Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM LAYANAN KEFARMASIAN

KASUS 3
KASUS GERIATRI 2

DISUSUN OLEH :
1.
2.
3.
4.
5.

ABNER EDY S
ADE RIZKI NUR AZHAR
RIFKA HUSNIATI
IRMA SETYAWATI
AGUNG PRABOWO
Golongan

:A

Kelompok

:3

(G1F011021)
(G1F011023)
(G1F011025)
(G1F011027)
(G1F011029)

Hari/Tanggal : Senin / 10 November 2014


KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-LMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2014

1. Kasus

Ibu N 65 tahun menderita lutut dan jari tangan bengkak, merah dan terasa nyeri sekali
selama 5 tahun. Nyeri awalnya hanya di kedua lutut saja, tapi semenjak 3 bulan
terakhir, jari tangan ibu N mulai ikut terasa nyeri dan bengkak kemerahan. Resep
yang diberikan oleh dokter adalah :
Dr. XXXXX, Sp.PD
Praktek :
Jl. Duku No. 123
Purwokerto Telp. 0281-325768

Jl. Mawar No. 301


Purwokerto Telp. 0281-323571

Purwokerto, 29 Sept 2014


R/ Ibuprofen 400 mg No. XX
S 2 dd 1
R/ Lameson
S3 dd

No XV

R/ Kondroitin sulfat 800 mg X


S 1 dd 1
Pro : Ibu N (65 th)

Ibu N sudah rutin mendapat obat tersebut. Muka, leher dan pundak ibu N terlihat
tembem membengkak. Ibu N minta alternatif obat oles, dan bertanya apakah boleh
mengonsumsi Viostin DS bersamaan dengan obat dari dokter.

2.
a. Subjektif
Nama
Alamat
Umur
BB/TB
No. telepon
Jenis Kelamin
Alergi
Riwayat Kebiasaan
Keluhan

: Ibu N
: Jl. Madrani
: 65 tahun
: 60 kg/160 cm
: 028316176313
: Perempuan
:: Tidak pernah terjadi trauma, jarang olahraga.
:Lutut dan jari tangan bengkak, merah dan terasa nyeri sekali
selama 5 tahun. Nyeri awalnya hanya di kedua lutut saja, tapi
semenjak 3 bulan terakhir, jari tangan ibu N mulai ikut terasa
nyeri dan bengkak kemerahan. Muka, leher dan pundak terlihat

Riwayat Obat

tembem membengkak.
: Ibuprofen 400 mg 2x1, Lameson 3x , Kondroitin sulfat 800
mg 1x1 1 tablet.

Gejala yang sekarang


Dirasakan
: Nyeri lutut, leher, ujung jari-jari tangan. Wajah bengkak dan
Diagnosis

perut sakit. Ketika bangun tidur terasa nyeri .


: Osteoarthritis (OA)

b. Objektif
Parameter penyakit
TTV

Hasil pemeriksaan

Nilai Normal

Keterangan

TD

150/80 mmHg

120/80 mmHg

Meningkat

c. Assessment
No
1.
2.

Problem
Adverse drug reaction

Paparan problem
Rekomendasi
Ibuprofen
kontraindikasi Ibuprofen dihentikan

Adverse drug reaction

untuk pasien geriatri


Lameson
mengandung Lameson dihentikan
metil

prednisolone dengan

menyebabkan
moonface(muka
bengkak)
d. Plan

tappering dose.
tembem

cara

Pasien didiagnosa menderita osteoarthritis (OA) sehingga rencana terapi yang diberikan
sebagai

NO

NAMA OBAT

REGIMEN Frekuensi pemberian

Paracetamol

DOSIS
2 tablet

Tiap 8 jam

Injeksi

500 mg
3ml

Setiap sendi yang mengalami

3.

Hyaluronat
Lameson

4 mg

OA, diberikan tiap 6 bulan


3xsehari tablet
Dilakukan tappering dose 4 mg
dengan aturan pakai 3xsehari
tablet, pada minggu pertama
dikurangi 1 mg.

berikut:

3.
Nama
Alamat
Umur
BB/TB
No. telepon
Jenis Kelamin
Alergi
Riwayat Kebiasaan
Keluhan

Dokumentasi Pharmaceutical Care


: Ibu N
: Jl. Madrani
: 65 tahun
: 60 kg/160 cm
: 028316176313
: Perempuan
:: Tidak pernah terjadi trauma, jarang olahraga.
:Lutut dan jari tangan bengkak, merah dan terasa nyeri sekali
selama 5 tahun. Nyeri awalnya hanya di kedua lutut saja, tapi
semenjak 3 bulan terakhir, jari tangan ibu N mulai ikut terasa
nyeri dan bengkak kemerahan. Muka, leher dan pundak terlihat

Riwayat Obat

tembem membengkak.
: Ibuprofen 400 mg 2x1, Lameson 3x , Kondroitin sulfat 800
mg 1x1 1 tablet.

Gejala yang sekarang


Dirasakan
: Nyeri lutut, leher, ujung jari-jari tangan. Wajah bengkak dan
perut sakit. Ketika bangun tidur terasa nyeri .
: Osteoarthritis (OA)

Diagnosis
Hasil laboratorium
TTV

Hasil pemeriksaan

Nilai Normal

Keterangan

TD

150/80 mmHg

120/80 mmHg

Meningkat

Data Pengobatan
a. Sebelum
Nama obat Dosis
Ibuprofen 400 mg

Frekuensi
Tiap 12 jam

Durasi

Rute Pemberian
oral

Respon terapi
Nyeri
tidak
teratasi, bahkan

Lameson

Tiap 8 jam

oral

tablet

bertambah
Nyeri
tidak
teratasi,
efek

Kondroitin 800 mg
sulfat

Tiap 24 jam

oral

timbul
samping

moonface
Nyeri
belum
teratasi

Drug Related Problem :


No
1.

Problem
Adverse drug reaction

Paparan problem
Rekomendasi
Ibuprofen
kontraindikasi Ibuprofen dihentikan

2.

Adverse drug reaction

untuk pasien geriatri


Lameson
mengandung Lameson dihentikan
metil

prednisolone

menyebabkan
moonface(muka

tembem

bengkak)
Harapan pasien :
Pasien sudah mengonsumsi obat tersebut secara rutin selama 5 tahun. Namun, belum
dirasakan adanya pengurangan rasa nyeri, bahkan sejak tiga bulan terakhir jari tangan pasien
mulai ikut terasa nyeri dan bengkak kemerahan, muka, leher, dan pundak terlihat tembem dan
bengkak. Ibu N meminta untuk diberikan obat oles dan Viostin DS.
Target keberhasilan terapi :
Parameter
Rasa nyeri

Hasil setelah terapi


Keterangan
Nyeri berkurang hingga Lokasi yang mengalami nyeri bisa
hilang

Muka,

berkurang, nyeri tidak bertambah

leher, Bengkak hilang

pundak bengkak

luas
Merupakan

tanda

moonface.

Muka, leher, dan pundak tidak


bengkak lagi

Rencana monitoring :
Parameter
Gejala witdrawal syndrome

Waktu pelaksanaan monitoring


Dilakukan tiap minggu. Jika gejala witdrawal
syndrome masih ada, ditunggu hingga hilang, baru
dilakukan tappering dose, jika tidak terdapat gejala
witdrawal syndrome lagi, tappering dose dilanjutkan
dengan cara pengurangan 1 mg tiap minggu.

Rencana terapi :

Nama obat
Paracetamo
l
Injeksi

Dosis
Frekuensi
500 mg Tiap 8 jam 2 tablet
3ml

Tiap 6 bulan

Rute Pemberian
oral
Injeksi

Hyaluronat

pada

Respon terapi
Nyeri diharapkan
terasatasi
setiap Peningkatan

sendi yang mengalami

viskositas cairan

OA, diberikan tiap 6

sendi,

bulan

mengurangi
inflamasi

dan

menurunkan

Lameson

4 mg

Tiap

jam. oral

3xsehari tablet

intensitas

serta

frekuensi

nyeri

sendi.
Gejala moonface
teratasi

Dilakukan
tappering dose 4
mg dengan aturan
pakai 3xsehari
tablet, pada minggu
pertama dikurangi 1
mg.
Apoteker
TTD
(Nama)
4. Pembahasan
Ibu N 65 tahun menderita lutut dan jari tangan bengkak, merah dan terasa nyeri sekali
selama 5 tahun. Nyeri awalnya hanya di kedua lutut saja, tapi semenjak 3 bulan terakhir, jari
tangan ibu N mulai ikut terasa nyeri dan bengkak kemerahan bahkan muka, leher dan pundak
ibu N terlihat tembem membengkak. Ibu N mendapatkan obat lameson, kondroitin sulfat, dan
ibuprofen. Setelah mengonsumsi obat tersebut Ibu N mengeluhkan adanya nyeri perut,
padahal sebelum mengonsumsi obat tersebut tidak ada nyeri perut atau riwayat penyakit
gastrointestinal sebelumnya.
Ibu N sudah rutin mendapat obat tersebut namun nyeri yang dirasakan tidak kunjung
berkurang bahkan bertambah lokasi nyerinya. Ibu N meminta obat alternatif yakni Viostin

DS. Kami tidak memberikan terapi viostin DS kepada pasien karena berdasarkan penelitian
penggunaan viostin ds tidak ditemukan evidence base yang jelas, sehingga kami memilih
injeksi asam hialuronat.
Penelitian AMELIA (Osteoartritis Modifying Eff ects of Long-term Intra-articular Adant)
dilakukan untuk membandingkan efikasi dan keamanan pemberian injeksi asam hialuronat
berulang dengan plasebo selama periode pemberian 40 bulan. Hasil dari penelitiam ini adalah
bahwa kunjungan bulan ke 49 secara bermakna lebih banyak pasien yang responsif terhadap
asam hialuronat dibandingkan dengan plasebo dan tidak ditemukan masalah keamaan yang
dilaporkan dalam pengggunaan asam hialuronat (Kalbe,2012).
Asam hialuronat memiliki fungsi sebagai lubrikan (pelumas) dan bantalan (shock
breaker) pada sendi, yang berkurang jumlahnya secara progresif pada pasien osteoartritis.
Kondisi tersebut membuat sendi-sendi seperti lutut dan panggul menjadi kaku, sulit
digerakkan, dan nyeri. Pemberian asam hialuronat eksogen akan meningkatkan kekentalan
(viskositas) dan elastisitas cairan sendi sehingga dapat memberikan manfaat bagi pasien
osteoartritis. Indikasi injeksi asam hialuronat adalah osteoartritis lutut dan panggul derajat
ringan dan sedang, kecuali pasien yang mengalami infeksi pada sendi bersangkutan, serta
pasien yang memiliki riwayat hipersensitif terhadap pemberian asam hialuronat. Efek
samping yang umum dialami adalah nyeri atau bengkak sesaat pada sendi yang diinjeksi.
Dosis injeksi yang direkomendasikan adalah 3 mL untuk setiap sendi yang mengalami osteoartritis (lutut atau panggul). EULAR (European League Against Rheumatism) merekomendasikan Pemberian asam hialuronat untuk mengurangi nyeri dan perbaikan fungsi sendi
dalam

penanganan

osteoartritis.

ACR

(American

College

of

Rheumatology)

merekomendasikan pemberian asam hialuronat untuk pasien osteoartritis yang tidak


memberikan respons terhadap terapi non-farmakologi atau analgesik yang sederhana.
(Medika, 2011). Cara pemberian injeksi asam hialuronat ditunjukkan pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Injeksi asam hialuronat.


(Kalbe,2012).
Penggunaan NSAID yakni ibuprofen digantikan dengan paracetamol, karena berdasarkan
beberapa pertimbangan efikasi antara NSAID dan paracetamol. Paracetamol bekerja pada

susunan saraf pusat (SSP) untuk menghambat sintesa prostaglandin (yang befungsi
meningkatkan sensasi rasa nyeri). Dengan cara memblok kerja siklooksigenase pusat.
Parasetamol oral diabsorbsi, mencapai konsentrasi puncak 1-2 jam, diaktivasi di hati dengan
cara konjugasi dengan sulfat atau glukoronid dan metabolitnya diekskresi lewat ginjal.
(Hensen 2005).
ACR (American Collate of Rheumathology, 2001) merekomendasikan parasetamol
sebagai obat pertama dalam penatalaksanaan nyeri, karena relatif aman, efikasi dan harga
murah dibandingkan NSAID. Penghilang rasa sakit setara dengan aspirin naproksen,
ibuprofen dan beberapa NSAID bagi beberapa pasien dengan Osteoarthirtis. Walaupun
demikian beberapa pasien mempunyai respons lebih baik dengan NSAID. Paracetamol tidak
mengurangi peradangan, tidak mengiritasi lambung, relatif lebih aman, harga lebih murah.
Peringatan pada pasien dengan penyakit hati, peminum berat alkohol dan yang minum
antikoagulan atau NSAID harus hati-hati minum parasetamol. (Hensen 2005).
Parasetamol aman pada pasien dengan gangguan fungsi hati, ginjal, dan juga pada
kelompok pasien lanjut usia. Dan merupakan Drugs of Choice bagi pasien dengan masalah
ginjal. Efek samping parasetamol minimal,penggunaan jangka panjang tidak menyebabkan
akumulasi obat dalam tubuh, dan tidak menimbulkan efek toleransi atau ketergantungan.
(Chia et al, 2006).
Prinsip mekanisme NSAID sebagai analgetik adalah blokade sintesa prostaglandin
melalui hambatan cyclooxcigenase (Enzim COX-1 dan COX-2), dengan mengganggu
lingkaran Cyclooxygenase. NSAID memiliki banyak kesamaan dalam farmakokinetik. Yang
paling penting adalah perbedaan paruh waktu dengan rentang dari 1 jam untuk toletin sampai
50 jam untuk piroksikam, mengurangi dosis dan ketaatan terapi (Hansen, 2005).
NSAID dipakai bila parasetamol tidak efektif untuk Osteoarthtritis inflamatori. Semua
NSAID dan aspirin memiliki efek analgesik dan antiinflamatori yang hampir sama. Efek
analgesik mulai terasa dalam waktu jam-an, sedangkan antiinflmasi terasa 2-3 minggu
dengan terapi yang terus menerus. Untuk menilai efikasi obat untuk pasien, harus dicoba
selama 2-3 minggu untuk satu macam obat dengan dosis yang dibutuhkan. Bila gagal dicoba
NSAID lain sampai ditemukan yang efektif. Pasien diberi informasi dan harus patuh.
Mengkombinasikan 2 NSAID dalam waktu yang sama, tidak ada gunanya, karena akan
meningkatkan efek yang tidak diinginkan. COX-2 inhibitor mempunyai efikasi sama dengan
NSAID non spesifik dalam berfungsi sebagai analgesik. (Hansen, 2005).
Semua NSAID mempunyai kecenderungan menyebabkan pendarahan di saluran
pencernaan. NSAID anion memasuki sel mukosa lambung, melepaskan ion hidrogen dan
terkonsentrasi dalam sel-sel, dengan sel mati atau rusak. Luka pada mukosa lambung juga

disebabkan oleh NSAID yang menghambat terjadinya prostaglandin yang berfungsi sebagai
gastroprotektor. Penggunaan obat-obatan tersebut sering kali memberikan efek samping yang
cukup serius, seperti perdarahan saluran cerna, erosi lambung, hingga kerusakan hati dan
ginjal. Beratnya efek samping yang ditimbulkan karena penggunaan jangka panjang NSAIDs
ini membuat para ahli terus mencari alternatif terapi OA yang efektif dan aman (Sukandar
dkk., 2008).
Faktor risiko terjadinya perdarahan saluran cerna pada penggunaan
NSAID adalah usia lanjut, riwayat tukak lambung dan perdarahan saluran
cerna, sertapenggunaan bersama kortikosteroid. Oleh karena itu NSAID
harus digunakan dengan hati-hati pada pasien usia lanjut terutama yang
mempunyai faktor risiko lain. Penyesuaian dosis mungkin diperlukan pada
pasien usia lanjut dan dianjurkan menggunakan dosis terendah yang
masih efektif bagi pasien. (Henry D, et al. 1996).
Penggunaan NSAID juga dapat merusak saluran gastrointestinal (GI), khususnya
dikarenakan adanya penekanan produksi prostaglandin lambung.1 Efek samping dari
penggunaan

obat

NSAID

muncul

seiring

dengan

adanya

penghambatan

enzim

siklooksigenase (COX) yang menyebabkan sintesis prostaglandin dari asam arakidonat pun
terhambat. Penurunan enzim siklooksigenase (COX) tersebut akan sejalan dengan penurunan
fungsi hemostatik lambung. Hal tersebut mengakibatkan penurunan produksi mukus dan
bikarbonat, sehingga epitel lambung lebih rentan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh
asam klorida dan pepsin.
Selama 5 tahun pasien mengonsumsi lameson 4mg 3 kali sehari tablet. Dari
penggunaan lameson ini pasien mendapatkan efek samping obat berupa moonface seperti
muka, leher dan pundak ibu N terlihat tembem membengkak. Sehingga sebaiknya
penggunaan dari lameson ini dihentikan, namun dengan syarat penghentian tidak dilakukan
secara mendadak, melainkan bertahap yang dinamakan tappering off. Jika Ibu N
mengonsumsi lameson 4mg 3 kali sehari tablet hal ini berarti pasien mengkonsumsi
metilprednisolon sebanyak 6 mg perhari. Untuk penurunan dosisnya dilakukan 1mg
penurunan tiap minggu. Sehingga, penurunan dosis adalah sebanyak 5 mg, 4mg, 3 mg
sampai seterusnya sampai tidak mengkonsumsi lagi. Penurunan dosis nya adalah sebanyak 20
% dari dosis awal. Sehingga kira-kira penurunan dosis sebesar 1 mg. Untuk teknis
pelaksanaanya, dapat dilakukan dengan menggerus tablet. Karena tablet lameson disini
adalah tablet biasa sehingga dapat digerus, lalu dibagi menjadi 4. Untuk administrasi nya
adalah 3 kali sehari. 2 kali pertama tablet. Lalu yang ketiga tablet dalam bentuk yang

sudah digerus. Untuk minggu berikutnya bila berhasil, pemakaian kedua juga dilakukan
dengan tablet yang telah digerus. Begitu seterusnya sampai selesai. Apabila terdapat
withdrawal syndrome, dosis tetap dilakukan sampai syndrome mulai menghilang, baru
dilakukan tappering lagi.
Proses Tappering off hendaklah di lakukan secara benar. Karena bila tidak, akan
menimbulkan withdrawal symptoms meliputi :

Nyeri sendi

Nyeri otot

Kelelahan

Sakit kepala

Demam

Penurunan tekanan darah

Mual dan muntah


(Anonim, 2014).
Rencana terapi yang diberikan untuk Ibu N antara lain paracetamol 500 mg tiap 8

jam, injeksi hyaluronat 3 ml setiap 6 bulan, dan tappering dose pada penggunaan lameson.
Berikut merupakan langkah penatalaksanaan terapi pada pasien Osteoarthritis.

Sumber:

American

Geriatrics

Society

Panel

on

Exercise

and

Osteoarthritis, 2001.
Alasan pemilihan obat
1. Pemilihan Asam hyaluronat
Pada jurnal dijelaskan bahwa penggunaan injeksi asam hyaluronat
jangka panjang tidak hanya dapat meningkatkan gejala
osteoarthritis tetapi juga efek yang diberikan dapat bertahan
setahun setelah pemakaian terakhir pada siklus. Peningkatan gejala
disini dimaksudkan seperti kembalinya fungsi-fungsi sendi pada
lutut mendekati fungsi awalnya. Sehingga pemakaian injeksi
hyaluronat dianjurkan untuk di gunakan pada pennderita
osteoarthritis.

Sarabia FN.,2011

2. Penggunaan injeksi asam hyaluronat dibandingkan kortikosteroid dalam jangka


panjang . dari jurnal ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan ineksi kortikosteroid
memang lebih efektif tetapi apabla digunakan untuk jangka pendek. Untuk
penggunaan jangka panjang, injeksi asam hyaluronat lebih efektif bila dibandingkan
dengan injeksi kortikosteroid. Dalam hal ini, karena pasien lebih membutuhkan terapi
untuk jangka panjang, maka penggunaan injeksi yang digunakan adalah injeksi asam
hyaluronat.

Bannuru et al,

5. Kesimpulan
Pasien didiagnosa osteoarthritis (OA). Terapi sebelumnya alah
ibuprofen, lameson, dan konsroitin sulfat. Namun, nyeri bertambah luas
dan timbul gejala moonface. Sehingga rencana terapi

yang diberikan

antara lain paracetamol, injeksi hyaluronat, dan tappering dose lameson.


Diperlukan monitoring terhadap gejala wirhdrawal syndrome akibat
penghentian penggunaan dari lameson.

Daftar Pustaka
American Geriatrics Society Panel on Exercise and Osteoarthritis, 2001,
Exercise Prescription for Older Adults with Osteoarthritis Pain; The
American Geriatrics Society.
Anonim,
2014,

Methylprednisolone

Dosage,

http://www.drugs.com/dosage/
methylprednisolone.html/Usual_Pediatric_Dose_for_Anti_inflammator
y, diakses 7 november 2014.
Bannuru RR., Natov NS., Obadan IE., Price LL., Schmid CH dan McAlindon TE., 2009,
Therapeutic Trajectory of Hyaluronic Acid Versus Corticosteroids in the Treatment of
Knee Osteoarthritis: A Systematic Review and Meta-Analysis, Arthritis &
Rheumatism Arthritis Care & Research, Vol. 61, No. 12, December 15, 2009, pp 1704
1711 DOI 10.1002/art.24925.
Chia YC, Ng CJ, Rabia K, et al, 2006, Efficacy and tolerability of paracetamol extend in
mild to moderate osteoarthritis of the knees, J Rheumatol, 9(suppl 1):A116.
Hansen K.E; Elliot M.E., 2005, Osteoarthritis, Pharmacotherapy, A
Pathophysiological Approach, McGraw-Hill.
Henry D, et al, 1996, Variability in risk of gastrointestinal complications with individual
non steroidal anti-inflammatory drugs : result of a collaborative meta analysis. British
Medical Journal.
Kalbe, 2012, Pemberian Berulang Asam Hialuronat, CDK-196, vol. 39 no. 8.
Medika, 2011, Asam Hialuronat, Efektif dalam Penanganan Osteoartritis Lutut dan
Panggul.

http://www.jurnalmedika.com/edisi-tahun-2011/edisi-no-06-vol-xxxvii-

2011/333-kegiatan/651-asam-hialuronat-efektif-dalam-penanganan-osteoartritislutut-dan-panggul, diakses pada tanggal 7 November 2014.


Sarabia FN., Coronel P, Collantes E., Navarro FJ., Serna AR., Naranjo A., Gimeno.,
Beaumont GH., 2011, A 40-month multicentre, randomised placebocontrolled
study to assess the effi cacy and carryover effect of repeated intra-articular injections
of hyaluronic acid in knee osteoarthritis: the AMELIA project, Ann Rheum
Dis;70:19571962. doi:10.1136/ard.2011.152017.
Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, K., Setiadi, A.A.P., dan Kusnandar.
2008. ISO Farmakoterapi. PT.ISFI Penerbitan Jakarta : Jakarta. Hal : 629-644.

Anda mungkin juga menyukai