Anda di halaman 1dari 38

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus
SEORANG PEREMPUAN 65 TAHUN DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2,
KAKI DIABETIC DEXTRA DERAJAT II, HIPERTENSI GRADE I, ANEMIA,
HIPOALBUMINEMIAEMIA

Telah didiskusikan tanggal :

Pembimbing
dr. Amrita, Sp.PD

Pelapor

Mengetahui

Tanti Adelia Kesuma

Dr. Amrita, Sp.PD

406112009

Bagian Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kudus

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Penderita

: Ny. W

Umur

: 65 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Status

: Menikah

Alamat

: Karangnongko - Jepara

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Nomor CM

: 5974XX

Dirawat di ruang

: Cempaka I

Tanggal Masuk RS

: 16 Maret 2014

Tanggal operasi

: 18 Maret 2014

Tanggal keluar RS

: 24 Maret 2014

B. RIWAYAT PENYAKIT
Anamnesis

: Autoanamnesis dan Alloanamnesis

Keluhan Utama

: Luka pada paha kanan

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan timbul luka di paha kanannya sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Awalnya luka hanya berupa lecet dan gatal, kemudian
membengkak, bernanah dan menimbulkan rasa nyeri yang terus menerus sehingga
membuat pasien sulit beraktivitas. Luka tersebut tidak berbau. Pasien mengaku paha
kanan tidak terkena benda tumpul maupun tajam sebelumnya. Pasien mencoba
mengobati lukanya dengan betadine tapi luka tidak kunjung sembuh. Sebelumya
pasien sering merasakan kesemutan pada kedua kakinya. Pasien juga merasa pusing
dan lemas. Demam (-)
Kurang lebih 3 tahun yang lalu pasien mulai mengeluh sering haus, sering merasa
lapar dan sering kencing, kemudian berat badannya mulai menurun 4kg dalam 3
tahun terakhir, disertai keluhan gatal pada kemaluan, lalu pasien memeriksakan diri
ke puskesmas, dan dikatakan bahwa pasien memiliki penyakit gula dan dianjurkan
untuk rutin meminum obat secara rutin. Pandangan kabur (-). Olahraga ()
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

Riwayat makan : 3 kali sehari, porsi cukup, tiap pagi mengkonsumsi teh manis. Tidak
ada perbedaan diet sebelum dan sesudah di diagnosa menderita penyakit DM.
Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit kencing manis sejak 3 tahun yang lalu dengan pengobatan tidak

teratur. Pasien lupa nama obat yang biasa di konsumsi.


Riwayat tekanan darah tinggi (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat sakit ginjal (-)
Pasien mengaku tidak merokok dan tidak mengonsumsi alk ohol

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat penyakit kencing manis (-)


Riwayat tekanan darah tinggi (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat sakit ginjal (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 140/80 mmHg

Denyut nadi

: 84x/menit, regular, isi dan tegangan cukup

Laju pernafasan

: 20x/menit

Suhu

: 36,5 oC (aksila)

BB

: 50 kg

TB

: 150 cm

IMT

: 22,22 (normal)

Kepala

: mesocephal, rambut beruban, distribusi merata, tidak mudah


dicabut, turgor kulit dahi cukup

Mata

: pupil isokor, diameter pupil 3 mm, refleks cahaya (+/+)


konjungtiva anemis (/), sklera ikterik (-/-), edema palpebra
(-/-) exophthalmus (-/-)

Hidung
Telinga

: deviasi septum hidung (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-)


: nyeri tekan tragus (-), sekret(-), edema (-), hiperemis (-)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Mulut

Tanti Adelia - 406112009

: sulkus nasolabialis simetris, lidah normal, tremor (-), deviasi


lidah (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1

Leher

: pembesaran nnll. colli (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),


trakea ditengah, JVP +2cm H2O

Thorax

: bentuk : simetris, pelebaran pembuluh darah (-) massa (-), \


retraksi interkostal (-), venektasi (-), spider naevi (-), nyeri
tekan (-)

Jantung

: Inspeksi : tidak tampak pulsasi iktus cordis


Palpasi : teraba pulsasi iktus cordis
Perkusi : redup
Batas atas ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kanan ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-),
HR 84x/menit

Paru depan
Inspeksi

Kanan
Kiri
Simetris pada posisi statis dan Simetris pada posisi statis dan
dinamis

dinamis

Palpasi

Retraksi interkostal (-)


Retraksi interkostal (-)
Stem fremitus normal, sama kuat Stem fremitus normal, sama kuat

Perkusi
Auskultasi

dengan kiri, nyeri tekan (-)


Sonor
Suara dasar vesikuler

dengan kanan, nyeri tekan (-)


Sonor
Suara dasar vesikuler

Wheezing (-), ronki (-)

Wheezing (-), ronki (-)

Paru belakang
Inspeksi

Kanan
Kiri
Simetris pada posisi statis dan Simetris pada posisi statis dan
dinamis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014

dinamis

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

Palpasi

Retraksi interkostal (-)


Retraksi interkostal (-)
Stem fremitus normal, sama kuat Stem fremitus normal, sama kuat

Perkusi
Auskultasi

dengan kiri, nyeri tekan (-)


Sonor
Suara dasar vesikuler

dengan kanan, nyeri tekan (-)


Sonor
Suara dasar vesikuler

Wheezing (-), ronki (-)

Wheezing (-), ronki (-)

Abdomen

: Inspeksi

: datar, venektasi (-)

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Perkusi

: pekak hati (+), timpani (+)


liver span 8cm, area traube timpani,
nyeri ketok kosta vertebra kiri dan kanan (-)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan


lien tidak teraba, tes ballottenment (-/-),
shifting dullnes (-), tes ascites (-)

Ekstremitas
Superior

Inferior

Petekhie

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

Palmar eritem

-/-

-/-

Pembesaran KGB aksila

-/-

Pembesaran KGB inguinal

-/-

Edema

-/-

+/-

Clubbing Finger

-/-

-/-

Refleks fisiologis

+/+

+/+

Refleks patologis

-/-

-/-

Kekuatan motorik

Kulit kaki yang kering, bersisik, retak (+/+)


Bulu-bulu rambut kaki yang menipis (-/-)
Kelainan bentuk dan warna kuku (kuku yang menebal, rapuh, ingrowing nail) (+/+)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

Kalus terutama di telapak ( / )


Perubahan bentuk jari jari dan telapak kaki dan tulang-tulang kaki yang menonjol (-/-)
Bekas luka atau riwayat amputasi jari-jari (-/-)
Kaki kesemutan (+/+)
Kaki yang terasa dingin (-/-)

Status Lokalis
Regio

: femur dextra

Inspeksi

: tampak luka berukuran 5 cm x 3 cm, tanda radang (+), oedema (+), pus (+)

Palpasi

: nyeri tekan (+)

Perkusi

: tidak dilakukan.

Auskultasi

: tidak dilakukan

Pemeriksaan Sensorik : tidak dilakukan

Pemeriksaan Penunjang
Hematologi tanggal 16 Maret 2014
Hasil
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014

Satuan

Nilai normal

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Lekosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Netrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
MCV
MCH
MCHC

Tanti Adelia - 406112009

11,4
3,77
10,6
31,2
456
53,8
20,8
11,5
1,1
0,7
82,8
28,1
34,0

10^3/ul
Jt/ul
g/dL
%
10^3/ul
%
%
%
%
%
fL
Pg
g/dL

4,0 - 12,0
4,0 - 5,1
12,0 15,0
36 47
150 400
50 70
25 40
28
24
01
79,0 99,0
27,0 31,0
33,0 37,0

Satuan
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
g/dL
U/L
U/L

Nilai normal
70 -110
19 44
0,6 1,3
< = 200
27 67
< 150
< 160
3,5 5,2
0 50
0 50

Kimia klinik tanggal 16 Maret 2014

Gula darah sewaktu


Ureum
Creatinin
Kolesterol
HDL
LDL
Trigliserida
Albumin
SGOT
SGPT

Hasil
645
22,2
0,9
163
21
121
105
2,4
29
55

Pemeriksaan Foto Thorax PA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

Kesan : tidak tampak kelainan

Pemeriksaan Foto Femur Dextra:

Kesan : tidak tampak osteomielitis

D. PROBLEM :
1. Kaki diabetik dextra
Assessment : Kaki diabetic dextra ec trauma mekanik, trauma termis
Initial plant :

Ip diagnostik :
- Ro femur dextra
- Kultur pus dan sensivitas antibiotik
Ip terapi :
- IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit
- Ceftriaxone 1x2 gr iv
- Metronidazole 3x500mg drip
- Perawatan luka & konsul dr. Sp.B
Ip monitoring :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

- Keluhan subjektif
- Cek perkembangan luka
Ip edukasi :
- Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakitnya
- Hindari trauma
- Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan
-

krim pelembab ke kulit yang kering


Periksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada dokter bila kulit terkelupas,
kemerahan, luka

2. Diabetes Melitus tipe II


Assessment :
Mencari komplikasi jangka pendek (ketoasidosis diabetik, status hiperglikemi
hiperosmolar, hipoglikemia)
Mencari komplikasi jangka panjang :
Makroangiopati (PJK)
mikroangiopati (retinopati diabetik, nefropati diabetik),
neuropati
Initial plant :
Ip diagnostik :
- Keluhan klasik DM & keluhan subjektif lain
- HbA1c
- Cek glukosa urine
- Funduskopi
- Cek proteinuri
Ip terapi :
- Humalog 12-12-10 U inj SC
- Evaluasi status gizi diet DM
- Metabolic control
Ip monitoring :
- Cek GDP dan G2PP
- HbA1c (3-6 bulan)
- Pemeriksaan glukosa urin
- Pemantauan benda keton
Ip edukasi :
- Edukasi cara penyuntikan insulin
- Penyuluhan tentang perawatan DM secara mandiri, pengaturan diet seharihari, pemanis yang dapat digunakan sebagai pengganti gula, program
latihan jasmani
3. Hipertensi grade I
Assessment :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

mencari etiologi : hipertensi primer (diet garam berlebihan, stress, kurang olah

raga), hipertensi sekunder


mencari komplikasi
menentukan faktor resiko

Initial plant

Ip diagnostik :
- Cek tekanan darah
- EKG
Ip terapi :
- Amlodipine 1 x 5 mg PO
Ip monitoring :
- Cek tekanan darah
- Keluhan subjektif
Ip edukasi :
- Modifikasi gaya hidup
- Membatasi konsumsi garam (garam dapur, vetsin, soda, bahan pengawet
-

seperti natrium benzoat dan natrium nitrit)


Hindari konsumsi alkohol

4. Anemia
Assessment : mencari etiologi (malnutrisi, anemia defisiensi besi, infestasi cacing)
Initial plant

Ip diagnostik :
- Periksa SI, TIBC
- Periksa laboratorium feses untuk mencari telur cacing
- Periksa hapusan darah tepi
Ip terapi :
- Sulfas ferrosus 1 x 300mg
- Transfusi PRC bila Hb <8 g/dL
Ip monitoring :
- Cek konjungtiva
Ip edukasi :
- Os diduga mengalami anemia karena malnutrisi sehingga perlu dijelaskan
tentang makanan yang sebaiknya dimakan

5. Hipoalbuminemia
Assessment : mencari etiologi (malnutrisi, infeksi)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
10

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

Initial plant

Ip diagnostik :
- Cek albumin
Ip terapi :
- Albumin 25% dalam 100cc
Ip monitoring :
- Cek albumin
Ip edukasi :
- Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakitnya

E. PROGNOSIS:
Ad Vitam
Ad Functionam
Ad Sanationam

: bonam
: dubia et bonam
: dubia et bonam

F. RESUME
Telah diperiksa seorang wanita 65 tahun dengan keluhan luka di paha kanan sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya luka berupa lecet dan gatal, dan menjadi
udema (+), pus (+), nyeri terus menerus sehingga membuat pasien sulit beraktivitas.
Riwayat trauma pada paha kanan (-). Pasien sering merasakan kesemutan pada kedua
kakinya. Pusing (+) lemas (+) Demam (-)
Riwayat polidipsi, polifagia, poliuria sejak 3 tahun yang lalu disertao penurunan berat
badan dan keluhan gatal pada kemaluan. Pandangan kabur (-).
Riwayat makan : Tidak ada perbedaan diet sebelum dan sesudah di diagnosa
menderita penyakit DM.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit kencing manis sejak 3 tahun yang lalu dengan pengobatan tidak
teratur. Pasien lupa nama obat yang biasa di konsumsi.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
11

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

TD : 140/80 mmHg,
IMT : 22,22 (normal)
konjungtiva anemis ( / )
kulit kaki yang kering, bersisik, retak (+/+), kelainan bentuk dan warna kuku (kuku

yang menebal, rapuh, ingrowing nail) (+/+), kalus terutama di telapak ( / )


Status lokaslis: tampak luka berukuran 5 cm x 3 cm, tanda radang (+), oedema (+),
pus (+), nyeri tekan (+)
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan :
- Hemoglobin : 10,6 g/dL
- Gula darah sewaktu : 645 mg/dL
- Albumin : 2,4 g/dL
- Ro toraks : tidak ditemukan kelainan
- Ro femur dextra : tidak tampak osteomielitis

G. CATATAN KEMAJUAN

Subjektif

17/3/14
Gatal, keluar nanah

18/3/14
21/3/14
Keluhan masih sama Nyeri luka operasi

bercampur darah pada


Objektif

Evaluasi

luka di paha kanan


TD : 130/90 mmHg

TD : 140/80 mmHg

TD : 160/80 mmHg

Nadi : 80x/menit

Nadi : 84x/menit

Nadi : 80 x/menit

Suhu : 36,5 oC

Suhu : 37 oC

Suhu : 37 oC

Mata : CA /

Mata : CA /

Mata : CA /

GDS : 112 mg//dL


- Kaki diabetik

- post debridement

-post debridement hari

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
12

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Plan

Diagnostik
Terapi
Monitoring
Edukasi

Tanti Adelia - 406112009

- DM tipe 2

- DM tipe 2

ke III

- hipertensi

- hipertensi

- DM tipe 2

- hipertensi
-

GDS per hari

GDS per hari

GDS per hari

Keluhan subjektif
- Menjelaskan pada

Keluhan subjektif

Keluhan subjektif
- edukasi perawatan

pasien dan keluarga

luka di rumah

tentang penyakitnya

- edukasi cara

- Hindari trauma

penyuntikan insulin

- Selalu menjaga kaki

- anjuran kontrol ke

dalam keadaan bersih,

poli penyakit dalam dan

tidak basah, dan

poli bedah

mengoleskan krim
pelembab ke kulit
yang kering

DIABETES MELITUS
Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.Guna penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh ( whole blood), vena,
ataupun

kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria

diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan
hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler
dengan glukometer.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
13

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

Keluhan klasik DM : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang

tidak dapat dijelaskan sebabnya


Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulvae pada wanita

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara :


1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosaplasma sewaktu >200
mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM2.
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan
berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan
persiapan khusus.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil
yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula
darah 2 jam < 140mg/dL.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari

(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air

putih tanpa gula tetap diperbolehkan


Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75gram/kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
14

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam

setelah minum larutan glukosa selesai


Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko DM, namun tidak
menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien
dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien
dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan
sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk
terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular dikemudian hari.

Catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap
tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring
dapat dilakukan setiap 3 tahun

Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang
diabetes. Tujuan penatalaksanaan :

Jangka pendek : menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa

nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.


Jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati, dan neuropati.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
15

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
Langkah-langkah penatalaksanaan penyandang diabetes
1. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:
Evaluasi medis meliputi:

Riwayat Penyakit
Gejala yang timbul
Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliput : glukosa darah, A1C, dan hasil

pemeriksaan khusus yang terkait DM


Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan
Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak / dewasa muda
Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi
medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri,

serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan


Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan

dan program latihan jasmani


Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia, dan

hipoglikemia)
Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi,dan traktus urogenitalis serta

kaki
Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata,

saluran pencernaan, dll.)


Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan

riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)


Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM
Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi
Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.

Pemeriksaan Fisik

Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
16

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri
untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial

index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi.
Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
Pemeriksaan jantung
Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan

pemeriksaan neurologis
Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DMtipe-lain

Evaluasi Laboratoris / penunjang lain

Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial


A1C
Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL,LDL, dan trigliserida)
Kreatinin serum
Albuminuria
Keton, sedimen, dan protein dalam urin
Elektrokardiogram
Foto sinar-x dada

Rujukan
Sistem rujukan perlu dilakukan pada seluruh pusat pelayanan kesehatan yang memungkinkan
dilakukan rujukan. Rujukan meliputi:
- Rujukan ke bagian mata
- Rujukan untuk terapi gizi medis sesuai indikasi
- Rujukan untuk edukasi kepada edukator diabetes
- Rujukan kepada perawat khusus kaki ( podiatrist ), spesialis perilaku (psikolog) atau
spesialis lain sebagai bagian dari pelayanan dasar.
- Konsultasi lain sesuai kebutuhan
Evaluasi medis secara berkala
Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan, atau pada
waktu-waktu tertentu lainnya sesuai dengan kebutuhan
Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
17

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

Secara berkala dilakukan pemeriksaan:

Jasmani lengkap
Mikroalbuminuria
Kreatinin
Albumin / globulin dan ALT
Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida
EKG
Foto sinar-X dada
Funduskopi

Pilar penatalaksanaan DM
1.
2.
3.
4.

Edukasi
Terapi gizi medis
Latihan jasmani
Intervensi farmakologis

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa
waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.
Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi,
sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres
berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan.
Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk
dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan
perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi..Pengetahuan tentang pemantauan glukosa
darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada
pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat
pelatihan khusus.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
18

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

Terapi Nutrisi Medis


Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total.
Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter,ahli
gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Setiap penyandang diabetes
sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
kalori danzat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama
pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya
hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
I. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
A.
B.
C.
D.
E.

Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea dan glinid


Peningkat sensitivitas terhadap insulin : metformindan tiazolidindion
Penghambat glukoneogenesis (metformin)
Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa.
DPP-IV inhibitor

A. Pemicu Sekresi Insulin


1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan
kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk
menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua,
gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak
dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
2. GlinidGlinid
merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
19

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini
diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui
hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
1. Tiazolidindion
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena
dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien
yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
*golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya.
C. Penghambat glukoneogenesis
1. Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang
diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnyapenyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung).
Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut
dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa
pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaanakan memudahkan dokter untuk
memantau efek samping obat tersebut.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa diusus halus, sehingga mempunyai
efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek
samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan
flatulen.
E. DPP-IV inhibitor
1. Glucagon-like peptide-1 (GLP-1)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
20

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

merupakan suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini
disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran
pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai
penghambat sekresi glukagon. Namun demikian,secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim
dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif.
Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk
meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2.
Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat
kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya
(analog incretin=GLP-1 agonis).

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:


-

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkat kansecara bertahap sesuai respons

kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal


Sulfonilurea: 15 30 menit sebelum makan
Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan
Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama
Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan danatau sebelum makan.

II. Suntikan
A. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:

Penurunan berat badan yang cepat


Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM / diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
21

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)


Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah ( intermediate acting insulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah ( premixed insulin).

Efek samping terapi insulin

Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.


Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam babkomplikasi akut DM.
Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulinyang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Dasar pemikiran terapi insulin:

Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin

diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.


Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau
keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada
keadaan

puasa,

sedangkan

defisiensi

insulin

prandial

akan

menimbulkan

hiperglikemia setelah makan.


Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi

yang terjadi.
Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah basal
(puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun insulin.
Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah insulin

basal (insulin kerja sedang atau panjang).


Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan

menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.
Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C belum
mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial (meal-related).
Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah prandial adalah

insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek (short acting).
Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat diberikan subkutan dalam
bentuk 1 kali insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau 1 kali basal + 2
kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal bolus).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
22

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk menurunkan glukosa
darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan

glinid), atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus (acarbose).


Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.

B. Agonis GLP-1 / incretin mimetic


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
23

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk


pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin
yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya
terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan
mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat
penglepasan glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada
percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel pankreas. Efek samping
yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.

III. Terapi Kombinasi


Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan
pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO
tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah
ataupun fixed-combination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat
dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa
darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang
berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan
klinis di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga
OHO dapat menjadi pilihan.

Algoritmapengelolaan DM tipe 2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
24

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

Algoritma pengelolaan DM tipe 2 tanpa disertai dekompensasi

Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
25

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

Dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin. Untuk
memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Waktu pemeriksaan PGDM
bervariasi, tergantung pada tujuan pemeriksaan yang pada umumnya terkait dengan terapi
yang diberikan. Waktu yang dianjurkan adalah pada saat sebelum makan, 2 jam setelah
makan (menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko
hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang
kadang tanpa gejala).
PDGM terutama dianjurkan pada:

Penyandang DM yang direncanakan mendapat terapi insulin


Penyandang DM dengan terapi insulin berikut
o Pasien dengan A1C yang tidak mencapai target setelah terapi
o Wanita yang merencanakan hamil
o Wanita hamil dengan hiperglikemia
o Kejadian hipoglikemia berulang

Prosedur pemantauan

Tes dilakukan pada waktu (tergantung tujuan pemeriksaan) :


o Sebelum makan
o 2 jam sesudah makan
o Sebelum tidur malam*
Pasien dengan kendali buruk / tidak stabil dilakukan tes setiap hari
Pasien dengan kendali baik / stabil sebaiknya tes tetap dilakukan secara rutin.
Pemantauan dapat lebih jarang (minggu sampai bulan) apabila pasien terkontrol baik

secara konsisten.
Pemantauan glukosa darah pada pasien yang mendapat terapi insulin, ditujukan juga

penyesuaian dosis insulin dan memantau timbulnya hipoglikemia.


Tes lebih sering dilakukan pada pasien yang melakukan aktivitas tinggi, pada keadaan
kritis, atau pada pasien yang sulit mencapai target terapi (selalu tinggi, atau sering
mengalami hipoglikemia), juga pada saat perubahan dosis terapi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
26

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

ULKUS DIABETIK
Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi diabetes mellitus yang berupa
kematian jaringan akibat kekurangan aliran darah, biasanya terjadi dibagian ujung kaki atau
tempat tumpuan tubuh. Gambaran luka berupa adanya ulkus diabetik pada telapak kaki kanan
belum mencapai tendon atau tulang sehingga kaki diabetik pada penderita ini mungkin dapat
dimasukkan pada derajat II klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner. Namun untuk
menegakkan derajat kaki diabetik pada pasien ini diperlukan rontgen pada kaki pasien yang
mengalami ulkus untuk melihat kedalaman dan mengklasifikasikan derajat ulkus.
Klasifikasi Menurut Wagner
-

Derajat 0
Derajat I
Derajat II
Derajat III

Derajat IV
Derajat V

: Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh.


: Ulkus superficial, tanpa infeksi, terbatas pada kulit.
: Ulkus dalam disertai selulitis tanpa abses atau kehilangan tulang.
: Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luas yang dalam hingga
mencapai tendon dan tulang, dengan atau tanpa osteomyelitis.
: gangren terbatas, yaitu pada ibu jari kaki atau tumit.
: gangren seluruh kaki.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
27

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

Gambar 2. Perkembangan Ulkus

Patogenesis
A. Sistem Saraf
Neuropati diabetikum melibatkan baik saraf perifer maupun sistem saraf pusat.
Neuropati perifer pada pasien DM disebabkan karena abnormalitas metabolisme
intrinsik sel Schwan yang melibatkan lebih dari satu enzim. Nilai ambang proteksi kaki
ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal,
rangsang nyeri yang diterima kaki cepat mendapat respon dengan cara merubah posisi
kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar.
Pada penderita DM, adanya neuropati diabetikum akan menyebabkan seorang penderita
DM kurang atau tidak merasakan adanya trauma, baik mekanik, kemis, maupun termis,
keadaan ini memudahkan terjadinya lesi atau ulserasi yang kemudian masuknya
mikroorganisme menyebabkan infeksi terjadilah selulitis atau gangren. Perubahan yang
terjadi yang mudah ditunjukkan pada pemeriksaan rutin adalah penurunan sensasi (rasa
raba, panas, dingin, nyeri), nyeri radikuler, hilangnya refleks tendon, hilangnya rasa
vibrasi dan posisi, anhidrosis, pembentukan kalus pada daerah tekanan, perubahan
bentuk kaki karena atrofi otot, perubahan tulang dan sendi.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
28

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

B. Sistem Vaskuler
Iskemia merupakan penyebab berkembangnya gangren pada pasien DM. Dua kategori
kelainan vaskuler.
1) Makroangiopati
Makroangiopati yang berupa oklusi pembuluh darah ukuran sedang maupun besar
menyebabkan iskemia dan gangren. Dengan adanya DM, proses aterosklerosis
berlangsung cepat dan lebih berat dengan keterlibatan pembuluh darah multiple.
Sembilan puluh persen pasien mengalami tiga atau lebih oklusi pembuluh darah
dengan oklusi yang segmental serta lebih panjang dibanding non DM. Aterosklerosis
biasanya proksimal namun sering berhubungan denganoklusi arteri distal bawah lutut,
terutama arteri tibialis anterior dan posterior, peronealis, metatarsalis, serta arteri
digitalis. Faktor yang menerangkan terjadinya akselerasi aterogenesis meliputi
kelainan metabolisme lipoprotein, hipertensi, merokok, faktor genetik dan ras, serta
meningkatnya trombosit.
2) Mikroangiopati
Mikroangiopati berupa penebalan membrana basalis arteri kecil,arteriola, kapiler dan
venula. Kondisi ini merupakan akibat hiperglikemia menyebabkan reaksi enzimatik
dan nonenzimatik glukosa kedalam membrana basalis. Penebalan membrana basalis
menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah.

C. Sistem Imun
Status hiperglikemi dapat mengganggu berbagai fungsi netrofil danmonosit (makrofag)
meliputi proses kemotaksis, perlekatan (adherence), fagositosis dan proses-bunuh
mikroorganisme intraseluler (intracelluler killing). Semua proses ini terutama penting
untuk membatasi invasi bakteri piogenik dan bakteri lainnya. Empat tahapan tersebut
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
29

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

diawali dengan kemotaksis,kemudian fagositosis, dan mulailah proses intra seluler untuk
membunuh kuman tersebut oleh radikal bebas oksigen (RBO=O2) dan hidrogen peroksida.
Dalam keadaan normal kedua bahan dihasilkan dari glukosa melalui proses hexose
monophosphate shunt yang memerlukan NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide
phosphate). Pada keadaan hiperglikemia, glukosa tersebut oleh aldose reduktase (AR)
diubah menjadi sorbitol, dan proses ini membutuhkan NADPH. Akibat dari proses ini sel
akan kekurangan NADPH untuk membentuk O2 dan H2O2 karena NADPH digunakan
dalam reaksi. Gangguan ini akan lebih parah apabila regulasi DM memburuk.

D. Proses Pembentukan Ulkus


Ulkus diabetikum merupakan suatu kaskade yang dicetuskan oleh adanya hiperglikemi.
Tak satupun faktor yang bisa berdiri sendiri menyebabkan terjadinya ulkus. Kondisi ini
merupakan akumulasi efek hiperglikemia dengan akibatnya terhadap saraf, vaskuler,
imunologis,

protein

jaringan,

trauma

serta

mikroorganisma

saling

berinteraksi

menimbulkan ulserasi dan infeksi kaki.


Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu
masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus
berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin
dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah
kaki yang mengalami beban terbesar.
Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan
terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang
membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya
iskemia dan penyembuhan luka abnormal menghalangi resolusi. Mikroorganisme yang
masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed
space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal , bakteria sulit
dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
30

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

Diagnosis
Anamnesis
Informasi penting adalah pasien telah mengidap DM sejak lama. Gejala-gejala neuropati
diabetik. Gejala neuropati menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki,
sehingga apabila penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak merasakan nyeri
sehingga mengakibatkan luka pada kaki.
Manifestasi gangguan pembuluh darah berupa nyeri tungkai sesudah berjalan pada
jarak tertentu akibat aliran darah ke tungkai yang berkurang (klaudikasio intermiten).
Manifestasi lain berupa ujung jari terasa dingin, nyeri kaki diwaktu malam, denyut arteri
hilang dan kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati ini menyebabkan
penurunan suplai nutrisi dan oksigen sehingga menyebabkan luka yang sukar sembuh.

Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Kesan umum akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah akibat berkurangnya
produksi keringat. Hal ini disebabkan karena denervasi struktur kulit. Tampak pula
hilangnya rambut kaki atau jari kaki, penebalan kuku, kalus pada daerah daerah yang
mengalami penekanan seperti pada tumit, plantar aspek kaput metatarsal. Adanya
deformitas berupa claw toe sering pada ibu jari. Pada daerah yang mengalami penekanan
tersebut merupakan lokasi ulkus diabetikum karena trauma yang berulang-ulang tanpa
atau sedikit dirasakan pasien. Tergantung dari derajatnya saat kita temukan, ulkus yang
terlihat mungkin hanya suatu ulkus superfisial yang hanya terbatas pada kulit dengan
dibatasi kalus yang secara klinis tidak menunjukkan tanda tanda infeksi. Gangren
tampak sebagai daerah kehitaman yang terbatas pada jari atau melibatkan seluruh kaki.

Palpasi

Kulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan kulit yang sehat. Oklusi
arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta hilangnya pulsasi pada arteri yang terlibat.
Kalus disekeliling ulkus akan teraba sebagai daerah yang tebal dan keras. Deskripsi ulkus
harus jelas karena sangat mempengaruhi prognosis serta tindakan yang akan dilakukan.
Apabila pus tidak tampak maka penekanan pada daerah sekitar ulkus sangat penting untuk
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
31

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

mengetahui ada tidaknya pus. Pintu masuk harus dibuka lebar untuk melihat luasnya
kavitas serta jaringan bawah kulit, otot, tendo serta tulang yang terlibat.

Pemeriksaan Sensorik
Resiko pembentukan ulkus sangat tinggi pada penderita neuropati sehingga apabila belum
tampak adanya ulkus namun sudah ada neuropati sensorik maka proses pembentukan
ulkus dapat dicegah. Cara termudah dan murah adalah dengan pemakaian nilon
monofilamen 10 gauge. Test positif apabila pasien tidak mampu merasakan sentuhan
monofilamen ketika ditekankan pada kaki walau monofilamennya sampai bengkok.
Kegagalan merasakan monofilamen 4 kali dari sepuluh tempat yang berbeda mempunyai
spesifitas 97% serta sensitifitas 83%.

Pemakaian Nilon Monofilamen 10 Gauge

Pemeriksaan Vaskuler
Disamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa dengan test
vaskuler noninvasif yang meliputi pengukuran oksigen transkutaneus, ankle-brachial
index (ABI), dan absolute toe systolic presure. ABI di dapat dengan cara membagi
tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan. Apabila didapat angka yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
32

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

abnormal perlu dicurigai adanya iskemia. Arteriografi perlu dilakukan untuk memastikan
terjadinya oklusi arteri.

Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologi akan dapat mengetahui apakah didapat gas subkutan, benda asing
serta adanya osteomielitis.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan angka lekosit yang meningkat bila sudah terjadi
infeksi. Gula darah puasa dan 2 jam PP harus diperiksa untuk mengetahui kadar gula
dalam darah. Albumin diperiksa untuk mengetahui status nutrisi pasien.
Prinsip perawatan ulkus kaki diabetes

Metabolic control : pengendalian keadaan metabolik sebaik mungkin seperti

pengendalian kadar glukosa darah, lipid, dan sebagainya


Vascular control : perbaikan suplai vaskular (dengan operasi atau angioplasti),

biasanya dibutuhkan pada keadaan ulkus iskemik


Infection control : pengobatan infeksi secara agresif, jika terlihat tanda klinis infeksi
Wound control : pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrotis secara teratur
Pressure control : mengurangi tekanan. Tekanan yang berulang dapat menyebabkan
ulkus, sehingga harus dihindari. Hal itu sangat penting dilakukan pada ulkus
neuropatik, dan diperlukan pembuangan kalus dan memakaikan sepatu yang pas yang

berfungsi untuk mengurangi tekanan.


Education control : penyuluhan yang baik

Microbiological control
Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan
resistensinya. Umunya didapatkan pola kuman yang polimikrobal, campuran gram positif dan
gram negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini
pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik dengan spektrum luas (seperti

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
33

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap


kuman anaerob (seperti misalnya metronidazol).
Tindakan Bedah
Berdasarkan klasifikasi Wagner, dapat ditentukan tindakan yang tepat sesuai dengan derajat
ulkus yang ada. Tindakan tersebut yaitu :
-

Derajat 0
Derajat I-IV
Derajat V

: tidak ada perawatan lokal secara khusus


: pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
: tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan bedah mayor
misalnya amputasi

Debridemen yang adekuat merupakan langkah awal tindakan bedah. Debridemen


harus meliputi seluruh jaringan nekrotik dan kalus yang mengelilinginya sampai tampak tepi
luka yang sehat dengan ditandai adanya perdarahan. Pasien bahkan dokter kadang ragu
terhadap tindakan ini, namun akan terkejut saat melihat munculnya jaringan baru yang
tumbuh.
Bila daerah gangren menyebar lebih kranial, maka dilakukan amputasi bawah lutut atau
bahkan amputasi atas lutut. Tujuan amputasi atau mutilasi adalah :

membuang jaringan nekrotik


menghilangkan nyeri
drainase nanah dan penyembuhan luka sekunder
merangsang vaskularisasi baru.
rehabilitasi yang terbaik

Pencegahan dan perawatan pada kaki sebagai berikut:


1. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium
lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah, maupun untuk
menghilangkan keluhan/gejala dan penyulit DM.
2. Pemberian penyuluhan pada penderita dan keluarga (apakah DM, penatalaksanaan
DM secara umum, apakah kaki diabetes, obat-obatan, perencanaan makan, DM
dan kegiatan jasmani), dll.
3. Hentikan merokok
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
34

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

4. Periksa kaki dan celah kaki setiap hari, apakah terdapat kalus (pengerasan), bula
(gelembung), luka, lecet.
5. Bersihkan dan cuci kaki setiap hari, keringkan, terutama di celah jari kaki.
6. Pakailah krim khusus untuk kulit kering, tapi jangan dipakai di celah jari kaki.
7. Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.
8. Memotong kuku secara hati-hati dan jangan terlalu dalam.
9. Pakailah kaus kaki yang pas bila kaki terasa dingin dan ganti setiap hari.
10. Jangan berjalan tanpa alas kaki.
11. Hindari trauma berulang.
12. Memakai sepatu dari kulit yang sesuai untuk kaki dan nyaman dipakai.
13. Periksa bagian dalam sepatu setiap hari sebelum memakainya, hindari adanya
benda asing.
14. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.
15. Menghindari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor seperti orgat,
adrenalin, ataupun nikotin.
16. Periksakan diri secara rutin ke dokter dan periksakan kaki setiap kali kontrol
walaupun ulkus / gangren telah sembuh.

Catatan :

Prioritas tinggi harus diberikan untuk mencegah terjadinya luka, jangan membiarkan

luka kecil, sekecil apapun luka tersebut.


Segeralah ke dokter bila kaki luka atau berkurang rasa.
Mengajari keluarga cara merawat luka serta obat-obatan apa saja yang diperlukan

untuk mempercepat penyembuhan luka.


Beberapa hal yang tidak boleh dilakukan adalah jangan merendam kaki dan
memanaskan kaki dengan botol panas atau peralatan listrik. Hal ini untuk mencegah

luka melepuh akibat panas yang berlebih.


Jangan menggunakan pisau/silet untuk menghilangkan mata ikan, kapalan (callus).

Jangan membiarkan luka kecil, sekecil apapun luka tersebut.


Pemakaian sepatu harus pas dengan lebar serta kedalaman yang cukup untuk jari-jari.
Sepatu kulit lebih dianjurkan karena mudah beradaptasi dengan bentuk kaki serta
sirkulasi udara yang didapatkan lebih baik. Hindari pemakaian sandal atau alas kaki

dengan jari terbuka. Jangan sekali kali berjalan tanpa alas kaki.
Kaos kaki juga harus pas, tidak boleh melipat.
Membersihkan dengan hati-hati trauma minor serta aplikasi antibiotika topikal bisa
mencegah infeksi lebih lanjut serta memelihara kelembaban kulit untuk mencegah
pembentukan ulkus.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
35

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

HIPERTENSI PADA DIABETES


Indikasi pengobatan : Bila TD sistolik >130 mmHg dan / atau TD diastolik >80 mmHg.
Sasaran (target penurunan) tekanan darah:
-

Tekanan darah <130/80 mmHg


Bila disertai proteinuria 1gram / 24 jam : < 125/75 mmHg

Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan diastolik
antara 80-89mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai 3 bulan. Bila
gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis
Pasien dengan tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan diastolik >90 mmHg,
dapat diberikan terapi farmakologis secara langsung
Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan monoterapi.
Pengelolaan:
-

Non-farmakologis :
Modifikasi gaya hidup antara lain: menurunkan beratbadan, meningkatkan aktivitas fisik,
menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi konsumsi garam
- Farmakologis : Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti-hipertensi (OAH):
Pengaruh OAH terhadap profil lipid
Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa
Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin
Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung

Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan:

Penghambat ACE
Penyekat reseptor angiotensin II
Penyekat reseptor beta selektif, dosis rendah
Diuretik dosis rendah
Penghambat reseptor
Antagonis kalsium

Catatan :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
36

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

Penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II (ARB = angiotensin II receptor


blocker) dan antagonis kalsium golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki

mikroalbuminuria.
Penghambat ACE dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.
Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti memperburuk toleransi

glukosa.
Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.
Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkan dosis

secara bertahap.
Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap

Hubungan Diabetes Melitus dengan Hipertensi


Pada orang dengan diabetes melitus, hipertensi berhubungan dengan resistensi insulin dan
abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan konsekuensi metabolik yang meningkatkan
morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan dengan peningkatan diabetes mellitus pada
kelainan fungsi tubuh / disfungsi endotelial. Sel endotelial mensintesis beberapa substansi
bioaktif kuat yang mengatur struktur fungsi pembuluh darah. Substansi ini termasuk nitrit
oksida, spesies reaktif lain, prostaglandin, endothelin, dan angiotensin II.
Pada individu tanpa diabetes, nitrit oksida membantu menghambat atherogenesis dan
melindungi pembuluh darah. Namun bioavailabilitas pada endothelium yang diperoleh dari
nitrit oksida diturunkan pada individu dengan diabetes mellitus.
Hiperglikemia

menghambat

produksi

endothelium,

mesintesis

aktivasi

dan

meningkatkan produksi superoksid anion yaitu sebuah spesies oksigen reaktif yang merusak
formasi nitrit oksida. Produksi nitrit oksida dihambat lebih lanjut oleh resistensi insulin, yang
menyebabkan pelepasan asam lemak berlebih dari jaringan adipose. Asam lemak bebas,
aktivasi protein kinase C, menghambat phosphatidylinositol-3 dan meningkatkan produksi
spesies oksigen reaktif. Semua mekanisme ini secara langsung mengurangi bioavailabilitas.

DAFTAR PUSTAKA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
37

Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Tanti Adelia - 406112009

1. Waspadji S : Kaki Diabetes, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV,
Jakarta 2006 : 1911
2. Waspadji S : Komplikasi Kronik Diabetes Mellitus, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid III, Edisi IV, Jakarta 2006 : 1884
3. Gustaviani R : Diagnosis dan klasifikasi Diabetes Mellitus, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid III, Edisi IV, Jakarta 2006 : 1857
4. Sjamsuhidayat R., Jong WD. : Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC, Jakarta 2003 :
485
5. Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus di Indonesia,Jakarta, 2011

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
38

Anda mungkin juga menyukai

  • Referat Preeklampsia
    Referat Preeklampsia
    Dokumen23 halaman
    Referat Preeklampsia
    Willis Kwandou
    100% (7)
  • DIARE
    DIARE
    Dokumen35 halaman
    DIARE
    yolanda theresia
    Belum ada peringkat
  • OBESITAS
    OBESITAS
    Dokumen32 halaman
    OBESITAS
    yolanda theresia
    Belum ada peringkat
  • OBESITAS
    OBESITAS
    Dokumen32 halaman
    OBESITAS
    yolanda theresia
    Belum ada peringkat
  • Case Mata PVD
    Case Mata PVD
    Dokumen47 halaman
    Case Mata PVD
    yolanda theresia
    Belum ada peringkat
  • Status Geriatri
    Status Geriatri
    Dokumen48 halaman
    Status Geriatri
    yolanda theresia
    Belum ada peringkat
  • Katarak Dan Glaukoma
    Katarak Dan Glaukoma
    Dokumen26 halaman
    Katarak Dan Glaukoma
    yolanda theresia
    Belum ada peringkat
  • Hepatitis Yola
    Hepatitis Yola
    Dokumen34 halaman
    Hepatitis Yola
    yolanda theresia
    Belum ada peringkat
  • IDAI Syok
    IDAI Syok
    Dokumen1 halaman
    IDAI Syok
    yolanda theresia
    Belum ada peringkat
  • Sindrom Vena Cava Superior
    Sindrom Vena Cava Superior
    Dokumen12 halaman
    Sindrom Vena Cava Superior
    Rezki Harisoe
    Belum ada peringkat