PENDAHULUAN
Di negara sedang berkembang kematian ibu merupakan fenomena gunung es,
dimana karena berbagai faktor banyak kematian yang tidak dilaporkan dan tercatat.
Dilaporkan hampir 500.000 kematian ibu hamil/bersalin/nifas terjadi tiap tahun yang
disebabkan oleh komplikasi kehamilan dan persalinan, kematian ini 99% terjadi di
negara negara berkembang. Sebagai contoh di Inggris terjadi kematian 2 - 9 ibu
hamil/bersalin/nifas per 100.000 kelahiran, sedangkan di Afrika terjadi 100 kematian
ibu hamil/bersalin/nifas per 10.000 kelahiran1. Angka kematian ibu (AKI) di
Indonesia tidak saja yang tertinggi diantara negara ASEAN, tetapi juga menurunnya
sangat lamban yaitu 450/100.000 kelahiran pada tahun 1986 menjadi 421/100.000
pada tahun 1992 dan target yang harus dicapai pada akhir Pelita VI adalah
225/100.000(2). Telah diketahui ada 5 penyebab utama kematian ibu di seluruh dunia
yaitu, perdarahan, sepsis, hipertensi, persalinan lama dan unsafe abortion. Sebagian
besar kematian ibu yang disebabkan oleh ke lima hal tersebut sebenarnya dapat
dicegah dengan memberikan pelayanan kesehatan yang memadai, memberikan
informasi/edukasi serta penanganan medis yang cepat dan tepat4,5. Sedangkan
penyebab tidak langsung adalah anemia, penyakit kardiovaskular, malaria,
tuberculosis, hepatitis dan penyakit-penyakit lainnya. Meskipun sudah mulai jarang
tetapi bila infeksi yang terjadi pada saat hamil, persalinan, dan nifas yang tidak
ditangani dengan baik bisa berkelanjutan menjadi sepsis, sepsis berat dan syok septik
dan berkembang menjadi Multi Organ Dysfunction Syndrome (MODS), yang
menimbulkan mortalitas yang sangat tinggi.
BAB II
ISI
2.1
Definisi
Sepsis merupakan sindroma klinik akibat komplikasi infeksi berat
yang ditandai dengan peradangan sistemik dan penyebaran kerusakan jaringan
yang bisa menimbulkan kegagalan fungsi organ.1
2.2
Faktor Risiko1
Banyak faktor langsung maupun tidak langsung, yang berpengaruh
memudahkan terjadi infeksi dan sepsis pada kehamilan, persalinan dan
nifas. Beberapa kondisi tersebut antara lain :
1. sosial ekonomi rendah
2. anemi dan kurang gizi
3. mengalami ketuban pecah dini
4. partus lama dan partus kasep
5. kehamilan dengan komplikasi infeksi seperti pyelonephritis dan infeksi
traktus urinarius.
2.3
Etiologi
Sumber infeksi :
Infeksi bisa berasal dari sumber endogen, eksogen, sebab obstetri dan non
obstetri serta penularan nosokomial.
Obstetri
- Khorioamnionitis
- Ketuban pecah dini (lebih dari 6 jam )
Pemeriksaan vagina yang terlalu sering dengan kondisi tangan yang tidak
bersih
Abortus Provocatus
Partus lama
Hubungan seks setelah ketuban pecah
Retensio plasenta
Perdarahan
Non-Obstetri
-
Appendicitis
Infeksi saluran kemih
Hal yang paling sering menyebabkan sepsis pada kehamilan adalah infeksi
pada saluran kemih. Dimana hal ini terjadi perubahan fisiologi dan
anatomi pada organ, sehingga menyebabkan ascending infection.
Perubahan kimia urin juga menyebabkan kuman dapat berkembang
dengan baik di saluran kemih. Sedang pada karioamnionitis sering di
dihubungkan dengan kejadian ketuban pecah dini. Lamanya ketuban
pecah sangat mempengaruhi proses sepsis pada kehamilan
2.4
Patofisiologi 8
Sepsis dipandang sebagai respon inflamasi yang tidak terkontrol.
Mekanisme sepsis berhubungan dengan respon sistemik yang komplek dan
proses imunologik yang dicetuskan oleh masuknya mikroorganisme atau
produknya ke dalam sirkulasi. Mikroorganisme penyebab infeksi tersebut
kemudian masuk kedalam sirkulasi (bacteremia) atau mengalami proliferasi
lokal dan melepaskan berbagai mediator imununoreaktif ke dalam sirkulasi
darah. Pada bakteria Gram negatif terdapat lipopolisakarida (LPS), yang bila
masuk
ke
dalam
sirkulasi
sebagian
akan
terikat
dengan
LBP
(NFkB), tyrosine kinase, pro RNA Cytokine oleh sel. Kompleks LPS-CD14
terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like recepror-2
(TLR2).
Pada bakteri Gram positif, komponen dinding sel bakteri yang
merupakan induktor sitokin adalah lipotheicoic acid (LTA) dan peptidoglikan
(PG). Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang
berlebihan. Mediator inflamasi ini mencakup sitokin yang bekerja lokal dan
sistemik, aktivasi netrofil, monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan sel
lainnya. Terjadi aktivasi kaskade protein plasma seperti komplemen, sistem
koagulasi, dan fibrinolisis, pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen
dan nitrogen radikal. Selain mediator yang bersifat proinflamasi, dilepaskan
juga mediator yang bersifat antiinflamasi. TNF- dan IL-1 yang merupakan
sitokin tepenting dalam sepsis dan keduanya bekerja sinergis, dimana efek
biologis keduanya menyebabkan transkripsi berbagai gen molekul adhesi,
seperti intercellular
activator
adhesion
inhibitor-1
molecule-1
(PAI-1),
phospolipase
A2,
NO
yang
merupakan
tahap
pertama
jalur
ekstrinsik
kaskade
4
merupakan
substansi
inhibitor
yang
kuat,
dan
menyebabkan
integritas
sistem
fibrinolisis
melalui
penghambatan
Gejala Klinis
Reaksi inflamasi yang timbul akan mengakibatkan suatu sindroma
yang terdiri dari gangguan hemodinamik disertai dengan disfungsi sistem
organ. Infeksi yang tidak ditanggulangi akan berkembang menjadi systemic
5
disebut sepsis berat dan bila ada komplikasi hipotensi yang tidak membaik
setelah resusitasi volume cairan intra-vaskuler maka akan jatuh kedalam
septik syok yang berakibat fatal. Definisi Gradasi Sepsis yang dipakai sampai
saat ini adalah: 7,8
Infeksi :
Reaksi inflamasi yang disebabkan oleh adanya mikroorganisme atau
invasi organ steril oleh mikroorganisme.
Bakteriemia : adanya bakteria dalam darah.
Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS) : Reaksi inflmasi
sebagai reaksi terhadap adanya berbagai penyakit/ kondisi dengan
2.6
Diagnosis
Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan gabungan temuan faktor
predisposisi dengan manifestasi klinis berupa SIRS. Berdasarkan hal itu bisa
dikategorikan adanya infeksi, bakteremia, sepsis, sepsis berat, syok septik
sampai MODS (multiple organ dysfunction syndrome) atau MOF (multiple
organ failure). Kuman penyebab dapat diidentifikasi dari pemeriksaan
laboratorium lengkap yang meliputi pemeriksaan darah, urin, dan kultur dari
berbagai cairan tubuh dan amniosentesis bila dicurigai adanya infeksi intra
uterin.
Hasil kultur darah yang positif menguatkan adanya infeksi yang serius.
Karena keterbatasan teknik kultur hanya 30% kuman penyebab dapat dikenali
disamping secara klinis infeksi bisa masih terbatas lokal dan belum
menstimulasi reaksi sistemik. Pemeriksaan kultur darah dilakukan sesegera
mungkin begitu muncul gejala panas. Pemeriksaan rutin Candida tidak
dianjurkan.
2.7
Tatalaksana
Begitu diagnosis ditegakkan maka rangkaian terapi harus dimulai
secara agresif dan adekuat dalam waktu kurang dari 6 jam. Patokan yang
disebut denganEarly goal directed therapy telah terbukti dapat menurunkan
angka kematian ibu secara bermakna. Pendekatan tersebut terdiri dari :
pemberian cairan intra vena, peningkatan pemberian oksigen, pemberian obat
obat vasopresor, pemberian obat obat inotropik, pemberian tranfusi darah,
pemberian ventilasi mekanik dan pemakaian kateter arteri. Pendekatan ini
bertujuan
untuk
melakukan
penyesuaian
kembali, cardiac
preload,
ketiga
Cefoperazone,
atau
keempat,
Ceftriaxone,
sepeti Cefotaxime,
Cefpirone,
Ceftizoxime,
Cefepine atau
lebih tepat dengan memonitor tekanan ventrikel kiri dan tekanan diastolik
dengan pemasangan Pulmonary Capillry Wedge Pressure (PCWP) yang
dipertahankan pada tekanan 12-16 mmHg. Suplai oksigen sistemik tergantung
dari cardiac output dan oxygen carrying capacity dari darah. Kadar Hb yang
ideal untuk pasien sepsis adalah 8 hingga 10 gr/dl tergantung keadaan klinis
penderita. Semua tindakan ini dilakukan di ruang perawatan intensif dengan
monitoring yang ketat. Apabila tekanan darah tetap tidak naik setelah
pemberian cairan dan peningkatan hemoglobin, maka diperlukan pemberian
obat vasopresor. Vasopresor yang dipilih harus mempertimbangkan efek
kardiak dan vaskular perifer dari obat tersebut. Norepinefrin lebih sering
dipakai karena tidak banyak menyebabkan peningkatan frekuensi denyut
jantung.
Pada
syok
septik,
norepinefrin
juga
lebih
baik
dalam
10
Mekanikal :
a. Kapasitas Vital < 15 mL/kg
b. Maternal inspiratory force (MIF) < - 25 cm H20
c. Frekuensi nafas > 35 kali/menit
Oksigenasi :
a. Pa 02 < 70 mmHg dengan FiO2 0,4
b. P(A-a)02 > 350 mmHg dengan FiO2 1,0
Ventilasi :
a. Pa CO2 > 55 mmHg (pada keadaan akut)
b. Dead space/ tidal volume ( Vd/Vt > 0,6)
Pemberian Kortikosteroid7
Meskipun masih kontroversi penggunaan kortikosteroid dosis kecil
jangka panjang menunjukkan perbaikan hemodinamik dan menurunkan
kebutuhan obat vasopressor, serta menurunkan secara bermakna angka
kematian
pasien
di
ruang
intensif
serta
mengurangi
hari
rawat
dengan
fludokortidon
bertahap
50
ug/hari,
sesuai
untuk
dengan
kemudian
kondisi
klinis.
kematian
akibat multiple
organ
proses
yaitu
sepsis
itu
sendiri. Terapi
antifibrinolitik
(asam
13
Prognosis
Bila tidak sangat terlambat maka prognosa ibu dengan sepsis lebih
baik dibandangkan pada sepsis karena non-obstetrik. Hal itu disebabkan
karena umur rata-rata usia reproduksi adalah relative muda dan kesediaan
berbagai macam antibiotika yang sensitive terhadap mikroorganisme
penyebabkan.
BAB III
KESIMPULAN
1. Berbagai penanganan obstetri yang aman dan bersih, tindakan pencucian tangan serta
sterilisasi alat-alat, perlakuan partograf WHO serta pengembangan dan penemuan
antibiotika menyebabkan faktor infeksi telah relatif menurun sebagai penyebab AKI.
15
Tetapi bila sampai terjadi dan bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat maka
masalahnya akan menjadi serius dan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas
ibu dan bayi.
2. Sepsis maternal harus segera dikenali dengan memperhatikan adanya faktor risiko
dan munculnya tanda SIRS.
3. Kecepatan melakukan tindakan secara agresif sangatlah penting, golden periodnya
adalah dalam waktu 6 jam pasien harus sudah mendapatkan penanganan intensif
dengan didahului pemberian cairan yang cukup serta antibiotika yang tepat.
4. Pada dasarnya pengelolaan sepsis maternal memerlukan perawatan intensif,
pendekatan multi-disiplin serta pengawasan yang ketat dan oleh karenanya sesuai
dengan algoritma pengelolaan, setelah mendapatkan penanganan pendahuluan maka
sebaiknya segera dirujuk ke senter yang mempunyai fasilitas penanganan lebih
lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifudin AB, Adrianz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D (Eds). Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi pertama, Jakarta,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2003:3-9.
2. Kornia Karkata, Sepidiarta. Pergeseran Kausa Kematian Ibu Bersalin di RSUP
Sanglah Denpasar, Selama Lima Tahun 1996 2000., Maj Obstet Ginekologi
Indonesia Vol. 30 No. 3 Juli 2006: 175-78.
3. Kvale G, Olsen BE, Hinderaker SG, Ulstein M, Bergsjo P. Maternal deaths in
developing countries : A preventable tragedy. Norsk Epidemiology 2005; 15 (2) :
141-149.
16
17