KASUS 3
KASUS GERIATRI 2
DISUSUN OLEH :
1.
2.
3.
4.
5.
ABNER EDY S
ADE RIZKI NUR AZHAR
RIFKA HUSNIATI
IRMA SETYAWATI
AGUNG PRABOWO
Golongan
:A
Kelompok
:3
(G1F011021)
(G1F011023)
(G1F011025)
(G1F011027)
(G1F011029)
1. Kasus
Ibu N 65 tahun menderita lutut dan jari tangan bengkak, merah dan terasa nyeri sekali
selama 5 tahun. Nyeri awalnya hanya di kedua lutut saja, tapi semenjak 3 bulan
terakhir, jari tangan ibu N mulai ikut terasa nyeri dan bengkak kemerahan. Resep
yang diberikan oleh dokter adalah :
Dr. XXXXX, Sp.PD
Praktek :
Jl. Duku No. 123
Purwokerto Telp. 0281-325768
No XV
Ibu N sudah rutin mendapat obat tersebut. Muka, leher dan pundak ibu N terlihat
tembem membengkak. Ibu N minta alternatif obat oles, dan bertanya apakah boleh
mengonsumsi Viostin DS bersamaan dengan obat dari dokter.
2.
a. Subjektif
Nama
Alamat
Umur
BB/TB
No. telepon
Jenis Kelamin
Alergi
Riwayat Kebiasaan
Keluhan
: Ibu N
: Jl. Madrani
: 65 tahun
: 60 kg/160 cm
: 028316176313
: Perempuan
:: Tidak pernah terjadi trauma, jarang olahraga.
:Lutut dan jari tangan bengkak, merah dan terasa nyeri sekali
selama 5 tahun. Nyeri awalnya hanya di kedua lutut saja, tapi
semenjak 3 bulan terakhir, jari tangan ibu N mulai ikut terasa
nyeri dan bengkak kemerahan. Muka, leher dan pundak terlihat
Riwayat Obat
tembem membengkak.
: Ibuprofen 400 mg 2x1, Lameson 3x , Kondroitin sulfat 800
mg 1x1 1 tablet.
b. Objektif
Parameter penyakit
TTV
Hasil pemeriksaan
Nilai Normal
Keterangan
TD
150/80 mmHg
120/80 mmHg
Meningkat
c. Assessment
No
1.
2.
Problem
Adverse drug reaction
Paparan problem
Rekomendasi
Ibuprofen
kontraindikasi Ibuprofen dihentikan
prednisolone dengan
menyebabkan
moonface(muka
bengkak)
d. Plan
tappering dose.
tembem
cara
Pasien didiagnosa menderita osteoarthritis (OA) sehingga rencana terapi yang diberikan
sebagai
NO
NAMA OBAT
Paracetamol
DOSIS
2 tablet
Tiap 8 jam
Injeksi
500 mg
3ml
3.
Hyaluronat
Lameson
4 mg
berikut:
3.
Nama
Alamat
Umur
BB/TB
No. telepon
Jenis Kelamin
Alergi
Riwayat Kebiasaan
Keluhan
Riwayat Obat
tembem membengkak.
: Ibuprofen 400 mg 2x1, Lameson 3x , Kondroitin sulfat 800
mg 1x1 1 tablet.
Diagnosis
Hasil laboratorium
TTV
Hasil pemeriksaan
Nilai Normal
Keterangan
TD
150/80 mmHg
120/80 mmHg
Meningkat
Data Pengobatan
a. Sebelum
Nama obat Dosis
Ibuprofen 400 mg
Frekuensi
Tiap 12 jam
Durasi
Rute Pemberian
oral
Respon terapi
Nyeri
tidak
teratasi, bahkan
Lameson
Tiap 8 jam
oral
tablet
bertambah
Nyeri
tidak
teratasi,
efek
Kondroitin 800 mg
sulfat
Tiap 24 jam
oral
timbul
samping
moonface
Nyeri
belum
teratasi
Problem
Adverse drug reaction
Paparan problem
Rekomendasi
Ibuprofen
kontraindikasi Ibuprofen dihentikan
2.
prednisolone
menyebabkan
moonface(muka
tembem
bengkak)
Harapan pasien :
Pasien sudah mengonsumsi obat tersebut secara rutin selama 5 tahun. Namun, belum
dirasakan adanya pengurangan rasa nyeri, bahkan sejak tiga bulan terakhir jari tangan pasien
mulai ikut terasa nyeri dan bengkak kemerahan, muka, leher, dan pundak terlihat tembem dan
bengkak. Ibu N meminta untuk diberikan obat oles dan Viostin DS.
Target keberhasilan terapi :
Parameter
Rasa nyeri
Muka,
pundak bengkak
luas
Merupakan
tanda
moonface.
Rencana monitoring :
Parameter
Gejala witdrawal syndrome
Rencana terapi :
Nama obat
Paracetamo
l
Injeksi
Dosis
Frekuensi
500 mg Tiap 8 jam 2 tablet
3ml
Tiap 6 bulan
Rute Pemberian
oral
Injeksi
Hyaluronat
pada
Respon terapi
Nyeri diharapkan
terasatasi
setiap Peningkatan
viskositas cairan
sendi,
bulan
mengurangi
inflamasi
dan
menurunkan
Lameson
4 mg
Tiap
jam. oral
3xsehari tablet
intensitas
serta
frekuensi
nyeri
sendi.
Gejala moonface
teratasi
Dilakukan
tappering dose 4
mg dengan aturan
pakai 3xsehari
tablet, pada minggu
pertama dikurangi 1
mg.
Apoteker
TTD
(Nama)
4. Pembahasan
Ibu N 65 tahun menderita lutut dan jari tangan bengkak, merah dan terasa nyeri sekali
selama 5 tahun. Nyeri awalnya hanya di kedua lutut saja, tapi semenjak 3 bulan terakhir, jari
tangan ibu N mulai ikut terasa nyeri dan bengkak kemerahan bahkan muka, leher dan pundak
ibu N terlihat tembem membengkak. Ibu N mendapatkan obat lameson, kondroitin sulfat, dan
ibuprofen. Setelah mengonsumsi obat tersebut Ibu N mengeluhkan adanya nyeri perut,
padahal sebelum mengonsumsi obat tersebut tidak ada nyeri perut atau riwayat penyakit
gastrointestinal sebelumnya.
Ibu N sudah rutin mendapat obat tersebut namun nyeri yang dirasakan tidak kunjung
berkurang bahkan bertambah lokasi nyerinya. Ibu N meminta obat alternatif yakni Viostin
DS. Kami tidak memberikan terapi viostin DS kepada pasien karena berdasarkan penelitian
penggunaan viostin ds tidak ditemukan evidence base yang jelas, sehingga kami memilih
injeksi asam hialuronat.
Penelitian AMELIA (Osteoartritis Modifying Eff ects of Long-term Intra-articular Adant)
dilakukan untuk membandingkan efikasi dan keamanan pemberian injeksi asam hialuronat
berulang dengan plasebo selama periode pemberian 40 bulan. Hasil dari penelitiam ini adalah
bahwa kunjungan bulan ke 49 secara bermakna lebih banyak pasien yang responsif terhadap
asam hialuronat dibandingkan dengan plasebo dan tidak ditemukan masalah keamaan yang
dilaporkan dalam pengggunaan asam hialuronat (Kalbe,2012).
Asam hialuronat memiliki fungsi sebagai lubrikan (pelumas) dan bantalan (shock
breaker) pada sendi, yang berkurang jumlahnya secara progresif pada pasien osteoartritis.
Kondisi tersebut membuat sendi-sendi seperti lutut dan panggul menjadi kaku, sulit
digerakkan, dan nyeri. Pemberian asam hialuronat eksogen akan meningkatkan kekentalan
(viskositas) dan elastisitas cairan sendi sehingga dapat memberikan manfaat bagi pasien
osteoartritis. Indikasi injeksi asam hialuronat adalah osteoartritis lutut dan panggul derajat
ringan dan sedang, kecuali pasien yang mengalami infeksi pada sendi bersangkutan, serta
pasien yang memiliki riwayat hipersensitif terhadap pemberian asam hialuronat. Efek
samping yang umum dialami adalah nyeri atau bengkak sesaat pada sendi yang diinjeksi.
Dosis injeksi yang direkomendasikan adalah 3 mL untuk setiap sendi yang mengalami osteoartritis (lutut atau panggul). EULAR (European League Against Rheumatism) merekomendasikan Pemberian asam hialuronat untuk mengurangi nyeri dan perbaikan fungsi sendi
dalam
penanganan
osteoartritis.
ACR
(American
College
of
Rheumatology)
susunan saraf pusat (SSP) untuk menghambat sintesa prostaglandin (yang befungsi
meningkatkan sensasi rasa nyeri). Dengan cara memblok kerja siklooksigenase pusat.
Parasetamol oral diabsorbsi, mencapai konsentrasi puncak 1-2 jam, diaktivasi di hati dengan
cara konjugasi dengan sulfat atau glukoronid dan metabolitnya diekskresi lewat ginjal.
(Hensen 2005).
ACR (American Collate of Rheumathology, 2001) merekomendasikan parasetamol
sebagai obat pertama dalam penatalaksanaan nyeri, karena relatif aman, efikasi dan harga
murah dibandingkan NSAID. Penghilang rasa sakit setara dengan aspirin naproksen,
ibuprofen dan beberapa NSAID bagi beberapa pasien dengan Osteoarthirtis. Walaupun
demikian beberapa pasien mempunyai respons lebih baik dengan NSAID. Paracetamol tidak
mengurangi peradangan, tidak mengiritasi lambung, relatif lebih aman, harga lebih murah.
Peringatan pada pasien dengan penyakit hati, peminum berat alkohol dan yang minum
antikoagulan atau NSAID harus hati-hati minum parasetamol. (Hensen 2005).
Parasetamol aman pada pasien dengan gangguan fungsi hati, ginjal, dan juga pada
kelompok pasien lanjut usia. Dan merupakan Drugs of Choice bagi pasien dengan masalah
ginjal. Efek samping parasetamol minimal,penggunaan jangka panjang tidak menyebabkan
akumulasi obat dalam tubuh, dan tidak menimbulkan efek toleransi atau ketergantungan.
(Chia et al, 2006).
Prinsip mekanisme NSAID sebagai analgetik adalah blokade sintesa prostaglandin
melalui hambatan cyclooxcigenase (Enzim COX-1 dan COX-2), dengan mengganggu
lingkaran Cyclooxygenase. NSAID memiliki banyak kesamaan dalam farmakokinetik. Yang
paling penting adalah perbedaan paruh waktu dengan rentang dari 1 jam untuk toletin sampai
50 jam untuk piroksikam, mengurangi dosis dan ketaatan terapi (Hansen, 2005).
NSAID dipakai bila parasetamol tidak efektif untuk Osteoarthtritis inflamatori. Semua
NSAID dan aspirin memiliki efek analgesik dan antiinflamatori yang hampir sama. Efek
analgesik mulai terasa dalam waktu jam-an, sedangkan antiinflmasi terasa 2-3 minggu
dengan terapi yang terus menerus. Untuk menilai efikasi obat untuk pasien, harus dicoba
selama 2-3 minggu untuk satu macam obat dengan dosis yang dibutuhkan. Bila gagal dicoba
NSAID lain sampai ditemukan yang efektif. Pasien diberi informasi dan harus patuh.
Mengkombinasikan 2 NSAID dalam waktu yang sama, tidak ada gunanya, karena akan
meningkatkan efek yang tidak diinginkan. COX-2 inhibitor mempunyai efikasi sama dengan
NSAID non spesifik dalam berfungsi sebagai analgesik. (Hansen, 2005).
Semua NSAID mempunyai kecenderungan menyebabkan pendarahan di saluran
pencernaan. NSAID anion memasuki sel mukosa lambung, melepaskan ion hidrogen dan
terkonsentrasi dalam sel-sel, dengan sel mati atau rusak. Luka pada mukosa lambung juga
disebabkan oleh NSAID yang menghambat terjadinya prostaglandin yang berfungsi sebagai
gastroprotektor. Penggunaan obat-obatan tersebut sering kali memberikan efek samping yang
cukup serius, seperti perdarahan saluran cerna, erosi lambung, hingga kerusakan hati dan
ginjal. Beratnya efek samping yang ditimbulkan karena penggunaan jangka panjang NSAIDs
ini membuat para ahli terus mencari alternatif terapi OA yang efektif dan aman (Sukandar
dkk., 2008).
Faktor risiko terjadinya perdarahan saluran cerna pada penggunaan
NSAID adalah usia lanjut, riwayat tukak lambung dan perdarahan saluran
cerna, sertapenggunaan bersama kortikosteroid. Oleh karena itu NSAID
harus digunakan dengan hati-hati pada pasien usia lanjut terutama yang
mempunyai faktor risiko lain. Penyesuaian dosis mungkin diperlukan pada
pasien usia lanjut dan dianjurkan menggunakan dosis terendah yang
masih efektif bagi pasien. (Henry D, et al. 1996).
Penggunaan NSAID juga dapat merusak saluran gastrointestinal (GI), khususnya
dikarenakan adanya penekanan produksi prostaglandin lambung.1 Efek samping dari
penggunaan
obat
NSAID
muncul
seiring
dengan
adanya
penghambatan
enzim
siklooksigenase (COX) yang menyebabkan sintesis prostaglandin dari asam arakidonat pun
terhambat. Penurunan enzim siklooksigenase (COX) tersebut akan sejalan dengan penurunan
fungsi hemostatik lambung. Hal tersebut mengakibatkan penurunan produksi mukus dan
bikarbonat, sehingga epitel lambung lebih rentan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh
asam klorida dan pepsin.
Selama 5 tahun pasien mengonsumsi lameson 4mg 3 kali sehari tablet. Dari
penggunaan lameson ini pasien mendapatkan efek samping obat berupa moonface seperti
muka, leher dan pundak ibu N terlihat tembem membengkak. Sehingga sebaiknya
penggunaan dari lameson ini dihentikan, namun dengan syarat penghentian tidak dilakukan
secara mendadak, melainkan bertahap yang dinamakan tappering off. Jika Ibu N
mengonsumsi lameson 4mg 3 kali sehari tablet hal ini berarti pasien mengkonsumsi
metilprednisolon sebanyak 6 mg perhari. Untuk penurunan dosisnya dilakukan 1mg
penurunan tiap minggu. Sehingga, penurunan dosis adalah sebanyak 5 mg, 4mg, 3 mg
sampai seterusnya sampai tidak mengkonsumsi lagi. Penurunan dosis nya adalah sebanyak 20
% dari dosis awal. Sehingga kira-kira penurunan dosis sebesar 1 mg. Untuk teknis
pelaksanaanya, dapat dilakukan dengan menggerus tablet. Karena tablet lameson disini
adalah tablet biasa sehingga dapat digerus, lalu dibagi menjadi 4. Untuk administrasi nya
adalah 3 kali sehari. 2 kali pertama tablet. Lalu yang ketiga tablet dalam bentuk yang
sudah digerus. Untuk minggu berikutnya bila berhasil, pemakaian kedua juga dilakukan
dengan tablet yang telah digerus. Begitu seterusnya sampai selesai. Apabila terdapat
withdrawal syndrome, dosis tetap dilakukan sampai syndrome mulai menghilang, baru
dilakukan tappering lagi.
Proses Tappering off hendaklah di lakukan secara benar. Karena bila tidak, akan
menimbulkan withdrawal symptoms meliputi :
Nyeri sendi
Nyeri otot
Kelelahan
Sakit kepala
Demam
jam, injeksi hyaluronat 3 ml setiap 6 bulan, dan tappering dose pada penggunaan lameson.
Berikut merupakan langkah penatalaksanaan terapi pada pasien Osteoarthritis.
Sumber:
American
Geriatrics
Society
Panel
on
Exercise
and
Osteoarthritis, 2001.
Alasan pemilihan obat
1. Pemilihan Asam hyaluronat
Pada jurnal dijelaskan bahwa penggunaan injeksi asam hyaluronat
jangka panjang tidak hanya dapat meningkatkan gejala
osteoarthritis tetapi juga efek yang diberikan dapat bertahan
setahun setelah pemakaian terakhir pada siklus. Peningkatan gejala
disini dimaksudkan seperti kembalinya fungsi-fungsi sendi pada
lutut mendekati fungsi awalnya. Sehingga pemakaian injeksi
hyaluronat dianjurkan untuk di gunakan pada pennderita
osteoarthritis.
Sarabia FN.,2011
Bannuru et al,
5. Kesimpulan
Pasien didiagnosa osteoarthritis (OA). Terapi sebelumnya alah
ibuprofen, lameson, dan konsroitin sulfat. Namun, nyeri bertambah luas
dan timbul gejala moonface. Sehingga rencana terapi
yang diberikan
Daftar Pustaka
American Geriatrics Society Panel on Exercise and Osteoarthritis, 2001,
Exercise Prescription for Older Adults with Osteoarthritis Pain; The
American Geriatrics Society.
Anonim,
2014,
Methylprednisolone
Dosage,
http://www.drugs.com/dosage/
methylprednisolone.html/Usual_Pediatric_Dose_for_Anti_inflammator
y, diakses 7 november 2014.
Bannuru RR., Natov NS., Obadan IE., Price LL., Schmid CH dan McAlindon TE., 2009,
Therapeutic Trajectory of Hyaluronic Acid Versus Corticosteroids in the Treatment of
Knee Osteoarthritis: A Systematic Review and Meta-Analysis, Arthritis &
Rheumatism Arthritis Care & Research, Vol. 61, No. 12, December 15, 2009, pp 1704
1711 DOI 10.1002/art.24925.
Chia YC, Ng CJ, Rabia K, et al, 2006, Efficacy and tolerability of paracetamol extend in
mild to moderate osteoarthritis of the knees, J Rheumatol, 9(suppl 1):A116.
Hansen K.E; Elliot M.E., 2005, Osteoarthritis, Pharmacotherapy, A
Pathophysiological Approach, McGraw-Hill.
Henry D, et al, 1996, Variability in risk of gastrointestinal complications with individual
non steroidal anti-inflammatory drugs : result of a collaborative meta analysis. British
Medical Journal.
Kalbe, 2012, Pemberian Berulang Asam Hialuronat, CDK-196, vol. 39 no. 8.
Medika, 2011, Asam Hialuronat, Efektif dalam Penanganan Osteoartritis Lutut dan
Panggul.
http://www.jurnalmedika.com/edisi-tahun-2011/edisi-no-06-vol-xxxvii-