Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH FARMASI

TUBERKULOSIS

Oleh:
AHMAD HAERUL UMAM
2091210029

KEPANITERAAN KLINIK LAB/SMF ILMU FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Diperkirakan angka
kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2-3 juta setiap tahun. Di Indonesia
tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit
pernapasan akut pada seluruh kalangan usia (PDPI, 2006; Depkes, 2007).
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura yang diklasifikasikan berdasar hasil pemeriksaan dahak
(BTA) dan hasil pemeriksaan radiologi pasien (PDPI, 2006; Depkes, 2007).
Pemberantasan TB paru secara nasional di Indonesia telah berlangsung
puluhan tahun sejak tahun 1969 namun hasilnya belum memuaskan. Angka drop
out yang tinggi, pengobatan yang tidak adekuat dan resistensi terhadap OAT
merupakan kendala dalam pengobatan TB paru (Permatasari, 2005).
M. tuberculosis, agen infeksius dari TB berwujud basil yang kecil, agak
melengkung yang bersifat obligat aerob dan disebut basil tahan asam. M.
tuberculosis ditularkan melalui droplet udara yang diproduksi ketika orang dengan
TB laryngeal atau TB paru batuk, bersin, berbicara, atau menyanyi. Keberadaan
basil tahan asam pada smear sputum adalah indikator penting untuk penularan.
Karakteristik lain yaitu adanya cavitas pada rontgen thorax, keberadaan laryngitis
TB, dan sekret saluran napas yg cair dan sangat banyak.
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan lainnya.
Di bidang pengobatan, pengembangan pengobatan TB paru yang efektif
merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari
Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR TB). Pengembangan strategi DOTS
untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioritas utama WHO (PDPI, 2006;
Depkes, 2007).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2

A. Definisi
Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh MycobacteriuM.
tuberculosis atau Mycobacterium bovis. Keduanya adalah bakteri gram positif,
tahan asan dan alcohol, berbentuk batang, tidak membentuk spora, dan
diklasifikasikan ke dalam golongan actinomycetes. M. tuberculosis adalah
parasit intraseluler fakultatif yang dipercaya mampu tumbuh ekstraseluler dan
dapat dorman selama beberapa tahun bahkan beberapa dekade.
B. Patogenesis
M. tuberculosis, agen infeksius dari TB berwujud basil yang kecil, agak
melengkung yang bersifat obligat aerob. M. tuberculosis mempunyai dinding
sel dengan lapisan lemak yang sangat tinggi sehingga tahan terhadap metode
pewarnaan Gram. Akan tetapi, basil TB menyerap basa fuchsin dan tidak
mudah pudar bahkan dengan asam alkohol, sehingga basil ini disebut basil
tahan asam. Oleh karena karakteristik yang hanya dimiliki oleh famili
mycobacterial dan beberapa organisme lain ( Nocardia, Rhodococcus, dan
Corynebacterium ), maka ditemukan teknik identifikasi tradisional yang
simpel, cepat, dan relatif spesifik dengan smear asam. M. tuberculosis
ditularkan melalui droplet udara yang dihasilkan ketika orang dengan TB
laryngeal atau TB paru batuk, bersin, berbicara, atau menyanyi. Partikel
partikel ini berukuran 15 m dapat berada di udara bebas untuk beberapa
periode waktu tertentu, dan terdispersi melalui ruangan atau gedung.
Keberadaan basil tahan asam pada smear sputum adalah indikator penting
untuk penularan. Karakteristik lain yaitu adanya cavitas pada rontgen thorax,
keberadaan laryngitis TB, dan sekret saluran napas yang cair dan sangat
banyak.
Infeksi terjadi ketika seseorang yang rentan menghirup droplet yang
mengandung basil tuberkel. Karena distribusi droplet yang terhirup ditentukan
oleh pola ventilasi dan volume lobus-lobus paru yang bervariasi lokasi
implantasi biasanya terjadi di zona paru tengah dan bawah. Saat basil sampai di
alveolus, maka basil tersebut akan ditelan oleh makrofag alveolar. Ketahanan
terhadap perkembangan infeksi tuberkulosis diketahui di bawah pengaruh
3

genetik, dan akibat infeksi tergantung pada interaksi antar kekuatan membunuh
mikroba dari makrofag alveolar serta virulensi dari kuman yang ditelannya.
Jika makrofag alveolar tidak dapat membunuh atau menghambat M.
tuberculosis, basil akan berkembang biak di dalam lingkungan intraseluler.
Siklus berlanjut sejak basil yang dilepaskan ditelan oleh makrofag alveolar
yang lain dan monosit tertarik dari dalam darah. Selama periode pembelahan
cepat, basil TB disebarkan melalui saluran limfa ke limfonodi regional di hilus
dan mediastinum serta melalui aliran darah menyebar ke tempat-tempat lain di
tubuh (Center for Disease Control and Prevention (CDC), 2005).
Fase logaritmik dari perkembangan basil berhenti dengan perkembangan
CMI (cell mediated imunity) dan hipersensitivitas tipe lambat pada 2-10
minggu setelah infeksi inisial. Perkembangan dari imunitas spesifik biasanya
cukup membatasi perkembangbiakan basil; pejamu menjadi asimtomatik; dan
lesi akan sembuh. Beberapa basil tetap dormant dan viabel untuk beberapa
tahun, ini dinamakan sebagai infeksi TB laten, mungkin dapat dideteksi hanya
dengan skin tes dengan tuberkulin atau secara radiologis teridentifikasi sebagai
kalsifikasi pada tempat infeksi paru primer atau di limfonodi regional. Kira
kira 5 % dari individu yang terinfeksi imunitasnya tidak adekuat dan secara
klinis penyakit akan aktif kembali dalam satu tahun setelah infeksi. Pada 5 %
kasus populasi yang terinfeksi, kejadian reaktivasi endogenous dari infeksi
laten tidak berhubungan dengan infeksi inisial (Knechel, 2009).
1. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian
mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer
akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis
lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di
hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis
reginal dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan
mengalami salah satu nasib sebagai berikut :

a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution dan


integrum)
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
c. Menyebar dengan cara :
1) Perkontinultatum, menyebar ke sekitarnya
2) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke
paru sebelahnya atau tertelan.
3) Penyebaran secara hematogen dan limfogen.
Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
a) Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang

pada

anak

setelah

mendapat

ensefalomeningitis,

tuberkuloma) atau
b) Meninggal
Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
(PDPI, 2006; Depkes, 2007).
2. Tuberkulosis Postprimer
Postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis
primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer
mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa,
localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat,
karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai
dengan sarang dini, yang umumnya terletak disegmen apical lobus superior
maupun lobus inferior.
TB post primer terjadi pada orang yang sebelumnya telah terinfeksi dan
telah memiliki imunitas dapatan yang dapat terjadi karena reaktivasi endogen
atau yang sangat jarang yaitu reinfeksi eksogen (Knechel, 2009). Walaupun
infeksi laten atau progresi yang terlambat dapat terjadi pada tiap tempat di
tubuh, fokus di paru adalah kasus terbanyak. Predileksi dari penyakit
postprimer melibatkan area paru atas yang berhubungan dengan kombinasi
beberapa faktor termasuk tekanan oksigen yang relatif tinggi dan dan gangguan
drainase limfatik pada regional paru atas (PDPI, 2006; Depkes, 2007).
C. Klasifiksasi
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (PDPI, 2006; Depkes, 2007).
5

a. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)


TB paru dibagi atas :
1) Tuberkulosis paru BTA (+) adalah :
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif
b) Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
c) Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
2) Tuberkulosis paru BTA (-)
a) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
b) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M. tuberculosis positif
b. Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu :
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelean OAT kurang dari satu bulan.
2) Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapatkan
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif
tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif/perburukan dan terdapat
gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
a) Lesi
nontuberkulosis
(pneumonia,
bronkiektasis,

jamur,

keganasan,dan lain-lain)
b) TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang
berkompeten menangani kasus tuberkulosis.
3) Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
4) Kasus gagal

Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau
akhir pengobatan.
5) Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik.
6) Kasus bekas TB :
a) Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau
foto

serial

menunjukkan

gambaran

yang

menetap.

Riwayat

pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.


b) Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks tulang tidak ada
perubahan gambaran radiologi.
(PDPI, 2006; Depkes, 2007).
D. Diagnosis
Diagnosis

tuberkulosis

dapat

ditegakkan

berdasarkan

gejala

klinis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan


lainnya.
1. Gambaran Klinis
Tanda klinis dan gejala dari TB paru adalah orang dewasa yang
terinfeksi kadang nonspesifik, ketidakberadaan gejala terjadi pada kirakira
5% kasus dewasa aktif8. Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena
adalah paru maka gejala lokal adalah gejala respiratori (gejala lokal sesuai
dengan organ yang terlibat).
a. Gejala respiratori
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat
dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak keluar.

1) Batuk adalah gejala yang paling sering terjadi karena hubungannya


pada tempat infeksi paru. Batuk 2minggu. Awalnya, mungkin tidak
produktif, tapi berikutnya sputum akan menjadi mukus atau
mukopurulent. Hemoptisis juga dapat terjadi.
2) Inflamasi bersebelahan ke permukaan pleura dapat menyebabkan
nyeri dada karena pleuritis
3) dispnea tidak biasa terjadi jika tidak ada keterlibatan paru yang luas.
Pasien dengan penyakit milier dapat mengalami kegagalan napas,
namun hal ini jarang terjadi
4) Batuk darah
5) Sesak napas
b. Gejala sistemik
1) Demam derajat rendah
2) Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan
berat badan menurun
(PDPI, 2006; Depkes, 2007).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari
organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat
tergantung dari luas kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan
penyakit umumnya tidak ditemukan atau sulit sekali ditemukan adanya
kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus
inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan
paru, diafragma dan mediastinum (PDPI, 2006; Depkes, 2007).
3.

Pemeriksaan Bakteriologi
a. Bahan pemeriksaan
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, cairan serebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronchoalveolar, urin, feses dan jaringan biopsi.
b. Cara pengambilan dahak
Dahak diambil 3 kali:
1) Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
8

2) Pagi (keesokan harinya)


3) Sewaktu/spot (pada saat mengantarkan dahak pagi)
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain
Pemeriksaan bakteriologi dahak dan bahan lain dapat dilakukan dengan
cara:
1) Mikroskopis: pewarnaan Ziehl-Nielsen dan pewarnaan AuraminRhodamin
2) Biakan
Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan adalah:
1) 3 kali (+) BTA positif
2) 2 kali (+), 1 kali (-) BTA positif
3) 1 kali (+), 2 kali (-) diulang lagi 3 kali, kemudian bila
4) 1 kali (+), 2 kali (-) BTA positif
5) 3 kali (-) BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
(International Union Againts Tuberculosis and Lung Disease)
rekomendasi WHO:
1) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang negatif
2) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang ditulis jumlah
kuman yang ditemukan
3) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang + (1+)
4) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang ++ (2+)
5) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang +++ (3+)
Pemeriksaan biakan kuman
Pemeriksaan biakan M. Tuberculosis adalah dengan cara:
1) Media Egg base: Lowenstein-Jensen, Ogawa dan Kudoh
2) Media Agar base: Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis
pasti, dan dapat mendeteksi MycobacteriuM. tuberculosis dan juga
Mycobacterium

other

than

tuberculosis

(MOTT).

Untuk

mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan


melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji
niasin maupun percampuran dengan cyanogen bromid serta melihat
4.

pigmen yang timbul.


Pemeriksaan Penunjang Lainnya
1. Analisa cairan pleura
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan

3. Pemeriksaan darah, yaitu dapat menggunakan pemeriksaan Laju Endap


Darah (LED) jam pertama dan kedua, yang biasanya meningkat pada
proses aktif.
4. Uji tuberkulin, uji tuberkulin positif menunjukkan ada infeksi
tuberkulosis.
(PDPI, 2006; Depkes, 2007).
E. Gambaran Radiologi dan CT Scan pada Tuberkulosis Paru
1. Screening Radiografi
Tujuan penapisan radiografi thorax untuk mengidentifikasi orang
dengan TB aktif. Foto radiografi dikombinasikan dengan tes tuberkulin. Tes
pendahuluan ini digunakan ketika hasil tes tuberkulin kurang bisa dipercaya,
atau pembacaan hasil tidak mungkin dilaksanakan, dan atau ketika terdapat
risiko tinggi kasus tidak terdiagnosis misal di penjara, rumah sakit, atau
dalam perawatan yang lain. Pemeriksaan CDC direkomendasikan pada
wanita hamil di area dengan risiko tinggi prevalensi HIV maupun TB yang
tidak terdeteksi. Pertimbangannya adalah mortalitas dan morbiditas yang
dikaitkan dengan TB kongenital maupun maupun yang pada saat perinatal.
Pada wanita hamil dengan hasil tes tuberkulin yang positif, pemeriksaan
radiografi thorax dengan menggunakan tameng atau pelindung abdomen,
sebaiknya dilakukan setelah 12 minggu (Katazano, 2013).
Screening radiografi untuk penderita TB aktif pada populasi yang
berisiko tinggi akan memperlihatkan infeksi sebelumnya dan atau infeksi
sekarang. Fokus Ghon memperlihatkan mulai adanya keterlibatan parenkim
pada infeksi pertama. Komplek Ranke adalah kombinasi fokus Ghon dan
pembesaran atau kalsifikasi limfonodi. Dan fokus Simon adalah nodul apical
yang kadang kalsifikasi sebagai hasil infeksi awal secara hematogen.
Berdasarkan pernyataan bersama antara American Thoracic Society dan
CDC, orang dengan infeksi M.tuberculosis yang dibuktikan dengan hasil tes
tuberkulin yang positif harus diklasifikasikan berdasar klinis, bakteriologis,
dan evaluasi radiologis, yang dapat dibagi menjadi kategori sebagai berikut:
a. Infeksi TB, tidak ada penyakit
b. Infeksi TB, aktif secara klinis
c. Infeksi TB, inaktif secara klinis
10

Foto thorax normal mempunyai nilai prediktif negatif yang tinggi


terhadap adanya TB aktif. Tapi bagaimanapun, frekuensi false negatif kirakira 1%.Pada populasi orang dewasa yang imunokompeten dan meningkat
7%-15% pada individu dengan seropositif HIV. Pada single screening foto
thorax, penemuan setiap kelainan, nodul parenkim, atau pleura dengan atau
tanpa kalsifikasi, menghasilkan interpretasi aktivitas penyakit yang
intermediet. Perubahan radiografi yang minimal dalam selang waktu 4-6
bulan mengindikasikan penyakit inaktif (Katazano, 2013).
F. Pengobatan
1. Tujuan pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
2. Jenis, sifat, dan dosis OAT
Jenis OAT

Sifat

Isoniazid (H)

bakterisid

Rifampicin (R)

bakterisid

Pyrazinamide
(Z)
Streptomycin
(S)
Ethambutol (E)

bakterisid
bakterisid
bakteriostatik

Dosis yang direkomendasikan


(mg/kg)
Harian
3x seminggu
5
10
(4-6)
(8-12)
10
10
(8-12)
(8-12)
25
35
(20-30)
(30-40)
15
15
(12-18)
(12-18)
15
30
(15-20)
(25-30)

3. Prinsip pengobatan
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup, dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.

11

b. untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan


langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO)
c. pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan
1) Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari
dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan
secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
2) Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting
untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.
4. Panduan OAT di Indonesia
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
1) pasien baru TB paru BTA positif
2) pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
3) pasien TB ekstra paru

Berat badan
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
71 kg

Tahap intensif tiap hari


selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT

Tahap lanjutan 3 kali


seminggu selama 16 minggu
RH (150/150)
2 tablet 2KDT
3 tablet 2KDT
4 tablet 2KDT
5 tablet 2KDT

12

Dosis per hari / kali


Tahap
Lama
pengoba pengoba
tan
tan
Intensif
Lanjutan

2 Bulan
4 Bulan

Tablet
Isonia
sid
@ 300
mg

Tablet
Rifamp
isin
@ 450
mg

Tablet
Pirazina
mid
@ 500
mg

Tablet
Etamb
utol
@ 250
mg

1
2

1
1

3
-

3
-

Jumla
h
hari/k
ali
menel
an
obat
56
48

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
1) pasien kambuh
2) pasien gagal
3) pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Tahap intensif tiap hari
RHZE (150/75/400/275) + S

Berat badan

Selama 28
hari

Selama 56 hari
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
71 kg

Tahap
pengobatan
Tahap
intensif
(dosis harian)
Tahap
lanjutan (3x
seminggu)

2 tab 4KDT + 500


mg Streptomisin inj
3 tab 4KDT + 750
mg Streptomisin inj
4 tab 4KDT + 1000
mg Streptomisin inj
5 tab 4KDT + 1000
mg Streptomisin inj

2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT

Tahap lanjutan
3 kali seminggu
RH (150/150) +
E (400)
Selama 20
minggu
2 tab 2KDT + 2
tab Etambutol
3 tab 2KDT + 3
tab Etambutol
4 tab 2KDT + 4
tab Etambutol
5 tab 2KDT + 5
tab Etambutol
Etambutol
Tablet
Tablet
@ 250
@ 400
mg
mg

Lama
pengobatan

Tablet
Isoniasid
@ 300 mg

Tablet
Rifampisin
@ 450 mg

Tablet
Pirazinamid
@ 500 mg

2 bulan
1 bulan

1
1

1
1

3
3

3
3

4 bulan

Strepto
misin
inj

Jumlah
hari/kali
menelan
obat

0,75 g
-

56
28

60

Catatan:
13

1) untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk


streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan
2) untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus
3) cara

melarutkan

streptomisin

vial

gram

yaitu

dengan

menambahkan aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml.


(1 ml = 250 mg)
c. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap
intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Berat badan
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
71 kg

Tahap intensif tiap hari selama 28 hari


RHZE (150/75/400/275)
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT

Tahap
Lama
pengoba pengoba
tan
tan
Tahap
intensif
(dosis
harian)

1 bulan

Tablet
Isonia
sid @
300
mg

Tablet
Rifamp
isin @
450 mg

Tablet
Pirazina
mid @
500 mg

Jumla
h
Tablet
hari/k
etamb
ali
utol @
menel
250 mg
an
obat
3

28

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida


(misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan
kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat
tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Di samping itu
dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis
kedua.
(Depkes, 2007).
5. Efek Samping Obat dan penatalaksanaannya

14

a. Efek samping ringan


Efek samping

Penyebab

Penatalaksanaan

Tidak ada nafsu


makan, mual,
sakit perut

Rifampisin

Semua OAT diminum


malam sebelum tidur

Nyeri sendi

Pirasinamid

Beri Aspirin

Kesemutan s/d
rasa terbakar di
kaki

INH

Warna kemerahan
pada air seni
(urine)

Rifampisin

Beri vitamin B6
(piridoxin) 100 mg per
hari
Tidak perlu diberi apaapa, tapi perlu
penjelasan kepada
pasien

b. Efek samping berat


Efek samping

Penyebab

Gatal dan
kemerahan kulit

Semua jenis OAT

Tuli

Streptomisin

Gangguan
keseimbangan

Streptomisin

Ikterus tanpa
penyebab lain

Hampir semua
OAT

Bingung dan
muntah-muntah
(permulaan
ikterus karena
obat)
Gangguan
penglihatan
Purpura dan
renjatan (syok)

Penatalaksanaan
Ikuti petunjuk
penatalaksanaan di
bawah
Streptomisin
dihentikan, ganti
Etambutol
Streptomisin
dihentikan, ganti
Etambutol
Hentikan semua OAT
sampai ikterus
menghilang

Hampir semua
OAT

Hentikan semua OAT,


segera lakukan tes
fungsi hati

Etambutol

Hentikan Etambutol

Rifampisin

Hentikan Rifampisin

Penatalaksanaan pasien dengan efek samping gatal dan kemerahan kulit:


jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal
singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin,
15

sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut


pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi
suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT.
Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping
ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk (Depkes RI, 2007).
6. Evaluasi Pengobatan
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek
samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinis
Pasien dievaluasi secara periodic
Evaluas terhdap respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping
obat serta komplikasi penyakit
Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisis
Evaluasi bakteriologi (0-2-6/8 bulan pengobatan)
Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji
kepekaan
Evaluasi radiologi (0-2-6/8 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada :
Sebelum pengobatan
Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga
dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan
pengobatan)
Pada akhir pengobatan
Evaluasi pasien yang telah sembuh
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi
minimal dalam 2 tahu pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA
dahak dan foto toraks (sesuai indikasi/bila ada gejala).
Tabel Definisi kasus hasil pengobatan
16

Hasil
Sembuh

Definisi
Pasien dengan hasil sputum BTA atau kultur
positif

sebelum

pengobatan,

dan

hasil

pemeriksaan sputum BTA atau kultur negative


pada akhir pengobatan serta sedikitnya satu kali

Pengobatan lengkap

pemeriksaan sputum sebelumnya negative


Pada foto toraks, gambaran radiologi serial

(minimal 2 bulan) tetap sama/perbaikan


Bila ada fasilitas biakan, maka criteria ditambah

biakan negative
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan tetapi
tidak meiliki hasil pemeriksaan sputum atau kultur pada

Gagal pengobatan

akhir pengobatan
Pasien dengan hasil sputu, atau kultur positif pada bulan

Meninggal

kelima atau lebih dalam pengobatan


Pasien yang meninggal dengan apapun penyebabnya

Lalai berobat

selama dalam pengobatan


Pasien dengan pengobatan terputus dalam waktu dua

Pindah

bulan berturut-turut atau lebih


Pasien yang pindah ke unit berbeda dan hasil akhirn

Pengobatan sukses

pengobatan belum diketahui


Jumlah pasien yang sembuh ditambah pengobatan
lengkap

17

BAB III
ILUSTRASI KASUS
A. ANAMNESIS
1. Identitas Penderita
Nama Pasien

: Tn M

Usia

: 50 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Pedagang

Agama

: Islam

Alamat

: Bulu, Sukoharjo

No. RM

: 01156746

2. Keluhan Utama
Batuk
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik paru RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan
batuk sejak 3 minggu yang lalu. Batuk dirasakan terus-menerus. Batuk
disertai dahak putih kental, kadang disertai darah. Batuk juga disertai oleh
demam yang dirasakan sumer-sumer sejak 3 minggu yang lalu. Demam
terutama dirasakan pada saat malam hari. demam juga disertai keringat
dingin yang keluar terutama pada saat malam hari. keringat dingin keluar
walaupun pasien tidak sedang beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan
penurunan nafsu makan sejak 3 minggu, berat badan pasien juga mulai
menurun. Pasien tidak mengeluhkan sesak napas maupun mual muntah.
BAK dan BAB tidak ada keluhan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat darah tinggi

: disangkal

2. Riwayat sakit gula

: disangkal

3. Riwayat sakit jantung

: disangkal

4. Riwayat alergi

: disangkal
18

5. Riwayat asma

: disangkal

6. Riwayat TB

: disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


1. Riwayat penyakit serupa

: disangkal

2. Riwayat darah tinggi

: disangkal

3. Riwayat penyakit jantung

: disangkal

4. Riwayat sakit gula

: disangkal

5. Riwayat alergi

: disangkal

6. Riwayat asma

: disangkal

7. Riwayat TB

: disangkal

6. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok

: disangkal

7. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang perempuan usia 50 tahun. Pasien bekerja
sebagai pedagang, Saat ini pasien berobat dengan BPJS.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Kompos mentis, gizi kesan cukup
2. Tanda Vital
Tensi

: 120/80 mmHg

Nadi

: 98 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup.

Frekuensi nafas

: 22 x/menit, tipe thoracoabdominal

Suhu

: 37,2 C per axiler

Status gizi

: TB 155 cm
BB 50 kg

3. Kulit
Ikterik (-), peteki (-), turgor cukup, hiperpigmentasi (-), bekas garukan (-),
kulit kering (-), kulit hiperemis (-)

19

4. Kepala
bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah dicabut (-), luka (-)
5. Wajah
Simetris, eritema (-)
6. Mata
konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjungtiva
(-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+)
normal, oedem palpebra (-/-), strabismus (-/-).
7. Telinga
sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), gangguan fungsi pendengaran
(-)
8. Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-).
9. Mulut
sianosis (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-), papil lidah atrofi (-), luka
pada sudut bibir (-).
10. Leher
JVP

(R + 2 cm), trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-),

pembesaran kelenjar getah bening (-).


11. Limfonodi
Kelenjar limfe retroaurikuler, submandibuler, servikalis, supraklavikularis,
aksilaris tidak membesar.
12. Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), spider nevi (-),
pernafasan thoracoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar
getah bening aksilla (-)
Jantung :
Inspeksi
Palpasi

Iktus kordis tidak tampak


Iktus kordis teraba di SIC V, 2 cm medial linea medio

Perkusi

clavicula sinistra, tidak kuat angkat


Batas jantung kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternalis
20

dekstra
Batas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis
sinistra
Batas

jantung

kiri

bawah

SIC

VI

linea

medioklavicularis sinistra
Pinggang jantung : SIC III parasternalis sinistra
konfigurasi jantung kesan normal
Auskultasi

bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-),


gallop (-)

13. Pulmo

Depan
Inspeksi

: statis
dinamis

Palpasi

: statis
dinamis

: normochest, simetris, retraksi (-)


: pengembangan dada kanan=kiri, retraksi (-)
: simetris
: pergerakan kanan = kiri
fremitus kanan = kiri

Perkusi
Auskultasi

: kanan

: sonor

kiri

: sonor

: kanan

: suara dasar vesikuler (+), RBK (+)

kiri

: suara dasar vesikuler (+), RBK (+)

Belakang
Inspeksi

: statis
dinamis

Palpasi

: statis
dinamis

: normochest, simetris, retraksi (-)


: pengembangan dada kanan=kiri, retraksi (-)
: simetris
: pergerakan kanan = kiri
fremitus kanan = kiri

Perkusi
Auskultasi

: kanan

: sonor

kiri

: sonor

: kanan

: suara dasar vesikuler (+), RBK (+)

kiri

: suara dasar vesikuler (+), RBK (+)

14. Punggung
21

kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok kostovertebra (-/-)
15. Abdomen
Inspeksi

: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, distended


(-), venektasi (-), sikatrik (-), striae alba (-)

Auskultasi

: peristaltik (+) normal

Perkusi

: tympani, pekak alih (-), pekak sisi (-), nyeri ketok


costovertebral (-)

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan supra pubik (-).

16. Genitourinaria
Ulkus (-), secret (-), tanda-tanda radang (-)
17. Kelenjar getah bening inguinal
Tidak membesar
18. Ekstremitas
Akral dingin

Odem

--

--

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

22

1. Laboratorium
Hb
Hct
AE (uL)
AL
AT
GDS
Ureum
Kreatinin
Na+
K+
Cl
HbsAg
SGOT
SGPT

10/12/14
13
35
4,55
8.7
408
102
44
0.7
137
4.2
100
Nonreaktif
26
34

Satuan
Gr/dl
%
106/uL
103/uL
103/Ul
Mg/dL
Mg/Dl
Mg/Dl
mmol/L
mmol/L
mmol/L

nilai rujukan
12,0-15,6
33-45
4,10-5,10
4,5-11
150-450
60-140
<50
0,6-1,1
136-145
3,5-5,1
98-106

UI/L
UI/L

0-35
0-45

2. Pemeriksaan dahak
2 kali (+), 1 kali (-) BTA positif

3. Foto torax
Foto torax atas nama Ny. M, usia 50 tahun, tanggal 10 Desember 2014,
diambil di RSUD dr Moewardi :

23

D. RESUME
Pasien datang ke poliklinik paru RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan
batuk sejak 3 minggu yang lalu. Batuk dirasakan terus-menerus. batuk disertai
dahak putih kental, kadang disertai darah. Pasien juga mengeluhkan
penurunan nafsu makan sejak 3 minggu, berat badan pasien juga mula
i menurun. Pasien merasakan demam sumer-sumer sejak 3 minggu. Pasien
juga mengeluhkan keringat dingin malam hari saat tidak melakukan aktivitas.
Pasien tidak mengeluhakan sesak napas maupun mual muntah. BAK dan BAB
tidak ada keluhan
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah,
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 98 x/menit, RR 22x/menit dan suhu 37 oC.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan.
Dari pemeriksaan laboratorium tidak didapatkan kelainan, dari foto
torax didapatkan kesan : TB paru lesi luas, dari pemeriksaan dahak : BTA +.
E. DIAGNOSIS KERJA
TB paru BTA (+) lesi luas kasus baru
F. TERAPI
1. Non Medikamentosa
a. Edukasi pasien, meliputi :
24

1. Menerapkan pola hidup sehat dan bersih


2. Mengatur ventilasi ruangan rumah
3. Anjuran kepada pasien untuk rutin minum obat, sesuai anjuran resep
dari dokter.
4. Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein.
5. Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi
desinfektan (air sabun).
6. Tutup mulut menggunakan masker
b. Penunjukan Pengawas minum obat (PMO) yang bertugas :
1. Mengawasi penderita TB agar menelan obat secara teratur sampai
selesai pengobatan dan memberi dorongan kepada penderita agar
mau berobat teratur.
2. Mengingatkan penderita untuk segera menemui petugas kesehatan
(dokter atau peugas kesehatan lain) yang memberikan obat, jika
terjadi gejala efek samping, atau kondisi penyakit yang bertambah
parah atau ada kelainan lain.
3. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktuwaktu yang telah ditentukan.
4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB yang
mempunyai gejala-gejala seperti TB untuk segera memeriksakandiri
ke Unit Pelayanan Kesehatan.
2. Medikamentosa
Karena merupakan TB paru lesi baru, maka menggunakan pengobatan
OAT kategori I fase Intensif
a. Terapi semua bentuk tuberkulosis aktif, bersifat bakterisid M.
tuberculosis, efektif terhadap kuman yang aktif Isoniazid
50 kg x 6mg/kgBB= 300 mg /hari
b.

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semidormant yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid Rifampisin
50 kg x 9 mg/kgBB= 450 mg/hari

c. Bersifat bakteriostatik, dengan menekan pertumbuhan kuman TB yang


telah resisten terhadap Isoniazid Etambutol
25

50 kg x 15 mg/kgBB= 750 mg/hari


d. Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam pirazinamid
50 kg x 20 mg/kgBB= 1000 mg/hari
e. Mengatasi efek samping isoniazid yang berupa tanda-tanda keracunan
pada saraf tepi, kesemutan, dan nyeri otot atau gangguan kesadaran
Piridoksin.
50 kg x 0.2 mg/kgBB= 10 mg/hari
Penulisan Resep
R/

Rifampisin tab mg 450 No. XXX iter 2x


S 1 dd tab I

R/

Isoniazid tab mg 300 No. XXX iter 2x


S 1 dd tab I

R/

Pirazinamid tab mg 500 No. XC iter 2x


S 1 dd tab II

R/

Etambutol tab mg 250 No. XC iter 2x


S I dd tab III

R/

Piridoksin tab mg 10 No. XXX iter 2x


S 1 dd tab I
Pro : Ny. M (50 tahun)

G. PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad sanam

: dubia ad bonam

Ad fungsionam

: dubia ad bonam

26

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien inimerupakan kasus baru dan aktif sehingga termasuk tahap terapi intensif
(2HRZE). Pedoman terapi sesuai dengan Pedoman Nasional Penangggulangan Tuberkulosis
2007 yang dikeluarkan Departemen Kesehatan RI.
1. Isoniazid
Obat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberkulosis aktif,
disebabkan kuman yang peka dan untuk profilaksis orang berisiko tinggi
mendapatkan infeksi. Dapat digunakan tunggal atau bersama-sama dengan
antituberkulosis lain. Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Efektif terhadap kuman
dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang.
Mekanisme kerja berdasarkan terganggunya sintesa

mycolic acid, yang

diperlukan untuk membangun dinding bakteri. Kerja obat ini adalah dengan
menghambat enzim esensial yang penting untuk sintesis asam mikolat dan
dinding sel mikro bakteri. INH dapat menghambat hampir semua basil
tuberkel, dan bersifat bakterisida terutama untuk basil tuberkel yang tumbuh
aktif. INH dapat bekerja baik intra maupun ekstraseluler. Aktivitas INH
menghambat aksi enoyl protein pembawa asil dalam bentuk (InhA). InhA
merupakan komponen enzim penting dari sintesis asam lemak kompleks II
(FAS-II). FAS-II yang terlibat dalam sintesis rantai panjangasam mycolic.
Asam mycolic merupakan komponen struktural pentingdari dinding sel
mikobakteri dan melekat ke lapisan arabinogalactan. Pada saat dipakai
Isoniazida akan mencapai kadar plasma puncak dalam 1 2 jam sesudah
pemberian peroral dan lebih cepat sesudah suntikan im; kadar berkurang
menjadi 50 % atau kurang dalam 6 jam.
Mudah difusi kedalamjaringan tubuh, organ, atau cairan tubuh; juga terdapat
dalam liur, sekresi bronkus dan cairan pleura, serobrosfina, dan cairan asitik.
Metabolisme dihati, terutama oleh karena asetilasi dan dehidrazinasi(kecepatan
27

asetilasi umumnya lebih dominan ). Waktu paro plasma 2-4 jam diperlama
pada insufiensi hati, dan pada inaktivator lambat. Lebih kurang 75-95 %
dosis diekskresikan di kemih dalam 24 jam sebagai metabolit, sebagian kecil
diekskresikan di liur dan tinja. Melintasi plasenta dan masuk kedalam ASI.
2. Rifampisin
Rifampisin diindikasikan untuk obat antituberkulosis yang dikombinasikan
dengan antituberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang. Bersifat
bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant yang tidak dapat dibunuh
oleh isoniazid.
Mekanisme kerja berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri
Ribose Nukleotida Acid(RNA)-polimerase sehingga sintesis RNA terganggu.
Obat ini menghambat sintesis DNA bakteri dengan mengikat -subunit dari
DNA dependent RNA polimerase sehingga menghambat peningkatan enzim
tersebut ke DNA dan menghambat transkripsi messenger RNA (mRNA).
Transkrip RNA adalah persyaratan penting untuk sintesis protein.
Obat ini akan mencapai kadar plasma puncak (berbeda beda dalam kadar)
setelah 2-4 jam sesudah dosis 600 mg, masih terdeteksi selama 24 jam.
Tersebar merata dalam jaringan dan cairan tubuh, termasuk cairan
serebrospinal, dengan kadar paling tinggi dalam hati, dinding
kandung empedu, dan ginjal. Waktu paruh plasmalebih kurang 1,5- 5
jam( lebih tinggi dan lebih lama padadisfungsi hati, dan dapat lebih rendah
pada penderita terapi INH). Cepat diasetilkan dalam hati menjadi emtablit aktif
dan tak aktif; masuk empedu melalui sirkulasi enterohepar.Hingga 30 %
dosisdiekskresikan dalam kemih, lebih kurangsetengahnya sebagai obat bebas.
Meransang enzim mikrosom, sehingga dapat menginaktifkanobat terentu.
Melintasi plasenta dan mendifusikan obat tertentu kedalam hati.
3. Etambutol
Etambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkulosis dengan obat lain,
sesuai regimen pengobatan jika diduga ada resistensi. Jika risiko resistensi
28

rendah, obat ni dapat ditinggalkan. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak
usia kurang 6 tahun, neuritis optik, gangguan visual. Bersifat bakteriostatik,
dengan menekan pertumbuhan kuman TB yang telah resisten terhadap
Isoniazid dan streptomisin. Mekanisme kerja, berdasarkan penghambatan
sintesa RNA pada kuman yang sedang membelah, juga menghindarkan
terbentuknya mycolic acidpada dinding sel. Obat ini menghambat sintesis
metabolisme selsehingga menyebabkan kematian sel. Etambutol menghambat
aksi arabinosyl (EmbB). EmbB adalah enzim membran terkait yang terlibat
dalamsintesis

arabinogalaktan.

Arabinogalactan

merupakan

komponen

struktural penting dari dinding sel mikobakteri.


Obat ini diserap dari saluran cerna. Kadar plasma puncak 2-4 jam;
ketersediaan hayati 77+ 8%. Lebih kurang 40% terikat protein plasma.
Diekskresikan terutama dalam kemih. Hanya 10% berubah menjadi metabolit
tak aktif.
4. Pirazinamid
Digunakan untuk terapi tuberkulosis dalam

kombinasi dengan anti

tuberkulosis lain. Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada


dalam sel dengan suasana asam. Mekanisme kerja, berdasarkan pengubahannya
menjadi asam pyrazinamidase yang berasal dari basil tuberkulosa. Pirazinamid
adalah adalah pro-drug dan diubah menjadi bentuk aktif (asam pyrazinoic) oleh
enzim peroksidase nicotinamidase dikenalsebagai pyrazinamidase (PncA).
Asam Pyrazinoic menghambat aksisintetase asam lemak I (FAS I). FAS I
adalah terlibat dalam sintesisasam mycolic rantai pendek merupakan
komponen struktural pentingdari dinding sel mikobakteri dan melekat ke
lapisan arabinogalactan.Obat ini bersifat bakterisidal, terutama dalam keadaan
asam danmempunyai aktivitas sterilisasi intraseluler.
Pirazinamidcepat terserap dari saluran cerna. Kadar plasma puncak dalam
darah lebih kurang 2 jam, kemudian menurun. Waktu paro kira-kira 9 jam.
Dimetabolisme di hati. Diekskresikan lambat dalam kemih, 30% dikeluarkan
sebagaimetabolit dan 4% tak berubah dalam 24 jam.
29

5. Piridoksin
Diberikan untuk mengatasi efek samping isoniazid yang berupa tanda-tanda
keracunan pada saraf tepi, kesemutan, dan nyeri otot atau gangguan kesadaran.
Efek neuritis perifer tersebut disebabkan karena adanya defisiensi piridoksin,
oleh karena itu, suplementasi piridoksin bermanfaat untuk mencegah neuritis
perifer pada pasien TB.

30

Daftar Pustaka
Catanzano TM et al. 2013. Primary Tuberculosis Imaging. Medscape. Last
edit July 2013.
http://emedicine.medscape.com/article/358610overview. diakses tanggal 7 mei 2014.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2005. Controlling
Tuberculosis in the United States. Morbidity and Mortality Weekly
Report
:
Vol.
54
/
No.
RR-12.
http://www.cdc.gov/mmwr/pdf/rr/rr5412.pdf
Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta:
Depkes RI.
Knechel NA. 2009. Tuberculosis: Pathophysiology,Clinical Features, and
Diagnosis.
http://www.aacn.org/WD/CETests/Media/C0923.pdf.
diakses tanggal 8 Mei 2014
PDPI. 2006. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan di
Indonesia. PDPI. Jakarta. Hal : 1 23
Permatasari, A. 2005. Pemberantasan Penyakit TB paru dan Strategi Dots.
Bagian Paru Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

31

Anda mungkin juga menyukai