Case Interna Ulkus DM
Case Interna Ulkus DM
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus
SEORANG PEREMPUAN 65 TAHUN DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2,
KAKI DIABETIC DEXTRA DERAJAT II, HIPERTENSI GRADE I, ANEMIA,
HIPOALBUMINEMIAEMIA
Pembimbing
dr. Amrita, Sp.PD
Pelapor
Mengetahui
406112009
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Penderita
: Ny. W
Umur
: 65 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Alamat
: Karangnongko - Jepara
Pekerjaan
Nomor CM
: 5974XX
Dirawat di ruang
: Cempaka I
Tanggal Masuk RS
: 16 Maret 2014
Tanggal operasi
: 18 Maret 2014
Tanggal keluar RS
: 24 Maret 2014
B. RIWAYAT PENYAKIT
Anamnesis
Keluhan Utama
Riwayat makan : 3 kali sehari, porsi cukup, tiap pagi mengkonsumsi teh manis. Tidak
ada perbedaan diet sebelum dan sesudah di diagnosa menderita penyakit DM.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit kencing manis sejak 3 tahun yang lalu dengan pengobatan tidak
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah
: 140/80 mmHg
Denyut nadi
Laju pernafasan
: 20x/menit
Suhu
: 36,5 oC (aksila)
BB
: 50 kg
TB
: 150 cm
IMT
: 22,22 (normal)
Kepala
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
Thorax
Jantung
Paru depan
Inspeksi
Kanan
Kiri
Simetris pada posisi statis dan Simetris pada posisi statis dan
dinamis
dinamis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru belakang
Inspeksi
Kanan
Kiri
Simetris pada posisi statis dan Simetris pada posisi statis dan
dinamis
dinamis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
: Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Ekstremitas
Superior
Inferior
Petekhie
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/-
Palmar eritem
-/-
-/-
-/-
-/-
Edema
-/-
+/-
Clubbing Finger
-/-
-/-
Refleks fisiologis
+/+
+/+
Refleks patologis
-/-
-/-
Kekuatan motorik
Status Lokalis
Regio
: femur dextra
Inspeksi
: tampak luka berukuran 5 cm x 3 cm, tanda radang (+), oedema (+), pus (+)
Palpasi
Perkusi
: tidak dilakukan.
Auskultasi
: tidak dilakukan
Pemeriksaan Penunjang
Hematologi tanggal 16 Maret 2014
Hasil
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
Satuan
Nilai normal
Lekosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Netrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
MCV
MCH
MCHC
11,4
3,77
10,6
31,2
456
53,8
20,8
11,5
1,1
0,7
82,8
28,1
34,0
10^3/ul
Jt/ul
g/dL
%
10^3/ul
%
%
%
%
%
fL
Pg
g/dL
4,0 - 12,0
4,0 - 5,1
12,0 15,0
36 47
150 400
50 70
25 40
28
24
01
79,0 99,0
27,0 31,0
33,0 37,0
Satuan
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
g/dL
U/L
U/L
Nilai normal
70 -110
19 44
0,6 1,3
< = 200
27 67
< 150
< 160
3,5 5,2
0 50
0 50
Hasil
645
22,2
0,9
163
21
121
105
2,4
29
55
D. PROBLEM :
1. Kaki diabetik dextra
Assessment : Kaki diabetic dextra ec trauma mekanik, trauma termis
Initial plant :
Ip diagnostik :
- Ro femur dextra
- Kultur pus dan sensivitas antibiotik
Ip terapi :
- IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit
- Ceftriaxone 1x2 gr iv
- Metronidazole 3x500mg drip
- Perawatan luka & konsul dr. Sp.B
Ip monitoring :
- Keluhan subjektif
- Cek perkembangan luka
Ip edukasi :
- Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakitnya
- Hindari trauma
- Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan
-
mencari etiologi : hipertensi primer (diet garam berlebihan, stress, kurang olah
Initial plant
Ip diagnostik :
- Cek tekanan darah
- EKG
Ip terapi :
- Amlodipine 1 x 5 mg PO
Ip monitoring :
- Cek tekanan darah
- Keluhan subjektif
Ip edukasi :
- Modifikasi gaya hidup
- Membatasi konsumsi garam (garam dapur, vetsin, soda, bahan pengawet
-
4. Anemia
Assessment : mencari etiologi (malnutrisi, anemia defisiensi besi, infestasi cacing)
Initial plant
Ip diagnostik :
- Periksa SI, TIBC
- Periksa laboratorium feses untuk mencari telur cacing
- Periksa hapusan darah tepi
Ip terapi :
- Sulfas ferrosus 1 x 300mg
- Transfusi PRC bila Hb <8 g/dL
Ip monitoring :
- Cek konjungtiva
Ip edukasi :
- Os diduga mengalami anemia karena malnutrisi sehingga perlu dijelaskan
tentang makanan yang sebaiknya dimakan
5. Hipoalbuminemia
Assessment : mencari etiologi (malnutrisi, infeksi)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
10
Initial plant
Ip diagnostik :
- Cek albumin
Ip terapi :
- Albumin 25% dalam 100cc
Ip monitoring :
- Cek albumin
Ip edukasi :
- Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakitnya
E. PROGNOSIS:
Ad Vitam
Ad Functionam
Ad Sanationam
: bonam
: dubia et bonam
: dubia et bonam
F. RESUME
Telah diperiksa seorang wanita 65 tahun dengan keluhan luka di paha kanan sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya luka berupa lecet dan gatal, dan menjadi
udema (+), pus (+), nyeri terus menerus sehingga membuat pasien sulit beraktivitas.
Riwayat trauma pada paha kanan (-). Pasien sering merasakan kesemutan pada kedua
kakinya. Pusing (+) lemas (+) Demam (-)
Riwayat polidipsi, polifagia, poliuria sejak 3 tahun yang lalu disertao penurunan berat
badan dan keluhan gatal pada kemaluan. Pandangan kabur (-).
Riwayat makan : Tidak ada perbedaan diet sebelum dan sesudah di diagnosa
menderita penyakit DM.
Riwayat penyakit kencing manis sejak 3 tahun yang lalu dengan pengobatan tidak
teratur. Pasien lupa nama obat yang biasa di konsumsi.
TD : 140/80 mmHg,
IMT : 22,22 (normal)
konjungtiva anemis ( / )
kulit kaki yang kering, bersisik, retak (+/+), kelainan bentuk dan warna kuku (kuku
G. CATATAN KEMAJUAN
Subjektif
17/3/14
Gatal, keluar nanah
18/3/14
21/3/14
Keluhan masih sama Nyeri luka operasi
Evaluasi
TD : 140/80 mmHg
TD : 160/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Nadi : 84x/menit
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Suhu : 37 oC
Suhu : 37 oC
Mata : CA /
Mata : CA /
Mata : CA /
- post debridement
Plan
Diagnostik
Terapi
Monitoring
Edukasi
- DM tipe 2
- DM tipe 2
ke III
- hipertensi
- hipertensi
- DM tipe 2
- hipertensi
-
Keluhan subjektif
- Menjelaskan pada
Keluhan subjektif
Keluhan subjektif
- edukasi perawatan
luka di rumah
tentang penyakitnya
- edukasi cara
- Hindari trauma
penyuntikan insulin
- anjuran kontrol ke
poli bedah
mengoleskan krim
pelembab ke kulit
yang kering
DIABETES MELITUS
Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.Guna penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh ( whole blood), vena,
ataupun
diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan
hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler
dengan glukometer.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:
Keluhan klasik DM : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang
Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko DM, namun tidak
menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien
dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien
dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan
sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk
terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular dikemudian hari.
Catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap
tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring
dapat dilakukan setiap 3 tahun
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang
diabetes. Tujuan penatalaksanaan :
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
Langkah-langkah penatalaksanaan penyandang diabetes
1. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:
Evaluasi medis meliputi:
Riwayat Penyakit
Gejala yang timbul
Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliput : glukosa darah, A1C, dan hasil
hipoglikemia)
Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi,dan traktus urogenitalis serta
kaki
Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata,
Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri
untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial
index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi.
Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
Pemeriksaan jantung
Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis
Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DMtipe-lain
Rujukan
Sistem rujukan perlu dilakukan pada seluruh pusat pelayanan kesehatan yang memungkinkan
dilakukan rujukan. Rujukan meliputi:
- Rujukan ke bagian mata
- Rujukan untuk terapi gizi medis sesuai indikasi
- Rujukan untuk edukasi kepada edukator diabetes
- Rujukan kepada perawat khusus kaki ( podiatrist ), spesialis perilaku (psikolog) atau
spesialis lain sebagai bagian dari pelayanan dasar.
- Konsultasi lain sesuai kebutuhan
Evaluasi medis secara berkala
Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan, atau pada
waktu-waktu tertentu lainnya sesuai dengan kebutuhan
Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
17
Jasmani lengkap
Mikroalbuminuria
Kreatinin
Albumin / globulin dan ALT
Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida
EKG
Foto sinar-X dada
Funduskopi
Pilar penatalaksanaan DM
1.
2.
3.
4.
Edukasi
Terapi gizi medis
Latihan jasmani
Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa
waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.
Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi,
sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres
berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan.
Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk
dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan
perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi..Pengetahuan tentang pemantauan glukosa
darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada
pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat
pelatihan khusus.
Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya
hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
I. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
A.
B.
C.
D.
E.
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini
diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui
hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
1. Tiazolidindion
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena
dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien
yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
*golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya.
C. Penghambat glukoneogenesis
1. Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang
diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnyapenyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung).
Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut
dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa
pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaanakan memudahkan dokter untuk
memantau efek samping obat tersebut.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa diusus halus, sehingga mempunyai
efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek
samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan
flatulen.
E. DPP-IV inhibitor
1. Glucagon-like peptide-1 (GLP-1)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
20
merupakan suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini
disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran
pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai
penghambat sekresi glukagon. Namun demikian,secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim
dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif.
Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk
meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2.
Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat
kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya
(analog incretin=GLP-1 agonis).
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkat kansecara bertahap sesuai respons
II. Suntikan
A. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin
puasa,
sedangkan
defisiensi
insulin
prandial
akan
menimbulkan
yang terjadi.
Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah basal
(puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun insulin.
Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah insulin
menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.
Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C belum
mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial (meal-related).
Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah prandial adalah
insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek (short acting).
Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat diberikan subkutan dalam
bentuk 1 kali insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau 1 kali basal + 2
kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal bolus).
Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk menurunkan glukosa
darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan
Algoritmapengelolaan DM tipe 2
Dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin. Untuk
memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Waktu pemeriksaan PGDM
bervariasi, tergantung pada tujuan pemeriksaan yang pada umumnya terkait dengan terapi
yang diberikan. Waktu yang dianjurkan adalah pada saat sebelum makan, 2 jam setelah
makan (menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko
hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang
kadang tanpa gejala).
PDGM terutama dianjurkan pada:
Prosedur pemantauan
secara konsisten.
Pemantauan glukosa darah pada pasien yang mendapat terapi insulin, ditujukan juga
ULKUS DIABETIK
Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi diabetes mellitus yang berupa
kematian jaringan akibat kekurangan aliran darah, biasanya terjadi dibagian ujung kaki atau
tempat tumpuan tubuh. Gambaran luka berupa adanya ulkus diabetik pada telapak kaki kanan
belum mencapai tendon atau tulang sehingga kaki diabetik pada penderita ini mungkin dapat
dimasukkan pada derajat II klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner. Namun untuk
menegakkan derajat kaki diabetik pada pasien ini diperlukan rontgen pada kaki pasien yang
mengalami ulkus untuk melihat kedalaman dan mengklasifikasikan derajat ulkus.
Klasifikasi Menurut Wagner
-
Derajat 0
Derajat I
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
Derajat V
Patogenesis
A. Sistem Saraf
Neuropati diabetikum melibatkan baik saraf perifer maupun sistem saraf pusat.
Neuropati perifer pada pasien DM disebabkan karena abnormalitas metabolisme
intrinsik sel Schwan yang melibatkan lebih dari satu enzim. Nilai ambang proteksi kaki
ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal,
rangsang nyeri yang diterima kaki cepat mendapat respon dengan cara merubah posisi
kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar.
Pada penderita DM, adanya neuropati diabetikum akan menyebabkan seorang penderita
DM kurang atau tidak merasakan adanya trauma, baik mekanik, kemis, maupun termis,
keadaan ini memudahkan terjadinya lesi atau ulserasi yang kemudian masuknya
mikroorganisme menyebabkan infeksi terjadilah selulitis atau gangren. Perubahan yang
terjadi yang mudah ditunjukkan pada pemeriksaan rutin adalah penurunan sensasi (rasa
raba, panas, dingin, nyeri), nyeri radikuler, hilangnya refleks tendon, hilangnya rasa
vibrasi dan posisi, anhidrosis, pembentukan kalus pada daerah tekanan, perubahan
bentuk kaki karena atrofi otot, perubahan tulang dan sendi.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
28
B. Sistem Vaskuler
Iskemia merupakan penyebab berkembangnya gangren pada pasien DM. Dua kategori
kelainan vaskuler.
1) Makroangiopati
Makroangiopati yang berupa oklusi pembuluh darah ukuran sedang maupun besar
menyebabkan iskemia dan gangren. Dengan adanya DM, proses aterosklerosis
berlangsung cepat dan lebih berat dengan keterlibatan pembuluh darah multiple.
Sembilan puluh persen pasien mengalami tiga atau lebih oklusi pembuluh darah
dengan oklusi yang segmental serta lebih panjang dibanding non DM. Aterosklerosis
biasanya proksimal namun sering berhubungan denganoklusi arteri distal bawah lutut,
terutama arteri tibialis anterior dan posterior, peronealis, metatarsalis, serta arteri
digitalis. Faktor yang menerangkan terjadinya akselerasi aterogenesis meliputi
kelainan metabolisme lipoprotein, hipertensi, merokok, faktor genetik dan ras, serta
meningkatnya trombosit.
2) Mikroangiopati
Mikroangiopati berupa penebalan membrana basalis arteri kecil,arteriola, kapiler dan
venula. Kondisi ini merupakan akibat hiperglikemia menyebabkan reaksi enzimatik
dan nonenzimatik glukosa kedalam membrana basalis. Penebalan membrana basalis
menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah.
C. Sistem Imun
Status hiperglikemi dapat mengganggu berbagai fungsi netrofil danmonosit (makrofag)
meliputi proses kemotaksis, perlekatan (adherence), fagositosis dan proses-bunuh
mikroorganisme intraseluler (intracelluler killing). Semua proses ini terutama penting
untuk membatasi invasi bakteri piogenik dan bakteri lainnya. Empat tahapan tersebut
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
29
diawali dengan kemotaksis,kemudian fagositosis, dan mulailah proses intra seluler untuk
membunuh kuman tersebut oleh radikal bebas oksigen (RBO=O2) dan hidrogen peroksida.
Dalam keadaan normal kedua bahan dihasilkan dari glukosa melalui proses hexose
monophosphate shunt yang memerlukan NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide
phosphate). Pada keadaan hiperglikemia, glukosa tersebut oleh aldose reduktase (AR)
diubah menjadi sorbitol, dan proses ini membutuhkan NADPH. Akibat dari proses ini sel
akan kekurangan NADPH untuk membentuk O2 dan H2O2 karena NADPH digunakan
dalam reaksi. Gangguan ini akan lebih parah apabila regulasi DM memburuk.
protein
jaringan,
trauma
serta
mikroorganisma
saling
berinteraksi
Diagnosis
Anamnesis
Informasi penting adalah pasien telah mengidap DM sejak lama. Gejala-gejala neuropati
diabetik. Gejala neuropati menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki,
sehingga apabila penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak merasakan nyeri
sehingga mengakibatkan luka pada kaki.
Manifestasi gangguan pembuluh darah berupa nyeri tungkai sesudah berjalan pada
jarak tertentu akibat aliran darah ke tungkai yang berkurang (klaudikasio intermiten).
Manifestasi lain berupa ujung jari terasa dingin, nyeri kaki diwaktu malam, denyut arteri
hilang dan kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati ini menyebabkan
penurunan suplai nutrisi dan oksigen sehingga menyebabkan luka yang sukar sembuh.
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Kesan umum akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah akibat berkurangnya
produksi keringat. Hal ini disebabkan karena denervasi struktur kulit. Tampak pula
hilangnya rambut kaki atau jari kaki, penebalan kuku, kalus pada daerah daerah yang
mengalami penekanan seperti pada tumit, plantar aspek kaput metatarsal. Adanya
deformitas berupa claw toe sering pada ibu jari. Pada daerah yang mengalami penekanan
tersebut merupakan lokasi ulkus diabetikum karena trauma yang berulang-ulang tanpa
atau sedikit dirasakan pasien. Tergantung dari derajatnya saat kita temukan, ulkus yang
terlihat mungkin hanya suatu ulkus superfisial yang hanya terbatas pada kulit dengan
dibatasi kalus yang secara klinis tidak menunjukkan tanda tanda infeksi. Gangren
tampak sebagai daerah kehitaman yang terbatas pada jari atau melibatkan seluruh kaki.
Palpasi
Kulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan kulit yang sehat. Oklusi
arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta hilangnya pulsasi pada arteri yang terlibat.
Kalus disekeliling ulkus akan teraba sebagai daerah yang tebal dan keras. Deskripsi ulkus
harus jelas karena sangat mempengaruhi prognosis serta tindakan yang akan dilakukan.
Apabila pus tidak tampak maka penekanan pada daerah sekitar ulkus sangat penting untuk
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Februari 2014 26 April 2014
31
mengetahui ada tidaknya pus. Pintu masuk harus dibuka lebar untuk melihat luasnya
kavitas serta jaringan bawah kulit, otot, tendo serta tulang yang terlibat.
Pemeriksaan Sensorik
Resiko pembentukan ulkus sangat tinggi pada penderita neuropati sehingga apabila belum
tampak adanya ulkus namun sudah ada neuropati sensorik maka proses pembentukan
ulkus dapat dicegah. Cara termudah dan murah adalah dengan pemakaian nilon
monofilamen 10 gauge. Test positif apabila pasien tidak mampu merasakan sentuhan
monofilamen ketika ditekankan pada kaki walau monofilamennya sampai bengkok.
Kegagalan merasakan monofilamen 4 kali dari sepuluh tempat yang berbeda mempunyai
spesifitas 97% serta sensitifitas 83%.
Pemeriksaan Vaskuler
Disamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa dengan test
vaskuler noninvasif yang meliputi pengukuran oksigen transkutaneus, ankle-brachial
index (ABI), dan absolute toe systolic presure. ABI di dapat dengan cara membagi
tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan. Apabila didapat angka yang
abnormal perlu dicurigai adanya iskemia. Arteriografi perlu dilakukan untuk memastikan
terjadinya oklusi arteri.
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologi akan dapat mengetahui apakah didapat gas subkutan, benda asing
serta adanya osteomielitis.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan angka lekosit yang meningkat bila sudah terjadi
infeksi. Gula darah puasa dan 2 jam PP harus diperiksa untuk mengetahui kadar gula
dalam darah. Albumin diperiksa untuk mengetahui status nutrisi pasien.
Prinsip perawatan ulkus kaki diabetes
Microbiological control
Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan
resistensinya. Umunya didapatkan pola kuman yang polimikrobal, campuran gram positif dan
gram negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini
pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik dengan spektrum luas (seperti
Derajat 0
Derajat I-IV
Derajat V
4. Periksa kaki dan celah kaki setiap hari, apakah terdapat kalus (pengerasan), bula
(gelembung), luka, lecet.
5. Bersihkan dan cuci kaki setiap hari, keringkan, terutama di celah jari kaki.
6. Pakailah krim khusus untuk kulit kering, tapi jangan dipakai di celah jari kaki.
7. Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.
8. Memotong kuku secara hati-hati dan jangan terlalu dalam.
9. Pakailah kaus kaki yang pas bila kaki terasa dingin dan ganti setiap hari.
10. Jangan berjalan tanpa alas kaki.
11. Hindari trauma berulang.
12. Memakai sepatu dari kulit yang sesuai untuk kaki dan nyaman dipakai.
13. Periksa bagian dalam sepatu setiap hari sebelum memakainya, hindari adanya
benda asing.
14. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.
15. Menghindari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor seperti orgat,
adrenalin, ataupun nikotin.
16. Periksakan diri secara rutin ke dokter dan periksakan kaki setiap kali kontrol
walaupun ulkus / gangren telah sembuh.
Catatan :
Prioritas tinggi harus diberikan untuk mencegah terjadinya luka, jangan membiarkan
dengan jari terbuka. Jangan sekali kali berjalan tanpa alas kaki.
Kaos kaki juga harus pas, tidak boleh melipat.
Membersihkan dengan hati-hati trauma minor serta aplikasi antibiotika topikal bisa
mencegah infeksi lebih lanjut serta memelihara kelembaban kulit untuk mencegah
pembentukan ulkus.
Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan diastolik
antara 80-89mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai 3 bulan. Bila
gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis
Pasien dengan tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan diastolik >90 mmHg,
dapat diberikan terapi farmakologis secara langsung
Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan monoterapi.
Pengelolaan:
-
Non-farmakologis :
Modifikasi gaya hidup antara lain: menurunkan beratbadan, meningkatkan aktivitas fisik,
menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi konsumsi garam
- Farmakologis : Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti-hipertensi (OAH):
Pengaruh OAH terhadap profil lipid
Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa
Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin
Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung
Penghambat ACE
Penyekat reseptor angiotensin II
Penyekat reseptor beta selektif, dosis rendah
Diuretik dosis rendah
Penghambat reseptor
Antagonis kalsium
Catatan :
mikroalbuminuria.
Penghambat ACE dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.
Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti memperburuk toleransi
glukosa.
Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.
Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkan dosis
secara bertahap.
Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap
menghambat
produksi
endothelium,
mesintesis
aktivasi
dan
meningkatkan produksi superoksid anion yaitu sebuah spesies oksigen reaktif yang merusak
formasi nitrit oksida. Produksi nitrit oksida dihambat lebih lanjut oleh resistensi insulin, yang
menyebabkan pelepasan asam lemak berlebih dari jaringan adipose. Asam lemak bebas,
aktivasi protein kinase C, menghambat phosphatidylinositol-3 dan meningkatkan produksi
spesies oksigen reaktif. Semua mekanisme ini secara langsung mengurangi bioavailabilitas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Waspadji S : Kaki Diabetes, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV,
Jakarta 2006 : 1911
2. Waspadji S : Komplikasi Kronik Diabetes Mellitus, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid III, Edisi IV, Jakarta 2006 : 1884
3. Gustaviani R : Diagnosis dan klasifikasi Diabetes Mellitus, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid III, Edisi IV, Jakarta 2006 : 1857
4. Sjamsuhidayat R., Jong WD. : Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC, Jakarta 2003 :
485
5. Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus di Indonesia,Jakarta, 2011