Oleh :
IZATUN FAUZIAH TAMRIN
NIM.1002.14201.044
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hospitalisasi merupakan suatu keadaan krisis pada anak saat anak sakit
dan dirawat di rumah sakit. Keadaaan ini terjadi karena anak berusaha untuk
beradaptasi dengan lingkungan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut
menjadi faktor stresor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan
keluarga yang dapat menimbulkan kecemasan (Wong, 2009). Jumlah morbiditas
anak di dunia meningkat tiap tahun. (WHO, 2002) memperkirakan 4 milyar kasus
menunjukkan angka kesakitan anak (morbidity rate) terjadi didunia. Di Amerika
diperkirakan lebih dari 5 juta anak menjalani hospitalisasi ( Kain, 2006). Menurut
Mc Cherty Kozak dalam Erni (2007) hampir 4 juta anak dalam satu tahun
mengalami hospitalisasi. Di Indonesia di diperkirakan 35 per 1000 anak
menjalani hospitalisasi (Sumaryoko, 2008 dalam Purwandari, 2009). Perawatan
anak sakit selama dirawat atau hospitalisasi menimbulkan krisis kecemasan
tersendiri bagi anak dan keluarga. Stress akibat hospitalisasi menimbulkan
perasaan tidak nyaman pada anak seperti cemas.
Kecemasan anak saat menjalani hospitalisasi dipengaruhi oleh karakteristik
personal anak, yang meliputi umur, jenis kelamin, budaya, pengalaman
hospitalisasi dan pengalaman medis sebelumnya (Mahat & Slocoveno dalam
Tsai, 2007). Dampak kecemasan secara umum antara lain : gelisah, tegang,
gugup, ketakutan, waspada, kekhawatiran dan malu (Stuart, 2006). Kecemasan
yang terjadi pada anak ini dapat memperlambat proses penyembuhan,
menurunkan semangat untuk sembuh dan tidak kooperatifnya anak terhadap
tindakan perawatan (Supartini, 2004).
Rumusan Masalah
Bagaimanakah hubungan kelekatan (attachment) anak dan ibu dengan
1.3
Tujuan Penelitian
1.
2.
hospitalisasi.
Mengidentifikasi tingkat kecemasan anak dan ibu saat menjalani
3.
hospitalisasi.
Mengidentifikasi hubungan kelekatan (attachment) anak dan ibu dengan
tingkat kecemasan saat menjalani hospitalisasi.
1.4
Manfaat Penlitian
1.
Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan, wawasan dan dapat dipakai sebagai bahan
Manfaat Praktis
Memberikan gambaran nyata dan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-
pihak atau instansi yang terkait dalam memberikan solusi atas permasalahan
yang muncul khususnya dalam lingkup pediatrik.
BAB II
TINJAUAN TEORI
mendapat dukungan emosi dan sosial dari keluarga, kerabat, bahkan petugas
kesehatan anak menunjukan perasaan cemasnya pula (Tiedeman, 1997, dalam
Supartini, 2004).
2.1.2. Stresor dan Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit
dan dirawat di rumah sakit. Keadaaan ini terjadi karena anak berusaha untuk
beradaptasi dengan lingkungan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut
menjadi faktor stresor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan
keluarga. Adapun stresor utama dari hospitalisasi dan reaksi anak prasekolah
menurut Wong (2009) adalah sebagai berikut:
1. Cemas akibat perpisahan
Kecemasan pada anak akibat perpisahan dengan orang tua atau
orang yang menyayangi merupakan sebuah mekanisme pertahanan dan
kerakteristik normal dalam perkembangan anak (Mendez et al., 2008,
dalam Ramdaniati, 2011). Jika perpisahan itu dapat dihindari, maka anakanak akan memiliki kemampuan yang besar untuk menghadapi stress
lainya. Perilaku utama yang ditampilkan anak sebagai respon dari
kecemasan akibat perpisahan ini terdiri atas tiga fese (Wong, 2009),
yaitu:
a. fase protes (protest)
pada fase protes anak-anak bereaksi secara agresif terhadap
perpisahan dengan orang tua. Anak menangis dan berteriak memanggil
orang tuanya, menolak perhatian dari orang lain, dan sulit dikendalikan.
perilaku yang dapat diamati pada anak usia prasekolah antaralain
menyerang orang asing secara verbal, misal dengan kata pergi;
menyerang orang asing secara fisik, misalnya memukul atau mencubit;
mencoba kabur; mencoba menahan orang tua secara fisik agar tetap
menemaninya. Perilaku tersebut dapat berlangsung dari beberapa jam
hingga beberapa hari. Protes dengan menangis dapat terus berlangsung
dan
hanya
berhenti
jika
lelah.
Pendekatan
orang
asing
dapat
menarik diri dari orang lain. Perilaku yang dapat diobservasi adalah tidak
aktif, menarik diri dari orang lain, depresi, sedih, tidak tertarik terhadap
lingkungan, tidak komunikatif, mundur ke perilaku awal seperti ibu jari
atau mengompol. Lama perilaku tersebut berlangsung bervariasi. Kondisi
fisik anak dapat memburuk karena menolak untuk makan, minum atau
bergerak.
c. fase pelepasan
anak menjadi lebih tertarik pada
dengan orang lain dan tampak membentuk hubungan baru. Perilaku yang
dapat diobservasi adalah menunjukan peningkatan minat terhadap
lingkungan sekitar, berinteraksi dengan orang asing atau pemberi asuhan
yang dikenalnya, membentuk hubungan baru namun dangkal, tampak
bahagia. Biasanya terjadi setelah perpisahan yang terlalu lama dengan
orang tua. Hal tersebut merupakan upaya anak untuk melepaskan diri
dari perasaan yang kuat terhadap keinginan akan keberadaan orang
tuanya.
Perawatan di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari
lingkungan
yang
menyenangkan,
sepermainan
dirasakan
aman,
penuh
yaitu
lingkungan
rumah,
(Supartini,
2004).
Kebutuhan
kasih
permainan
akan
sayang
dan
dan
teman
keamanan
dan
oleh
pembatasan
fisik,
perubahan
rutinitas
dan
sakit
berbeda-beda
sesuai
tingkat
menyebabkan
anak
takut
dan
trauma
(Supartini,
2004).
mekanisme koping
perasaan
muncul orang tua yaitu takut, rasa bersalah, stres dan cemas (Hallstrom
dan Elander, 1997; Callery, 1997 dalam Supartini 2004). Perasaan orang
tua tidak boleh diabaikan karena apabila orang tua stres, hal ini akan
membuat ia tidak dapat merawat anaknya dengan baik dan akan