Anda di halaman 1dari 6

OPTIMALISASI PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI DAN TEKNOLOGI

DALAM PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)


MELALUI PERUBAHAN ATAS PROSES BISNIS PENGELOLAAN SPT YANG
DISAMPAIKAN DENGAN MEDIA ELEKTRONIK (E-SPT)

Oleh:
I Made Adi Widiarta
NIP 198802192007101001
Operator Console KPP Madya Denpasar

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KANTOR WILAYAH DJP BALI

Optimalisasi Pemanfaatan Sistem Informasi dan Teknologi


dalam Pengelolaan Surat Pemberitahuan (SPT)
melalui Perubahan atas Proses Bisnis Pengelolaan SPT Yang
Disampaikan dengan Media Elektronik (e-SPT)
Oleh:
I Made Adi Widiarta *)

Untuk dapat mencapai target di penerimaan pajak tahun 2015, DJP diwajibkan
bekerja ekstra keras. Dalam upaya menyikapi peningkatan target penerimaan yang mencapai
38,6% jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2014, DJP harus mampu menerapkan
administrasi perpajakan yang terbaik dalam rangka melaksanakan fungsi utama DJP sebagai
tax administrator, yaitu fungsi pelayanan, pengawasan, dan penegakan hukum. Fungsi-fungsi
utama tersebut haruslah didukung oleh fungsi-fungsi lainnya, diantaranya yaitu organisasi,
sumber daya manusia, dan teknologi informasi.
Salah satu fungsi pendukung yang harus senantiasa dikembangkan adalah
peningkatan peranan teknologi informasi dalam pengelolaan administrasi perpajakan. Dalam
cetak biru transformasi kelembagaan yang dilakukan sejak reformasi perpajakan jilid dua
dimulai, salah satu upaya yang dilakukan adalah perbaikan proses bisnis dalam pelaporan
dan pemrosesan Surat Pemberitahuan (SPT), yang meliputi digitalisasi pelaporan dan
pengolahan semua jenis SPT, peningkatan peran Unit Pengolahan Data dan Dokumen
Perpajakan (UPDDP), serta penyediaan sistem pelaporan SPT secara elektronik (efiling)
untuk semua jenis pajak. Dalam pelaksanaannya, program tersebut mengalami banyak
hambatan, diantaranya adalah lambatnya perkembangan daerah cakupan yang dilayani oleh
UPDDP. Akibatnya, KPP sebagai unit vertikal DJP di daerah masih menggunakan proses
bisnis lama dalam pengelolaan SPT.
Proses Pengelolaan SPT Yang Masih Konvensional
Pengelolaan SPT Masa dan SPT Tahunan di KPP yang tidak termasuk dalam wilayah
kerja UPDDP masih menggunakan proses bisnis lama. Proses tersebut dimulai dari
penerimaan SPT dari Wajib Pajak baik secara langsung di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT)
maupun melalui Pos/jasa eskpedisi lainnya. SPT yang diterima akan direkam ke dalam Sistem
Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) setelah melalui proses penelitian oleh petugas
TPT. SPT yang sudah diterima di TPT kemudian akan diklasifikasi berdasarkan kriteria Kurang
Bayar (KB), Nihil, dan Lebih Bayar (LB) dan diregister per hari untuk kemudian dikirim ke Seksi
Pengolahan Data dan Informasi (PDI).

Pelaksana Seksi PDI selanjutnya akan merekam elemen data SPT ke dalam aplikasi
perekaman SPT SIDJP. SPT dengan status LB Restitusi diproses terlebih dahulu agar proses
pemeriksaan dapat segera dimulai. Selanjutnya SPT yang terlambat bayar dan/atau terlambat
lapor akan dipilah untuk diteruskan ke Seksi Pengawasan dan Konsultasi untuk selanjutnya
ditindaklajuti dengan penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP). SPT yang dibayar dan dilaporkan
tepat waktu akan dikembalikan ke Seksi Pelayanan untuk disimpan digudang.
Proses di atas merupakan proses yang sangat ideal untuk dilakukan di KPP-KPP
yang pelaporan SPT-nya masih dilakusecara manual (media kertas). Bagi KPP yang hanya
melayani SPT yang disampaikan secara elektronik, proses ini hanya akan menambah beban
kerja pegawai tanpa memberikan nilai tambah yang signifikan pada SPT itu sendiri mengingat
Seksi PDI tidak lagi melakukan perekaman data elemen SPT. Pemrosesan SPT diselesaikan
di Seksi Pelayanan dengan diunggahnya elemen data SPT ke basis data SIDJP saat diterima
di TPT.
Namun, memperhatikan Standard Operating Procedures (SOP) KPP30-0092 tentang
Pengelolaan SPT Masa PPh dan KPP30-0093 tentang Pengelolaan SPT Masa PPN, proses
pengiriman SPT yang sudah disampaikan dalam media elektronik (e-SPT) tetap harus
dilakukan ke Seksi PDI. Jika hal tersebut tidak dilaksanakan, maka Subbagian Umum dan
Kepatuhan Internal (SUKI) sebagai Unit Kepatuhan Internal (UKI) di KPP akan menjadikan hal
tersebut sebagai temuan mengingat proses pengolahan SPT termasuk dalam pengendalian
utama yang dipantau oleh UKI. Hal ini menimbulkan kewajiban yang hanya memberikan beban
administratif kepada seksi terkait.
Di lain pihak, proses penerbitan STP di Seksi Pengawasan dan Konsultasi tidak harus
menunggu SPT yang terlambat bayar dan/atau terlambat lapor dikirimkan oleh Seksi PDI.
Pengiriman SPT oleh Seksi PDI ke Seksi Pengawasan dan Konsultasi hanya akan menambah
beban administrasi Account Representative (AR) dalam pelaksanaan tugasnya. Selain itu, hal
ini juga hanya akan menambah panjang alur pengelolaan berkas SPT sehingga menambah
kemungkinan hilang atau rusaknya fisik SPT dalam proses tersebut.
Di sisi penyimpanan SPT, pengelolaan gudang berkas masih menggunakan cara
lama yang tradisional. SPT dipilah berdasarkan NPWP untuk kemudian disatukan ke dalam
rumah berkas Wajib Pajak. Pengelolaan gudang penyimpanan berkas pun tidak menggunakan
perangkat teknologi informasi apa pun, sehingga pada saat dibutuhkan, akan sangat sulit
menemukan SPT tersebut.
Perbaikan Proses Bisnis melalui Pemanfaatan Sistem Informasi dan Teknologi
Pemanfaatan teknologi informasi mutlak dilakukan untuk pengelolaan SPT di KPP
non Mitra UPDDP yang hanya menerima SPT dalam format elektronik. Pemrosesan fisik SPT
hendaknya cukup dilakukan oleh satu seksi saja, yaitu Seksi Pelayanan. Fisik SPT yang

elemen datanya sudah diunggah ke basis data SIDJP hendaknya langsung dikirim ke gudang
berkas tanpa dikirimkan ke Seksi PDI untuk selanjutnya diteruskan ke Seksi Pengawasan dan
Konsultasi.
Proses pemilahan SPT yang terlambat bayar dan/atau terlambat lapor dapat
memanfaatkan data SIDJP dan MPN. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan
Pajak dan SOP Nomor KPP70-0063 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak
(STP) di Seksi Pengawasan Dan Konsultasi hanya menyebutkan bahwa dalam penerbitan
STP, Account Representative (AR) cukup melakukan identifikasi terhadap data-data yang
akan diterbitkan Surat Tagihan Pajak. Dengan kata lain, AR tidak harus melakukan cek fisik
atas SPT. Proses pemilahan fisik SPT dapat diganti dengan proses pengunduhan data SPT
dan MPN oleh Seksi PDI untuk kemudian diolah dan diklasifikasikan berdasarkan SPT yang
terlambat bayar dan/atau terlambat lapor. Data yang sudah diolah tersebut selanjutkan dapat
dikirimkan ke masing-masing AR untuk selanjutnya diteliti dan diterbitkan STP jika sudah valid.
Hal tersebut memiliki dua keuntungan sekaligus. Di satu sisi, proses pengolahan data
akan jauh lebih cepat karena tidak melibatkan proses manual. Di sisi lain, tanpa adanya fisik
SPT yang harus dikelola, beban administrasi Seksi PDI dan Seksi Waskon akan berkurang
drastis. Pengelolaan fisik SPT yang berhenti di Seksi Pelayanan pun akan mengurangi
kemungkinan SPT tersebut hilang dalam proses pengelolaannya.
Sebagai seksi pengolah data, Seksi PDI harus melakukan pengelolaan data
elektronik berupa backup data e-SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak. Backup e-SPT
dikelola dalam server/komputer khusus sebagai cadangan seandainya terjadi kegagalan
sistem dalam proses pengunggahan SPT ke basis data Direktorat Teknologi Informasi
Perpajakan.
Di lain pihak, karena pengelolaan hanya dilakukan di Seksi Pelayanan, proses
pengolahan fisik dokumen SPT di gudang berkas dapat dilakukan lebih cepat. Dengan
memadukannya dengan penyediaan aplikasi penyimpanan berkas sebagaimana yang
tersedia dalam aplikasi pendukung di UPDDP, maka penyimpanan berkas tidak perlu lagi
menggunakan cara lama yang sangat tradisional dan memakan banyak waktu. Berkas dapat
langsung disimpan berdasarkan tanggal penerimaan SPT di TPT. Yang perlu dilakukan
hanyalah sinkronisasi data penerimaan SPT di TPT dengan data penyimpanan SPT pada
aplikasi gudang berkas.
Jika dirasa perlu, petugas gudang berkas dapat melakukan pengecekan SPT yang
diterima di TPT sebelum dimasukkan ke gudang berkas. Media penyimpanan bisa
menggunakan box sebagaimana yang telah dilakukan oleh UPDDP. Dengan demikian, akan
didapat kepastian berapa jumlah SPT yang ada di gudang berkas. Selanjutnya, box SPT

dicatat dan disimpan pada lemari yang sesuai dengan sistem penyimpanan berkas. Dengan
cara ini, proses pencarian berkas pun akan jauh lebih cepat dilakukan.
Berdasarkan uraian di atas, makan proses pengelolaan SPT di KPP Madya dan KPP
lain yang seluruh Wajib Pajaknya menggunakan e-SPT akan terlihat seperti diagram berikut:

Berdasarkan diagram tersebut, dapat dilihat bahwa terjadi pengurangan proses yang tidak
perlu, terutama pada pemrosesan fisik SPT. Dengan demikian, risiko hilang atau rusaknya
fisik SPT dapat ditekan seminimal mungkin.
Namun demikian, diperlukan adanya penyesuaian atas SOP yang berlaku. SOP
pengelolaan SPT Masa PPh serta SPT Masa PPN dan PPnBM sebagaimana yang diatur

dalam SOP Nomor KPP30-0092 dan KPP30-0093 harus menyesuaikan dengan proses bisnis
terkait. Hal ini untuk menghindari adanya temuan oleh Unit Kepatuhan Internal dalam proses
pemantauan pengendalian utama.
Penutup
Pengelolaan SPT di KPP non mitra UPDDP hendaknya tidak tertinggal begitu jauh
dengan pelaksanaan pengelolaan SPT di UPDDP. Terlihat ada gap yang sangat besar dalam
proses pengelolaan SPT di kedua kondisi tersebut, di mana SPT dikelola dengan teknologi
informasi yang mutakhir di UPDDP, sementara masih dikelola secara tradisional di KPP non
mitra UPDDP.
Pengelolaan fisik SPT di KPP yang seluruh Wajib Pajaknya telah menggunakan SPT
dengan media elektronik (e-SPT) cukup dilakukan pada Seksi Pelayanan saja. Dengan
berkurangnya pihak yang bersinggungan dengan fisik SPT, risiko hilang atau rusaknya fisik
SPT dapat ditekan seminimal mungkin.
Untuk tetap menjalankan tugasnya sebagai pengolah data, Seksi PDI dapat berperan
dalam mengolah data SPT terlambat bayar dan/atau terlambat lapor serta mengelola backup
data e-SPT pada server/komputer khusus. Jika dibutuhkan, Seksi PDI juga dapat melakukan
quality assurance dengan metode sampling sebagaimana yang biasa dilakukan dalam
benchmarking perekaman SPT yang dilakukan oleh Kanwil DJP.
Dibutuhkan adanya perubahan SOP untuk mendukung perubahan proses bisnis ini.
Hal ini untuk menghindari adanya temuan UKI atas pemantauan pengelolaan SPT yang
dilakukan.
Dengan pemanfaatan sistem informasi dan teknologi dalam pengolahan SPT,
diharapkan pengelolaan SPT dapat lebih maksimal dilakukan. Hal ini akan sesuai dengan
cetak biru transformasi kelembagaan DJP sebagaimana yang diusung dalam program
reformasi perpajakan Indonesia.

*)

Penulis adalah Operator Console KPP Madya Denpasar

Anda mungkin juga menyukai