TUBERKULOSIS
Oleh:
AHMAD HAERUL UMAM
2091210029
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Diperkirakan angka
kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2-3 juta setiap tahun. Di Indonesia
tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit
pernapasan akut pada seluruh kalangan usia (PDPI, 2006; Depkes, 2007).
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura yang diklasifikasikan berdasar hasil pemeriksaan dahak
(BTA) dan hasil pemeriksaan radiologi pasien (PDPI, 2006; Depkes, 2007).
Pemberantasan TB paru secara nasional di Indonesia telah berlangsung
puluhan tahun sejak tahun 1969 namun hasilnya belum memuaskan. Angka drop
out yang tinggi, pengobatan yang tidak adekuat dan resistensi terhadap OAT
merupakan kendala dalam pengobatan TB paru (Permatasari, 2005).
M. tuberculosis, agen infeksius dari TB berwujud basil yang kecil, agak
melengkung yang bersifat obligat aerob dan disebut basil tahan asam. M.
tuberculosis ditularkan melalui droplet udara yang diproduksi ketika orang dengan
TB laryngeal atau TB paru batuk, bersin, berbicara, atau menyanyi. Keberadaan
basil tahan asam pada smear sputum adalah indikator penting untuk penularan.
Karakteristik lain yaitu adanya cavitas pada rontgen thorax, keberadaan laryngitis
TB, dan sekret saluran napas yg cair dan sangat banyak.
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan lainnya.
Di bidang pengobatan, pengembangan pengobatan TB paru yang efektif
merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari
Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR TB). Pengembangan strategi DOTS
untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioritas utama WHO (PDPI, 2006;
Depkes, 2007).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
A. Definisi
Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh MycobacteriuM.
tuberculosis atau Mycobacterium bovis. Keduanya adalah bakteri gram positif,
tahan asan dan alcohol, berbentuk batang, tidak membentuk spora, dan
diklasifikasikan ke dalam golongan actinomycetes. M. tuberculosis adalah
parasit intraseluler fakultatif yang dipercaya mampu tumbuh ekstraseluler dan
dapat dorman selama beberapa tahun bahkan beberapa dekade.
B. Patogenesis
M. tuberculosis, agen infeksius dari TB berwujud basil yang kecil, agak
melengkung yang bersifat obligat aerob. M. tuberculosis mempunyai dinding
sel dengan lapisan lemak yang sangat tinggi sehingga tahan terhadap metode
pewarnaan Gram. Akan tetapi, basil TB menyerap basa fuchsin dan tidak
mudah pudar bahkan dengan asam alkohol, sehingga basil ini disebut basil
tahan asam. Oleh karena karakteristik yang hanya dimiliki oleh famili
mycobacterial dan beberapa organisme lain ( Nocardia, Rhodococcus, dan
Corynebacterium ), maka ditemukan teknik identifikasi tradisional yang
simpel, cepat, dan relatif spesifik dengan smear asam. M. tuberculosis
ditularkan melalui droplet udara yang dihasilkan ketika orang dengan TB
laryngeal atau TB paru batuk, bersin, berbicara, atau menyanyi. Partikel
partikel ini berukuran 15 m dapat berada di udara bebas untuk beberapa
periode waktu tertentu, dan terdispersi melalui ruangan atau gedung.
Keberadaan basil tahan asam pada smear sputum adalah indikator penting
untuk penularan. Karakteristik lain yaitu adanya cavitas pada rontgen thorax,
keberadaan laryngitis TB, dan sekret saluran napas yang cair dan sangat
banyak.
Infeksi terjadi ketika seseorang yang rentan menghirup droplet yang
mengandung basil tuberkel. Karena distribusi droplet yang terhirup ditentukan
oleh pola ventilasi dan volume lobus-lobus paru yang bervariasi lokasi
implantasi biasanya terjadi di zona paru tengah dan bawah. Saat basil sampai di
alveolus, maka basil tersebut akan ditelan oleh makrofag alveolar. Ketahanan
terhadap perkembangan infeksi tuberkulosis diketahui di bawah pengaruh
3
genetik, dan akibat infeksi tergantung pada interaksi antar kekuatan membunuh
mikroba dari makrofag alveolar serta virulensi dari kuman yang ditelannya.
Jika makrofag alveolar tidak dapat membunuh atau menghambat M.
tuberculosis, basil akan berkembang biak di dalam lingkungan intraseluler.
Siklus berlanjut sejak basil yang dilepaskan ditelan oleh makrofag alveolar
yang lain dan monosit tertarik dari dalam darah. Selama periode pembelahan
cepat, basil TB disebarkan melalui saluran limfa ke limfonodi regional di hilus
dan mediastinum serta melalui aliran darah menyebar ke tempat-tempat lain di
tubuh (Center for Disease Control and Prevention (CDC), 2005).
Fase logaritmik dari perkembangan basil berhenti dengan perkembangan
CMI (cell mediated imunity) dan hipersensitivitas tipe lambat pada 2-10
minggu setelah infeksi inisial. Perkembangan dari imunitas spesifik biasanya
cukup membatasi perkembangbiakan basil; pejamu menjadi asimtomatik; dan
lesi akan sembuh. Beberapa basil tetap dormant dan viabel untuk beberapa
tahun, ini dinamakan sebagai infeksi TB laten, mungkin dapat dideteksi hanya
dengan skin tes dengan tuberkulin atau secara radiologis teridentifikasi sebagai
kalsifikasi pada tempat infeksi paru primer atau di limfonodi regional. Kira
kira 5 % dari individu yang terinfeksi imunitasnya tidak adekuat dan secara
klinis penyakit akan aktif kembali dalam satu tahun setelah infeksi. Pada 5 %
kasus populasi yang terinfeksi, kejadian reaktivasi endogenous dari infeksi
laten tidak berhubungan dengan infeksi inisial (Knechel, 2009).
1. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian
mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer
akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis
lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di
hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis
reginal dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan
mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
pada
anak
setelah
mendapat
ensefalomeningitis,
tuberkuloma) atau
b) Meninggal
Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
(PDPI, 2006; Depkes, 2007).
2. Tuberkulosis Postprimer
Postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis
primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer
mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa,
localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat,
karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai
dengan sarang dini, yang umumnya terletak disegmen apical lobus superior
maupun lobus inferior.
TB post primer terjadi pada orang yang sebelumnya telah terinfeksi dan
telah memiliki imunitas dapatan yang dapat terjadi karena reaktivasi endogen
atau yang sangat jarang yaitu reinfeksi eksogen (Knechel, 2009). Walaupun
infeksi laten atau progresi yang terlambat dapat terjadi pada tiap tempat di
tubuh, fokus di paru adalah kasus terbanyak. Predileksi dari penyakit
postprimer melibatkan area paru atas yang berhubungan dengan kombinasi
beberapa faktor termasuk tekanan oksigen yang relatif tinggi dan dan gangguan
drainase limfatik pada regional paru atas (PDPI, 2006; Depkes, 2007).
C. Klasifiksasi
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (PDPI, 2006; Depkes, 2007).
5
jamur,
keganasan,dan lain-lain)
b) TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang
berkompeten menangani kasus tuberkulosis.
3) Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
4) Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau
akhir pengobatan.
5) Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik.
6) Kasus bekas TB :
a) Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau
foto
serial
menunjukkan
gambaran
yang
menetap.
Riwayat
tuberkulosis
dapat
ditegakkan
berdasarkan
gejala
klinis,
Pemeriksaan Bakteriologi
a. Bahan pemeriksaan
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, cairan serebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronchoalveolar, urin, feses dan jaringan biopsi.
b. Cara pengambilan dahak
Dahak diambil 3 kali:
1) Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
8
other
than
tuberculosis
(MOTT).
Untuk
Sifat
Isoniazid (H)
bakterisid
Rifampicin (R)
bakterisid
Pyrazinamide
(Z)
Streptomycin
(S)
Ethambutol (E)
bakterisid
bakterisid
bakteriostatik
3. Prinsip pengobatan
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup, dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.
11
Berat badan
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
71 kg
12
2 Bulan
4 Bulan
Tablet
Isonia
sid
@ 300
mg
Tablet
Rifamp
isin
@ 450
mg
Tablet
Pirazina
mid
@ 500
mg
Tablet
Etamb
utol
@ 250
mg
1
2
1
1
3
-
3
-
Jumla
h
hari/k
ali
menel
an
obat
56
48
Berat badan
Selama 28
hari
Selama 56 hari
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
71 kg
Tahap
pengobatan
Tahap
intensif
(dosis harian)
Tahap
lanjutan (3x
seminggu)
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT
Tahap lanjutan
3 kali seminggu
RH (150/150) +
E (400)
Selama 20
minggu
2 tab 2KDT + 2
tab Etambutol
3 tab 2KDT + 3
tab Etambutol
4 tab 2KDT + 4
tab Etambutol
5 tab 2KDT + 5
tab Etambutol
Etambutol
Tablet
Tablet
@ 250
@ 400
mg
mg
Lama
pengobatan
Tablet
Isoniasid
@ 300 mg
Tablet
Rifampisin
@ 450 mg
Tablet
Pirazinamid
@ 500 mg
2 bulan
1 bulan
1
1
1
1
3
3
3
3
4 bulan
Strepto
misin
inj
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
0,75 g
-
56
28
60
Catatan:
13
melarutkan
streptomisin
vial
gram
yaitu
dengan
Tahap
Lama
pengoba pengoba
tan
tan
Tahap
intensif
(dosis
harian)
1 bulan
Tablet
Isonia
sid @
300
mg
Tablet
Rifamp
isin @
450 mg
Tablet
Pirazina
mid @
500 mg
Jumla
h
Tablet
hari/k
etamb
ali
utol @
menel
250 mg
an
obat
3
28
14
Penyebab
Penatalaksanaan
Rifampisin
Nyeri sendi
Pirasinamid
Beri Aspirin
Kesemutan s/d
rasa terbakar di
kaki
INH
Warna kemerahan
pada air seni
(urine)
Rifampisin
Beri vitamin B6
(piridoxin) 100 mg per
hari
Tidak perlu diberi apaapa, tapi perlu
penjelasan kepada
pasien
Penyebab
Gatal dan
kemerahan kulit
Tuli
Streptomisin
Gangguan
keseimbangan
Streptomisin
Ikterus tanpa
penyebab lain
Hampir semua
OAT
Bingung dan
muntah-muntah
(permulaan
ikterus karena
obat)
Gangguan
penglihatan
Purpura dan
renjatan (syok)
Penatalaksanaan
Ikuti petunjuk
penatalaksanaan di
bawah
Streptomisin
dihentikan, ganti
Etambutol
Streptomisin
dihentikan, ganti
Etambutol
Hentikan semua OAT
sampai ikterus
menghilang
Hampir semua
OAT
Etambutol
Hentikan Etambutol
Rifampisin
Hentikan Rifampisin
Hasil
Sembuh
Definisi
Pasien dengan hasil sputum BTA atau kultur
positif
sebelum
pengobatan,
dan
hasil
Pengobatan lengkap
biakan negative
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan tetapi
tidak meiliki hasil pemeriksaan sputum atau kultur pada
Gagal pengobatan
akhir pengobatan
Pasien dengan hasil sputu, atau kultur positif pada bulan
Meninggal
Lalai berobat
Pindah
Pengobatan sukses
17
BAB III
ILUSTRASI KASUS
A. ANAMNESIS
1. Identitas Penderita
Nama Pasien
: Tn M
Usia
: 50 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status
: Menikah
Pekerjaan
: Pedagang
Agama
: Islam
Alamat
: Bulu, Sukoharjo
No. RM
: 01156746
2. Keluhan Utama
Batuk
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik paru RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan
batuk sejak 3 minggu yang lalu. Batuk dirasakan terus-menerus. Batuk
disertai dahak putih kental, kadang disertai darah. Batuk juga disertai oleh
demam yang dirasakan sumer-sumer sejak 3 minggu yang lalu. Demam
terutama dirasakan pada saat malam hari. demam juga disertai keringat
dingin yang keluar terutama pada saat malam hari. keringat dingin keluar
walaupun pasien tidak sedang beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan
penurunan nafsu makan sejak 3 minggu, berat badan pasien juga mulai
menurun. Pasien tidak mengeluhkan sesak napas maupun mual muntah.
BAK dan BAB tidak ada keluhan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat darah tinggi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
4. Riwayat alergi
: disangkal
18
5. Riwayat asma
: disangkal
6. Riwayat TB
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
5. Riwayat alergi
: disangkal
6. Riwayat asma
: disangkal
7. Riwayat TB
: disangkal
6. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok
: disangkal
: 120/80 mmHg
Nadi
Frekuensi nafas
Suhu
Status gizi
: TB 155 cm
BB 50 kg
3. Kulit
Ikterik (-), peteki (-), turgor cukup, hiperpigmentasi (-), bekas garukan (-),
kulit kering (-), kulit hiperemis (-)
19
4. Kepala
bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah dicabut (-), luka (-)
5. Wajah
Simetris, eritema (-)
6. Mata
konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjungtiva
(-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+)
normal, oedem palpebra (-/-), strabismus (-/-).
7. Telinga
sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), gangguan fungsi pendengaran
(-)
8. Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-).
9. Mulut
sianosis (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-), papil lidah atrofi (-), luka
pada sudut bibir (-).
10. Leher
JVP
Perkusi
dekstra
Batas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis
sinistra
Batas
jantung
kiri
bawah
SIC
VI
linea
medioklavicularis sinistra
Pinggang jantung : SIC III parasternalis sinistra
konfigurasi jantung kesan normal
Auskultasi
13. Pulmo
Depan
Inspeksi
: statis
dinamis
Palpasi
: statis
dinamis
Perkusi
Auskultasi
: kanan
: sonor
kiri
: sonor
: kanan
kiri
Belakang
Inspeksi
: statis
dinamis
Palpasi
: statis
dinamis
Perkusi
Auskultasi
: kanan
: sonor
kiri
: sonor
: kanan
kiri
14. Punggung
21
kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok kostovertebra (-/-)
15. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan supra pubik (-).
16. Genitourinaria
Ulkus (-), secret (-), tanda-tanda radang (-)
17. Kelenjar getah bening inguinal
Tidak membesar
18. Ekstremitas
Akral dingin
Odem
--
--
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
22
1. Laboratorium
Hb
Hct
AE (uL)
AL
AT
GDS
Ureum
Kreatinin
Na+
K+
Cl
HbsAg
SGOT
SGPT
10/12/14
13
35
4,55
8.7
408
102
44
0.7
137
4.2
100
Nonreaktif
26
34
Satuan
Gr/dl
%
106/uL
103/uL
103/Ul
Mg/dL
Mg/Dl
Mg/Dl
mmol/L
mmol/L
mmol/L
nilai rujukan
12,0-15,6
33-45
4,10-5,10
4,5-11
150-450
60-140
<50
0,6-1,1
136-145
3,5-5,1
98-106
UI/L
UI/L
0-35
0-45
2. Pemeriksaan dahak
2 kali (+), 1 kali (-) BTA positif
3. Foto torax
Foto torax atas nama Ny. M, usia 50 tahun, tanggal 10 Desember 2014,
diambil di RSUD dr Moewardi :
23
D. RESUME
Pasien datang ke poliklinik paru RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan
batuk sejak 3 minggu yang lalu. Batuk dirasakan terus-menerus. batuk disertai
dahak putih kental, kadang disertai darah. Pasien juga mengeluhkan
penurunan nafsu makan sejak 3 minggu, berat badan pasien juga mula
i menurun. Pasien merasakan demam sumer-sumer sejak 3 minggu. Pasien
juga mengeluhkan keringat dingin malam hari saat tidak melakukan aktivitas.
Pasien tidak mengeluhakan sesak napas maupun mual muntah. BAK dan BAB
tidak ada keluhan
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah,
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 98 x/menit, RR 22x/menit dan suhu 37 oC.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan.
Dari pemeriksaan laboratorium tidak didapatkan kelainan, dari foto
torax didapatkan kesan : TB paru lesi luas, dari pemeriksaan dahak : BTA +.
E. DIAGNOSIS KERJA
TB paru BTA (+) lesi luas kasus baru
F. TERAPI
1. Non Medikamentosa
a. Edukasi pasien, meliputi :
24
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semidormant yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid Rifampisin
50 kg x 9 mg/kgBB= 450 mg/hari
R/
R/
R/
R/
G. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad sanam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam
: dubia ad bonam
26
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien inimerupakan kasus baru dan aktif sehingga termasuk tahap terapi intensif
(2HRZE). Pedoman terapi sesuai dengan Pedoman Nasional Penangggulangan Tuberkulosis
2007 yang dikeluarkan Departemen Kesehatan RI.
1. Isoniazid
Obat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberkulosis aktif,
disebabkan kuman yang peka dan untuk profilaksis orang berisiko tinggi
mendapatkan infeksi. Dapat digunakan tunggal atau bersama-sama dengan
antituberkulosis lain. Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Efektif terhadap kuman
dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang.
Mekanisme kerja berdasarkan terganggunya sintesa
diperlukan untuk membangun dinding bakteri. Kerja obat ini adalah dengan
menghambat enzim esensial yang penting untuk sintesis asam mikolat dan
dinding sel mikro bakteri. INH dapat menghambat hampir semua basil
tuberkel, dan bersifat bakterisida terutama untuk basil tuberkel yang tumbuh
aktif. INH dapat bekerja baik intra maupun ekstraseluler. Aktivitas INH
menghambat aksi enoyl protein pembawa asil dalam bentuk (InhA). InhA
merupakan komponen enzim penting dari sintesis asam lemak kompleks II
(FAS-II). FAS-II yang terlibat dalam sintesis rantai panjangasam mycolic.
Asam mycolic merupakan komponen struktural pentingdari dinding sel
mikobakteri dan melekat ke lapisan arabinogalactan. Pada saat dipakai
Isoniazida akan mencapai kadar plasma puncak dalam 1 2 jam sesudah
pemberian peroral dan lebih cepat sesudah suntikan im; kadar berkurang
menjadi 50 % atau kurang dalam 6 jam.
Mudah difusi kedalamjaringan tubuh, organ, atau cairan tubuh; juga terdapat
dalam liur, sekresi bronkus dan cairan pleura, serobrosfina, dan cairan asitik.
Metabolisme dihati, terutama oleh karena asetilasi dan dehidrazinasi(kecepatan
27
asetilasi umumnya lebih dominan ). Waktu paro plasma 2-4 jam diperlama
pada insufiensi hati, dan pada inaktivator lambat. Lebih kurang 75-95 %
dosis diekskresikan di kemih dalam 24 jam sebagai metabolit, sebagian kecil
diekskresikan di liur dan tinja. Melintasi plasenta dan masuk kedalam ASI.
2. Rifampisin
Rifampisin diindikasikan untuk obat antituberkulosis yang dikombinasikan
dengan antituberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang. Bersifat
bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant yang tidak dapat dibunuh
oleh isoniazid.
Mekanisme kerja berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri
Ribose Nukleotida Acid(RNA)-polimerase sehingga sintesis RNA terganggu.
Obat ini menghambat sintesis DNA bakteri dengan mengikat -subunit dari
DNA dependent RNA polimerase sehingga menghambat peningkatan enzim
tersebut ke DNA dan menghambat transkripsi messenger RNA (mRNA).
Transkrip RNA adalah persyaratan penting untuk sintesis protein.
Obat ini akan mencapai kadar plasma puncak (berbeda beda dalam kadar)
setelah 2-4 jam sesudah dosis 600 mg, masih terdeteksi selama 24 jam.
Tersebar merata dalam jaringan dan cairan tubuh, termasuk cairan
serebrospinal, dengan kadar paling tinggi dalam hati, dinding
kandung empedu, dan ginjal. Waktu paruh plasmalebih kurang 1,5- 5
jam( lebih tinggi dan lebih lama padadisfungsi hati, dan dapat lebih rendah
pada penderita terapi INH). Cepat diasetilkan dalam hati menjadi emtablit aktif
dan tak aktif; masuk empedu melalui sirkulasi enterohepar.Hingga 30 %
dosisdiekskresikan dalam kemih, lebih kurangsetengahnya sebagai obat bebas.
Meransang enzim mikrosom, sehingga dapat menginaktifkanobat terentu.
Melintasi plasenta dan mendifusikan obat tertentu kedalam hati.
3. Etambutol
Etambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkulosis dengan obat lain,
sesuai regimen pengobatan jika diduga ada resistensi. Jika risiko resistensi
28
rendah, obat ni dapat ditinggalkan. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak
usia kurang 6 tahun, neuritis optik, gangguan visual. Bersifat bakteriostatik,
dengan menekan pertumbuhan kuman TB yang telah resisten terhadap
Isoniazid dan streptomisin. Mekanisme kerja, berdasarkan penghambatan
sintesa RNA pada kuman yang sedang membelah, juga menghindarkan
terbentuknya mycolic acidpada dinding sel. Obat ini menghambat sintesis
metabolisme selsehingga menyebabkan kematian sel. Etambutol menghambat
aksi arabinosyl (EmbB). EmbB adalah enzim membran terkait yang terlibat
dalamsintesis
arabinogalaktan.
Arabinogalactan
merupakan
komponen
5. Piridoksin
Diberikan untuk mengatasi efek samping isoniazid yang berupa tanda-tanda
keracunan pada saraf tepi, kesemutan, dan nyeri otot atau gangguan kesadaran.
Efek neuritis perifer tersebut disebabkan karena adanya defisiensi piridoksin,
oleh karena itu, suplementasi piridoksin bermanfaat untuk mencegah neuritis
perifer pada pasien TB.
30
Daftar Pustaka
Catanzano TM et al. 2013. Primary Tuberculosis Imaging. Medscape. Last
edit July 2013.
http://emedicine.medscape.com/article/358610overview. diakses tanggal 7 mei 2014.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2005. Controlling
Tuberculosis in the United States. Morbidity and Mortality Weekly
Report
:
Vol.
54
/
No.
RR-12.
http://www.cdc.gov/mmwr/pdf/rr/rr5412.pdf
Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta:
Depkes RI.
Knechel NA. 2009. Tuberculosis: Pathophysiology,Clinical Features, and
Diagnosis.
http://www.aacn.org/WD/CETests/Media/C0923.pdf.
diakses tanggal 8 Mei 2014
PDPI. 2006. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan di
Indonesia. PDPI. Jakarta. Hal : 1 23
Permatasari, A. 2005. Pemberantasan Penyakit TB paru dan Strategi Dots.
Bagian Paru Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
31