
: 1/80
Salmonella paratyphi BO
: 1/80
Salmonella paratyphi CO
: 1/80
Salmonella typhi H
: 1/80
Salmonella paratyphi AH
: 1/320
Salmonella paratyphi BC
: 1/80
Salmonella paratyphi CH
: 1/80
E. DIAGNOSIS BANDING
F.
Demam tifoid
Malaria
Tuberkulosis
PEMERIKSAAN ANJURAN
Mantouks test
DDR
Darah perifer lengkap
Urin Rutin
Feses rutin
Kultur urin dan kultur feses
G. DIAGNOSIS KERJA
Demam tifoid
H. PENATALAKSANAAN
1. Supportif
o Tirah baring sampai 7 hari bebas panas, lalu mobilisasi secara bertahap
o Diet: bebas serat, tidak merangsang, tidak menimbulkan gas, mudah dicerna,
tidak dalam jumlah yang banyak, bubur saring sampai 7 hari bebas panas,
bubur biasa 3 hari kemudian makan biasa
o IVFD D5 1/2 NS gtt XX x/menit
2. Simptomatik
o Paracetamol 3x500 mg, bila suhu 38,5o C
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad functionam
: bonam
J. FOLLOW UP
Tanggal
14 April
2013
Follow up
S/ demam (+), mual (+), muntah
Pengobatan
IVFD D5 NS gtt XX /m
Injeksi :
Ranitidin 2x1 amp
Antasid 3x1 tab
Kloramfenikol 4x500 mg
Parasetamol 3x1 tab, bila
temp 38,5oC
Zink 1x1 tab
Cek DR, UR, widal, DDR
IVFD D5 NS gtt XX /m
Injeksi Ranitidin 2x1 amp
Antasid 3x1 tab
Kloramfenikol 4x500 mg
Parasetamol 3x1 tab, bila
10
temp 38,5oC
Zink 1x1 tab
g(-)
Abdomen : datar, lemas, h/l ttb,
BU (+) normal
Extremitas : akral hangat (+),
CRT < 2
17 April
2015
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
12
dulunya dianggap bahwa demam tifoid adalah kumpulan gejala demam tifus yang
menyerang alat pencernaan.3
Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada
saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih
disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran.1
2.2
Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif,
tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak
dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam
bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan
pemanasan (suhu 6000C) selama 15 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan
khlorinisasi. Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu: 4
1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.
Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga
endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan
terhadap formaldehid.
2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap
formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis. Ketiga macam antigen tersebut di atas
di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam
antibodi yang lazim disebut aglutinin.
2.3
Sumber Penularan
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai di daerah tropis
dan subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai
dengan standar higiene dan sanitasi yang rendah. Demam tifoid disebabkan oleh
Salmonella typhii yang dapat bertahan hidup lama di lingkungan yang kering dan
13
beku. Organisme ini juga mampu bertahan hidup selama 1 minggu dan dapat
merubah warna dan bentuknya. Manusia merupakan satu-satunya sumber
penularan alami Salmonella typhii, melalui kontak langsung maupun tidak
langsung dengan seorang penderita demam tifoid atau karier, ataupun melalui
makanan atau minuman yang telah terkontaminasi Salmonella typhii. Sumber
makanan atau minuman yang telah terkontaminasi Salmonella typhii diantaranya
adalah:4
1. air yang terkontaminasi dengan tinja,
2. susu atau hasil susu lainnya (es krim, keju, kustard) yang terkontaminasi
dengan tinja atau pasteurisasi yang tidak cukup atau pengepakan yang tidak
tepat,
3. kerang-kerangan akibat kontaminasi air,
4. telur yang dibuat bubuk atau dibekukan dari unggas yang terinfeksi atau
terkontaminasi selama pemrosesan
5. daging dan hasil dari binatang yang terinfeksi
6. binatang piaraan rumah, misalnya kucing, anjing, dan kura-kura.
Sumber penularan utama (manusia) penyakit ini adalah:
a. Penderita Demam Tifoid
Yang menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang selalu
mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang
menderita sakit maupun yang sedang dalam penyembuhan. Pada masa
penyembuhan penderita pada umumnya masih mengandung bibit penyakit di
dalam kandung empedu dan ginjalnya.
b.
14
itu apabila terapi medika-mentosa dengan obat anti tifoid gagal, harus
dilakukan operasi untuk menghilangkan batu atau memperbaiki kelainan
anatominya.
Karier dapat dibagi dalam beberapa jenis:6
1. Healthy carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam sejarahnya tidak
pernah menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis akan tetapi
mengandung unsur penyebab yang dapat menular pada orang lain, seperti
pada penyakit poliomyelitis, hepatitis B dan meningococcus.
2. Incubatory carrier (masa tunas) adalah mereka yang masih dalam masa
tunas, tetapi telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit/ sebagai
sumber penularan, seperti pada penyakit cacar air, campak dan pada virus
hepatitis.
3. Convalescent carrier (baru sembuh klinis) adalah mereka yang baru
sembuh dari penyakit menulat tertentu, tetapi masih merupakan sumber
penularan penyakit tersebut untuk masa tertentu, yang masa penularannya
kemungkinan hanya sampai tiga bulan umpamanya kelompok salmonella,
hepatitis B dan pada dipteri.
4. Chronis carrier (menahun) merupakan sumber penularan yang cukup lama
seperti pada penyakit tifus abdominalis dan pada hepatitis B.
2.4
Patogenesis
Masa inkubasi demam tifoid kurang lebih 14 hari.5 Masuknya kuman
Salmonella typhi (S. typhi) dan Salmonella paratyphi (S. paratyphi) ke dalam
tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian
kuman ini akan dimusnahkan dalam lambung, sebagian lagi lolos masuk ke dalam
usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa
usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke
lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh
selselfagosit terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak dalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum distal dan kemudian
kekelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman
yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah dan
15
ini
kuman
meninggalkan
sel-sel
fagosit
dan
kemudian
berkembangbiak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam
sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteriemia yang kedua kalinya dengan
disertai tanda-tandadan gejala penyakit infeksi sistemik.2,3
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang
biak,dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen
usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung
makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella
terjadi
pelepasan
beberapa
mediator
inflamasi
yang
selanjutnya
akan
Pernah
dicoba
pemberian
suntikan
endotoksin
0.5
mcg
kapiler
komplikasi
seperti gangguan
16
2.5
Manifestasi Klinis
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis
yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik
hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.5
Pada minggu pertama setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala
penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti
demam tinggi yang berkepanjangan yaitu setinggi 39 C hingga 40 C, sakit
kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi
antara80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan
gambaranbronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak, sedangkan diare
dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi.
Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah
sertabergetar
atau
tremor.
Epistaksis
dapat
dialami
oleh
penderita
17
Diagnosis Banding
Demam tifoid merupakan keadaan infeksi yang lama dengan manifestasi
utama yaitu demam lebih dari 7 hari. Diagnosis banding yang dapat di dapat jika
ditemukan manifestasi berupa demam lama (lebih dari 7 hari) adalah penyakit
paru kronis seperti TBC, malaria, dan infeksi saluran kemih (ISK). Pada TBC,
biasanya ditemukan gejala khas walaupun kadang tidak spesifik pada anak seperti
batuk yang lama (>3 minggu), adanya penurunan berat badan yang signifikan
(akibat penurunan nafsu makan), timbul benjolan pada tulang belakang
18
(spondilitis TB), dan adanya riwayat kontak pada penderita TB. Untuk malaria,
kita dapat melihat dari tipe demamnya yang intermiten (panas tinggi, kemudian
turun sampai batas normal) walau kadang tidak spesifik untuk malaria akibat P.
falsiparum dan disertai menggigil, kadang disertai kuning, memiliki riwayat
bepergian atau tinggal di daerah endemis malaria, dan beberapa gejala lain yang
tidak khas. Untuk ISK, kadang bersifat asimptomatik, tapi gejala khas pada ISK
adalah adanya riwayat BAK yang sedikit-sedikit tapi sering, nyeri saat BAK,
nyeri suprapubik bahkan sampai ke pinggang, BAK disertai warna kemerahan,
atau rasa tidak lampias saat BAK.
2.7
Diagnosis Kerja
1. Diagnosis Klinik
Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis yang
khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga
ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali
terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak
diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid.
2. Diagnosis Mikrobiologik/Pembiakan Kuman
Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan
lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positif dalam
minggupertama. Hasil ini menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika,
dimana hasil positif menjadi 40%. Meskipun demikian kultur sum-sum tulang
tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positif. Pada minggu-minggu
selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu 85%
dan 25% berturut-turut positif pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme dalam
tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan kira-kira
3% penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinjanya
untuk jangka waktu yang lama.
19
3. Diagnosis Serologik
a. Uji Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam
serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi
dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid.
Antigen yang digunakan pada uij Widal adlah suspensi Salmonella typhi
yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah
untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita
demam tifoid.8
Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin
besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi
yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan
selangwaktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat
selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid.
Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut:8
o Titer O yang tinggi ( 160) menunjukkan adanya infeksi akut.
o Titer H yang tinggi ( 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau
pernah menderita infeksi.
o Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.
b. Uji ELISA
Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah
atau urine) secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini
dan cepat, serta dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji widal. Uji
ELISA yang sering dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam
spesimen klinis, yaitu double antibody sandwich ELISA.Diagnosis DemamTyphoid/
Paratyphoid dinyatakan bila: 1) JikaIgM positif menandakan infeksi akut; 2) jika
IgG
positif
menandakan
pernah
kontak/
daerahendemik.
20
pernah
terinfeksi/
reinfeksi/
Tatalaksana
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu
:Istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif),
dan pemberian medikamentosa. Istirahat yang berupa tirah baring dan perawatan
profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Sedangkan diet dan terapi
merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam
tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi
penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Tata
laksana medikamentosa demam tifoid dapat berupa pemberian antibiotik,
antipiretik, dan steroid. Obat antimikroba yang sering diberikan adalah
kloramfenikol, tiamfenikol, kotrimoksazol, sefalosporin generasi ketiga,ampisilin,
dan amoksisilin.2, 10
Kloramfenikol
merupakan
obat
pilihan
utama
untuk
mengobati
21
suntikan terasa nyeri. Dari pengalaman obat ini dapat menurunkan demam
ratarata7,2
hari.
Untuk
menghindari
reaksi
Jarisch-Herxheimer
pada
memiliki
dosis
dan
keefektifan
yang
hampir
sama
22
perut,mencret,
ulserasi
esofagus,
leukopenia,
thrombopenia,
anemia
lambung
terasa
terbakar,
sakit
epigastrium,
iritasi
23
2.9
Komplikasi
1. Komplikasi Intestinal 6
a. Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan
minor yang tidak membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat
terjadi hingga penderitamengalami syok. Secara klinis perdarahan akut
darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.
b. Perforasi usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul
pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama.
Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat
terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar ke
seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah
turun dan bahkan sampai syok.
2. Komplikasi Ekstra Intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis),
miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi
intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru: pneumoni, empiema, dan pleuritis
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis
e. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
f. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis
g. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis, polineuritis
perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.
24
2.10 Prognosis1
Umumnya prognosis demam tifoid pada anak baik asal penderita cepat
mendapat pengobatan. Prognosa menjadi buruk bila terdapat gejala klinis yang
berat, seperti :
- Hiperpireksia atau febris kontinua.
- Kesadaran menurun.
- Malnutrisi.
- Terdapat kompliksi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis,
bronkopneumonie, dll.
25
BAB III
ANALISIS KASUS
26
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pang T.1992. Typhoid Fever : A Continuing Problem. Dalam : Pang T, Koh CL,
Puthucheary SD, Eds. Typhoid Fever : Strategies for the 90s. Singapore : World
Scientific, 1-2.
8.
9.
Kalra SP, Naithani N, Mehta SR, Swamy AJ.2003. Current trends in the
management of typhoid fever. MJAFI ;59:130-5.
10.
Lim PL, Tam FCH, Cheong YM, Jegathesan M.1998. One-step 2-minute test to
detect typhoid-specific antibodies based on particle separation in tubes. J Clin
Microbiol ;36(8):2271-8.
11.
Parry CM, Hien TT, Dougan G, et al.2002. Typhoid fever. N Engl J Med. ;
347(22):1770-82.
27